"Ehmm," gumam Hana sembari menurunkan pandangannya. Dia malu ... sungguh malu. Dulu, Kayshan saja tak pernah memandangnya sedalam itu walaupun mereka sudah berbaikan.Deg!Deg!Kemal masih betah berlama menatap wajah merona Farhana. Dia mengulas senyum menawan dan berucap, "Siapapun yang ada dihatimu, itu urusanmu. Aku tetap mencintaimu, Khanza ... Bismillah ...." Farhana memejam ketika Kemal memberi sebuah rasa yang perlahan menjalari seluruh tubuhnya. Bukan keinginan menggebu, hanya sapuan ringan, lama dan terasa tulus, lembut nan hangat menyapu hingga ke palung hati.Kening mereka kini saling menempel, keduanya pun melempar senyum malu-malu."Mau cerita dulu atau mandi dulu?" tanya Kemal sembari melonggarkan dekapannya."Mandi dulu, bentar lagi Zuhur," ujar Hana pelan."Oke. Ibun sudah haid lagi?" sambung Kemal dengan suara lirih, sebab sedikit segan. Tapi, dia harus tahu untuk membantu menjaga hormon Hana sehingga asi bagi Farshad tidak terganggu.Dia mengetahui panggilan ~ibun
Suara ketukan membuat Kemal bangun dan membuka pintu kamar mereka. Hana pun bangkit, melepas mukena lalu menggantinya dengan hijab."Arsha bobok," kata Dewiq setelah melihat sang menantu membuka pintu. Dia lalu menyodorkan cucunya yang tertidur pada Kemal.Lelaki itu membuka lengan kirinya saat Dewiq hendak menyerahkan si bayi gempal. "Maa sya Allah ... Arshanya abi montok amat," bisik Kemal sembari mencium pipi Farshad dan balik badan menuju ranjang kecil di sebelah nakas.Dewiq yang masih tak percaya bahwa lelaki ini telah menjadi menantunya, tertegun di depan pintu. Dia bersyukur dengan melantunkan salawat kala memandangi punggung Kemal sebelum menarik panel pintu kamar mereka. "Bisa, Kak?" tanya Hana ketika Kemal akan meletakkan bayinya dalam box. "Bisa." Kemal sangat hati-hati, dia menepuk pelan paha Farshad hingga bayi itu tenang dan lelap kembali.Hana diam-diam memperhatikan dari tepi ranjang. Rupanya Kemal paham bagaimana cara menenangkan bayi saat baru dipindah dari gendo
Di dalam kamar, Kemal terpaksa melepas dekapan karena gedoran di pintu yang tak kunjung hilang. Hana lalu langsung turun dan melihat Farshad. Ternyata bayinya sudah bangun. Dia tersenyum lebar saat ibun menyapanya meski isapan jempol di mulut tak Farshad lepas. "Aih, udah bangun." Kemal ikut menghampiri box si Cimit sembari melingkarkan lengannya di pinggang ibun. "Pinter, nggak nangis," sambung Kemal yang menowel pipi gembil itu dan dihadiahi senyum lucu Arsha. "Ibun salat dulu, ya. Arsha tunggu sebentar lagi," kata Hana sembari meraih botol susu dari kulkas mini di bawah ranjang Farshad lalu menghangatkan di steamer. Kemal memperhatikan cara istrinya dalam menyiapkan susu. Dia juga membuka satu lemari disamping box Farshad yang berisi semua perlengkapan bayi. Dia mengambil foto satu per satu benda itu lalu dikirimkan ke Sahrul. Serta meminta Khuzaemah untuk menyiapkan syukuran di rumahnya karena Kemal akan mengajak Hana pulang nanti. Setelah memandikan Farshad, keduan
