Kutinggalkan Suami yang Mendua

Kutinggalkan Suami yang Mendua

last updateLast Updated : 2023-05-05
By:  Rini AnnisaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
24Chapters
15.3Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Synopsis

Ketika cinta diuji, Rara lebih memilih berpisah dari suami yang mengkhianatinya bersama sahabatnya sendiri. Dua tahun berumah tangga tak kunjung hamil, Adam menduakannya. Dia pun mengambil semua harta dan perusahaan milik almarhum Papanya yang membuat Adam akhirnya jadi miskin dan menyesal.

View More

Chapter 1

Memilih pergi

"Saya terima nikahnya Nilam Sari binti Gondo dengan mahar emas seberat sepuluh gram dibayar tunai!" 

"Bagaimana, sah?" tanya penghulu pada wali dan para saksi serta tamu undangan. 

"Sah!" timpal hadirin lalu mengucapkan hamdalah. "Alhamdulillah!" 

Terdengar ramai suara orang mengucapkan resminya pasangan itu menjadi suami istri. Sebagian dari mereka bersorak gembira karena lancarnya ijab qobul itu. Namun, tidak halnya dengan diriku. Aku terpekur sendiri di dalam kamar, hatiku merintih menahan sakit. 

Walaupun aku merestui tapi tetap saja ada semburat kesedihan hadir di pelupuk mataku. Aku menangis, meratapi kebodohan dan nasibku yang dimadu.  

Pasangan yang melangsungkan pernikahan itu adalah Mas Adam dengan sahabatku sendiri. Aku yang tak ingin percaya, tapi dipaksa untuk melihat kenyataan. Menyesal tentu saja dan yang aku rasakan kini sangat sakit tapi tidak berdarah. 

Nilam, wanita yang sudah kuanggap sahabat selama puluhan tahun tega menikamku dari belakang. Semua berawal dari seringnya aku curhat tentang masalah rumah tangga kepadanya. 

Tentang aku yang belum punya keturunan dan tentang Mas Adam yang sudah mulai bosan. Aku hanya ingin mendapat solusi dan menghilangkan kepenatan hatiku. Satu-satunya tempat yang selalu kucari saat aku butuh teman curhat adalah Nilam. 

Siapa yang menyangka bila diam-diam Nilam merebut Mas Adam dariku. Aku yang sudah menaruh kepercayaan padanya, tapi kini aku sudah tak ingin lagi melihatnya, benci sungguh benci. 

"Ra, kenapa di dalam saja? Apa kamu nggak mau ngucapin selamat pada suamimu," kata ibu mertuaku tiba-tiba masuk ke kamar. 

Cepat kuhapus sisa air mata, tak ingin terlihat cengeng di depan ibu. Aku menoleh kemudian bangkit akan keluar. 

"Ingat, Ra jangan pasang wajah masam. Kamu harus ikhlas, semua demi rumah tangga kalian juga," ucap ibu mewanti-wanti. 

Aku cuma mengangguk pelan, dengan senyum yang dipaksakan keluar dari kamar. Terlihat Mas Adam dan Nilam menyalami para tamu, kebahagiaan terpancar dari wajah keduanya. Seketika hatiku terenyuh, teringat masa dulu saat menikah. 

Ibu yang berjalan di belakang segera menarik tanganku, agar mendekat. Mas Adam yang melihatku berjalan ke arahnya tersenyum, kulirik Nilam yang juga tau dengan kedatanganku kemudian merangkul mesra Mas Adam. Ingin membuatku cemburu dan itu berhasil. 

Kuulurkan tangan pada Mas Adam, tetapi Nilam yang segera menyambut uluran tanganku. "Selamat ya Mas dan Nilam atas pernikahan kalian, semoga kalian ...."

Tenggorokanku tercekat tak bisa meneruskan ucapan dan berlari ke kamar. Air mata tumpah ruah, lalu membenamkan wajahku ke dalam bantal, terisak. Aku tak ingin para tamu mendengar tangisanku. 

