"Dilara .... Kapankah kau menyadari? Jika aku sudah mencintaimu sejak 8 tahun yang lalu," gumam Etnan dalam hatinya. Namun, akhirnya ia memilih untuk fokus pada pekerjaannya untuk memantau jalannya acara yang dibuat oleh Tuannya. Sementara itu, ditempat lain. Dilara nampak menghentikan langkah kakinya. Kala Tuannya malah membawanya ke sebuah ruangan dengan pintu yang terlihat sangat mewah. Walau pun, sudah lebih dari dua minggu bekerja dimansion. Namun, baru kali ini ia melihat ada ruangan yang memiliki pintu besar dan berornamen emas, bahkan sepertinya pintu itu dilengkapi dengan beberapa fitur keamanan yang canggih. Dilara nampak memperhatikan seksama, jari jemari milik David yang terlihat lihai dan juga cekatan kala memencet beberapa tombol yang terpasang di bagian handle pintu. Tak berselang lama pintu itu pun terbuka. Dari kejauhan, Dilara melihat sebuah ranjang besar nan mewah. Jadi ia bisa menduga, jika ruangan yang sedari tadi ingin dibuka oleh David adalah sebuah
"Tuan, sepertinya saya bisa membuka baju saya sendiri!" ujar Dilara dengan nada suara takut. Dilara menyadari bahwa kini dirinya hanya berdua dengan David di sebuah kamar. Pikiran tentang hal buruk yang mungkin terjadi membuat jantungnya berdebar kencang. Memang gaun ketat yang kini menempel di tubuhnya, ia dibantu oleh beberapa orang untuk memakainya termasuk tadi David yang melihatnya. Namun saat itu ada banyak orang di sekitarnya, situasinya sangat berbeda dengan sekarang. Seiring waktu berjalan, kecemasan yang menggelayuti pikiran Dilara semakin menjadi-jadi. Dia tentu saja tahu bahwa David adalah pria normal yang bisa saja merasa terangsang. "Apakah aku seharusnya benar-benar mengandalkan diriku sendiri saat ini? Haruskah aku melawan rasa takutku dan mencoba mempertahankan harga diriku?" batin Dilara dalam hati. "Sudah aku katakan padamu! Aku sama sekali tidak menyukai adanya penolakan. Apakah hukuman yang aku berikan saat aku menjebloskanmu masuk ke kandang singa
Sementara David sendiri yang kuasai oleh hawa nafsu yang membara, benar-benar sulit untuk mengendalikan dirinya. Ia sama sekali tidak memperdulikan rintihan yang keluar dari bibir Dilara, ia malah melepaskan kancing bajunya satu persatu membuat dada bidang nan kekar sekarang ini benar benar terekspos dengan nyata. David menatap Dilara dari atas sampai bawah, melihat kaki jenjang nan seksi milik Dilara yang begitu mulus dan putih dan dibalut dengan hels tinggi. Membuat David ingin segera menerkam Dilara bulat-bulat. Air mata terus mengalir dari ke dua pelupuk mata Dilara, dirinya sekarang ini benar benar ketakutan. Sementara David sendiri, malah seperti orang yang kesetanan. Dengan langkah yang terlihat begitu santai, David terus melangkahkan kakinya menuju kearah Dilara. Sementara Dilara terus memundurkan tubuhnya, namun sayang, sekarang ini tubuhnya malah sudah mentok ditembok. "Tuan, saya mohon jangan ...!" Karena gelap mata, David sama sekali tidak memperdulikan rin
Sementara itu, di dalam kamarnya, David terus memaksa agar Dilara menuruti kepuasan yang ia cari. Dilara yang tidak bertenaga tidak bisa melawan, saat David menindih tubuhnya, bahkan dengan kasar menghentak-hentakkan sesuatu yang baru masuk. Permainan itu terjadi sangat kasar. "Akhh, kenapa milikmu sekarang ini terasa berbeda Keira? Terasa lebih sempit dan enak," suara rancauan David sampai menjadi angin lalu ditelinga Dilara. Setelah beberapa saat memaksa Dilara untuk tunduk pada permainannya, suara isak tangis Dilara nampak menggema didalam kamar itu. Setelah merasakan kepuasan, kesadaran David perlahan mulai kembali. Ia menatap tubuh Dilara yang terbujur kaku, dihiasi bekas cupang dan beberapa luka cambuk yang ia torehkan. Dilara, yang kini terkulai lemas di atas ranjang milik tuannya, berbicara dengan suara parau, "Tuan, saya ini Dilara. Ibu susu bayi Tuan, bukan Nyonya Keira. Kenapa Anda harus melakukan hal buruk ini pada saya?" Ucapnya seolah menuntut pertanggungjawaban