"Lempeng niatnya ... pikir ente avaan?" Ahmad meraup wajah Farhan yang lesu menempeli kusen pintu. Ahmad yang tadinya cuma niat mengambil kacamata, tapi malah tertahan karena Hana akhirnya keluar dari ruang baca di susul ibun."Kan udah siap, Beh. Palingan sisa atu," keluh Farhan lagi, dia masih setia menempeli lawang. "Apa?" tanya Ahmad sembari menyingkap tirai pembatas ruangan."Ceweknya belum ada, Yah," kekeh Hana tepat saat suaminya baru memasuki rumah. Ahmad tertawa renyah dan memilih keluar rumah. Farhan memang enggan dijodohkan tapi dirinya terlalu sibuk berkutat dengan segudang aktivitas.Hiking, mancing, modeling sampai kadang lupa dengan profesi utamanya yang seorang dokter. "Fokus, Kak. Itu aja dulu," kata Ahmad dari ruang tamu.Bagaimana bisa bertanggungjawab atas anak gadis orang lain jika kesenangan dirinya belum selesai. Kira-kira begitulah pemikiran Ahmad."Terlalu asik sendiri itu nggak asik, Han," sambung Kemal sembari menarik jemari Hana masuk ke kamar.Farhan m
Farhan tidak membantah, dia diam sebab memang begitulah niatan sebenarnya saat mendekati Mehru. Hanya kebetulan saja, dia memiliki celah agar tindakannya terasa lebih halus dengan menggunakan kondisi Mya. Mifyaz selesai membereskan peralatan dari atas meja dan bersiap naik ke kamar atas jika menginap di Tazkiya. Sebelum pergi, dia melihat ke arah Farhan."Jangan menyakiti terlalu dalam, Kak. Dia belum menyadari itu tapi sudah menduga niatmu," tegasnya lagi."A-aku nggak maksud, Yaz," bantah Farhan sambil berdiri."Kakak nggak bisa bohong sama aku." Tunjuknya pada kedua mata Farhan. "Kakak juga bakalan punya anak perempuan, kalau calon suami anakmu nanti ketemu pria red flag macam kakak ... apa iya ridho melepasnya? Jodoh anakmu akan sepertimu, Kak," Cecar Mifyaz lagi. Farhan diam, kalimat sederhana tapi terdengar tajam dan tak biasa karena keluar dari bibir Mifyaz. Mifyaz juga mengatakan bahwa Farhan memiliki Farhana sebagai refleksi perasaan sesama wanita. Semua keburukan yang ta
"Ane pilih bayarin ente aja, Yaz. TF kemana?" kata Farhan menyerah. Dia tak ingin dipersulit Mifyaz di lain waktu jika ingin meminta pertolongan lagi. Lagipula, dari sekian kerabat dekatnya, cuma keluarga Mahendra yang punya kemampuan seperti ini. Senyap, lengkap dan akurat. Bahkan Ulfa pernah dibuat menyerah jika team Shadow sudah turun.Kemampuan IT mereka setara dari bapak, anak bahkan sampai Shan, si menantu emas Mahendra yang kini memegang laskar persewaan bodyguard ternama, Eye-shadow.Tawa Mifyaz terdengar. Pemuda itu lalu mengirimkan nomer rekeningnya pada Farhan. "Nggak usah 50, Kak. Kalau Kakak redho mah, jadi donatur bensinku aja sebulan ini soalnya bakalan banyak PP Jakarta Bogor," ujarnya kemudian.Farhan mengulas senyum tipis, dia juga ragu saat ditodong Mifyaz tadi. "Berapa, Yaz?" "Motorku R25, serah Kakak dah berapa. Kerjaan enteng ngedip doang tadi," kekehnya sambil menyesap jahe shoot.Farhan menyunggingkan senyum tipis. Tak main-main, R25 dipakai bocah es te em, p
Farhan langsung menunduk, menciut ditatap sedemikian lekat. Begitupun Hana, dia bersembunyi di balik punggung Kemal dan memegangi lengan kemeja suaminya."Apa-apaan ini?" tanya Dewiq sambil bersedekap. "Sudah tahu mau ada acara. Malah bikin ulah!" tegasnya menatap tajam kedua anak kembarnya."Kalau kamu, ibu nggak kaget. Tapi, jangan bawa-bawa Aa," sambung Dewiq. Kali ini dia sampai menowel kepala Farhan.Dewiq lalu beralih pandang pada Kemal. Dengan nada lembut dia berkata, "Aa nggak apa?" Kemal hanya mengangguk sambil mengacungkan jempol. Dia masih segan berpendapat bila dengan ibu mertuanya.Farhan seketika menengadah, siapa anak siapa menantu. Sungguh perlakuan yang sangat kontras."Lah, Nyak. Anaknya yang ini, bukan onoh. Ane malah kagak ditanya," sungut Farhan menunjuk diri sendiri. "Lagian, Bang Kem juga--" Dia menjeda ucapannya saat Ahmad menatap tanpa berkedip."Terooooooosssss!" sambar Dewiq. "Jawab mulu!" omel Bu dokter, seketika membuat Farhan diam."Kamu juga, Na! ... ny
