Selama satu pekan, Kemal bolak balik RS melihat Farshad. Rutin skin to skin, memegang jemari keriputnya sampai mengajak ngobrol, membuat kondisi psikis Farshad mengalami kemajuan pesat.Bayi cimit itu kini sudah berbobot 2300 gram. Sang kakek yang tak sabaran ingin menggendong cicitnya membelikan inkubator khusus untuk Farshad agar dapat dirawat di rumah. Malam ini, syukuran aqiqah Farshad di gelar, disatukan dengan doa massal untuk Kayshan. Keluarga besar pun kembali berkumpul termasuk kerabat Kamala dari Belanda yang belum pulang."Bentar, Nyak. Ane baru kelar piket ini. Otewe balik," jawabnya ketika Dewiq bertanya mengapa dia belum pulang.Ponselnya lalu Farhan matikan dan berjalan menuju parkiran. Saat menyalakan remote mobil, dia melihat sosok bocah yang sedang makan di bagian belakang kendaraannya. Anak itu lantas pindah tempat duduk.Farhan merasa tak enak hati sudah mengganggu orang yang sedang makan. Dia pun menghampiri anak tadi."Hai," sapanya ramah sembari tersenyum.An
Dua puluh menit berikutnya, Kemal sudah ada di rumah sang sepupu jauh. Dia langsung menghampiri pria asing yang berdiri di teras. "Nunggu siapa, Bang?" tanya Kemal saat turun dari motornya, tepat di hadapan si preman."Yang punya rumah!" "Ada urusan apa?" sahut putra Khadijah sembari memasukkan kunci ke saku jaket. "Bukannya sudah lunas semua, ya?!" Lelaki berwajah sangar itu mendelik sinis, melihat Kemal dari atas ke bawah. "Bukan urusan lu, pergi sana!" sentaknya menunjuk lurus ke wajah Kemal."Lu yang pergi, gue bisa tuntut lu karena mengganggu privasi. Ini rumah gue!" ujar Kemal tak kalah menatap tajam. Dia meludah ke sembarang arah. "Cuh, sisa utang ke bos gue belum kelar!""Apalagi?" kata Kemal sambil bersedekap. "Eru utang budi waktu mak bapaknya mau mokat di rumkit. Darah bos gue diambil dua labu gegara Eru minta tolong ke beliau. Eru bilang akan bayar itu di lain waktu!" jelasnya dengan suara sangar.Sesungguhnya Kemal paham akan kemana kelanjutan obrolan ini. Tapi, dia
Farhan tergesa, dia berjalan pincang sebab sepatunya belum terpasang dengan benar. "Han, kelarin dulu ngapa," tegur Kemal masih mendekap Farshad. "Buru-buru, Bang. Bye, duo ponakan," kata Farhan gegas berlari ke mobilnya. "Han, suster siapa tadi?" tanya Kemal sedikit lantang membuat Gauri yang sedang melihat video Vlad and Niki di yutub pun teralihkan. "Suster anakan, Bii," sambar Gauri memancing kekehan Kemal.Sayang, Farhan tak mendengar pertanyaan Kemal. Lelaki itu sudah menutup pintu mobil dan kendaraannya mulai menjauhi halaman rumah.Farshad akhirnya lelap dalam gendongan Kemal. Dia ingin menidurkan ponakannya ini tapi tak menemukan siapapun di ruang tamu. "Yai?" panggil Kemal melongokkan kepalanya ke dalam.Bisa saja dia langsung masuk ke dalam, tapi dirinya cemas bertemu Farhana. Ini adalah area pribadi sang guru, kuatir jika tanpa sengaja melihat aurat penghuninya.Kebiasaan para wanita jika di rumah, mereka tak memasang hijab dengan rapi. Sehingga berpotensi terlihat ol
Farhan menegakkan posisi berdiri, manik matanya melebar saat mendengar ucapan Kemal. Bukan hanya dia, Gauri pun tak kalah terkejut. Dia menggoyangkan lengan sang paman, menuntut penjelasan dengan sorot matanya.Delia tak kalah melongo. Dia menggeleng kepala pelan, menyangkal pernyataan sepupu pujaannya ini."Jangan bercanda, Kang!" ujarnya tersenyum miring menatap Kemal. "Eru nggak masuk dalam typemu," tutur Delia mencibir tak percaya."Lantas, apa kamu masuk dalam typeku?" balas Kemal menatap datar saudara jauhnya ini. "Jangan terlalu kontras, Delia. Pria tidak suka itu," lanjutnya sembari menggandeng Gauri dan mengajak Farhan pergi dari sana.Delia mencelos. Kali ini penolakan Kemal sangat jelas. Biasanya lelaki itu hanya diam membiarkan dia melakukan apapun yang disukai di rumah ini.Hati Delia sakit, kebencian pada Mehru kian membuncah. Setelah kepergian Kemal, Sahrul menghampirinya. Lelaki ini memang sangat rese, karena sering membatasi ruang geraknya."Del, gih, balik. Nggak pa
