"Halo, Mas. Ada apa lagi?" "Ra, apa kamu yang bawa surat rumah dan perusahaan?" tanyanya cemas. "Tentu aja, itukan semua memang milikku. Aku tak sudi Nilam menikmati hasil kerja keras Papaku," jawabku ketus. "Kumohon, Ra. Kamu kembali ya! Sampai kapanpun aku tidak akan menceraikanmu," melas Mas Adam di ujung telepon sana. "Aku tidak mau, Mas. Hatiku sudah terlanjur sakit, kamu tidak memikirkan perasaanku saat menikahi Nilam. Padahal kita baru dua tahun Mas, itu masih sebentar. Tapi kamu dan ibumu sudah nggak sabar," keluhku menumpahkan semua kekesalan. "Mas juga terpaksa, Ra! Ibu terus aja mendesak, Mas nggak bisa berbuat apa-apa." "Jangan jadikan ibu sebagai alasanmu, Mas! Kamu bisa aja menolak, tapi kamu sendiri yang memang ingin menikah lagi 'kan!" kataku meradang. "Apalagi yang kamu nikahi adalah sahabatku sendiri, aku tak bisa menoleransi lagi." kataku sembari mematikan telepon, lalu merebahkan tubuh ke kasur. Huh, aku harus bersikap tegas pada Mas Adam. Jika dia bersikap
Terakhir Diperbarui : 2023-02-01 Baca selengkapnya