Setelah semua dokumen selesai dirapikan, Farhan di ajak Kemal masuk ke dalam untuk menemui Mehru. Debaran jantungnya mulai tak normal ketika nyaris mencapai ambang pintu. Meski dilakukan serba mendadak, tapi dirinya yakin bahwa Dewiq pasti memberikan segala yang terbaik.Langkah kaki Farhan terhenti ketika melihat wanita cantik dalam balutan kebaya serba putih, berdiri dan menunduk malu-malu. Tidak ada singer seperti Hana. Hanya Tiara mungil sebagai penghias sekaligus penahan agar hijab panjangnya tak mudah bergeser."Neng Eru, suaminya datang," bisik Khuzaemah, mengusap lembut punggung Mehru agar mendongakkan kepalanya.Lengan Farhan ditarik Dewiq agar dia melangkah masuk. Tapi lelaki itu malah menahan tangan ibunya."Nyak, bentaran ngapah. Kagak paham amat ni bunyi jantung dah kek bedug lebaran," sungutnya sambil mengusap dada."Tandanya idup brati. Ayo, waktunya mepet ... kamu 'kan harus kuliah nanti malam," balas sang mama tersenyum lebar.Farhan menepuk wajahnya. "Etdah ... kek
Farhan langsung mendekat dan mengusap tengkuk Mehru. Dia lalu menuntun istrinya kembali duduk di sebelah Dewiq yang juga terlihat cemas."Tolong ambilkan itu," kata Dewiq pada Farhan, menunjuk ke box putih berisi peralatannya di bawah meja sofa.Lelaki itu gegas meraih benda yang dimaksud dan langsung menyodorkan pada sang mama. Dewiq lantas memeriksa menantunya seksama. Setelah beberapa menit, dia melihat pada Farhan, bergantian dengan Mehru. "Beli testpack, deh. Coba kalian hitung sendiri," katanya sembari bangun meninggalkan mereka.Farhan melihat ke arah istrinya lalu menoleh memanggil sang mama. "Lah, Nyak?" "Masa dokter dan suster nggak peka, hadeuh!" kekeh Dewiq sembari melambaikan tangan."Mas?""Kayaknya sih iya, Yang." Farhan meraih ponselnya dari saku celana. Dia lalu duduk disamping istrinya sambil mengingat dan menghitung masa subur Mehru. "Palingan baru sepekan lebih deh. Pas private party di spa itu 'kan aku haid hari pertama," ujar Mehru mengingat acara satu bulan
“A-abang, tunggu.” Pria yang dipanggilnya berhenti saat akan menaiki tangga.Namun, tanpa berbalik badan, pria itu berujar dengan nada dingin, “Apalagi?! Aku malas bicara denganmu.”Hanya berjarak beberapa jengkal darinya, suara bariton sang suami yang baru menikahinya hari ini terdengar tajam menusuk gendang telinga. Sekadar menelan ludah pun terasa sulit.“Kenapa pisah kamar?” tanya Farhana pelan sambil menelengkan kepala memandang punggung Kayshan. “Harusnya ‘kan—“Farhana sang gadis alim menunduk, tersenyum samar. Dia terlalu malu melanjutkan perkataannya yang menjurus pada keintiman hubungan suami istri.Namun, di luar dugaan, Kay justru menengadah, kemudian mendengus kasar sebelum berbalik badan.Tatapan benci dilayangkan untuk gadis yang baru saja dia peristri. “Apa yang kamu harapkan, hah?!” ucapnya sinis sambil melangkah maju.Farhana mengangkat kepala, terkesiap ketika mendapat delikan menusuk. Dia ketakutan dan mundur perlahan, mencari celah untuk menghindar. Tapi, jarak rua
Bruk!Pintu pun menutup, selaras dengan melorotnya tubuh Farhana menyentuh lantai. Kata-kata Kayshan teramat dingin untuk seorang yang berpenampilan hangat sepertinya.“Kenapa jadi begini,” gumam Farhana. Tanpa dia sadari, setetes air matanya jatuh menyentuh pipi.Farhana terduduk lumayan lama di ruang tamu. Dia kira hatinya siap menerima risiko menikahi pria berkubang masa lalu. Tapi, ternyata dia tak mampu mengendalikan rasa sakit yang merejam dadanya.Hela napas berat terhempas. Farhana bangun berdiri, memilih menghampar sajadah menyapa waktu duha di kamar. Petang nanti, dia akan coba mengajukan permohonan kuliah online pada Kayshan.“Ya Robb, apa keputusanku salah dan ini adalah teguran sebab aku tidak menuruti ibu?” Farhana lirih berdoa seraya memejam.Dia teringat pertengkaran dengan ibunya sesaat sebelum menikah. Sang bunda dengan tegas melarang sebab melihat Kayshan terpaksa melakukan pernikahan lantaran pesan Elea.Beliau kuatir Farhana akan diabaikan. Yang lebih parah lagi, p
