Ahmad langsung menggendong Farshad tapi cucunya tak mau diam. Tak lama, Dewiq pun melakukan hal serupa dan hasilnya sama nihil. Pada akhirnya, setelah setengah jam. Hanya Hana yang bisa sedikit menenangkannya meski rengekan-rengekan kecil Farshad kerap terdengar.Setiap kali Hana berbisik tentang Kayshan, putranya diam. Tapi jika mengungkit soal jangan mencari Kemal lagi, bayi itu kembali menangis."Arsha itu salehnya ibun dan daddy. Tapi ... daddy udah enggak ada jadi harus nurut sama ibun, oke?" Suaranya tercekat di tenggorokan. Dia masih berat kehilangan Kayshan terlebih di saat sekarang. Hening. Setiap terjaga menyusui Farshad di tengah malam, dia masih berharap Kayshan ada disampingnya menemani. Tak jarang, air matanya masih menetes setiap kali merasa lelah mengurus Farshad. Meskipun sang mama memberikan dua suster untuk membantu, tatap saja rasanya lain. Ada hal yang hanya bisa ditenangkan oleh suami.Dukungan sepuluh orang akan kalah dengan kata-kata sederhana bernada lemb
Untung kendaraan itu sempat mengerem meski tidak berhenti total. Mehru tetap terpental jatuh hingga beberapa meter."Awh!" keluhnya meringis saat badannya membentur aspal.Warga sekitar berdatangan menolong Mehru dan membawanya ke sisi jalan. Sementara pengendara motor itu ditahan warga agar tak kabur. Peristiwa tersebut memicu kemacetan jalan raya karena sepatu, kunci motor dan isi tas Mehru tercecer di tengah jalan. Farhan yang melintas di ruas jalan itu ikut terkena imbas. Mobilnya melaju pelan, dia lalu menurunkan kaca pintu, bertanya pada warga yang mengatur arus lalu lintas. Saat mendekati titik kejadian, Farhan terkejut melihat gadis korban lakalantas tersebut. Dia pun menepikan mobil ke bahu jalan lalu menghampiri Mehru yang sedang berusaha berdiri."El?" sebutnya sembari melepas kacamata hitam yang menggantung di hidung bangir Farhan. "Kamu bisa jalan?" tanyanya cemas sebab melihat kaki Mehru luka dan membiru. Tak cuma itu, lengannya juga baret sampai bajunya robek.Gadis
"Teh?" lirih Wira melihat wajah Mehru yang datar. Dia lalu beralih pandang pada si pemesan.Muna baru selesai memindahkan tumpukan tampah basah dari kukusan ke peniris, ikut menoleh ke arah dua pria yang berdiri di ambang di pintu pabrik."Aku nggak buru-buru, kok. Kapan saja digarapnya, yang penting booking duluan," balas sang pria tak kalah alasan. Dia lalu melihat pada Wira. "Pakai DP dulu, 'kan?" imbuhnya.Pemuda SMA itu mengangguk. Tapi dia takut ketika melihat ke arah Mehru yang menggeleng samar padanya. Sorot mata sang kakak pun kian menajam.Sang pemesan mengeluarkan dompet dari waist-bag dan langsung menyodorkan satu ikat uang pecahan 50 ribu ke tangan Wira. "Terima kasih, aku akan ke sini lagi bulan depan." Sang pria lalu berbalik badan dan melenggang pergi dari sana."Dok!" seru Mehru. Tapi, lelaki itu hanya melambaikan tangan ke atas. "Argh!" geramnya sambil mengepalkan tangan.Deru napas Mehru memburu, dia berjalan terseret-seret mendekati Wira dan memintanya mengembalik
Farhan ikut tertawa renyah mendengar celotehan para suster tadi. Dia memang selalu tampil apa adanya. Rapi tapi terkesan santai. Bermimik dingin, eh ternyata ramah. Sang dokter juga dikenal humble. Tak ragu apalagi malu duduk makan siang di kantin dengan para staf dari berbagai divisi. No jaim-jaim meskipun kedudukannya sebagai calon pewaris klan Hermana.Dia mengikis tembok besar kekakuan antara atasan dan bawahan. Tak heran, para suster kerap merasa nyaman bila berpapasan dengannya, karena sang dokter merespon sekitar secara bijak sampai-sampai Farhan dijuluki dokter slay. Farhan masih bertugas di IGD, tahun depan dirinya akan memulai studi lanjutan spesialis. Dalam rentang masa itu, Dewiq memintanya untuk tak menikah lebih dulu agar fokus terhadap pendidikan, karena waktu yang dia miliki sangat sedikit untuk keluarga."Semoga bisa nikah dulu sebelum lanjut," lirihnya saat membaca identitas pasien muda di IGD yang ternyata pengantin baru. "Jangan sampai anak gue masih TK sementara
