“Siapa kalian?”Mata pria itu langsung tertuju pada pria yang bersama dengan Farhana saat ini.
“Siapa kamu, hah?” balas salah satu pria yang mengejar Farhana.Farhana memejam, dia membenturkan kepala ke dinding. Iris matanya melebar ketika tahu sosok yang datang.‘Kemal. Duh, ngapain sih, dia ke sini,’ batin Farhana. Dia buru-buru menyeka air mata di pipi agar adik iparnya itu tidak melihatnya menangis.Kemal mengernyitkan dahi. Dia menoleh ke arah Farhana. “Han?” sebutnya sekali lagi, sambil memandang heran. “Siapa mereka?”Nyonya muda bingung. Dia mengendikkan bahu dan tetap berdiri di posisinya. “Kumohon jangan masuk,” cicit Farhana.Sang pria pun menjelaskan. “Aku baru landing, mau langsung pulang ke Bogor tuh ngantuk berat, jadi numpang istirahat bentar, ya,” beber Kemal tersenyum malu-malu.Tak ingin aib sang suami diketahui oleh keluarga, maka Farhana menyarankan agar lelaki di hadapan menginap di hotel terdekat.“Baiknya ke hotel saja,” balas Farhana datar. Dia hendak melanjutkan langkah masuk ke dalam, tapi Kemal menghalanginya.“Sebentar.” Dia merentang tangan kanan di depan Farhana. “Abang nggak ada?” tanyanya sekali lagi. “Mereka temanmu?”Farhana bingung harus berkata apa. Jemarinya memainkan ujung hijab, memikirkan jawaban yang tepat. “Jangan ganggu dulu, beliau sedang sibuk.”"Heh, denger 'kan, baiknya kamu yang pergi," kata pria yang berdiri tadi.Dalam hati, Farhana berdoa semoga Kemal tidak menyadari kebohongannya. Syukurnya, laki-laki itu sedikit paham dengan kecanggungan yang dia alami.Sayangnya, ketenangan Farhana tidak berlangsung lama, sebab Kemal justru melangkah ke arah dua pria yang berdiri di depannya.Farhana panik, berteriak, “Aku serius, Abang lagi sibuk!” Berusaha mencegah dengan menahan tiang koper Kemal.Kemal tak gentar. Lelaki itu terus maju, sehingga Farhana melepaskan cekalan pada koper. Bayangan pelecehan tadi kembali terlintas membuat Hana berdiri di belakang Kemal, dia mulai gemetaran."Kalian yang pergi, silakan!" tegas Kemal sembari menyalakan lampu depan, dan membiarkan pintu itu menganga lebar.Kedua pria itu lantas berdecak dan keluar dari sana.Kemal mulai masuk ke ruang keluarga mencari kakaknya seraya berteriak, "Baaang!!!" Dia geleng kepala melihat kelakuan kawan-kawan Kayshan yang terkapar di lantai dan sofa. “Bangun woy!” teriak sang pria, sambil mengetuk meja kaca dengan botol minuman di sana.Mereka terbangun dengan penampilan berantakan, membuat Farhana membelalak dan menutup mulutnya rapat.Kemal memijat kening melihat semua ini. “Abang mana?” tanyanya dengan suara berat menahan kesal.Mereka menunjuk ke arah tangga sambil menggerutu dan bangkit. Farhana hanya berdiri kebingungan di tengah kekacauan ruang keluarga. Dia ragu-ragu kala hendak menuju kamar.Sementara itu, Kemal menuju kamar tempat Farhana tadi tertidur ketika menyulam. Kemal lantas mengetuk pintu ruangan tersebut. Pria muda itu membola melihat ranjang begitu berantakan sekaligus heran dengan barang-barang yang bertebaran di lantai.“Ini kamar siapa?” gumam Kemal, melirik ke arah Farhana yang berdiri diam menunduk di ujung pintu.Tidak mendapati sahutan dari Farhana, dia menghela napas mendekati ranjang lalu menarik seprai serta selimutnya dan membawa keluar ruangan. Risih melihat semua ini.“Ada apa ini?” seru Kayshan menuruni tangga. Dia hanya mengenakan bathrobe dan tampak berkeringat, menatap datar ke arah Farhana yang bersandar di dinding depan kamarnya. “Kamu mengusir semua temanku?!” tuduhnya pada sang istri.Farhana diam, tetapi kemudian dari arah belakangnya muncul Kemal yang menyahut lantang, “Aku yang usir mereka, Bang!”Kayshan menggeram. “Oh, jadi kamu mulai menghasut adikku dan mengajarinya jadi pembangkang?” sinis Kayshan dengan tatapan menusuk untuk sang istri.Farhana mendelik, kali ini membela diri. “Kok aku?!” sanggahnya diikuti kedua alis yang bertaut. Nyonya muda sedang memindai tampilan Kayshan, berharap prasangkanya salah. “Harusnya aku yang marah. Rumah ini jadi sarang maksiat,” ujarnya berapi-api.