Saat ini Luna sudah berada di dalam ruang utama rumah Keluarga George. Di sana ada beberapa orang yang hadir. Mereka adalah kedua orang tua Luna, neneknya, dan juga beberapa kerabat dekatnya. Semua orang-orang itu duduk di hadapan meja bundar yang terbuat dari batu marmer. Ukuran meja itu pun cukup besar. Di atasnya tersedia banyak hidangan yang lezat dan menggugah selera. Ruang utama atau ruang pertemuan Keluarga George ternyata cukup mewah. Di setiap sudut dinding tersedia beberapa lukisan yang langka dan mahal harganya.Ada pula lukisan keluarga besar mereka."Luna, apakah kau kemari seorang diri?" tanya ibu Luna yang bernama Elena George."Iya, Bu," jawab Luna sambil mengangguk. "Suamimu yang tidak berguna itu tidak ikut?" Nyonya Elena kembali menegaskan. "Tidak, Bu," "Baguslah. Dia memang tidak perlu diajak kemari. Toh kehadirannya juga tidak akan membawa manfaat apa-apa," Agatha George, nenek atau istri dari Arthur George ikut berbicara. "Kalau diajak kemari, paling-paling
Semua orang yang ada di ruangan itu serentak memandang ke arah Luna. Mereka memasang wajah yang serupa. "Apa idemu itu, Luna?" tanya Laura dengan cepat. "Katakan sekarang juga, Luna," Nyonya Agatha langsung menyambungnya. Luna diam beberapa saat. Sekarang gantian, giliran dia sendiri yang memandangi orang-orang tersebut. Sebetulnya Luna sendiri tidak yakin dengan ide itu. Tapi apa mau dikata, yang ada di pikirannya saat ini hanya ide itu saja. "Ayo, Luna. Jangan buat kami mati penasaran," Nyonya Agatha kembali bicara. Dia sudah tidak sabar ingin mendengar ide dari Luna. "Bagaimana kalau kita meminta maaf secara langsung kepada Keluarga Albert? Mungkin ... mungkin hal itu akan mampu menyelesaikan masalah ini. Aku yakin, bagaimanapun juga, keluarga itu pasti masih mempunyai hati nurani. Apalagi kalau kita datang dengan sukarela," kata Luna sedikit gugup. Begitu mendengar ide yang dimaksud olehnya, ekspresi wajah semua orang kembali berubah. Mereka benar-benar kaget dan tidak meny
"Aku tidak mempunyai ide lain kecuali hanya bertemu dengan Keluarga Albert dan meminta maaf secara terang-terangan. Menurutku, itu adalah jalan keluar yang terbaik," kata Luna masih dengan jawaban dan ide yang sama. "Tidak boleh. Hal itu tidak boleh dilakukan," ucap David sambil menggelengkan kepalanya. "Hal tersebut sama saja dengan merendahkan martabat Keluarga George sendiri," "Lalu aku harus bagaimana?" suara Luna tiba-tiba meninggi. Sepertinya dia mulai dikuasai lagi dengan emosi. Ia menatap David dengan tajam. Kemudian berkata lebih lanjut, "Lagi pula, semua ini awalnya gara-gara dirimu, David. Sudah aku katakan berulang kali, kalau saat itu kau tidak ikut ke acara di Gedung Berlian, mungkin hal seperti ini tidak akan pernah terjadi," "Semenjak peristiwa itu, hidupku selalu tidak tenang. Aku selalu dihantui oleh rasa bersalah yang mendalam. Terutama kepada Keluarga George," David tetap diam. Dia tidak ingin berdebat dengan Luna. Baginya, berdebat dengan wanita a
