Share

Jordan Nelson

David Smith berteriak cukup lantang. Semua orang yang hadir di sana dapat mendengar suara tersebut. Bahkan semua orang pun merasa terkejut sekaligus penasaran.

Dalam hati masing-masing, mereka memikirkan, kira-kira apa yang akan dilakukan oleh David Smith?

"Baiklah, aku akan melakukan apa yang kau perintahkan," kata David seraya bangkit berdiri dari posisi duduknya.

Mendengar itu, Willie dan Saras tersenyum dingin. Mereka benar-benar gembira. Karena memang jawaban itulah yang diinginkan oleh keduanya.

"David! Apa yang akan kau lakukan?" Luna yang berada di belakangnya tiba-tiba angkat bicara.

Wanita itu merasa terkejut atas jawaban David. Dia ingin mencegah, tapi suasana sudah tidak mengizinkan. Apalagi, Luna masih menyadari bahwa pengantin pria itu bukan orang yang tepat untuk disinggung.

"Diam, Nona Luna!" ucap Willie sambil tersenyum penuh kemenangan. "Kau cukup duduk di tempatmu dan lihatlah pertunjukan selanjutnya,"

"Ayo bersujud di hadapan suamiku!" Saras membentak David. Suaranya dikeraskan, seolah-olah dia sengaja melakukan hal itu supaya semua tamu undangan dapat mendengarnya.

Pria itu menggertak gigi. Seumur hidup, baru sekarang saja David Smith mengalami kejadian seperti ini.

Andai saja Willie bukan berasal dari keluarga ternama, mungkin sudah sejak tadi dia menghajar pengantin yang sombong tersebut.

"Ayo! Mengapa kau malah diam saja?" Willie bicara sambil memberikan isyarat supaya David mau segera bersujud.

Tapi pria itu masih tidak mau melakukan perintahnya. David masih tetap berdiri. Seolah-olah tidak ada kejadian apapun yang menimpa dirinya.

Sementara Luna, dia masih terlihat duduk di belakang dengan perasaan tegang. Wanita itu sangat berharap bahwa David Smith tidak menuruti perintah Willie.

"Hei, pria miskin! Mengapa kau tetap diam? Ayo turuti ucapan Tuan Willie,"

"Benar, cepat bersujud di hadapannya,"

"Ayolah, kami sudah tidak sabar ingin melihatmu bersujud,"

"Kalau kau mau melakukannya, aku akan memberimu sepuluh dollar sebagai tanda terimakasih,"

Suara para tamu undangan kembali terdengar. Setiap orang yang berkata, pasti berisi cemoohan dan hinaan kepada David Smith.

Mereka tertawa dengan lantang. Seolah-olah kejadian ini sangat menggembirakan hatinya.

Luna yang sejak tadi diam, akhirnya sudah tidak kuat lagi. Dia memilih pergi daripada harus menahan sakit hati.

"Nona Luna, kau mau ke mana? Apakah kau tidak mau melihat pertunjukan yang langka ini?" Willie bertanya dengan nada sinis ketika melihat Luna berjalan keluar gedung.

Wanita itu berhenti dan menoleh sebentar. Kemudian dia berkata, "Persetan dengan omong kosongmu. Lihat saja, suatu saat aku akan membalas sakit hati ini,"

Setelah berkata seperti itu, Luna George pun akhirnya benar-benar pergi meninggalkan Gedung Berlian.

Dia pergi sambil membawa perasaan sakit dan dendam yang tidak bisa dihilangkan.

"Istrimu sudah pergi. Sekarang cepat lakukan perintah suamiku. Kalau tidak mau, kau akan tahu sendiri akibatnya," ucap Saras yang sudah tidak sabar ingin melihat David bersujud.

David Smith mengepalkan tinjunya dengan kencang. Perlahan-lahan dia mulai membungkuk. Tepat sebelum David bersujud, tiba-tiba sebuah suara lain terdengar dari arah belakang sana.

"Ada apa ini? Mengapa seperti terjadi keributan?"

Seorang pria tua berusia tujuh puluhan tahun yang mengenakan jas warna putih keluar dari sudut ruangan. Di belakangnya ada dua pria tinggi besar dengan jas warna hitam.

Mereka berjalan mendekat ke arah Willie dan Saras.

"Ayah ..." Willie segera menyambut kedatangan ayahnya. Begitu juga dengan Saras.

Setelah mengetahui siapa yang datang, sikap semua tamu undangan pun menjadi berubah. Sekarang mereka menjadi diam dan terlihat sangat menghormati pria tua tersebut.

"Cepat jelaskan, ada apa ini, Willie?" tanya pria tua yang bernama Jordan Nelson tersebut. Dia bukan lain adalah ayah dari Willie, sekaligus pemimpin Keluarga Nelson.