“Dia ....” Kayshan melihat manik mata Farhana, lalu membuang muka sambil berkata, “Sepupuku.”Farhana mencelos. Selain karena ucapan semalam, pengakuan sarkas Kayshan barusan menambah luka hatinya dan membuat Katrin besar kepala.“Oh, cuma sepupu.” Wanita itu memandang remeh sembari menyunggingkan senyum sinis pada Farhana. “Benalu, ya!” kekehnya sambil bersedekap menyandar pada tiang tangga.Farhana melotot, tangannya mengepal sambil menghentakkan kaki. “Mau lagi, huh?!” gertaknya ke arah wanita tak tahu malu itu sampai membuatnya menutupi kepala dengan kedua lengan.Melihat lawannya ketakutan, Farhana tertawa. Tidak lama, dia masuk ke kamarnya dan membanting pintu untuk meluapkan emosi. Brak!Punggung keturunan alim itu bersandar di balik panel. Beberapa bagian tubuhnya sakit akibat berkelahi tadi. Namun, hatinya lebih berdenyut nyeri. Dia melorot terduduk di lantai sambil memukuli dada yang mulai sesak, berharap bisa mengurangi kadar perihnya.“Nggak boleh cengeng, Hana. Masa sarj
“Siapa kalian?”Mata pria itu langsung tertuju pada pria yang bersama dengan Farhana saat ini.“Siapa kamu, hah?” balas salah satu pria yang mengejar Farhana. Farhana memejam, dia membenturkan kepala ke dinding. Iris matanya melebar ketika tahu sosok yang datang.‘Kemal. Duh, ngapain sih, dia ke sini,’ batin Farhana. Dia buru-buru menyeka air mata di pipi agar adik iparnya itu tidak melihatnya menangis.Kemal mengernyitkan dahi. Dia menoleh ke arah Farhana. “Han?” sebutnya sekali lagi, sambil memandang heran. “Siapa mereka?”Nyonya muda bingung. Dia mengendikkan bahu dan tetap berdiri di posisinya. “Kumohon jangan masuk,” cicit Farhana.Sang pria pun menjelaskan. “Aku baru landing, mau langsung pulang ke Bogor tuh ngantuk berat, jadi numpang istirahat bentar, ya,” beber Kemal tersenyum malu-malu.Tak ingin aib sang suami diketahui oleh keluarga, maka Farhana menyarankan agar lelaki di hadapan menginap di hotel terdekat.“Baiknya ke hotel saja,” balas Farhana datar. Dia hendak melanjut
Sementara Kemal pergi, Farhana pun bergegas masuk ke kamar dengan pikiran bertanya-tanya. “Dia menyindir siapa?” gumamnya mengingat ucapan Kayshan tadi.Kegusaran hati membuatnya langsung menarik hijab dan melempar asal ke lantai. Dia tak menyadari bahwa pintu biliknya belum menutup sempurna.Saat tengah mengatur napasnya yang cepat karena emosi sembari mencoba melucuti gamis panjangnya, Farhana kemudian dikagetkan dengan pantulan diri Kayshan yang dia lihat di cermin.Perempuan itu berbalik setelah cepat-cepat menarik kembali resletingnya."Jangan mendekat!" titah Farhana sembari berusaha meraih hijabnya lagi.Namun, Kayshan seolah terpaku dan merangsek masuk, menabrak tubuhnya hingga terdorong ke arah ranjang dan jatuh melentang di sana."A-abang. Ini aku," cicit Farhana dilanda gugup melihat tatapan Kayshan yang tidak biasanya.Farhana memang istrinya. Dia juga tidak akan menolak apabila sang suami meminta hak tersebut. Namun, dia takut Kayshan menganggap dirinya Elea ketika mereka
Kayshan menggenggam erat benda pipih itu saat keluar dari apartemen. Selintas dia melihat isi didalamnya lalu dimatikan lagi. Dia kemudian meminta pada asistennya untuk membelikan ponsel.Sepanjang hari dilalui sang pria seperti biasa. Tapi, hatinya merasakan sebuah ganjalan menyesakkan dan kekosongan mendalam. Dia menghela nafas dalam-dalam saat menatap langit yang mulai gelap, mencoba mencari jawaban atas kebingungannya.Kayshan memutuskan ke klub malam favoritnya. Tak lama setelah memasuki tempat itu, sang CEO memesan minuman lalu duduk di sudut ruangan. Dia tenggelam dalam alunan musik yang menggelegar, berharap suasana gelap dan gemerlap klub menjadi pelipur lara baginya."Bodohnya aku!" Kayshan terkekeh menertawai sikapnya kemarin malam. Kayshan teringat, telah menyalahkan Farhana atas kesalahpahaman tragisnya, mengira bahwa dia adalah Elea. Namun, pada kenyataannya Farhana memiliki pesona tersendiri dan sempat membuat Kay terpana.Lelaki itu duduk menegak, sejenak merenung sebe