"Hidupku mungkin berat bagi orang lain. Tapi, tidak denganku. Aku takkan menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi pada kami, pak dokter ... Tuhan percaya bahwa aku mampu," gumam Mehru terus berjalan menuju lift turun.Sambil menunggu pintu kotak besi itu terbuka, dia berdiri bersedekap. Sesekali jemarinya terangkat sekadar mengusap butir di ujung netra. Angannya kini melayang tertuju pada Mya. Dulu ... di saat gadis seusianya sibuk membahas idola atau mengoleksi barang-barang favorit, bergaul, nge-mall dan sebagainya. Dia justru sibuk meminta izin ke setiap guru mapel agar diizinkan membawa Mya yang berusia dua tahun ikut masuk ke kelas. Mehru tak pernah meminta belas kasihan dan menggunakan statusnya sebagai anak yatim piatu untuk memperoleh kemudahan. Jika sang guru tak mengizinkan, maka Mya akan dibawa oleh Wira yang saat itu baru kelas satu SMP.Terkadang adik bungsunya itu tidur tenang di belakang kelas beralaskan koran bekas, dan tak jarang ikut duduk di bangkunya sambil Mehru
Farhan mengerti kekagetan Mehru dan tak ingin lagi membuang waktu. "Kamu ada masalah pelik apa sampai-sampai dikejar seperti itu. Preman rangkap debt collector biasanya bertugas mengintimidasi sampai kita stres," kata Farhan. Pandangannya lurus ke depan walau Mehru melihatnya."Anda tidak tahu apapun, Dok. Jangan sok menghakimi!" ujar Mehru, mulai bersiap bangkit dan berjalan menuju motornya."Aku memang tidak mencari tahu tapi semua hal datang ke hadapanku dengan sendirinya," sergah Farhan melihat punggung yang menjauh. "El, call me kalau urgent." Farhan bangun dan melangkah pergi melanjutkan niatannya masuk ke warung tekwan. Dari dalam sini, dia bisa melihat Mehru perlahan melajukan motornya menuju arah pulang.Sambil menunggu pesanannya siap, dia menelpon sepupu jauhnya guna menyewa seseorang yang bisa mengawasi Mehru atau Wira setiap mereka berdua keluar rumah. "Shan, tolong senyapkan, ya," pinta Farhan sembari duduk di kursi makan. "Loh, di rumah itu sudah ada laskar, Han." S
Dokter mata itu mengangguk. "Iya, gejalanya mengarah pada katarak kongenital, Han. Tapi belum parah," jelas Melan menunjuk diagram di monitor.Mehru sudah memeluk adiknya. Rasa bersalah kian terlihat jelas di wajah suster El ini. "Jadi?" tanya Farhan sembari bersedekap melihat layar yang Melan perlihatkan. Dugaannya ternyata benar."Kucoba beri obat dulu, ya," sambung Melan, sembari menuliskan resep untuk Mya.Dokter Melan menjelaskan jenis obat-obatan yang akan Mya gunakan, yaitu berupa obat tetes mata, vitamin atau anti oksidan. Meskipun hanya menghambat proses bertambah tebalnya katarak tetapi tidak dapat mengurangi atau menghilangkan lapisan yang terbentuk.Farhan mengacungkan jempolnya pada Melan seraya melihat ke arah gadis cilik itu. Dia tertunduk lesu memeluk lengan sang kakak.Katarak bisa menyerang pada anak akibat beberapa faktor. Salah satunya karena terpapar virus rubella saat janin di dalam kandungan. Dan mungkin Mya belum pernah mendapatkan penanganan lanjutan setelah
"Maaf." Kemal kembali menunduk. Sebagai pria, harga dirinya musnah karena tidak dapat memegang ucapannya sendiri.Mehru mengulas senyum tipis. Tanpa orang lain menjelaskan pun, tawaran Kemal saat mengajaknya menikah ... itu hanya sekadar untuk membuatnya aman. Lelaki di hadapan tak betul-betul menaruh suka padanya. Dirinya memang terlalu datar membangun interaksi dengan lawan jenis. Menciptakan kekakuan yang membuat para pria sungkan mendekat. Lagipula, mana mungkin pria setenang Kemal memilih gadis faqr sepertinya. Ditambah lagi, jika ingin menikahi Mehru, maka harus menerima satu paket dengan adik-adiknya."Nggak usah dipikirin, A. Pasti ada solusi lain," kata Mehru pelan sembari menikmati wajah tampan yang masih menunduk.Deg!Deg!'Ya Robb, hambamu ini sungguh tahu diri. Jangan uji aku dengan rasa cinta yang tak bisa kurengkuh.'"Tapi, Ru--"Mehru mengangkat tangannya ke udara. Dia meminta Kemal berhenti membicarakan tentang niatannya itu. "Jangan merasa bersalah, nanti aku su
