Butuh beberapa menit baginya untuk kembali tenang. Hana menarik napas panjang lalu mulai bangun dan menyelesaikan makan."Huuft!" Senyum malu-malu itu masih tampak di wajah manis Farhana.Dia menopang dagu, mengunyah pelan makanan seraya membayangkan bila mereka saling bertatapan nanti. Jemarinya sesekali menutup mata sambil terkekeh-kekeh. Dia juga mengetukkan ujung garpu ke atas trolli, sembari menggigit bibirnya gemas. Hana sedang melambung tinggi. Dia tak mengira bahwa Kayshan bersedia belajar membuka hati untuknya setelah beberapa bulan bersama. Kesabaran akhirnya berbuah manis.Sisa hari pun dilalui mereka seperti biasa. Tak saling jumpa dan sapa. Hanya saja, kali ini Kayshan banyak melakukan sesuatu untuk istrinya itu.Setiap kali Farhana keluar kamar sekadar mengambil minum atau sesuatu, sesering itulah Kay memberinya kejutan. Entah buket coklat, pashmina dan glove senada, gamis bahkan sepatu. Dia membelikan semua kebutuhan bagi sang nyonya yang akan pergi ke sebuah negara.
"Aku ikut." Kayshan lagi-lagi mengulas senyum manis sampai gigi putihnya terlihat. Binar mata Farhana meredup, suaminya sedang pemulihan pasca sakit. Dia tak rela bila Kay memaksakan diri menemani dan harus menahan kesakitan sementara dirinya bersenang-senang. Sang CEO lalu berdiri disamping Hana. Dia menunjukkan chatnya dengan dokter Richard. Pun obrolan dengan Kamala juga Ahmad untuk meminta doa untuk mereka."Jadi?" cicit Hana, tak berani melihat paras suaminya yang hampir menempeli pipi."Honeymoon dimulai," bisik Kayshan sukses membuat istrinya merona. Secepat kilat dia membubuhkan kecupan di pipi Farhana. "Ayo!" Blush! Hana diam menunduk malu.Jemarinya ditarik pelan oleh Kay. Saat Murni hendak memberikan sesuatu pada sang nyonya, Kayshan menampiknya. Pandangan sang CEO menajam untuk si asisten. Dia tahu Murni bekerja pada siapa. Selama ini Kay diam karena sedang mengumpulkan bukti.Tapi, kali ini dia tidak akan membiarkan orang itu bertindak seenaknya pada Hana. Kay berniat
"Bukan, Ma." Kemal menjawab pelan sambil menunduk. "Itu Mehru," lanjutnya masih di posisi yang sama.Kamala menepuk lembut bahu Kemal dua kali sebelum berlalu pergi. Dia paham mengapa anak itu bersikap demikian. Penyebabnya adalah cinta dan pemujaan. Kemal membiarkan Kamala pergi. Dia kagum pada wanita ini, di usia senjanya masih sangat bugar dan cantik. Beliau juga sabar menghadapi Kayshan.Tapi, satu hal yang mengganjal batin Kemal. Beliau belum bersedia menutup aurat. "Ma, hijrah, yuk," lirihnya menatap sayu punggung Kamala yang menjauh."Mama tahu nggak, kalau watak anak-anak mama itu hanya setia pada satu wanita. Seperti mama ... begitupun kedua abangku," gumam sang pria muda. Dia lalu berbalik badan melanjutkan menuju section di sana.Kemal bergelut dengan berbagai jenis pekerjaan yang mulai membuatnya penat. Pria muda itu bahkan sering lupa minum sehingga menyebabkan pinggangnya sakit.Dia baru sadar, bekerja di balik meja membutuhkan tenaga dan konsentrasi penuh. Sesuatu yang
Hana mendengar pintu kamarnya dibuka. Dia panik, lalu mengunci pintu kamar mandi agar Kayshan tak melihatnya berpakaian seperti ini."Hana?!" panggil Kay mencari istrinya saat melihat ruangan kosong. Dia berjalan ke balkon kamar. "Sayang?" Sang nyonya buru-buru memakai bathrobe yang menggantung di toilet lalu diam-diam keluar dari sana.Rasanya dia sudah bergegas menyambar gamis tidurnya dari atas ranjang, tapi kenapa Kayshan tiba-tiba muncul dan malah berhasil menahan bajunya itu.Kayshan menggoda dengan terus menarik bajunya hingga Hana mendekat. Dia penasaran, daritadi ngapain di kamar mandi jika baru ganti baju sekarang."Lepasin," rengek Hana. Dia sudah berusaha menahan tarikan Kay, tapi tenaganya kalah kuat. Hana pun terhuyung ke depan sampai membentur tubuh suaminya.Kay menahan pinggangnya, dia menyingkirkan rambut Hana yang menutupi bahu sehingga tali lingerie itu terlihat."Pakai apa, sih?" godanya lagi pura-pura tak paham."Ish, diem. Sana sana!" Farhana buru-buru merapatk