Suasana malam di pelataran Tazkiya jelang acara besok, didominasi oleh hilir mudik kendaraan. Aula masjid sudah tersekat-sekat menjadi beberapa bagian untuk space istirahat tamu transit. Paviliun pun dipenuhi oleh para undangan Ahmad yang datang dari luar kota.Di dalam hunian, keriuhan didominasi para wanita dari keluarganya. Farhan akhirnya memilih menepi ke balkon atas, meniti anak tangga yang melingkar dengan perasaan hampa. Dia merasa kesepian di keramaian.Sang dokter merebahkan diri selonjoran di kursi malas, kedua lengannya menyanggah kepala sembari memandangi bulan yang menyembul malu-malu dibalik gumpalan awan tipis.Ujung helai rambutnya tergoyang samar dibelai angin malam, tapi tak jua membuat hatinya ikut tersapu kesejukan.Entah dirinya ingin memaknai apa, dalam pandangan yang terlempar ke jumantara. Satu tangannya lalu meraih gadget dari saku celana. Dia mulai membuka galery yang terkunci.Sembari rebahan, jarinya menggeser-geser dua slide yang saling berdekatan. Seny
Farhan langsung mendekat dan mengusap tengkuk Mehru. Dia lalu menuntun istrinya kembali duduk di sebelah Dewiq yang juga terlihat cemas."Tolong ambilkan itu," kata Dewiq pada Farhan, menunjuk ke box putih berisi peralatannya di bawah meja sofa.Lelaki itu gegas meraih benda yang dimaksud dan langsung menyodorkan pada sang mama. Dewiq lantas memeriksa menantunya seksama. Setelah beberapa menit, dia melihat pada Farhan, bergantian dengan Mehru. "Beli testpack, deh. Coba kalian hitung sendiri," katanya sembari bangun meninggalkan mereka.Farhan melihat ke arah istrinya lalu menoleh memanggil sang mama. "Lah, Nyak?" "Masa dokter dan suster nggak peka, hadeuh!" kekeh Dewiq sembari melambaikan tangan."Mas?""Kayaknya sih iya, Yang." Farhan meraih ponselnya dari saku celana. Dia lalu duduk disamping istrinya sambil mengingat dan menghitung masa subur Mehru. "Palingan baru sepekan lebih deh. Pas private party di spa itu 'kan aku haid hari pertama," ujar Mehru mengingat acara satu bulan
Setelah semua dokumen selesai dirapikan, Farhan di ajak Kemal masuk ke dalam untuk menemui Mehru. Debaran jantungnya mulai tak normal ketika nyaris mencapai ambang pintu. Meski dilakukan serba mendadak, tapi dirinya yakin bahwa Dewiq pasti memberikan segala yang terbaik.Langkah kaki Farhan terhenti ketika melihat wanita cantik dalam balutan kebaya serba putih, berdiri dan menunduk malu-malu. Tidak ada singer seperti Hana. Hanya Tiara mungil sebagai penghias sekaligus penahan agar hijab panjangnya tak mudah bergeser."Neng Eru, suaminya datang," bisik Khuzaemah, mengusap lembut punggung Mehru agar mendongakkan kepalanya.Lengan Farhan ditarik Dewiq agar dia melangkah masuk. Tapi lelaki itu malah menahan tangan ibunya."Nyak, bentaran ngapah. Kagak paham amat ni bunyi jantung dah kek bedug lebaran," sungutnya sambil mengusap dada."Tandanya idup brati. Ayo, waktunya mepet ... kamu 'kan harus kuliah nanti malam," balas sang mama tersenyum lebar.Farhan menepuk wajahnya. "Etdah ... kek