Kemal menghela napas. Dia keberatan tapi karena ingin lekas tuntas, maka Kemal pun menyetujui usulan tersebut."Afwan, ana izin bawa seseorang nanti, Yai. Sekalian sumbang saran untuk bertemu di resto saja supaya lebih santai," kata Kemal sambil melirik ke arah Ahmad agar membantunya.Ekspresi wajah Damar menyiratkan keberatan. Tapi Ahmad menjelaskan tujuan Kemal tersebut supaya terkesan lebih seperti pertemuan keluarga.Jika diluar area Tazkiya, setidaknya beban Kemal sedikit berkurang. Dia menghindari hasad dari sesama muthowif Tazkiya, karena kedekatannya dengan keluarga Ahmad.Akhirnya Damar setuju dan menyebut salah satu resto langganannya. Setelah kepergian beliau, Kemal menyampaikan permintaan khusus pada sang guru agar tak membahas latar belakangnya."Fahim. Masih istikharah?" tanya Ahmad kemudian.Kemal mengangguk. "Masih, Yai. Belum ada hilal," ucapnya sembari tersenyum. Ahmad menanggapi dengan kekehan, dia lalu meminta Kemal membawa pulang dua map tersebut. "Satunya ini
"Tapi ...." Suara Kemal terdengar lagi.Zahra pun kembali mendongakkan kepalanya. "Tapi ... apa?" tanyanya lembut."Jika dalam situasi genting yang sampai mengancam nyawa. Akan ana pastikan ukhti aman lebih dahulu ... misal dengan meminta bantuan keluarga dekat. Setelah itu, ana lanjut mengurus salah satu dari keduanya," tegas Kemal seraya melihat Damar dan Zahra bergantian.Damar terlihat kurang suka, dia melontarkan protes. "Masa beg--" Namun, Kemal buru-buru mengangkat tangannya dan menyilangkan ke dada sebagai isyarat permohonan maaf. "Setelah Gauri atau Arsha aman, ana akan kembali ke sisi putri Yai.""Afwan, Yai. Salihah dan Saleh ana memiliki riwayat medis spesial. Mungkin, jika Arsha masih bisa ditolerir tapi bila Gauri ...." Kemal menggeleng pelan.Zahra kembali bertanya, "Ada apa dengan Gauri? Dia terlihat sehat," ujarnya sembari menatap lekat gadis cilik yang menggelayuti Kemal.Kali ini kemal menangkupkan kedua telapak tangan di depan dada. Dia enggan membuka kondisi kese
Setelah baterai ponselnya terisi penuh, Kemal menghubungi Kamala. Dia menyampaikan hasil pertemuan dengan Zahra tadi."Oyi sudah cerita tadi ke mama, Dek. Pesan mama masih sama seperti kemarin," ujar Kamala. "Sekali lagi kok, Ma. Ini cuma buat menuhi rasa hormat saja ke Yai Ahmad. Setelah itu aku mau jalan-jalan," balas Kemal dengan suara menahan kantuk."Ya sudah sana pergi. Selesaikan urusan Adek sebelum ngurusin orang lain. oke," pungkas sang mama, menutup panggilan.Kemal meletakkan gawainya di nakas lalu menarik selimut. Pandangannya sekilas melihat ke sudut lemari. Ranselnya sudah siap, bahkan dia membawa paspor. Sekadar berjaga-jaga bila harus terbang ke suatu negara saat itu juga.Setelah bertemu dengan Tyas, dia akan langsung pergi. Perjalanannya bakal dimulai dari Bandung. Sebuah notifikasi pesan khusus berbunyi. Kemal meraih lagi ponselnya dari atas nakas. Dia pun menggulir tombol dan membuka aplikasi hijau. Mata yang sudah lelah itu terpaksa kembali melebar karena memba
Kemal menyambangi lagi tempat-tempat ketika dia remaja di Bandung. Termasuk sowan ke mantan bos bensin eceran di kawasan Pasir Koja, Pasar induk Caringin juga sekitarnya.Beberapa masih mengenalnya, tak jarang banyak yang lupa. Kemal kini duduk sejenak di bangku tempat mangkalnya dulu. Melihat lalu lalang kendaraan di ruas jalan tersibuk saban harinya.Setelah puas berpuluh menit melepaskan kenangan di sana, dia melanjutkan perjalanan menuju Lembang dan Cimahi menggunakan elf sebelum terbang ke Surabaya.Ternyata di Cimahi, Kemal tertahan cukup lama. Dia mendalami lagi cara penyulingan dari beberapa jenis bunga yang bisa dijadikan based parfum. Tanpa terasa, dua bulan berlalu. Putra Khadijah semakin larut dalam mewujudkan cita-citanya. Sementara di Jakarta. Kamala sangat sibuk semenjak kepergian Kemal. Bagusnya, dia sedikit lupa dengan kesedihan karena kehilangan Kayshan. Walaupun tak dipungkiri, dirinya juga merindukan Kemal.Begitupun Gauri, gadis itu memilih masuk asrama karena