"Teh?" lirih Wira melihat wajah Mehru yang datar. Dia lalu beralih pandang pada si pemesan.Muna baru selesai memindahkan tumpukan tampah basah dari kukusan ke peniris, ikut menoleh ke arah dua pria yang berdiri di ambang di pintu pabrik."Aku nggak buru-buru, kok. Kapan saja digarapnya, yang penting booking duluan," balas sang pria tak kalah alasan. Dia lalu melihat pada Wira. "Pakai DP dulu, 'kan?" imbuhnya.Pemuda SMA itu mengangguk. Tapi dia takut ketika melihat ke arah Mehru yang menggeleng samar padanya. Sorot mata sang kakak pun kian menajam.Sang pemesan mengeluarkan dompet dari waist-bag dan langsung menyodorkan satu ikat uang pecahan 50 ribu ke tangan Wira. "Terima kasih, aku akan ke sini lagi bulan depan." Sang pria lalu berbalik badan dan melenggang pergi dari sana."Dok!" seru Mehru. Tapi, lelaki itu hanya melambaikan tangan ke atas. "Argh!" geramnya sambil mengepalkan tangan.Deru napas Mehru memburu, dia berjalan terseret-seret mendekati Wira dan memintanya mengembalik
Farhan ikut tertawa renyah mendengar celotehan para suster tadi. Dia memang selalu tampil apa adanya. Rapi tapi terkesan santai. Bermimik dingin, eh ternyata ramah. Sang dokter juga dikenal humble. Tak ragu apalagi malu duduk makan siang di kantin dengan para staf dari berbagai divisi. No jaim-jaim meskipun kedudukannya sebagai calon pewaris klan Hermana.Dia mengikis tembok besar kekakuan antara atasan dan bawahan. Tak heran, para suster kerap merasa nyaman bila berpapasan dengannya, karena sang dokter merespon sekitar secara bijak sampai-sampai Farhan dijuluki dokter slay. Farhan masih bertugas di IGD, tahun depan dirinya akan memulai studi lanjutan spesialis. Dalam rentang masa itu, Dewiq memintanya untuk tak menikah lebih dulu agar fokus terhadap pendidikan, karena waktu yang dia miliki sangat sedikit untuk keluarga."Semoga bisa nikah dulu sebelum lanjut," lirihnya saat membaca identitas pasien muda di IGD yang ternyata pengantin baru. "Jangan sampai anak gue masih TK sementara
Kemal menoleh dan tersenyum melihat sosok yang berdiri di ambang pintu. Dia lalu meminta lelaki itu masuk. Mehru sudah gelisah, duduknya tak lagi tenang. Tidak pernah terlintas dalam benak bahwa Kemal mengenal atasannya, dan tampak akrab jika melihat dari cara mereka berinteraksi."Masuk, Han. Oyi barusan tidur," kata Kemal menunjuk dengan jempolnya ke arah belakang.Farhan mengangguk, sembari menunjukkan gestur cacarakan. "Sorry, Bang. Sepatunya ane pakai sebab nggak ada tulisan ~batas suci," timpalnya sembari melangkah menuju ranjang Gauri.~Berjalan sedikit membungkuk untuk menunjukkan rasa hormat pada seseorang yang lebih tua.Kemal terkekeh kecil mendengar celotehan Farhan. Kembaran Hana itu selalu punya cara untuk membuat orang-orang didekatnya melukis senyum.Farhan melihat Mehru sekilas tadi. Dia tahu gadis itu sedikit tak nyaman. Mungkin karena merasa terkejut mengetahui fakta bahwa dirinya mengenal Kemal. Setelah beberapa saat melihat Gauri dan membaca laporan suster ruang
"Hidupku mungkin berat bagi orang lain. Tapi, tidak denganku. Aku takkan menyalahkan Tuhan atas apa yang terjadi pada kami, pak dokter ... Tuhan percaya bahwa aku mampu," gumam Mehru terus berjalan menuju lift turun.Sambil menunggu pintu kotak besi itu terbuka, dia berdiri bersedekap. Sesekali jemarinya terangkat sekadar mengusap butir di ujung netra. Angannya kini melayang tertuju pada Mya. Dulu ... di saat gadis seusianya sibuk membahas idola atau mengoleksi barang-barang favorit, bergaul, nge-mall dan sebagainya. Dia justru sibuk meminta izin ke setiap guru mapel agar diizinkan membawa Mya yang berusia dua tahun ikut masuk ke kelas. Mehru tak pernah meminta belas kasihan dan menggunakan statusnya sebagai anak yatim piatu untuk memperoleh kemudahan. Jika sang guru tak mengizinkan, maka Mya akan dibawa oleh Wira yang saat itu baru kelas satu SMP.Terkadang adik bungsunya itu tidur tenang di belakang kelas beralaskan koran bekas, dan tak jarang ikut duduk di bangkunya sambil Mehru