"Ra, nggak usah nangis! Terima saja nasibmu, siapa suruh kamu nggak hamil. Lelaki manapun pasti sudah bosan melihat istri yang tak kunjung memberinya keturunan," sentak ibu kasar. 

Rupanya ibu terus mengikuti sampai ke kamar. Aku terduduk lesu dan mengelap air mataku. 

"Tapi kami baru dua tahun, Bu! Jalan kami masih panjang, kami masih bisa berusaha dan berobat," kataku membela diri. 

"Selama dua tahun kalian berobat, mana hasilnya coba? Yang ada hanya membuang-buang uang dan waktu.  Adam terus jadi bahan tertawaan orang," jawab ibu ketus. 

Aku terdiam, memang selama dua tahun ini kami berobat. Tapi semua juga bukan salahku, dokter bilang kami sama-sama sehat dan tidak bermasalah. Mungkin belum waktunya saja Allah memberikan keturunan buat kami.  

"Sudah, nggak usah cengeng lagi. Adam sudah menikah jadi akurlah dengan Nilam. Kalo kamu nggak terima, kamu bisa pergi dari sini!" ancam ibu yang membuatku terkejut. 

Ibu segera keluar kamar, di luar masih ramai tamu memberi ucapan selamat. Aku hanya bisa memandangi tamu dari balik jendela kamar. 

Samar-samar aku mendengar ada tamu yang bergosip. "Lihat itu, si Adam nikah lagi. Kasihan Rara ya, padahal baru dua tahun sudah dimadu." 

"Ngapain kasihan, salah sendiri kenapa nggak hamil juga. Semua laki-laki pasti pengen punya anak, apalagi Bu Ratna itu sudah tak sabar menggendong cucu katanya."

"Tapi nggak gitu juga kali, siapa tau memang belum diberi keturunan. Kita lihat saja nanti, siapa yang duluan hamil," timpal ibu-ibu yang lain makin seru. 

Hatiku perih menjadi bahan pembicaraan orang, mereka membuat kami seperti bertanding. Alih-alih mendoakan serta kasihan, mereka malah menanti siapa yang duluan hamil diantara aku dan Nilam. 

Aku mengusap sisa air mata, tidak ada gunanya terus menangis. Aku harus pikirkan rencana, tak bisa terus seperti ini. Tiba-tiba mataku tertuju pada  koper di atas lemari dengan mendorong kursi kecil dan menaikinya segera menurunkan wadah tempat pakaian itu. 

Gegas membuka lemari dan memasukkan semua bajuku ke koper, berikut surat penting lainnya. Tentunya atas namaku, aku tak ingin surat berharga itu jatuh ke tangan Nilam. Dia tidak berhak sedikitpun atas harta yang telah kudapatkan selama ini. 

Saat tamu mulai sepi, aku segera keluar kamar. Mas Adam, Nilam serta ibu terkejut melihatku keluar menyeret koper. 

"Ra, mau kemana kamu. Masuk!" perintah ibu mendelik. 

Aku tak menggubris ibu dan terus berjalan, menghampiri Mas Adam. Setelah dekat, aku berkata lirih padanya. 

"Mas, aku pamit. Semoga kalian bahagia," ucapku tersenyum. 

"Ra, mau pergi kemana? Kamu masih sah menjadi istriku," sahut Mas Adam. 

"Biarkan dia pergi Mas, kini kamu hanya milikku seorang," cegah Nilam mencekal tangan Mas Adam. 

"Aku tunggu surat perceraian dari kamu secepatnya, Mas!" kataku lantang sedikit teriak karena sudah berjalan agak jauh dari pelaminan. 

Para tamu banyak yang terbengong melihatku, mereka tak menyangka aku pergi saat Mas Adam tengah berbahagia dengan istri keduanya.  Namun, aku puas tak perlu lagi mendengar gosip orang. Tak perlu lagi merasa sakit berbagi suami. 