Kemal tak henti menciumi pipi Farhana dan merangkulnya mesra sejak keluar dari ruangan dokter obgyn. Dia masih setengah tak percaya jika saat ini Hana mengandung buah hati mereka. "Baru tiga pekan." Hana melingkarkan lengannya pada pinggang sang suami. "Alhamdulillah. Kita sementara pindah ke rumah ibu atau mama aja gimana, Za. Biar aku tenang kalau ke toko," ujar Kemal sembari menarik tuas pintu mobil di basement."Nggak mau. Aku pengen di Parung. Kuliah sudah online lagi ... ada mbak yang bantu ngasuh Arsha, bibi pun pasti sering ke rumah liat aku," pinta Hana ketika suaminya sudah duduk di belakang kemudi."Tapi, Sayang ...."Farhana menggenggam jemari kiri Kemal lalu mengecupnya. "Aku tenang dan betah karena di sana ada bau Kakak. Please, nggak mau pindah," tuturnya lembut sambil memandangi wajah teduh sang suami.Putra Khadijah terdiam sesaat, lalu tersenyum mengangguk. "Kalah dah kalau ibun sudah begini," balasnya seraya mengusap pipi Hana yang mulai chubby.Perjalanan mereka
Farhan gegas ke tangga belakang. Dia menggantikan Hana memapah Kemal naik ke atas."Kenapa, Bang?" "Entah, tiba-tiba pusing banget sampai muter-muter gini," tuturnya lirih sambil menahan kepala.Mehru yang sedang menggendong Farshad, buru-buru merapikan bale di teras belakang. Tapi Hana langsung berlari masuk dan membuka kamar mereka. Dia meminta Farhan memapah suaminya masuk, dan memeriksanya.Kembaran Hana itu gegas turun ke bawah mengambil tas kerja darurat yang ada di bagasi mobilnya.Farhan memeriksa iparnya ini, kemudian meminta Mehru mengambil cairan infus di mobilnya."Pusingnya range berapa, Bang? 1-10," tanya Farhan."7, bukan pusing sakit kepala tapi semua berputar-putar cepat." Kemal masih memejam, sambil memijat tengkuknya."Kalau nyeri parah di bagian tertentu, bilang ya, Bang. Nanti kuresepkan pereda nyeri sebelum cek lab.""Kayaknya Kakak kecapean deh. Pergi pulang antar aku ngampus, ke kantor, ke toko parfum ... ikut ngasuh Arsha, kadang kebangun malam beberapa kali
Segimanapun lelahnya, Kemal takkan tidur sebelum Hana kembali rileks. Seperti saat ini, dia mengusap lembut pundak mulus istrinya sembari membicarakan tentang rencana Hana.Deep talk mulai jadwal kuliah, kegiatan Kemal, sikon Arsha juga hal lain yang saling berkaitan.Hana serasa menemukan teman sebaya, yang membuatnya bebas mengeluarkan pendapat. Sekaligus figur seperti sang ayah, penyabar juga memiliki visi ke depan.Dengan Kemal dia merasa menjadi dirinya sendiri. Farhana mulai manja, kekanakan meskipun sikap anggunnya sebagai keturunan Tazkiya tetap melekat. Ibun menduselkan kepalanya di dada sang suami. Mendengar detak jantung Kemal sebelum tidur kini bagai candu, selalu membuatnya mudah masuk ke alam mimpi.Rengekan Farshad terdengar oleh Kemal satu jam ke depan. Dia juga lelah tapi tak tega membangunkan Hana.Kemal perlahan melepaskan dekapannya lalu turun dari ranjang mendekati box Arsha. "Hai boy, sama abi, ya. Jangan ganggu ibun, oke?" ucapnya lirih seraya menggendong kepo
Kemal menjawab Kamala hanya dengan gelengan kepala, dia mengejar Hana yang masuk ke kamar mandi belakang.Tok. Tok."Zaa, buka bentar," pinta Kemal mengetuk pintu, saat mendengar suara mual muntah dari dalam kamar mandi. "Sayang ...."Beberapa detik kemudian, panel itu terbuka. Hana menyembulkan kepalanya di celah pintu.Kemal mendorong pelan, kuatir istrinya kenapa-napa di dalam. "Buka, Sayang."Hana menggeleng sembari menahan pintu. "Kak, bawa daleman aku nggak di mobil?"Dia ingat, pernah melihat satu kontainer di bagasi Innova Zenix milik suaminya. Ketika Hana tanya apa isinya, sang suami menjawab itu adalah pakaian mereka.Untuk berjaga-jaga jika mendadak menginap di suatu tempat. Semua perlengkapan pribadi sudah tertata rapi dalam satu box."Bawa, kenapa?" tanyanya sembari merapikan rambut Hana yang menyembul dari ujung pashmina.Hana menarik lengan sang suami agar mendekat. "Ada pembalut juga?" bisiknya.Kemal mengernyit, sedang mengingat apakah dirinya sudah membeli barang sa
