Farhana memulai pemeriksaan dengan pengecekan ovulasi, lalu Histerosalpingografi (HSG) alias rontgen untuk memperlihatkan kondisi rahim dan tuba falopi secara real-time alias langsung.Setelah itu USG transvaginal, Histeroskopi untuk mengatasi masalah polip, fibroid, dan perdarahan abnormal, serta memastikan hasil pemeriksaan HSG. Kemudian Laparoskopi, mendiagnosis serta mengobati penyakit terkait gangguan pada area perut dan panggul.Dikuatirkan Farhana mengalami gangguan pada endometriosis, tumor fibroid, kista, suka nyeri panggul, dan masalah kesuburan. Saat melakukan tes ini, dokter membius pasien.Farhan setia menemani kembarannya sampai semua rangkaian test selesai. Dewiq pun meminta putrinya itu langsung opname dalam satu ruangan dengan Kayshan.Beberapa jam kemudian, Hana mual muntah dan merasakan nyeri di daerah perut bagian bawah sebagai efek samping setelah semua prosedur dijalani.Hana meringis nyeri meskipun dokter telah memberikan obat pereda sakit. "Perjuanganku jadi ib
Farhana langsung menghubungi ibunya agar menjemput Kayshan saat itu juga.Namun, ketika Hana ingin melepaskan cengkraman Kayshan dari dasternya, lelaki itu malah menahan pergelangan tangannya. "Aku nggak apa, Sayang. Besok aja," ucapnya lemah sembari beringsut ke atas dan memeluk gulingnya."Nggak, ke RS sekarang aja," tampik Hana bergegas menyiapkan koper dan kebutuhan sang suami selama di Rumkit."Hana," tahannya lagi. "Aku masih pengen tidur di rumah meluk kamu sebelum operasi besok." Dia tersenyum getir, tatapannya pun ikut sendu.Farhana diam, ikut merasa pilu saat melihat sorot mata sang suami. Dia pun mengabulkan permintaan Kayshan dan urung melanjutkan niatan.Keduanya saling meleburkan rasa cemas, gundah sekaligus memperkuat dengan banyak untaian doa.Keesokan pagi. Kayshan sudah terbaring di brangkar ruang isolasi mengenakan baju operasi berwarna biru, selaras dengan masker berwarna senada yang menutup mulutnya.Infus tergantung menetes dari selang menuju ke tangannya di sis
Farhana menangis histeris. Dia memukuli Ahmad yang tak melepasnya. "Nana, dengerin ayah dulu," kata Ahmad tak henti membujuk putrinya dengan kata-kata lembut.Farhan sibuk dengan ponselnya kala pintu kamar Farhana terbuka lagi. Kali ini, sosok yang ditunggu oleh nyonya Kay muncul.Wajahnya terlihat sangat lelah. Pakaian lapisan kedua para dokter saat melakukan tindakan operasi itu masih menggantung di raga sang direktur Hermana Hospital.Dia melengkungkan senyum meski sorot matanya terlihat redup ketika melihat Farhana merentang tangan meminta Dewiq mendekat segera. "Ibuuuuu!" serunya di sela sesenggukan yang tak bisa dia kuasai.Ahmad melepaskan dekapannya agar sang istri dapat memeluk putri kesayangan mereka."Sayang, jangan begini." Dewiq mengusap lembut kepala Farhana."A-bang?" cicitnya terbata disertai hentakan bahu naik turun akibat isakan sejak tadi.Dokter internis senior itu menarik napas panjang. Dewiq duduk di sisi brangkar dan melepas tautan raga mereka. Jemari sang wa
"Siapa yang koma?" kata Hana pelan mendekati kedua wanita.Dewiq menoleh ke arah putrinya, dia melihat kertas yang baru saja jatuh tak jauh dari kaki Hana.Direktur rumah sakit itu memapah Kamala duduk sebelum memungut benda putih yang mengepal di lantai. Dia juga meminta Farhana duduk sejenak agar tubuhnya kembali rileks."Ibu?" Dia tak berkedip melihat wajah Dewiq.Dewiq menepuk pundak putrinya pelan, dia akan membaca tulisan dari dalam amplop yang dipungutnya tadi sebelum bicara.Selang beberapa menit, sorot mata wanita cantik berseragam dinas serba putih itu berbinar cerah. Senyumnya terbit saat mengeja kalimat di atas kertas yang dia pegang.Sebaris doa keluar sebagai ungkapan syukur. Dia lantas memeluk putrinya sembari meluruhkan haru di pundak Hana."Alhamdulillah. Di jaga ya, Sayang," bisiknya seraya mengusap lembut punggung Hana. "Biar mereka menempel sempurna di uterus," kata Dewiq ikut bahagia sebab sampai titik ini prosedur bayi tabung yang dijalani berjalan lancar.Netra