Apalagi semua aset telah aman dan kubawa pergi. Pasti setelah siap acara nikahan Mas Adam kelimpungan, dia tidak sadar bahwa semua harta serta rumah dan perusahaan yang diembannya adalah milikku. Warisan peninggalan almarhum Papa yang diamanatkan padaku. 

Mas Adam hanyalah lelaki yang menumpang hidup padaku. Dulu aku begitu percaya padanya tapi hari ini aku sudah melihat jelas balasan darinya. Hanya karena aku tidak kunjung hamil dia tega menduakanku bahkan tidak tanggung-tanggung yang dinikahi adalah sahabatku sendiri. 

Setelah aku pergi dari rumah yang sudah banyak  kenangan bersama Mas Adam itu, tidak berapa lama sayup-sayup seperti mendengar teriakannya dari jauh. "Rara ...." 

"Mampus kamu, Mas!" tawaku lepas. 

Sementara aku terkekeh di rumah mewah Papaku, membayangkan Mas Adam kalang kabut mencari surat berharga yang kubawa. Rasakan kamu Mas, menikah tanpa berpikir ulang. 

Kamu pikir Nilam akan terus menempel kalo kamu tak punya apapun. Semua itu adalah sandiwara Nilam saja, untuk menikmati fasilitas kemewahan Mas Adam. 

Aku memang curhat pada Nilam tentang keturunan dan Mas Adam. Tapi Nilam tak pernah tau bahwa semua fasilitas mewah itu adalah milikku. 

Pengkhianatan Nilam juga telah memberi aku pelajaran, bahwa sahabat sendiripun bisa menjadi pelakor, menjadi perusak rumah tangga. Untung saja Allah berbaik hati padaku, membuka kedok Nilam. 

Drrrttt ... drrrttt .... 

Ponselku berdering, terlihat di layar Mas Adam memanggil. Segera kuangkat karena ingin tau reaksinya. 

"Halo, Mas. Ada apa lagi?" 

"Ra, apa kamu yang bawa surat rumah dan perusahaan?" tanyanya cemas. 

    

