"Jangan pergi kemana-mana lagi, Bang," lirih Kemal yang baru usai menggantikan Farhan mengisi kajian. "Jaga sendiri istrimu, aku belum tentu sanggup menyenangkan hatinya," sambung sang pria muda sembari memakai sandalnya. Kemal berjalan pelan menghampiri kerumunan pria di halaman rumah pribadi sang Yai. Dia menyalimi guru sekaligus pemilik Tazkiya tour tempatnya bernaung sebagai muthowif.Pandangan pun beralih pada Kayshan yang memberikan senyum lesu saat melihat Kemal meminta salim. Adiknya ini selalu saja santun meski dia kerap menyakitinya."Lagi di sini, Dek," tanya Kay lemah disela isakan halus Hana yang masih mendekapnya."Iya. Pulang tiap weekend, Bang," jawab Kemal pelan. Dia ikut pilu mendengar rintihan Hana sekaligus cemas melihat rupa pucat kakak beda ibunya ini. "Ke rumah sakit, Bang, ayo," ajak Kemal sangat lirih.Kayshan mengangguk, tubuhnya setengah melayang, jika tidak didekap erat Farhana, mungkin dia sudah pingsan.Ambulance khusus milik Tazkiya sudah siap terparkir
Farhan sedang bersiap menuju rumah sakit ketika Farhana berlari kecil ke arahnya. Dia langsung duduk di kursi depan padahal kembarannya itu masih membersihkan interior mobil."No, keluar dulu. Nggak bakal ditinggal," pinta Farhan, menowel pundak Farhana."Ogah!" sungutnya masih kesal. "Ayo, Paarr! Udah dua jam nih," rengeknya menarik lengan kemeja Farhan agar gegas berangkat.Dokter muda itu berdecak sebal. Dia terpaksa meletakkan penyedot debu portablenya dan bersiap duduk di belakang kemudi.Kala baru menekan tombol starter, ponsel Farhan berdering. "Ya?" ["Ajak Nana segera ke sini!"] ujar seseorang di ujung telepon."Ada sesuatu?" tanya Farhan ragu-ragu tapi mencoba bersikap tenang sebab Farhana memelototinya.["Lekas!"] sentaknya membuat Farhan menjauhkan gawai itu dari telinga."Oke, oke. Meluncur!" Klik. Farhana memutar posisi duduknya menghadap Farhan. Dia meminta penjelasan tentang telepon tadi."Kemoooonn!" Farhan tak memedulikan tatapan menusuk Hana. Dia berpura-pura tak
Kemal diam sembari menurunkan pandangan. Dia menunggu kalimat lanjutan dari Hana. "Nama gadis itu, Mehru? Orang terdekat Kakak?" Farhana jadi penasaran sebab Kemal tak pernah terlihat atau terdengar bertegur sapa dengan wanita."Hmm. Deket banget," jawabnya pelan. "Oh, pantesan dia mau bantu. Selamat, yah. Semoga happy," sambung Hana datar. Entah mengapa dia tak suka mendengar kalimatnya sendiri.Farhana masih ingat wajah gadis itu, putih mulus dan cantik. Apalagi profesi pekerjaannya mulia, sebagai perawat. Wajar kalau dia bungkam saat didesak Kayshan. Ternyata Kemal adalah orang spesial yang tersirat dalam ucapannya kala itu.Kemal mendongak, melihat wajah gadis ayu di hadapannya. Kedua alis sang lelaki ini ikut mengerut mendengar penuturan Hana."Aku happy, kok. Meski nggak ada sesiapa di sisiku saat ini," balas Kemal sedikit melengkungkan senyum. "Lagian, penghuni hatiku bukan Mehru. Jadi, tidak perlu beri ucapan selamat." Dia berkata sambil berlalu pergi.Farhana melihat keperg
Tatapan para pria itu kini tertuju ke pintu yang mulai terbuka sebab terdorong dari luar. Seorang gadis ayu muncul di sana. Sejenak, dia terheran sebab pandangan para penghuni ruangan terpusat padanya."P-pak?" cicitnya ragu ketika akan melangkah ke arah Kayshan. Dia memilih mendekap map di depan dadanya seakan ingin bersembunyi di sebaliknya."Sini," kata Kayshan menggerakkan jarinya agar Gisel mendekat.Sekretaris Kayshan itu menyerahkan dokumen pada sang pimpinan sekaligus menarik pulpen dari holder. Ketika Gisel membuka halaman untuk sign, Kayshan bertanya, "Dia sudah datang?" Sekretaris ayu itu mengangguk. "Sudah, Pak." "Siapkan ruang meeting." Kay menutup map tadi dan menyerahkan kembali pada Gisel."Baik." Gadis berkacamata itu berlalu pergi setelah menerima kembali dokumennya. Namun, saat tiba di ambang pintu, dia berdiri menyamping sembari membuka panelnya lebar. "Mari, gentleman," sambung Gisel, menjulurkan lengan, menyilakan para staf keluar ruangan.Jajaran top managem