“Heh! ... jangan berani membentakku!” hardik Kayshan melotot marah pada istrinya.Kemal buru-buru menengahi dengan menarik Kayshan ke sofa. Dia berkata, “Selama ini aku nggak ikut campur karena Abang single. Tapi, sekarang beda. Sudah ada Hana dan harusnya dia tidak melihat semua ini,” ungkapnya mencoba bicara pelan.“Kenapa kamu jadi rewel, Dek?” ujar Kayshan, menepis cekalan tangan Kemal dan melenggang santai menuju pantry.“Bukan rewel, tapi Abang harus pandai menjaga masa lalu, karena ada hati istri yang harus dijaga,” sambung Kemal lagi.Farhana sengaja berdiam diri di ruangan yang sama dengan kedua kakak adik itu, meski kamarnya telah bersih. Dia tak ingin Kemal tahu bahwa mereka terpisah kamar.Kayshan berdecak, “Kawin aja dulu, baru ngomong kek gitu ke aku,” cibirnya pada Kemal.Tiba-tiba dari arah tangga. “Makasih ya, Kay. See you.” Suara mendayu dari gadis yang sama dengan beberapa hari lalu itu, melenggang pergi. Dia melempar ciuman jarak jauh untuk sang Kayshan.“Ehm, sama-sama. Excellent.” Kayshan tersenyum manis ke arah wanita tadi sambil mengangkat botol soda dari pantry.Farhana terdiam, dia menunduk, menahan amarah dan tangisnya. Apakah dugaannya benar? Kayshan melakukan hal yang dilarang agama, mengingat lelaki itu tampak berpeluh dan hanya mengenakan kimono handuk.Melihat hal itu, emosi Kemal kembali terpancing. “Bang!” serunya, sambil berdiri menunjuk ke arah wanita tadi. “Habis ngapain?!” Kemal gerah, Kayshan telah melampaui batas.Kayshan yang merasa terpojok, ikut tersulut amarah. “Sudah kubilang, bukan urusanmu!”“Jadi urusanku bila Abang salah jalan. Ada Hana! Dia halal bagimu!” balas Kemal tak kalah lantang.“Selalu Hana! Kamu suka dia, hah?” sindir Kayshan, menghampiri Farhana yang masih berdiri di depan kamarnya.Kemal tidak menjawab. Sementara Kayshan, CEO Ghazwan Enterprise itu lantas menggamit pinggang Farhana dan menariknya hingga tubuh mereka bersentuhan tanpa celah.Farhana menolak dan berpaling wajah ketika Kayshan akan mencecap bibirnya. Dia merasa setengah hati bila harus melayani Kayshan dengan sisa keringat wanita lain.Melihat aksi sang kakak, Kemal langsung berbalik badan memunggungi pasangan pengantin baru seraya memejam.“Lihat sini, Dek. Yang halal ternyata menolakku, jadi bukan salahku sepenuhnya, ‘kan?” Kayshan melepaskan Farhana hingga gadis itu terhuyung mundur.“Aku tidak menolak Abang!” bela Farhana cepat. Dia kemudian melirik ke sekitar dan bercicit, “Perhatikan di mana kita sedang berada ... dan bersihkan tubuhmu dulu.”Kayshan bersedekap sambil menaikkan dagu. “Gitu, ya. Aku mau di sini, dan kamu tak bisa menolaknya. Kecuali ingin disumpahi malaikat sebab menentang perintah suami.”Kemal menarik napas. “Bang! ... astaghfirullah!” Dia lalu pergi ke depan. Menyambar kopernya. “Aku nggak jadi nginap!” sambung sang pria terus melangkah.Sang CEO mengendikkan bahu. “Kamu nggak tertarik merebutnya, Dek? Seperti kelakuan seseorang di masa lalu,” kata Kayshan, seraya menyunggingkan seringai tipis saat memandang punggung adiknya yang menjauh...Sementara Kemal pergi, Farhana pun bergegas masuk ke kamar dengan pikiran bertanya-tanya. “Dia menyindir siapa?” gumamnya mengingat ucapan Kayshan tadi.Kegusaran hati membuatnya langsung menarik hijab dan melempar asal ke lantai. Dia tak menyadari bahwa pintu biliknya belum menutup sempurna.Saat tengah mengatur napasnya yang cepat karena emosi sembari mencoba melucuti gamis panjangnya, Farhana kemudian dikagetkan dengan pantulan diri Kayshan yang dia lihat di cermin.Perempuan itu berbalik setelah cepat-cepat menarik kembali resletingnya."Jangan mendekat!" titah Farhana sembari berusaha meraih hijabnya lagi.Namun, Kayshan seolah terpaku dan merangsek masuk, menabrak tubuhnya hingga terdorong ke arah ranjang dan jatuh melentang di sana."A-abang. Ini aku," cicit Farhana dilanda gugup melihat tatapan Kayshan yang tidak biasanya.Farhana memang istrinya. Dia juga tidak akan menolak apabila sang suami meminta hak tersebut. Namun, dia takut Kayshan menganggap dirinya Elea ketika mereka