Kay mengulas senyum tipis meskipun matanya terlihat sayu. "Hai!" sapanya tanpa suara, hanya gerakan lambat bibir yang menyebut susunan kata.Farhana bangun berdiri, jemarinya menaut ke telunjuk Kayshan. Dia ingin memeluk suaminya tapi terlalu takut melakukan itu sebab melihat betapa banyaknya alat medis yang masih menempel di tubuh sang pujaan.Farhan mengusap lengan kiri Hana, dia mengangguk seakan tahu keinginan kembarannya ini."Boleh deketan, tapi jangan bersentuhan yang menekan area dada sampai pinggang," jelas si dokter muda, "Beneran boleh, Par?" cicitnya menahan haru."Boleh ... aku cabut dulu, call ja kalau butuh," ujarnya sembari merentang lengan memeluk kembarannya sebelum keluar dari sana.Setelah kepergian Farhan, nyonya Kay menarik kursinya lebih dekat ke sisi wajah suaminya."Sakit semua, ya?" lirihnya saat menyadari bahwa Kayshan tak mengedip melihatnya.Lelaki itu mengangguk. "He em. Sakit banget," jawabnya masih dengan suara pelan.Farhana takut-takut saat menjulur
Dia mengangguk. Mereka punya misi dan keinginan masing-masing. Tapi, apa dirinya sanggup mengemban amanah yang dititipkan padanya nanti."Minum, A," kata Khuzaemah. Dia menyodorkan ujung sedotan ke dekat bibir Kemal. "Makan yang banyak, kemarin bibi nyaris kehilangan Aa," ucapnya sendu.Kemal memaksakan tersenyum. Lengannya masih berdenyut nyeri, pandangan pun belum sepenuhnya jelas. Dia rupanya kehilangan banyak hemoglobin hingga rasa tak nyaman menyergap raga.Ketika siuman kemarin, Kemal memutuskan pindah rumah sakit agar lebih privat. Untuk sementara, hanya Khuzaemah yang diizinkan dekat dengannya saat ini."Maaf, aku memaksakan diri, Bi," balasnya dengan suara serak."Bibi paham. Bobok lagi aja, biar lekas pulih." Khuzaemah mengusap bahu kemenakannya. "Setelah ini, kalau Aa mau pergi jauh, sok mangga ... bibi nggak bakalan larang-larang lagi," katanya menatap sayu pada Kemal. Lelaki ini pun sudah banyak berkorban untuk keluarganya.Kemal tersenyum getir, dia mengangguk lemah. Sem
Farhana dan Ahmad menoleh bersamaan. Terlihat gadis kecil yang berlari ke arahnya ditemani suster juga sang mertua."Nanaaa, Njiid !" serunya lagi ketika jaraknya sudah lebih dekat.Senyum kedua alim melebar melihat Gauri datang menyambangi. Gadis kecil itu langsung meminta pelukan pada Ahmad saat sudah di depannya."Njiidd. Oyi kangen," ucapnya sambil merentang lengan pada Ahmad meminta pelukan. Lelaki sepuh ini pernah ikut mengasuhnya saat dia enggan pulang karena kehilangan Elea dulu."Allahumma baarik. Oyi dah gede sekarang, ya," balasnya seraya berjongkok menyetarakan tinggi dengan Gauri.Bocah kelas satu SD ini lalu melingkarkan lengan ke leher Ahmad. Dia kekurangan kasih sayang ayah, tapi tidak semua pria yang dekat dengan Kayshan membuatnya nyaman.Pada Farhan, Gauri bersikap biasa. Pun, pada Firhan, adik bungsu Farhana yang tinggal di rumah Hermana. Gauri hanya menganggap kedua pria itu sebagai teman.Cuma Ahmad dan Kemal yang bisa membuat Gauri leluasa menyampaikan unek-unek
Dewiq datang ditemani dokter Ryan 30 menit kemudian. Mereka meminta semua yang ada di kamar untuk keluar segera agar memberi ruang leluasa bagi nakes dan pasien."Sangat sakit, Kay?" tanya Dewiq ketika menempelkan stetoskop di dada menantunya. Kayshan mengangguk, kelopak matanya masih mengatup rapat. "Kayaknya obat itu nggak berguna, Bu," ujarnya sambil meringis menahan sakit.Direktur Hermana itu menelusuri bagian tubuh bagian atas Kayshan, dimulai dari bekas sayatan hingga ke pinggang. Dia juga meminta Kay bernapas panjang dan mengembuskan perlahan.Dewiq melirik pada dokter Ryan. Raut wajah dokter muda itu pun terlihat cemas. Dewiq terdiam membatin, semoga apa yang ada dalam pikiran masing-masing tidak benar adanya.Ibu Farhana ini lantas meminta dokter Ryan untuk menyuntikkan obat pereda nyeri dalam bentuk cair, seperti yang dikonsumsi Kayshan selama ini. "Ke rumah sakit, ya. Ibu harus memastikan sesuatu," ucap Dewiq pelan. Dia bersiap bangun dari sisi ranjang dan membereskan pe