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Kenshin
update nya brp bulan sekali ???
2023-03-06 16:02:50
0
user avatar
Harumi Aina
Bagus ceritanya, Thor
2023-02-16 21:22:50
0
24 Chapters
Memilih pergi
"Saya terima nikahnya Nilam Sari binti Gondo dengan mahar emas seberat sepuluh gram dibayar tunai!" "Bagaimana, sah?" tanya penghulu pada wali dan para saksi serta tamu undangan. "Sah!" timpal hadirin lalu mengucapkan hamdalah. "Alhamdulillah!" Terdengar ramai suara orang mengucapkan resminya pasangan itu menjadi suami istri. Sebagian dari mereka bersorak gembira karena lancarnya ijab qobul itu. Namun, tidak halnya dengan diriku. Aku terpekur sendiri di dalam kamar, hatiku merintih menahan sakit. Walaupun aku merestui tapi tetap saja ada semburat kesedihan hadir di pelupuk mataku. Aku menangis, meratapi kebodohan dan nasibku yang dimadu. Pasangan yang melangsungkan pernikahan itu adalah Mas Adam dengan sahabatku sendiri. Aku yang tak ingin percaya, tapi dipaksa untuk melihat kenyataan. Menyesal tentu saja dan yang aku rasakan kini sangat sakit tapi tidak berdarah. Nilam, wanita yang sudah kuanggap sahabat selama puluhan tahun tega menikamku dari belakang. Semua berawal dari ser
last updateLast Updated : 2023-01-31
Read more
Lelaki masa lalu
"Halo, Mas. Ada apa lagi?" "Ra, apa kamu yang bawa surat rumah dan perusahaan?" tanyanya cemas. "Tentu aja, itukan semua memang milikku. Aku tak sudi Nilam menikmati hasil kerja keras Papaku," jawabku ketus. "Kumohon, Ra. Kamu kembali ya! Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikanmu," melas Mas Adam di ujung telepon sana. "Aku tidak mau, Mas. Hatiku sudah terlanjur sakit, kamu tidak memikirkan perasaanku saat menikahi Nilam. Padahal kita baru dua tahun Mas, itu masih sebentar. Tapi kamu dan ibumu sudah nggak sabar," keluhku menumpahkan semua kekesalan. "Mas juga terpaksa, Ra! Ibu terus aja mendesak, Mas nggak bisa berbuat apa-apa." "Jangan jadikan ibu sebagai alasanmu, Mas! Kamu bisa aja menolak, tapi kamu sendiri yang memang ingin menikah lagi 'kan!" kataku meradang. "Apalagi yang kamu nikahi adalah sahabatku sendiri, aku tak bisa menoleransi lagi." kataku sembari mematikan telepon, lalu merebahkan tubuh ke kasur. Huh, aku harus bersikap tegas pada Mas Adam. Jika dia bersikap
last updateLast Updated : 2023-02-01
Read more
Ambil alih perusahaan
Suatu hari dia pernah berjanji padaku. "Ra, sampai kapanpun aku akan menunggu kamu menerima diriku. Walaupun yang kamu nikahi nanti bukan aku, tapi aku percaya suatu saat kamu akan jadi milikku," kata Randy dulu. Aku bergidik mendengar ucapannya, Randy seperti meletakkan harapan yang besar padaku. Aku juga tak habis pikir dengan kenekatannya. "Randy, jika kamu menyukai wanita lain menikahlah dengannya. Jangan tunggu aku, kamu juga berhak bahagia," ucapku saat akan menikah dengan Mas Adam. Randy menjumpai diriku dan bertanya langsung, benarkah aku akan menikah? Aku mengangguk, terlihat guratan kecewa di wajahnya, aku tidak sampai hati tapi juga tak mungkin menuruti keinginannya. Aku mencintai Mas Adam, pria sederhana yang berhasil memikat hatiku. Aku juga menaruh harapan pada Mas Adam agar bisa membahagiakanku, karena Papa juga tidak mudah memberi restunya pada kami. Aku menghela nafas mengingat kembali masa lalu, kini aku menerima hukumannya. Papa, maafkanlah anakmu yang dulu ti
last updateLast Updated : 2023-02-01
Read more
Pecat Adam