"Ya, itu sudah pasti. Pantang bagi Ronald Albert untuk lari dari kenyataan," katanya penuh percaya diri."Tapi kita belum tahu siapa orang itu, Tuan. Bagaimana kalau dia mempunyai niat yang buruk terhadap Anda?" James terlihat khawatir. Dia takut sesuatu tak diinginkan menimpa majikannya. "Apakah kau takut, James? Sejak kapan kau berubah menjadi pria pengecut?" Pria tua yang mengaku bernama Ronald Albert memutar kursinya. Sepasang mata yang tajam segera menatap James lekat-lekat. "Aku ... aku hanya mengkhawatirkan keselamatanmu saja, Tuan," ujar James sedikit gugup. "Cih!!!" Ronald Albert tersenyum sinis. "Jangan terlalu berlebihan begitu, James. Percayalah, semuanya akan baik-baik saja," "Baiklah. Aku percaya," "Bagus. Sekarang kau boleh pergi dulu. Jangan lupa, persiapkan dirimu dengan baik," James mengangguk penuh hormat. Detik itu juga dia langsung mengundurkan diri dan keluar dari kamar tersebut. Ronald Albert masih ada di sana. Dia kembali membaca pesan singkat itu untuk
David dan Daniel sudah kembali berada di dalam mobil. Mereka terlihat begitu tenang dan santai. Terhadap keributan yang mereka buat di Restoran Daun Hijau, keduanya tidak merasa takut sedikit pun. Bahkan memikirkannya pun tidak."Tuan, apa yang harus aku lakukan sekarang?" tanya Daniel memecah keheningan. "Hancurkan beberapa bisnis Keluarga Albert. Jangan biarkan mereka menancapkan kakinya lagi di kota ini," "Baik, aku akan segera melaksanakannya. Aku yakin, pria tua itu akan menyesal seumur hidup karena telah bertindak secara sembarangan," "Tapi kau harus selalu ingat, Daniel, terhadap apa yang telah kita lakukan, aku harap tidak ada orang lain yang mengetahuinya," David tidak ingin kehadiran dan tindakannya diketahui oleh orang-orang yang berada di bidang serupa. Bukan karena dia takut, tapi karena dia masih ingin menikmati kehidupannya yang saat ini. Maka dari itu, ia selalu bergerak dalam diam supaya rahasianya tidak terbongkar. "Kau tenang saja, Tuan. Percayalah bahwa aku t
Laura tidak melanjutkan lagi bicaranya. Sebab pada saat itu, entah kebetulan atau tidak, Nyonya Agatha terlihat sedang melirik ke arahnya. Walaupun lirikan itu tampak biasa, tapi hal tersebut sudah cukup untuk membuat Laura merasa takut. Karena itulah dia langsung diam seribu bahasa. Beberapa saat kemudian, terdengar wanita tua itu bicara dengan suara cukup lantang. "Apakah semuanya sudah datang?" tanyanya sambil melirik ke semua orang. "Sudah, Bu," jawab Elena mewakili yang lainnya. Nyonya Agatha mengangguk beberapa kali. Dia kemudian mengajak makan keluarga besarnya. Acara perjamuan itu dilangsungkan secara sederhana. Namun walaupun begitu, semua yang dihidangkan adalah makanan lezat dan mahal. Setiap orang pasti tahu akan hal tersebut. Setelah perjamuan selesai, keadaan di sana menjadi lebih santai dari sebelumnya. Beberapa botol bir dikeluarkan. Mereka yang suka minum bir, langsung meminumnya tanpa basa-basi. "Apakah kalian tahu, mengapa aku mengundang kalian hari ini?" ta
Joshua Tyson, salah satu anak dari Kepala Keluarga Tyson sekaligus suami dari Laura itu langsung kebingungan harus menjawab apa. Bibirnya memang tampak terbuka, tapi tidak ada satu pun ucapan yang mampu keluar dari mulutnya. Sebenarnya Joshua tidak berniat untuk menghalangi usaha Nyonya Agatha. Hanya saja di satu sisi, kalau Keluarga George tidak ikut berlomba dalam 'kompetisi' ini, maka hal tersebut malah jauh lebih baik lagi. Sebab memang itulah yang diinginkan saat ini. "Nenek ..." setelah