Willie Nelson kemudian menceritakan seluruh kejadian di dalam Gedung Berlian kepada ayahnya tersebut. Ia bercerita dengan detail, tidak lupa juga Willie pun menambah "bumbu" dalam ceritanya.

"Benar apa yang dikatakan suamiku, Ayah mertua. Pria miskin ini berani datang kemari dan sengaja ingin merusak pesta yang kita gelar," ucap Saras sambil menunjuk David yang pada saat itu sudah berdiri sambil menundukkan kepala.

"Siapa orang ini? Bagaimana dia bisa ada di sini?" tanya Jordan Nelson sambil memandangi David Smith mulai dari atas sampai bawah.

Dalam hatinya, dia pun merasa sedikit heran. Sebab di antara semua tamu undangan, memang hanya pria inilah yang mempunyai tampilan paling berbeda.

"Dia adalah menantu Keluarga George," jawab Willie dengan suara keras.

"Ayah mertua pasti tidak menyangka bukan, bahwa Keluarga George ternyata punya menantu seperti pria miskin ini?"

"Hemm ... mengapa kalian menyuruh dia untuk bersujud?" tanya Jordan Nelson tanpa menghiraukan ucapan menantunya.

"Karena dia miskin, Ayah mertua. Di antara kita semua, hanya dia sendiri yang mempunyai kasta paling rendah. Jadi, bukankah tidak ada salahnya kalau kita menyuruh dia untuk bersujud?" Saras berkata dengan nada penuh kemenangan.

Saras yakin bahwa ayah mertuanya itu akan mendukung maksud hatinya.

"Hei pecundang, coba angkat wajahmu! Sepertinya ayahku ingin melihat tampang miskinmu itu," kata Willie memberikan perintahnya.

David Smith menurut. Tanpa mengatakan apapun, dia langsung mengangkat kepala dan memandang wajah Jordan Nelson.

Begitu dua pasang mata bertemu, detik itu juga sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.

Jordan Nelson langsung berlutut begitu mengetahui siapa 'pria miskin' yang dimaksud.

Melihat majikannya berlutut, tanpa diberi perintah sekali pun, dua orang pria yang datang bersamanya juga ikut melakukan hal serupa.

"Tu-tuan ... mengapa ... mengapa Tuan bisa ada di sini?" tanya Jordan Nelson dengan bibir bergetar.

Dalam hatinya, David Smith cukup terkejut juga. Dia tidak menyangka bahwa orang itu ternyata masih bisa mengenali dirinya dengan jelas.

"Di mana pun aku berada, itu bukan urusan kalian," setelah sekian lama terdiam, akhirnya David Smith kembali berbicara.

Tapi suaranya menjadi berubah. Nadanya menjadi dingin dan seolah-olah mengandung wibawa yang besar.

Jordan Nelson menelan saliva. Keringat mulai membasahi seluruh punggung. Baginya, berhadapan dengan David Smith, itu artinya sama saja berhadapan dengan malaikat maut.

"Tu-tuan ... tolong, tolong maafkan anakku yang kurang ajar ini. Aku berjanji, aku akan memberikan pelajaran berat kepadanya," kata Jordan Nelson penuh ketakutan.

Kejadian tersebut membuat semua orang yang ada di sana terkejut. Mereka tidak percaya dengan apa yang terlihat di hadapannya saat ini.

Willie dan Saras saling pandang satu sama lain. Pasangan pengantin itu pun merasa kebingungan.

"Ayah, apa-apaan ini? Mengapa kalian rela berlutut di hadapan pecundang sepertinya?" Willie berkata dengan nada tinggi. Dia sangat marah melihat Ayahnya melakukan hal tersebut.

Menurutnya, hal itu sama saja dengan merendahkan harga diri Keluarga Nelson di mata publik.

"Bocah keparat! Tutup mulutmu sekarang juga!" Jordan Nelson tiba-tiba bangkit dan langsung menatap anaknya dengan tatapan tajam.

Belasan pasang mata tamu undangan ikut menatap ke arah keluarga itu. Dalam hati, semua orang mempertanyakan hal yang sama.

Sebenarnya apa yang sedang terjadi saat ini?

Melihat sikap ayahnya yang tiba-tiba berubah, Willie benar-benar dibuat tidak percaya. Dia merasa semua ini adalah mimpi. Mimpi terburuk sepanjang hidupnya.

"Ayah, apa yang sebenarnya terjadi denganmu? Mengapa ... mengapa kau bisa berubah seperti ini?" Willie bertanya dengan ekspresi wajah kebingungan.

"Sudah, jangan banyak bertanya lagi. Cepat bersujud di hadapan Tuan Smith!" Jordan Nelson memberi perintah kepada anaknya dengan nada tinggi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status