Malam pun tiba, acara yang di adakan oleh David sore tadi bisa dibilang sangat sukses. Hanya sedikit masalah, yaitu saat bayi milik pasangan Arman dan juga Yasinta itu menangis. Yasinta menangkap hal aneh yang di tujukan oleh suaminya setelah Keira istri David tadi menggendong bayinya. "Mas, tumben kamu itu tidur memunggungi ku," tegur Yasinta pada suaminya. Ia terus menatap kearah punggung suaminya dengan tatapan sedih dan juga tidak nyaman. Arman yang belum tidur memilih acuh dan juga tidak menanggapi apa yang barusan di katakan oleh istrinya. "Mas ... Mas Arman, kok malah diam sih! Apa Mas itu sudah tidur?" Yasinta masih saja meributkan perkara tidur suaminya yang menghadap kearah lain. Arman nampak menggertak gigi giginya, guna menahan amarah dan juga kesal yang sekarang ini benar benar menyelimuti dirinya. Merasa ucapannya tidak digubris sama sekali oleh suaminya, ditambah dengan dirinya yang merasa terabai karena ditinggal tidur lebih dulu. Akhirnya membuat kesabar
"Dan suster, kamu juga bisa ikut keluar bersama Nyonya besar! Kamu bisa istirahat dan besok bisa membantu istriku untuk mengurus bayiku lagi," titah Arman pada baby sitter yang baru saja masuk ke dalam kamar sembari membawa sebotol susu formula. Akhirnya Agnes pun memilih mengalah, ia keluar bersama dengan para pembantu dan juga babysitter cucunya. Bagaimana pun sekarang ini sudah larut malam, Agnes hanya menginginkan ketenangan. Air mata akhirnya luruh dan keluar dari pelupuk mata Yasinta. "Kenapa kamu tidak memikirkan aku, Mas? Aku ini capek, setiap malam harus bergadang dengan bayi kita. Aku juga ingin bermesraan denganmu dan beristirahat dengan nyenyak. Kenapa kamu malah menyuruh baby sitter itu yang sudah kita bayar mahal untuk beristirahat? Bukannya menyuruh aku," gerutu Yasinta dengan suara parau, merasakan hatinya yang sedang terluka oleh keputusan yang baru saja dibuat oleh Arman. "Apakah sekarang aku tidak berarti untukmu? Apakah rasa cintaku selama ini hanya di
Akhirnya pintu pun terbuka, David pun langsung berjalan kearah ranjang. Dimana putranya itu berada. "Kok bisa kamu didalam kamar sendirian, sayang? Dimana sebenarnya ibu susumu itu?" David nampak mengajak bayinya yang sedang tertidur dengan sangat pulas itu berbicara. Tentu saja, bayi itu tidak memberikan tanggapan atas pertanyaan yang baru saja diberikan oleh ayahnya. "Sial! Kenapa aku bisa bodoh dan selinglung itu? Kenapa aku malah bertanya pada seorang bayi yang bahkan belum bisa berbicara?" "Jangankan berbicara, duduk saja belum bisa. Harusnya kalau mencari keberadaan Dilara, aku itu harus melihat ke arah CCTV yang aku pasang." Lagi lagi David hanya bisa merutuki kebodohannya. Selain merasa bodoh, ia juga tidak fokus. David pun mengambil hape yang ada di saku celananya, sebelum ia membuka rekaman CCTV. Tiba tiba tatapannya fokus ke arah kamar mandi yang ada didalam kamar. Ceklek, pintu kamar mandi terbuka dan memperlihatkan Dilara yang baru saja selesai mandi. Dilar
"Tuan, saya mohon! Ini hanya sebuah kecelakaan, saya benar benar tidak berniat untuk menggoda. Saya di sini murni bekerja untuk menyusui bayi Tuan," kata Dilara dengan nada memohon. Bagaimana pun ia tidak mau di salahkan atau pun dituduh oleh David. Bahkan air mata Dilara nampak menetes dari ke dua pelupuk matanya. Ia benar benar takut jika dinodai lagi oleh David. "Terus kalau kalau tidak berniat menggodaku, kenapa sengaja terpeleset didepan ku?" David bertanya dengan sorot mata tajam dan juga dingin. Dilara berusaha menahan tubuhnya yang bergetar, karena kedinginan dan takut. "Kalau saya mengatakan, alasan saya terpeleset karena lantai licin. apakah Tuan David akan percaya?" Sontak tatapan tajam David beralih ke bawah. Tahu, jika ucapan Dilara itu benar. Tentu saja David enggan untuk disalahkan walaupun dirinya sendiri memang salah. "Kalau begitu cepat pergi ke walk in closet. Dan segera pakai bajumu," titah David untuk mengalihkan pembicaraan. "Tu - Tuan saya