beberapa saat kemudian, akhirnya Joshua bicara juga. "Aku rasa, aku mempunyai ide yang cukup baik," Nyonya Agatha tidak bicara, dia hanya mengangkat alisnya sambil memandang ke arah Joshua. "Walaupun Keluarga George dan Keluarga Tyson bukalah keluarga penguasa di Kota Phoenix, tapi kalau dua keluarga ini bersatu untuk mendapatkan saham dan beberapa perusahaan bekas Keluarga Albert, aku rasa kesempatan yang kita dapat akan bertambah besar. Kekuatan gabungan keluarga ini harusnya bisa
"Apakah ini Nona Luna George?" bukannya menjawab pertanyaan, si penelepon yang tak di kenal itu malah balik bertanya. "Benar, aku bernama Luna George," jawabnya dengan jujur. "Nona Luna, aku ingin meminta waktumu sebentar. Besok sore hari, aku ingin kita bertemu di Restoran Bintang Timur. Di lantai dua, meja nomor satu," "Tunggu dulu, Anda siapa? Mengapa Anda mengajakku untuk bertemu di sana?" "Besok sore Anda akan mengetahui siapa aku. Yang jelas, pertemuan kita nanti akan membicarakan tentang bisnis besar yang ditinggalkan oleh Keluarga Albert," Luna langsung terkejut setelah mendengar hal tersebut. Untuk sesaat dia tidak mampu berkata apa-apa. "Tu-tuan, apakah kau serius?" tanyanya dengan bibir sedikit gemetar. "Aku serius, Nona. Maka dari itu kau wajib untuk datang besok sore. Sampai ketemu lagi," Telpon langsung ditutup. Luna memandangi ponselnya sebentar. Dia masih terlihat bingung. Apakah ucapan orang itu bisa dipercaya? Apakah dia harus datang ke Restoran Bintang Timu
"Seseorang yang namanya sudah terkenal di kota ini. Dia adalah Alex, menurut berita yang sempat aku dengar, sekarang Alex tidak bekerja kepada siapa pun. Maka aku akan mengundang dan mengajaknya bergabung di perusahaan kita untuk menjadi kepala keamanan," "Luna, jika demikian maka kau akan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Bukankah itu hanya membuang-buang uang? Kalau kau perlu, aku juga bisa menjadi kepala keamanan di perusahaan ini," "Tidak, David!" Luna menggelengkan kepalanya. "Kau tidak akan mampu melakukannya," Walaupun sudah melihat bagaimana kemampuan David dalam menghadapi orang-orang tadi, tetapi Luna belum percaya sepenuhnya. Dia menganggap bahwa itu semua hanya keberuntungan saja. Luna tidak yakin kalau harus menjadikan David sebagai kepala keamanan. "Baiklah. Terserah kau saja," ucap David tidak ambil pusing. "Kalau ingin bekerja, bagaimana jika kau menjadi sopir pribadiku saja?" "Setuju!" jawab David dengan cepat. Dia tidak perlu berpikir lagi. Sebab dengan
Tiba-tiba suara seseorang terdengar jelas di telinga. Luna dan yang lainnya langsung menengok ke arah suara tersebut. Suara itu berasal dari parkiran. Tidak lama kemudian, tampak ada orang yang keluar dari dalam mobil Bugatti La Voiture Noire.David! Orang itu adalah David Smith! Ia mengenakan jas serba hitam layaknya seorang bodyguard. David berjalan dengan langkah tenang, dia segera menghampiri Luna tanpa melirik sekejap pun ke arah tujuh anggota Organisasi Phyton. "Ada masalah apa, Luna?" tanyanya langsung ke pokok persoalan. "Mereka telah berani membuat masalah di sini, David," "Siapa orang-orang ini?" tanya David sambil memandang mereka. "Mereka adalah anggota dari Organisasi Phyton," "Organisasi Phyton?" David mengerutkan kening. Dia merasa asing dengan organisasi tersebut. "Benar. Itu adalah organisasi yang berkuasa di Kota Phoenix. Sebelum dibeli dan dibangun oleh Keluarga Albert, tempat ini dulunya juga termasuk ke dalam kawasan kekuasaan mereka," Jasmine tiba-tiba b