Kayshan menggenggam erat benda pipih itu saat keluar dari apartemen. Selintas dia melihat isi didalamnya lalu dimatikan lagi. Dia kemudian meminta pada asistennya untuk membelikan ponsel.Sepanjang hari dilalui sang pria seperti biasa. Tapi, hatinya merasakan sebuah ganjalan menyesakkan dan kekosongan mendalam. Dia menghela nafas dalam-dalam saat menatap langit yang mulai gelap, mencoba mencari jawaban atas kebingungannya.Kayshan memutuskan ke klub malam favoritnya. Tak lama setelah memasuki tempat itu, sang CEO memesan minuman lalu duduk di sudut ruangan. Dia tenggelam dalam alunan musik yang menggelegar, berharap suasana gelap dan gemerlap klub menjadi pelipur lara baginya."Bodohnya aku!" Kayshan terkekeh menertawai sikapnya kemarin malam. Kayshan teringat, telah menyalahkan Farhana atas kesalahpahaman tragisnya, mengira bahwa dia adalah Elea. Namun, pada kenyataannya Farhana memiliki pesona tersendiri dan sempat membuat Kay terpana.Lelaki itu duduk menegak, sejenak merenung sebe
"Boleh?" lirih Kay mengulangi ucapannya, tanpa melepas dekapan.Tidak ada penolakan serius dari Farhana membuat Kayshan seakan mendapat lampu hijau. Dia membimbing sang istri kembali menuju peraduan.Di sisa malam, Kayshan langsung rubuh setelah memberikan hak bagi istrinya. Sang CEO bahkan memunggungi Farhana dan langsung memejam setelah melepas pergumulan mereka.Tiada pujian atau ucapan terima kasih bagi Farhana, apalagi kecupan tanda sayang sebagai simbol penghargaan atas apa yang sudah dipersembahkan, membuat suasana kamar seketika dingin."A-bang?" lirih Farhana melihat ke sisi kirinya. Sepi hingga beberapa menit, membuat Farhana bergeser dan balik badan. Namun, tiba-tiba lengan Kayshan mengalungi pinggangnya. Lelaki itu bahkan menempeli punggung Farhana. Kesedihan urung menyembul di ujung netra Farhana. Sejenak, dia menikmati keintimannya dengan sang suami sebelum azan subuh terdengar.Menjelang fajar, Farhana bergeser ke sisi ranjang dan perlahan bangkit. Kayshan pun berbari
Kayshan memijat keningnya sejenak, enggan menjawab pertanyaan tadi. Sejurus itu, dia kembali melihat Farhana. "Katakan apa maumu!" Farhana tertawa kecil, seiring satu butir beningnya turun. "Huft." Dia menghempas lelah ke udara, masih memandangi Kayshan. "Permintaanku belum Abang pikirkan?" ujar sang gadis, mencoba bersabar.Kayshan terdiam, dia berlalu pergi tanpa berkata apapun lagi."Abang!" teriak Farhana, semakin kecewa. Jika biasanya dia akan mengejar Kayshan, maka kali ini tidak. Sebelum pintu depan hunian menutup, suara Kayshan terdengar kembali. "Tidak! Untuk semua keinginanmu!" Brak!Meski sudah menduga jawaban Kayshan, tetap saja Farhana belum bisa menguasai emosinya. Dia terduduk lemas di kursi makan menatap kekosongan.CEO Ghazwan Enterprise melangkah tegap menuju kendaraannya di basement. Dia masuk ke sana lalu membanting pintunya kencang.Dia membenturkan kepala pada head band jok seraya memejam beberapa menit. Tak lama kemudian, lelaki itu mulai menyalakan mesin mob