Farhan menarik kaca spion dalam. Dia memastikan penampilannya sudah rapi. "Apeeeee?" sambar Dewiq kali ini tak kalah judes. Farhan menunjuk ke arah saudaranya juga keluarga Kusuma yang hadir. Mereka tampak membawa kotak hias berisi beberapa barang."Itu apaan?" cicit Farhan. Jantungnya sudah berdebar kencang tapi Dewiq malah keluar dari mobil tanpa menjawab pertanyaannya, begitupun dengan sang ayah.Ahmad hanya menaik-turunkan alisnya ketika Farhan turun dari mobil. Sang ayah menepuk pundak putranya lalu menggamit lengan Farhan.Farhan bertanya pada Mahendra dan Aiswa tapi mereka bilang tidak tahu apa-apa. Hanya diminta datang ke sini pagi ini.Sang dokter mulai gugup ketika melihat kediaman Mehru. Teras rumah gadis itu dipenuhi pria sepuh yang menyambut kedatangan keluarganya.Netra jeli putra Ahmad sibuk melihat sana sini, barangkali ada sosok yang bisa memberi penjelasan singkat, tapi harapannya kosong. Bahkan kembarannya pun entah kemana.Rombongan dipersilakan masuk hunian. Set
Ahmad keluar dari ruang baca dan langsung diberondong pertanyaan oleh Farhan."Dalem, Kak, daleeeeemmmm ...." kata Ahmad, menyahuti panggilan putranya yang terlihat gusar. (Dalem bentuk sangat halus dari iya, selain nggih, dalam budaya Jawa)Farhan menarik lengan Ahmad untuk duduk di ruang tengah. "Babeh ingkar janji?" Dahi sang yai mengernyit. "Janji apa?""Janjiku kepadamu, kek lagu lawas." Farhan merengut sebal, entah kemana larinya emosi tadi. Begitu melihat wajah teduh Ahmad semua seketika sirna. "Yang tentang jodohin itu, loh!" "Enggak. Ayah memang masih menerima beberapa proposal baru. Tapi semuanya dikembalikan ... termasuk milik donatur Banten itu," beber Ahmad sambil menunjuk ke arah meja console tempat biasa dia menaruh map-map proposal. "Tuh, kosong."Farhan mendadak termenung. Jadi, penolakan Mehru tadi apakah dia sedang menyembunyikan sesuatu? Ucapan Dewiq yang mengatakan pada Mehru bahwa dirinya akan menggelar lamaran ... jadi ditujukan pada gadis mana? Pikir Farhan.
Mehru melangkah tegap meninggalkan taman penghubung antar cluster itu. Kepalanya menunduk, menyembunyikan senyum getir.Dia mawas diri. Mehru sempat mencari tahu silsilah keluarga Reezi dari Mifyaz. Pemuda itu memang tak bercerita banyak, dia hanya mengatakan bahwa sang dokter adalah cucu dari tokoh terpandang nan alim di daerahnya.Habrizi juga merupakan putra pertama Raden Hasbi, seorang pebisnis ulung di Singapura. Ibunya adalah putri pemilik salah satu perusahaan penyuplai obat-obatan dan alat medis. Posisi dokter itu terlalu tinggi untuknya. Bahkan jika Reezi menunduk pun, belum tentu keluarga besarnya setuju.Jika saja ayahnya masih hidup, mungkin Mehru bisa sedikit menegakkan kepala. Dulu, saat pabrik kerupuk mereka masih berjaya, keluarganya dipandang mampu lagi disegani. Namun, semua itu cuma masa lalu. Mehru buru-buru menepis kekecewaannya dengan menggeleng kepala sembari terus melangkah ke suster station.Satu pekan berlalu begitu saja. Sikap Farhan masih sama. Dan sudah