Lalu aku memanggil Pak Budi lagi. Dengan masih takut Pak Budi menghampiriku. "Ada apa, Bu? Mohon jangan pecat saya!" pintanya melas. "Baik, asal kamu menurut pada saya. Setelah membersihkan kantor, tolong beritahu semua dewan dan staf untuk berkumpul di ruangan rapat. Saya mau mengadakan rapat mendadak," ujarku dengan tegas yang dibalas anggukannya. Akhirnya lega, sambil menunggu meja bersih aku duduk di sofa kantor. Tidak lama kemudian, Mas Adam masuk ke kantor dengan napas terengah-engah. Pasti dia sudah mendapat kabar dari staf di lantai bawah dan buru-buru naik ke atas. Ekspresinya begitu terkejut begitu melihat meja tempat biasa dia kerja sudah bersih dan barangnya sudah ditumpuk di kardus. Lalu menatapku dengan mata mendelik. "Ra, ini nggak mungkin 'kan? Kenapa kamu melakukan semua ini, apa maksudmu?" tanya Mas Adam mendekatiku. "Aku tak perlu menjawab Mas, aku kira kamu pasti tau maksudku. Ini semua konsekuensinya bila kamu menyakitiku," kataku masih sibuk menatap ponsel.
last updateLast Updated : 2023-02-01
Read more
Bukti perselingkuhan
"Aku bisa memaafkan semua kesalahanmu, tapi tidak dengan pengkhianatan. Apa kamu itu bodoh atau nggak tau diri, Mas. Selama ini Papa dan aku sudah banyak berkorban untuk keluargamu. Rumah Mas dibangun Papa menjadi megah, bahkan perusahaan ini pun dipercayakan Papa padamu. Namun, ini semua balasan yang kamu beri untukku? Dengan menikahi sahabatku sendiri dengan dalih ingin punya anak, kamu tega merampas kebahagiaanku." Akhirnya kata-kataku meledak di depannya. Biar Mas Adam tau, tidak bisa berbuat seenaknya. Agar dia ingat siapa dulu jati dirinya yang dari miskin menjadi kaya. "Tapi Mas terpaksa, Ra! Ibu mengancam akan pergi kalo Mas nggak mau menikahi Nilam, saat itu kenapa kamu menyetujui Mas menikah kalo akhirnya menyesal," sergah Mas Adam mulai emosi. "Aku hanya ingin menguji kamu, Mas. Ingin melihat sampai di mana kesetiaanmu padaku. Tapi, yang aku lihat justru kamu yang menyerah dan ingin menikah," ucapku membela diri. "Sudahlah, sekarang aku tak ingin mendengarkan apa-apa l
last updateLast Updated : 2023-02-01
Read more
Bertemu Tania
Mas Adam mematuhi perintah dan segera mengeluarkan sampah. Aku coba ikut memeriksa, lalu saat menggasak sampah aku mengambil kond*m tadi. Kuacungkan ke atas tepat di depan wajah Mas Adam."Ini apa, Mas?" kataku mendelik. Terlihat wajah Mas Adam pucat pasi. "Anu, Ra. Mas nggak tau itu ada di sana, mungkin punya orang lain yang sengaja terbuang ke situ," jawab Mas Adam gugup. "Kamu nggak bohong, Mas?" tanyaku dengan mimik kesal, masih saja dia mengelak. "Nggak, Mas nggak bohong, Ra!" Mas Adam mulai berkeringat. "Bagaimana mungkin punya orang, ini 'kan dulu kantormu Mas. Atau mungkin ini memang punya kamu, iya 'kan?" kataku setengah membentak. Mas Adam tidak menjawab, dia hanya menundukkan wajahnya. Mungkin malu kedoknya dulu ketahuan olehku. "Berdiri, Mas! Aku mau menunjukkan sesuatu, mungkin yang ini nggak bisa buat kamu berbohong lagi," kataku sambil beranjak ke meja dan membuka laptop. Sekilas kulihat Mas Adam bangkit dengan grogi dan berjalan pelan ke arahku. Setelah kubuka r
last updateLast Updated : 2023-02-16
Read more
Keributan di Spa
Sesampainya di SPA langganan kami, Tania memasukkan mobil ke area parkir. Akhir pekan lumayan ramai juga, mungkin banyak yang sedang berlibur atau kerja setengah hari. Setelah memarkirkan mobilnya, Aku dan Tania segera keluar dan masuk ke dalam gedung. Kami disambut baik oleh karyawan spa, mereka sudah hafal pada kami karena termasuk langganan dengan kartu VIP. Baru saja mendaftar dan akan masuk ke ruangan dalam, terdengar cekikan tawa wanita di belakang kami. Mungkin juga baru datang, aku yang sudah tau dari suaranya segera menoleh, ternyata memang dia. Saat mataku dan matanya beradu pandang, dia merasa terkejut. Mungkin tidak menyangka akan bertemu di spa. Aku juga kecewa ketemu di saat yang tak tepat. "Eh, Rara. Tumben ketemu di sini, ngapain kamu? Mau cari kerjaan ya, ckckck ... Kasihan sekali kamu," sindir Nilam sembari tertawa dengan temannya. Ya dia Nilam, wanita yang sudah merebut Mas Adam dari tanganku. Aku geram melihatnya, seolah tanpa rasa bersalah, kini dia malah men