"Ya, Maa," sahut Kay malas sembari melepas simpul dasinya."Kamu kok kayak hantu. Kita sekantor tapi jarang ketemu. Di hubungi pun susah," omel Kamala sedikit kesal pada putranya."Kan lagi banyak kegiatan di luar," elak Kayshan mulai bangkit berdiri."Setelah ini ambil cuti, Kay. Kalian juga belum liburan," ujar sang mama lagi.Sebelum menjawab Kamala, Kayshan melirik ke arah Farhana yang juga sedang melihatnya. "Heemm!" Lelaki itu tak menanggapi permintaan ibunya, dia melangkah keluar kamar dan membiarkan istrinya berbincang dengan Kamala.Sang CEO memberikan nada dering berbeda untuk nomer kontak keluarga sehingga tanpa melihat identitas, dia bisa mengenali dari bunyinya.Tapi dugaan Kayshan salah, dia kira panggilan itu berasal dari keluarga lain. Mungkin setelah ini, dia akan memberi nada berbeda untuk salah satu kubu.Kayshan samar-samar mendengar saat Kamala menanyakan ponsel Farhana, sebab pesannya untuk sang menantu sampai kini belum terbaca."Aku lagi off main medsos, Ma," j
"Si ... apa?" lirih Kayshan, bertanya memastikan. "Abang nanya?" kekeh Farhana menertawai ekspresi Kayshan sejak tadi. "Siapa lagi ... Abang, lah.""Uhuk! Uhuk!"Farhana bangun, menepuk tengkuk Kayshan beberapa kali. "Izin observasi ODGJ tamvan," ujarnya ketika batuk Kayshan mereda.Gadis itu tertawa sampai gigi gingsulnya terlihat. Akan tetapi, Kayshan tak menyadari itu. Farhana lalu duduk dan mulai menyantap sarapannya, ditemani oleh pandangan dingin Kayshan.Setelahnya, suasana kembali lengang sampai Kayshan selesai sarapan. Lelaki itu langsung bangun dan pergi.Namun, baru beberapa langkah menjauh, Kayshan berhenti dan menatap ke arah Farhana yang asik sendiri. Dia merasakan ada kejanggalan tapi bingung tak menemukan sumbernya."Nyari apa?" kata Farhana, celingukan ke kanan-kiri ketika melihat Kayshan terpaku.Kayshan mengendikkan bahu, lalu berbalik arah dan pergi dari sana. Dalam perjalanan ke basement, Kayshan memikirkan ucapan Farhana. Apakah benar kini dirinya mengidap NPD
Kayshan tidak dapat memejam kembali. Dia tergelitik memikirkan sikapnya yang kaku terhadap Farhana.Di awal, dia yang menolak mentah-mentah tapi tindakannya justru bertolak belakang. Seolah dirinya hanya memanfaatkan keadaan gadis itu. Tanpa sadar, Kayshan menyunggingkan senyum, pantas bila Farhana melabelinya dengan sebutan NPD. Tabiat sang CEO merujuk pada kondisi tersebut. Dia lalu melirik sosok yang tertidur pulas di sisi ranjang. "Gigihnya kamu, nurun dari siapa?" gumam Kayshan sebelum memejam kembali.Keesokan pagi, Gery melarang Farhana ketika ingin masuk ke kamar Kayshan. Sang asisten mengatakan agar nyonya muda mematuhi segala peraturan yang dibuat oleh pimpinannya.Farhana mengernyit. Rupanya selain angkuh dan pandai memanfaatkan lawan, Kayshan juga plin plan. Kemarin lelaki itu sempat bersikap manis, meminta hak juga tak menolaknya. Tidak ingin moodnya rusak, Farhana memilih mengerjakan to do list. Dimulai dengan melihat video menu viral untuk dia recook, hingga melanjutk
"Lama amat!" keluh Kayshan menyongsong pemilik rumah.Lelaki muda yang memakai sirwal hitam dan kaos oblong senada itu bergegas menghampiri tamunya. Dia membungkuk lalu meminta salim."Dah lama, Bang?" tanya Kemal pada sang kakak. "Harusnya aku aja yang ke sana," imbuhnya lagi, tak enak hati sebab Kayshan tentu sedang sibuk, tetapi malah membuang waktu di sini."Sesekali main ke sini, lah. Kamu lagi bikin apalagi, Dek?" selidik Kayshan setelah menepuk lengan adiknya ini. "Dari papa emang nggak cukup?"Kemal hanya tersenyum, enggan menanggapi hal itu. Baginya, hidup mandiri lebih terasa nikmat. Lagipula, di sini dia tak kekurangan bahan pangan. Semua bisa ditanam di sekeliling pekarangan rumah bila sekadar untuk bertahan hidup. "Masuk, Bang." Kemal mengajak kakaknya kembali memasuki hunian. Kali ini, dia menarik Kayshan sampai ke teras belakang. Kayshan terpesona. Dia baru tahu area ini, teras dengan kesan hangat yang dibuat panggung selaras bangunan depan dan utama. Ternyata halaman