"Kami anggota Organisasi Phyton, datang kemari karena ingin menagih uang keamanan," kata salah seorang dari mereka yang berada di posisi tengah."Uang keamanan?" Luna mengerutkan kening. Dia tidak menyangka kalau orang-orang tersebut datang hanya untuk meminta uang. "Mengapa aku harus memberi kalian uang keamanan? Bukankah keadaan di sini aman-aman saja?" Luna bicara dengan lancar. Dia tidak merasa takut sedikit pun. "Aku rasa, aku tidak perlu memberikan kalian uang keamanan itu,""Ini sudah kewajiban, Nona. Dulu, Kepala Keluarga Albert juga selalu memberi kami uang keamanan sebanyak satu kali dalam satu bulan," "Sebelum berkata lebih jauh, perkenalkan dulu siapa namamu," "Namaku Rio," jawabnya singkat. Luna mengangguk. Setelah itu dia berkata lagi, "Sekarang pemilik perusahaan ini bukan lagi Keluarga Albert," "Kami tahu. Bukankah pemiliknya adalah Nona sendiri? Berasal dari Keluarga George?" "Bagus jika kau sudah tahu tentang berita tersebut. Kalau begitu, silahkan pergi sekara
"Aku? Aku, ya, aku. Apakah gara-gara sudah membeli mobil Bugatti La Voiture Noire, kau jadi lupa siapa aku?" David menjawab pertanyaan Luna sambil tertawa. "David, apakah kau tidak mengerti maksud pertanyaanku?" David menggelengkan kepalanya. Dia berlagak bodoh sambil tetap menyetir mobil. "Aku ingin tahu bagaimana latar belakangmu, dan siapa kau sebenarnya? Apakah kau ini manusia yang luar biasa atau bukan?" "Bukankah kau pun sudah tahu siapa aku? Aku hanyalah pria miskin yang tidak berguna dan hanya bisa hidup karena menumpang di Keluarga George," jawab David seenaknya. Sebenarnya saat itu Luna ingin bicara lebih lanjut. Tapi dia sendiri bingung untuk memulai dari mana. Apa yang dikatakan oleh David, memang itulah yang terjadi selama ini. Bagaimana mungkin dia tidak mengetahui akan hal tersebut? Selama menikah dengan dirinya, Luna merasa bahwa David tidak pernah memberikan kontribusi apapun juga. Terutama sekali bagi Keluarga George. Kalau dibandingkan, David sangat berbeda
David kembali melemparkan senyuman sinis. Ronald terlihat sedikit bingung. Dia memandang ke arah mereka berdua secara bergiliran. "David, ayolah, jangan membuat masalah baru. Lebih baik kita pergi dari sini sekarang juga," kata Luna sedikit cemas. Luna tidak mau David membuat masalah lagi bagi dirinya. Masalah lama saja mungkin belum selesai. Sekarang, apakah benar akan ada masalah baru lagi yang menghampirinya? Oh Tuhan, mengapa nasib hidupku seburuk ini? Luna meratap dalam hatinya. "Tunggu dulu, Luna. Bukankah kau ingin mobil Bugatti La Voiture Noire ini?" "Iya, tapi nanti saja. Jangan sekarang," "Tidak, aku maunya sekarang," David menggelengkan kepalanya. Kemudian dia beralih memandang Ronald. "Di mana ruang pribadimu? Aku ingin bicara empat mata," Ronald sedikit terkejut. Awalnya dia tidak ingin membawa David ke ruangan pribadinya, tapi saat melihat tatapan mata David, tiba-tiba saja dia merasakan sesuatu yang aneh. Ia seperti tidak kuasa untuk menolak permintaan tersebut.