"Abiii!" Dia berlari mendekat sambil merentangkan kedua tangannya.Kemal berhenti tepat di depan lift. Dia tersenyum lalu berjongkok, bersiap menyambut si gadis cantik yang sedang berlari ke arahnya."Jangan lari-lari, Sayang!" serunya tapi tak digubris anak itu. Dia tetap berlari sepanjang lorong.Senyum lebar tersungging di bibir pink seperti Cherry. Pipinya merona karena dingin meski gamis dan hijab hitam menjuntai menutupi tubuh mungilnya. Grep!"Abi!" "Alhamdulillah. Kesayangan Abi dah pulang ke Jakarta lagi." Kemal mendekap erat Gauri, dia rindu ocehan gadis ini jika dirinya menginap di rumah Kamala.Saat perjumpaan pertama mereka beberapa tahun lalu, gadis itu sedang mengamuk dan memukuli Kayshan karena enggan makan dan minum obat.Kemal yang baru mendarat dari Jeddah, tak tega melihat Gauri terus memberontak dalam gendongan Kayshan.Kamala menjelaskan kondisi Gauri saat itu. Biasanya Kay dapat menenangkannya tapi suasana hati Kayshan masih dirundung pilu setelah kepergian E
Farhana memulai pemeriksaan dengan pengecekan ovulasi, lalu Histerosalpingografi (HSG) alias rontgen untuk memperlihatkan kondisi rahim dan tuba falopi secara real-time alias langsung.Setelah itu USG transvaginal, Histeroskopi untuk mengatasi masalah polip, fibroid, dan perdarahan abnormal, serta memastikan hasil pemeriksaan HSG. Kemudian Laparoskopi, mendiagnosis serta mengobati penyakit terkait gangguan pada area perut dan panggul.Dikuatirkan Farhana mengalami gangguan pada endometriosis, tumor fibroid, kista, suka nyeri panggul, dan masalah kesuburan. Saat melakukan tes ini, dokter membius pasien.Farhan setia menemani kembarannya sampai semua rangkaian test selesai. Dewiq pun meminta putrinya itu langsung opname dalam satu ruangan dengan Kayshan.Beberapa jam kemudian, Hana mual muntah dan merasakan nyeri di daerah perut bagian bawah sebagai efek samping setelah semua prosedur dijalani.Hana meringis nyeri meskipun dokter telah memberikan obat pereda sakit. "Perjuanganku jadi ib
Farhana langsung menghubungi ibunya agar menjemput Kayshan saat itu juga.Namun, ketika Hana ingin melepaskan cengkraman Kayshan dari dasternya, lelaki itu malah menahan pergelangan tangannya. "Aku nggak apa, Sayang. Besok aja," ucapnya lemah sembari beringsut ke atas dan memeluk gulingnya."Nggak, ke RS sekarang aja," tampik Hana bergegas menyiapkan koper dan kebutuhan sang suami selama di Rumkit."Hana," tahannya lagi. "Aku masih pengen tidur di rumah meluk kamu sebelum operasi besok." Dia tersenyum getir, tatapannya pun ikut sendu.Farhana diam, ikut merasa pilu saat melihat sorot mata sang suami. Dia pun mengabulkan permintaan Kayshan dan urung melanjutkan niatan.Keduanya saling meleburkan rasa cemas, gundah sekaligus memperkuat dengan banyak untaian doa.Keesokan pagi. Kayshan sudah terbaring di brangkar ruang isolasi mengenakan baju operasi berwarna biru, selaras dengan masker berwarna senada yang menutup mulutnya.Infus tergantung menetes dari selang menuju ke tangannya di sis
Farhana menangis histeris. Dia memukuli Ahmad yang tak melepasnya. "Nana, dengerin ayah dulu," kata Ahmad tak henti membujuk putrinya dengan kata-kata lembut.Farhan sibuk dengan ponselnya kala pintu kamar Farhana terbuka lagi. Kali ini, sosok yang ditunggu oleh nyonya Kay muncul.Wajahnya terlihat sangat lelah. Pakaian lapisan kedua para dokter saat melakukan tindakan operasi itu masih menggantung di raga sang direktur Hermana Hospital.Dia melengkungkan senyum meski sorot matanya terlihat redup ketika melihat Farhana merentang tangan meminta Dewiq mendekat segera. "Ibuuuuu!" serunya di sela sesenggukan yang tak bisa dia kuasai.Ahmad melepaskan dekapannya agar sang istri dapat memeluk putri kesayangan mereka."Sayang, jangan begini." Dewiq mengusap lembut kepala Farhana."A-bang?" cicitnya terbata disertai hentakan bahu naik turun akibat isakan sejak tadi.Dokter internis senior itu menarik napas panjang. Dewiq duduk di sisi brangkar dan melepas tautan raga mereka. Jemari sang wa