last updateLast Updated : 2023-03-02
Read more
Mengusir Adam
Sesampainya di perusahaan, saat akan masuk ke kantor langkahku dicegah Pak Budi. "Tunggu, Bu!" "Ada apa, Pak Budi?" tanyaku heran. "Di dalam masih ada Pak Adam dan Nilam, Bu. Mereka sudah lama di dalam, belum keluar-keluar," jawab Pak Budi gugup. "Bukankah saya udah pesan, kalo mereka berbuat mesum lagi Pak Budi bisa melarang," sahutku ketus. "Saya udah melarang, Bu! Tapi nggak diindahkan Pak Adam." "Oke, saya yang akan menyuruhnya keluar!" kataku sambil membuka ponsel. Ponselku tersambung ke CCTV kantor, hingga terlihat jelas apa yang mereka lakukan di kantor. Aku terperangah, mereka benar-benar keterlaluan, gumamku geram. Secepatnya kugedor pintu kantor. "Adam, keluar kamu dari kantorku. Keluar !" teriakku. Tidak lama terdengar suara pintu terbuka. Terlihat Adam yang berpenampilan kusut karena buru-buru, setelah dia keluar aku melayangkan tamparan di pipinya. Plak !! "Dasar laki-laki nggak tau diuntung! Masih aja berbuat mesum di kantor ini, pergi kamu dari sini dan jangan
last updateLast Updated : 2023-03-02
Read more
Camping
Sampai di rumah, kuhempaskan tubuhku di sofa. Hari ini rasanya lelah sekali, setelah ribut di spa masih juga ribut di kantor. Namun, aku bisa puas karena bisa mengusir Adam dari perusahaan. Awalnya dia yang memohon padaku tapi dia juga yang membuka kepura-puraannya sendiri. Adam memang laki-laki tak tau diri, menyesal aku dulu tak mendengarkan Papa. Adam juga tidak mudah dihadapi, dia tidak mau begitu saja menceraikan diriku. Ditambah sekarang Nilam sudah menghasutnya, pasti mereka hanya akan memanfaatkan kekayaanku. Aku harus bergerak cepat sebelum mereka menyerang. Memijat kepalaku yang terasa pusing, aku di kejutkan suara ponsel. Terlihat di layar Tania memanggil, dengan malas aku segera mengangkatnya. "Halo!" "Halo, Ra. Kamu di mana?" tanya Tania. "Baru aja sampai rumah," jawabku. "Ra, apa Randy sudah menelepon? Dia ingin mengajak ____ " "Naik gunung 'kan!" potongku cepat. "Kamu udah tau, Ra. Lalu gimana, kamu mau 'kan?" tanya Tania berharap. "Aku belum tau, Nia. Akhir-a
last updateLast Updated : 2023-03-02
Read more
Jatuh ke jurang
Esoknya, cuaca yang cerah cocok untuk melakukan travel ke puncak. Aku yang baru siap sarapan dan memakai sepatu, terdengar suara klakson mobil di luar rumah. Melongok dari jendela, aku sudah tau pasti Tania. Anak itu memang sangat setia kawan. Setelah pamitan pada Bi Ira, keluar rumah menjinjing tas dan tenda. Tania segera turun dari mobil dan membantuku mengangkat perlengkapan camping. Melihat mobil cuma ada Tania aku heran. "Suamimu nggak ikut, Nia?" "Ikut, dia bersama Randy menunggu kita. Aku menjemputmu dulu, baru kita berangkat bersama," jelas Tania. Aku hanya manggut-manggut, setelah itu mobil melaju ke arah rumah Tania. Di situ kami berkumpul, baru kemudian bareng. Tak lama kami sampai di rumah Tania, lalu memasukkan mobil ke dalam garasi. "Kita berangkat naik mobil, Randy aja," kata Tania begitu tau aku hendak bertanya. Aku tau, mobil Randy besar pasti bisa menampung banyak barang. Mobil merek Pajero sport, milik Randy terparkir di luar pagar. Randy segera membantu begit
last updateLast Updated : 2023-03-02
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status