Sekitar jam sembilan, setelah David berhasil meyakinkan Luna bahwa dia akan mendapatkan mobil yang diinginkan, maka mereka berdua pun segera pergi ke showroom mobil di Kota Phoenix. David kembali menjadi sopirnya. Setelah beberapa saat kemudian, keduanya sudah tiba di showroom mobil terbesar dan terkenal di kota tersebut. Seorang sales wanita tampak berdiri di dekat pintu masuk. Melihat kedatangan Luna dan David, wanita itu segera menyambutnya. Namun sambutan tersebut tidak terlalu ramah. Hal itu mungkin karena dia melihat penampilan David yang biasa-biasa saja. "Pergilah dan cari mobil yang kamu sukai," Luna mengangguk. Ia segera berjalan untuk melihat-lihat. Sales wanita tadi mendampingi Luna dan membawanya ke tempat di mana mobil mewah tersedia. "Ini adalah koleksi mobil terbaik yang dijual oleh perusahaan kami. Tapi harga mobil yang ada di sini bisa dibilang sangat mahal, Nona," katanya memberitahu Luna. Luna hanya mengangguk. Dia tidak menjawab sama sekali. Luna kemudian b
Jason langsung berdiri ketika mendengar namanya disebut. "Aku," katanya dengan cepat. Buru-buru dia berjalan menghampiri wanita yang usianya masih sekitar dua puluhan tujuh tahun itu. "Oh, jadi kau yang bernama Jason Geraldo?" tanyanya memastikan lagi. "Benar," ia menganggukkan kepala. "Apakah Nona bernama Jasmine, Manager Hotel Apartemen Awan Merah?" "Ya, tidak salah," jawab wanita yang mengaku bernama Jasmine tersebut. "Senang bertemu dengan anda, Manager Jasmine," "Panggil saja Nona," ucapnya memotong. "Baik, Nona," Jason segera menuruti ucapannya tanpa banyak bicara. "Mari, silahkan duduk," Jason mempersilahkan Jasmine. Dia segera menarik kursi untuknya. Dia pengawal yang dibawa langsung mengikuti. Mereka berdiri tepat di belakang Jasmine. Setelah wanita itu duduk, Jason kembali menyuguhkan segelas bir dan beberapa makanan ringan. Jasmine langsung meminum dan mencicipi hidangan yang diberikan. Setelah perjamuan singkat dan perkenalan selesai, Jason selaku orang yang mera
"Cih, baru mendapat pencapaian seperti itu saja sudah sok sibuk," ucap Laura mencibir. "Lagi pula, belum tentu semua orang di Hotel Apartemen Awan Cerah mau menerima dia sebagai owner barunya," lanjut Alice. "Kurasa begitu. Karena aku yakin, menurut siapa pun, hal ini terlalu mustahil," lagi-lagi Joshua mengatakan hal yang sama seperti tadi. Hal tersebut tidak terlalu mengherankan. Seperti yang disebutkan sebelumnya, siapa pun dia, kalau tidak menyaksikan secara langsung, pasti orang itu tidak akan mempercayainya. "Kalian tenang saja. Setelah pertemuan ini selesai, kita akan mengadakan 'meeting'," ujar Jason dengar suara perlahan. Sementara itu, setelah mendengar jawaban Luna, Nyonya Agatha nampaknya tidak bisa berkata lebih lanjut lagi. Dia cukup mengerti akan maksud Luna. "Baiklah. Kalau kamu memang tidak bisa menginap di sini, Nenek tidak akan memaksa," katanya pasrah. "Yang terpenting, uang yang telah aku janjikan, sebelum kau bangun dari tidur, pasti akan masuk k
Ucapan Luna itu membuat setiap orang yang hadir merasa kaget. Sebab Luna yang saat ini seakan bukan Luna yang mereka kenal. Biasanya, Luna tetap acuh dan bertindak seolah-olah tidak tahu ketika David diperlakukan buruk oleh siapa pun. Tidak terkecuali dengan keluarganya sendiri. Tapi sekarang? Secara tiba-tiba dan tanpa pernah diduga, Luna justru membela David. Pria yang tidak berguna sama sekali itu. "Luna, apakah aku tidak salah dengar?" "Sejak kapan kau mau membela dia?" "Untuk apa kau membela benalu itu?" "Jangan-jangan, sekarang kau sudah mulai jatuh cinta kepadanya. Sehingga kau mau membela dia, iya, kan?" Berbagai macam omongan itu terdengar jelas oleh Luna. Dia segera menatap orang-orang tersebut. "Asal kalian tahu saja, aku membela David bukan karena apa-apa. Tetapi karena dia adalah suamiku. Meskipun dia tidak berguna, walaupun aku tidak mencintainya, tapi David tetap berperan sebagai suamiku yang sah," Luna menjawab semua pertanyaan itu dengan jawa