Kemal menyambangi lagi tempat-tempat ketika dia remaja di Bandung. Termasuk sowan ke mantan bos bensin eceran di kawasan Pasir Koja, Pasar induk Caringin juga sekitarnya.Beberapa masih mengenalnya, tak jarang banyak yang lupa. Kemal kini duduk sejenak di bangku tempat mangkalnya dulu. Melihat lalu lalang kendaraan di ruas jalan tersibuk saban harinya.Setelah puas berpuluh menit melepaskan kenangan di sana, dia melanjutkan perjalanan menuju Lembang dan Cimahi menggunakan elf sebelum terbang ke Surabaya.Ternyata di Cimahi, Kemal tertahan cukup lama. Dia mendalami lagi cara penyulingan dari beberapa jenis bunga yang bisa dijadikan based parfum. Tanpa terasa, dua bulan berlalu. Putra Khadijah semakin larut dalam mewujudkan cita-citanya. Sementara di Jakarta. Kamala sangat sibuk semenjak kepergian Kemal. Bagusnya, dia sedikit lupa dengan kesedihan karena kehilangan Kayshan. Walaupun tak dipungkiri, dirinya juga merindukan Kemal.Begitupun Gauri, gadis itu memilih masuk asrama karena
"Sebenarnya ...," lirih Dewiq mencondongkan badannya ke arah mereka. Hana malah ikut-ikutan mendekat sampai menarik ranjang ayun dimana Farshad tidur. Ahmad pun tak kalah penasaran, dia sempat menempeli tubuh istrinya itu. "Rahasia!" kekeh Dewiq sembari bangun meninggalkan keduanya yang berwajah masam. "Ish! Jangan-jangan keusilan si Parhon nurun dari ibu," gerutu Hana melirik ke arah Ahmad yang kembali asik menonton televisi. "He em," jawab Ahmad singkat, ikut sebal dengan ulah istrinya. Lelaki itu lalu bertanya tentang rencana Farhana setelah acara besar di Tazkiya nanti. Hana mengatakan bahwa dirinya bakal pindah. Mencari atau membangun rumah impian di wilayah beriklim sejuk. Jauh dari hingar bingar dan hidup sebagai orang biasa dengan Farshad di sana. Ahmad menyarankan agar Hana mencari lokasi yang dekat dengan saudara. Mega Mendung, Kuningan atau Majalengka bisa jadi pilihan. Sepupu dan bibi Farhana tinggal di daerah itu. Tujuannya supaya mudah meminta pertolonga
"Serius, Bang?" Kemal mendesah napas panjang. "Iya. Hanya titip Arsha, bukan yang lain," jawabnya lugas."Terus, pasrah gitu aja?" "Yang kamu liat begitu?" Kemal membalik pertanyaan Farhan.Sang dokter mengangguk. "He em." "Logis." Putra Khadijah berkata sembari tersenyum, karena suaranya terdengar ringan. "Papa bilang, datanglah jika sudah pantas. Sedangkan kepantasan itu nggak bakalan ada selama cermin kita masih memantulkan bayangan yang sama ... dan matamu mengagumi itu, Han."Dahi Farhan mengernyit. "Maksudnya?" Kemal lagi-lagi tertawa. "Pikirin sendiri, aja." Farhan memutar otaknya tapi karena terlalu lelah seharian ini, dia tak menemukan benang merah dari ucapan Kemal. "Jadi?" "Nggak jadi-jadi ... ya begitu," pungkas Kemal."Aku bisa apa kalau itu sudah jadi keputusan abang," decak Farhan seraya membuang napas ke udara."Bisa doain hajat kami agar lancar ... atau bisa endorse honeymoon, contohnya," kekeh Kemal membuat dokter muda ini tertawa lebar."Siap ... betewe, progr
Dari Bandara, Kemal langsung menuju Tazkiya. Kala baru turun dari taksi di halaman depan aula, dia berjumpa dengan Didi. "Yassalam, makin kinyis aja," kekeh sang senior ketika melihat Kemal kembali ke Tazkiya.Kemal menyodorkan jemarinya seraya tersenyum. "Maa sya Allah mabruk, Kang," sapa Kemal pada seniornya yang sudah lama tak saling jumpa. Dia membalas senyuman sambil menepuk lengan Kemal. "Alhamdulillah."Keduanya lantas menuju kediaman sang pimpinan pondokan karena ada hal yang harus dibahas.Saat mereka mengucap salam di teras, ternyata di sana telah berkumpul beberapa rekan kerja lainnya.Setelah umroh kloter awal selesai, acara penting akan digelar di Jeddah. Untuk itu, Ahmad mengalihkan beberapa tugas yang biasa mereka emban ke personil lain. Sebab selain menjadi muthowif, keduanya terbiasa berperan sebagai tur leader.Agar semua acara berjalan lancar di sana, Ahmad menggelar rapat. Banyaknya hal yang harus diperjelas membuat diskusi berlangsung hingga malam hari, karena t
"Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bil mahril madzkur haalan." "Sah!" Tak jauh dari mereka, kegiatan serupa pun tengah berlangsung. Salawat dan doa dipanjatkan oleh para jama'ah. Mempelai pria masih menunduk ketika sosok panutan yang memberikan wejangan itu menyematkan banyak nasihat padanya. Tyas Aspasya pun tertunduk haru. Pemilik agency model Queen Aspasya itu sungguh tak menduga bila kekecewaannya terhadap perilaku sang suami di kehidupan pernikahan terdahulu, diganti dengan pria di hadapannya. ~Dirinya tergugah meminta bantuan Ahmad kala bertemu lagi dengan Dewiq di suatu acara. Dulu, Dewiq adalah dokter pribadi keluarganya selama beberapa tahun. Di Minggu pagi saat berjalan menuju kediaman Ahmad. Dia melihat seorang pria baru keluar dari sana. Tyas yang berniat meminta saran pada beliau, dibuat terpesona oleh penampilan sang muthowif itu. Tyas lantas menanyakan hal tersebut pada Ahmad dan menyampaikan niatannya. Sungguh dia tak mengira, bahwa hari itu adalah langkah a
(Menduga sendiri huwaaa, padahal clue nya di bab 88-89 bejibun xixixi)Di narasi, Pengantin dipertemukan, tapi kenapa Ahmad ngajak Kemal ke Kamala? Di venue, kenapa Kemal malah ada didekat Farhan dan Ahmad, bukan dengan Tyas? Ingat doa Oyi? Abi dan Nana Bahagia. Muncul si Didi tiba-tiba dan Kemal bilang Mabruk, Kang. Dhuaarr!Kan mommy juga nggak pernah sebut jelas, nama mempelai wanita bahkan di ijabnya. Juga, nggak mungkin muncul tokoh kalau nggak ada fungsinya. Xixixi.Mari kita flashback!..Ulfa langsung mengejar taksi Farhana yang sudah jauh. Sementara di dalam kabin mobil yang membaur dengan padatnya jalanan, wanita ayu itu menunduk melihat wajah Arsha yang tertidur dalam dekapan.Air matanya menetes di pipi putranya ini. Dia akan berusaha menjauhkan Arsha perlahan dengan Kemal. Apapaun kondisinya nanti. Namun, hatinya masih gamang, bilamana batin sang anak merindukan sosok pertama yang bersentuhan dengan Arsha dulu.Bagaimana caranya meminta lelaki itu untuk datang sedangka
Karena terlalu lama tidak ada balasan padahal Hana sedang online, akhirnya Kemal melakukan panggilan.Ini adalah sambungan udara pertama yang mereka lakukan tanpa perantara. ~Kak Kemal callingHandphone yang sedang dia pegang bergetar halus. Inginnya tidak menjawab tapi entah mengapa jempolnya menggeser tombol hijau ke atas."Alhamdulillah. Assalamualaikum ...."Hening, beberapa detik."Salam itu wajib di jawab, Khanza," bujuk Kemal lagi setengah berbisik."Udah dijawab dalam hati." Terdengar tawa kecil dari sana, membuat Hana menyadari kalau dirinya baru saja bicara. Blush! Hana merasa pipinya menghangat. "Maa sya Allah. Iya, kedengaran sampe sini, kok." Kemal berusaha mencairkan rasa canggung di antara mereka. "Aku bingung ambil yang mana? Apa kubayar semua, ya?" Sepi lagi. Kemal mendesah halus. Hana masih enggan bicara dengannya. Dia mengira apakah mungkin karena belum ikhlas dinikahi olehnya. "Ya sudah, nggak usah pake cincin deh, ya. Aku takut salah beli, juga kuatir kebe
"Ehmm," gumam Hana sembari menurunkan pandangannya. Dia malu ... sungguh malu. Dulu, Kayshan saja tak pernah memandangnya sedalam itu walaupun mereka sudah berbaikan.Deg!Deg!Kemal masih betah berlama menatap wajah merona Farhana. Dia mengulas senyum menawan dan berucap, "Siapapun yang ada dihatimu, itu urusanmu. Aku tetap mencintaimu, Khanza ... Bismillah ...." Farhana memejam ketika Kemal memberi sebuah rasa yang perlahan menjalari seluruh tubuhnya. Bukan keinginan menggebu, hanya sapuan ringan, lama dan terasa tulus, lembut nan hangat menyapu hingga ke palung hati.Kening mereka kini saling menempel, keduanya pun melempar senyum malu-malu."Mau cerita dulu atau mandi dulu?" tanya Kemal sembari melonggarkan dekapannya."Mandi dulu, bentar lagi Zuhur," ujar Hana pelan."Oke. Ibun sudah haid lagi?" sambung Kemal dengan suara lirih, sebab sedikit segan. Tapi, dia harus tahu untuk membantu menjaga hormon Hana sehingga asi bagi Farshad tidak terganggu.Dia mengetahui panggilan ~ibun