Farhan mengerti kekagetan Mehru dan tak ingin lagi membuang waktu. "Kamu ada masalah pelik apa sampai-sampai dikejar seperti itu. Preman rangkap debt collector biasanya bertugas mengintimidasi sampai kita stres," kata Farhan. Pandangannya lurus ke depan walau Mehru melihatnya."Anda tidak tahu apapun, Dok. Jangan sok menghakimi!" ujar Mehru, mulai bersiap bangkit dan berjalan menuju motornya."Aku memang tidak mencari tahu tapi semua hal datang ke hadapanku dengan sendirinya," sergah Farhan melihat punggung yang menjauh. "El, call me kalau urgent." Farhan bangun dan melangkah pergi melanjutkan niatannya masuk ke warung tekwan. Dari dalam sini, dia bisa melihat Mehru perlahan melajukan motornya menuju arah pulang.Sambil menunggu pesanannya siap, dia menelpon sepupu jauhnya guna menyewa seseorang yang bisa mengawasi Mehru atau Wira setiap mereka berdua keluar rumah. "Shan, tolong senyapkan, ya," pinta Farhan sembari duduk di kursi makan. "Loh, di rumah itu sudah ada laskar, Han." S
Dokter mata itu mengangguk. "Iya, gejalanya mengarah pada katarak kongenital, Han. Tapi belum parah," jelas Melan menunjuk diagram di monitor.Mehru sudah memeluk adiknya. Rasa bersalah kian terlihat jelas di wajah suster El ini. "Jadi?" tanya Farhan sembari bersedekap melihat layar yang Melan perlihatkan. Dugaannya ternyata benar."Kucoba beri obat dulu, ya," sambung Melan, sembari menuliskan resep untuk Mya.Dokter Melan menjelaskan jenis obat-obatan yang akan Mya gunakan, yaitu berupa obat tetes mata, vitamin atau anti oksidan. Meskipun hanya menghambat proses bertambah tebalnya katarak tetapi tidak dapat mengurangi atau menghilangkan lapisan yang terbentuk.Farhan mengacungkan jempolnya pada Melan seraya melihat ke arah gadis cilik itu. Dia tertunduk lesu memeluk lengan sang kakak.Katarak bisa menyerang pada anak akibat beberapa faktor. Salah satunya karena terpapar virus rubella saat janin di dalam kandungan. Dan mungkin Mya belum pernah mendapatkan penanganan lanjutan setelah
"Maaf." Kemal kembali menunduk. Sebagai pria, harga dirinya musnah karena tidak dapat memegang ucapannya sendiri.Mehru mengulas senyum tipis. Tanpa orang lain menjelaskan pun, tawaran Kemal saat mengajaknya menikah ... itu hanya sekadar untuk membuatnya aman. Lelaki di hadapan tak betul-betul menaruh suka padanya. Dirinya memang terlalu datar membangun interaksi dengan lawan jenis. Menciptakan kekakuan yang membuat para pria sungkan mendekat. Lagipula, mana mungkin pria setenang Kemal memilih gadis faqr sepertinya. Ditambah lagi, jika ingin menikahi Mehru, maka harus menerima satu paket dengan adik-adiknya."Nggak usah dipikirin, A. Pasti ada solusi lain," kata Mehru pelan sembari menikmati wajah tampan yang masih menunduk.Deg!Deg!'Ya Robb, hambamu ini sungguh tahu diri. Jangan uji aku dengan rasa cinta yang tak bisa kurengkuh.'"Tapi, Ru--"Mehru mengangkat tangannya ke udara. Dia meminta Kemal berhenti membicarakan tentang niatannya itu. "Jangan merasa bersalah, nanti aku su
Kemal menghela napas. Dia keberatan tapi karena ingin lekas tuntas, maka Kemal pun menyetujui usulan tersebut."Afwan, ana izin bawa seseorang nanti, Yai. Sekalian sumbang saran untuk bertemu di resto saja supaya lebih santai," kata Kemal sambil melirik ke arah Ahmad agar membantunya.Ekspresi wajah Damar menyiratkan keberatan. Tapi Ahmad menjelaskan tujuan Kemal tersebut supaya terkesan lebih seperti pertemuan keluarga.Jika diluar area Tazkiya, setidaknya beban Kemal sedikit berkurang. Dia menghindari hasad dari sesama muthowif Tazkiya, karena kedekatannya dengan keluarga Ahmad.Akhirnya Damar setuju dan menyebut salah satu resto langganannya. Setelah kepergian beliau, Kemal menyampaikan permintaan khusus pada sang guru agar tak membahas latar belakangnya."Fahim. Masih istikharah?" tanya Ahmad kemudian.Kemal mengangguk. "Masih, Yai. Belum ada hilal," ucapnya sembari tersenyum. Ahmad menanggapi dengan kekehan, dia lalu meminta Kemal membawa pulang dua map tersebut. "Satunya ini