Kemal menoleh dan tersenyum melihat sosok yang berdiri di ambang pintu. Dia lalu meminta lelaki itu masuk. Mehru sudah gelisah, duduknya tak lagi tenang. Tidak pernah terlintas dalam benak bahwa Kemal mengenal atasannya, dan tampak akrab jika melihat dari cara mereka berinteraksi."Masuk, Han. Oyi barusan tidur," kata Kemal menunjuk dengan jempolnya ke arah belakang.Farhan mengangguk, sembari menunjukkan gestur cacarakan. "Sorry, Bang. Sepatunya ane pakai sebab nggak ada tulisan ~batas suci," timpalnya sembari melangkah menuju ranjang Gauri.~Berjalan sedikit membungkuk untuk menunjukkan rasa hormat pada seseorang yang lebih tua.Kemal terkekeh kecil mendengar celotehan Farhan. Kembaran Hana itu selalu punya cara untuk membuat orang-orang didekatnya melukis senyum.Farhan melihat Mehru sekilas tadi. Dia tahu gadis itu sedikit tak nyaman. Mungkin karena merasa terkejut mengetahui fakta bahwa dirinya mengenal Kemal. Setelah beberapa saat melihat Gauri dan membaca laporan suster ruang
"Hidupku mungkin berat bagi orang lain. Tapi, tidak denganku. Aku takkan menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi pada kami, pak dokter ... Tuhan percaya bahwa aku mampu," gumam Mehru terus berjalan menuju lift turun.Sambil menunggu pintu kotak besi itu terbuka, dia berdiri bersedekap. Sesekali jemarinya terangkat sekadar mengusap butir di ujung netra. Angannya kini melayang tertuju pada Mya. Dulu ... di saat gadis seusianya sibuk membahas idola atau mengoleksi barang-barang favorit, bergaul, nge-mall dan sebagainya. Dia justru sibuk meminta izin ke setiap guru mapel agar diizinkan membawa Mya yang berusia dua tahun ikut masuk ke kelas. Mehru tak pernah meminta belas kasihan dan menggunakan statusnya sebagai anak yatim piatu untuk memperoleh kemudahan. Jika sang guru tak mengizinkan, maka Mya akan dibawa oleh Wira yang saat itu baru kelas satu SMP.Terkadang adik bungsunya itu tidur tenang di belakang kelas beralaskan koran bekas, dan tak jarang ikut duduk di bangkunya sambil Mehru
Farhan mengerti kekagetan Mehru dan tak ingin lagi membuang waktu. "Kamu ada masalah pelik apa sampai-sampai dikejar seperti itu. Preman rangkap debt collector biasanya bertugas mengintimidasi sampai kita stres," kata Farhan. Pandangannya lurus ke depan walau Mehru melihatnya."Anda tidak tahu apapun, Dok. Jangan sok menghakimi!" ujar Mehru, mulai bersiap bangkit dan berjalan menuju motornya."Aku memang tidak mencari tahu tapi semua hal datang ke hadapanku dengan sendirinya," sergah Farhan melihat punggung yang menjauh. "El, call me kalau urgent." Farhan bangun dan melangkah pergi melanjutkan niatannya masuk ke warung tekwan. Dari dalam sini, dia bisa melihat Mehru perlahan melajukan motornya menuju arah pulang.Sambil menunggu pesanannya siap, dia menelpon sepupu jauhnya guna menyewa seseorang yang bisa mengawasi Mehru atau Wira setiap mereka berdua keluar rumah. "Shan, tolong senyapkan, ya," pinta Farhan sembari duduk di kursi makan. "Loh, di rumah itu sudah ada laskar, Han." S
Dokter mata itu mengangguk. "Iya, gejalanya mengarah pada katarak kongenital, Han. Tapi belum parah," jelas Melan menunjuk diagram di monitor.Mehru sudah memeluk adiknya. Rasa bersalah kian terlihat jelas di wajah suster El ini. "Jadi?" tanya Farhan sembari bersedekap melihat layar yang Melan perlihatkan. Dugaannya ternyata benar."Kucoba beri obat dulu, ya," sambung Melan, sembari menuliskan resep untuk Mya.Dokter Melan menjelaskan jenis obat-obatan yang akan Mya gunakan, yaitu berupa obat tetes mata, vitamin atau anti oksidan. Meskipun hanya menghambat proses bertambah tebalnya katarak tetapi tidak dapat mengurangi atau menghilangkan lapisan yang terbentuk.Farhan mengacungkan jempolnya pada Melan seraya melihat ke arah gadis cilik itu. Dia tertunduk lesu memeluk lengan sang kakak.Katarak bisa menyerang pada anak akibat beberapa faktor. Salah satunya karena terpapar virus rubella saat janin di dalam kandungan. Dan mungkin Mya belum pernah mendapatkan penanganan lanjutan setelah