"Morning, Sayang," suara Kayshan terdengar malas saat menarik pinggang istrinya yang menjauh. "Pagi ... Abang, alarm ponselku nggak bunyi, telat subuhan, nih." Farhana menyingkirkan lengan Kayshan yang melingkari pinggangnya lalu gegas bangun."Bukan nggak bunyi, kita tidur pules banget," bisik Kayshan ikut beringsut saat Hana hendak turun. Wanita itu mengelak ketika Kay akan menjamahnya lagi. Dia buru-buru menuju kamar mandi.Saat melepas lingerie hijau tua yang dia kenakan. Hana melihat kulit putih mulusnya kini dihiasi bercak pink di beberapa titik. Dia menggigit bibir, baru tahu wujud jejak kecupan di permukaan kulitnya. Jemari lentik itu meraba pelan, kuatir menimbulkan rasa nyeri ketika disentuh. Tapi, ternyata tidak.Justru ingatan panas semalam kembali melintas saat dia menelusuri satu per satu jejak tersebut. Farhana buru-buru menggelengkan kepala, meski senyum malu-malunya muncul.Dia gegas membersihkan tubuh dan bersuci lalu keluar dari sana.Ketika hendak menghampar saja
"No? Kenapa?" Suara Farhan ikut terdengar panik di seberang.Farhana memindahkan ponselnya ke telinga kiri agar lebih leluasa. "Pa-aarr, A-abang demam. Aku dah ngompres, pasang selang oksigen dan minumin obat dari ibu ... ta-tappi kok, A-abang nggak mau buka mata," jelas Hana terbata, sambil berjalan mondar mandir dan menggigiti kuku tangannya.Farhan menarik napas panjang. Ibunya telah berpesan bahwa Kayshan kini ada dalam pengawasan Dewiq langsung. Obat yang diberikan saat ini hanya sebagai penunda sakit dan pereda nyeri karena permintaan khusus Kayshan pada Dewiq sebelum pergi ke Skotlandia dengan Hana.Farhan tak dapat jujur tentang kondisi iparnya itu sebab Farhana pasti kebingungan di sana. Dewiq pun tidak mengatakan secara rinci sehingga dia terbatas menyampaikan informasi untuk kembarannya."No, Abang masih napas, nggak?" tanyanya konyol.Farhana mengerutkan keningnya yang mulus. Sekilas menilik dari balkon, pergerakan dada Kayshan apakah masih turun naik. "Ya masih, lah.""
"Jangan pergi kemana-mana lagi, Bang," lirih Kemal yang baru usai menggantikan Farhan mengisi kajian. "Jaga sendiri istrimu, aku belum tentu sanggup menyenangkan hatinya," sambung sang pria muda sembari memakai sandalnya. Kemal berjalan pelan menghampiri kerumunan pria di halaman rumah pribadi sang Yai. Dia menyalimi guru sekaligus pemilik Tazkiya tour tempatnya bernaung sebagai muthowif.Pandangan pun beralih pada Kayshan yang memberikan senyum lesu saat melihat Kemal meminta salim. Adiknya ini selalu saja santun meski dia kerap menyakitinya."Lagi di sini, Dek," tanya Kay lemah disela isakan halus Hana yang masih mendekapnya."Iya. Pulang tiap weekend, Bang," jawab Kemal pelan. Dia ikut pilu mendengar rintihan Hana sekaligus cemas melihat rupa pucat kakak beda ibunya ini. "Ke rumah sakit, Bang, ayo," ajak Kemal sangat lirih.Kayshan mengangguk, tubuhnya setengah melayang, jika tidak didekap erat Farhana, mungkin dia sudah pingsan.Ambulance khusus milik Tazkiya sudah siap terparkir
Farhan sedang bersiap menuju rumah sakit ketika Farhana berlari kecil ke arahnya. Dia langsung duduk di kursi depan padahal kembarannya itu masih membersihkan interior mobil."No, keluar dulu. Nggak bakal ditinggal," pinta Farhan, menowel pundak Farhana."Ogah!" sungutnya masih kesal. "Ayo, Paarr! Udah dua jam nih," rengeknya menarik lengan kemeja Farhan agar gegas berangkat.Dokter muda itu berdecak sebal. Dia terpaksa meletakkan penyedot debu portablenya dan bersiap duduk di belakang kemudi.Kala baru menekan tombol starter, ponsel Farhan berdering. "Ya?" ["Ajak Nana segera ke sini!"] ujar seseorang di ujung telepon."Ada sesuatu?" tanya Farhan ragu-ragu tapi mencoba bersikap tenang sebab Farhana memelototinya.["Lekas!"] sentaknya membuat Farhan menjauhkan gawai itu dari telinga."Oke, oke. Meluncur!" Klik. Farhana memutar posisi duduknya menghadap Farhan. Dia meminta penjelasan tentang telepon tadi."Kemoooonn!" Farhan tak memedulikan tatapan menusuk Hana. Dia berpura-pura tak