Ahmad langsung menggendong Farshad tapi cucunya tak mau diam. Tak lama, Dewiq pun melakukan hal serupa dan hasilnya sama nihil. Pada akhirnya, setelah setengah jam. Hanya Hana yang bisa sedikit menenangkannya meski rengekan-rengekan kecil Farshad kerap terdengar.Setiap kali Hana berbisik tentang Kayshan, putranya diam. Tapi jika mengungkit soal jangan mencari Kemal lagi, bayi itu kembali menangis."Arsha itu salehnya ibun dan daddy. Tapi ... daddy udah enggak ada jadi harus nurut sama ibun, oke?" Suaranya tercekat di tenggorokan. Dia masih berat kehilangan Kayshan terlebih di saat sekarang. Hening. Setiap terjaga menyusui Farshad di tengah malam, dia masih berharap Kayshan ada disampingnya menemani. Tak jarang, air matanya masih menetes setiap kali merasa lelah mengurus Farshad. Meskipun sang mama memberikan dua suster untuk membantu, tatap saja rasanya lain. Ada hal yang hanya bisa ditenangkan oleh suami.Dukungan sepuluh orang akan kalah dengan kata-kata sederhana bernada lemb
Untung kendaraan itu sempat mengerem meski tidak berhenti total. Mehru tetap terpental jatuh hingga beberapa meter."Awh!" keluhnya meringis saat badannya membentur aspal.Warga sekitar berdatangan menolong Mehru dan membawanya ke sisi jalan. Sementara pengendara motor itu ditahan warga agar tak kabur. Peristiwa tersebut memicu kemacetan jalan raya karena sepatu, kunci motor dan isi tas Mehru tercecer di tengah jalan. Farhan yang melintas di ruas jalan itu ikut terkena imbas. Mobilnya melaju pelan, dia lalu menurunkan kaca pintu, bertanya pada warga yang mengatur arus lalu lintas. Saat mendekati titik kejadian, Farhan terkejut melihat gadis korban lakalantas tersebut. Dia pun menepikan mobil ke bahu jalan lalu menghampiri Mehru yang sedang berusaha berdiri."El?" sebutnya sembari melepas kacamata hitam yang menggantung di hidung bangir Farhan. "Kamu bisa jalan?" tanyanya cemas sebab melihat kaki Mehru luka dan membiru. Tak cuma itu, lengannya juga baret sampai bajunya robek.Gadis
"Teh?" lirih Wira melihat wajah Mehru yang datar. Dia lalu beralih pandang pada si pemesan.Muna baru selesai memindahkan tumpukan tampah basah dari kukusan ke peniris, ikut menoleh ke arah dua pria yang berdiri di ambang di pintu pabrik."Aku nggak buru-buru, kok. Kapan saja digarapnya, yang penting booking duluan," balas sang pria tak kalah alasan. Dia lalu melihat pada Wira. "Pakai DP dulu, 'kan?" imbuhnya.Pemuda SMA itu mengangguk. Tapi dia takut ketika melihat ke arah Mehru yang menggeleng samar padanya. Sorot mata sang kakak pun kian menajam.Sang pemesan mengeluarkan dompet dari waist-bag dan langsung menyodorkan satu ikat uang pecahan 50 ribu ke tangan Wira. "Terima kasih, aku akan ke sini lagi bulan depan." Sang pria lalu berbalik badan dan melenggang pergi dari sana."Dok!" seru Mehru. Tapi, lelaki itu hanya melambaikan tangan ke atas. "Argh!" geramnya sambil mengepalkan tangan.Deru napas Mehru memburu, dia berjalan terseret-seret mendekati Wira dan memintanya mengembalik
Farhan ikut tertawa renyah mendengar celotehan para suster tadi. Dia memang selalu tampil apa adanya. Rapi tapi terkesan santai. Bermimik dingin, eh ternyata ramah. Sang dokter juga dikenal humble. Tak ragu apalagi malu duduk makan siang di kantin dengan para staf dari berbagai divisi. No jaim-jaim meskipun kedudukannya sebagai calon pewaris klan Hermana.Dia mengikis tembok besar kekakuan antara atasan dan bawahan. Tak heran, para suster kerap merasa nyaman bila berpapasan dengannya, karena sang dokter merespon sekitar secara bijak sampai-sampai Farhan dijuluki dokter slay. Farhan masih bertugas di IGD, tahun depan dirinya akan memulai studi lanjutan spesialis. Dalam rentang masa itu, Dewiq memintanya untuk tak menikah lebih dulu agar fokus terhadap pendidikan, karena waktu yang dia miliki sangat sedikit untuk keluarga."Semoga bisa nikah dulu sebelum lanjut," lirihnya saat membaca identitas pasien muda di IGD yang ternyata pengantin baru. "Jangan sampai anak gue masih TK sementara