Kayshan yang sedang men-zoom foto tersebut, gegas berlari ke sumber suara. Dia menduga sesuatu jatuh di kamar Farhana.Benar saja, rupanya Farhana berusaha berdiri. Mungkin dia akan ke kamar mandi, tapi tubuhnya membentur lemari dan menimbulkan suara gaduh.Kayshan mendekat, meraih pundak Farhana dan mulai memapahnya menuju toilet. Namun, geliat halus sang nyonya membuat Kayshan terheran."Hand off!" lirih Farhana, menepis rangkulan lengan Kayshan di bahunya. (Jangan menyentuhku)"Nanti kamu jatuh," balas sang suami pelan karena matanya mulai berdenyut mengantuk, tapi berusaha ditahannya.Farhana berhenti, susah payah berdiri merambati dinding sambil menarik tiang infus. "Stay away!" ketusnya lagi, meminta Kayshan menjauh.Kay mengalah, dia mengangkat kedua tangan ke atas tapi tak meninggalkan istrinya begitu saja.Lelaki itu setia berdiri di depan pintu kamar mandi. Entah mengapa dia melakukan ini, yang jelas hatinya ketar-ketir. Dia masih ngeri membayangkan bila Farhana bakal nekat
Farhana memastikan lagi isi pesan tersebut. Dia lalu membuka aplikasi hitam berlogo not nada, yang menjadi penyambung komunikasi mereka selama ini."Wa alaikumussalam. Saya akan kirimkan sampel produk sebelum menerima pesanan Anda. Mohon sertakan alamat lengkap. Terima kasih." Hana mengetik pesan untuk admin Argasatya.["Oke. Untuk memudahkan Nona Khanza, ahsan-lebih baik dititipkan di lobby apartemen saja. Nanti staf kami yang akan mengambil produknya."] Farhana mengernyit heran, sepertinya Argasatya enggan membagi lokasi toko offline mereka. Dia sedang tak ingin berpikir keras, maka langsung menyetujui usulan tadi."Oke." Tiada balasan lagi dari Argasatya setelah itu. Namun, Farhana mulai mencurigai seseorang. Merasa ingin memastikan sesuatu, dia menggulir koleksi unggahan video di berandanya. Lima menit kemudian, dia menepuk jidatnya sendiri. Senyam senyum menertawai kebodohannya. "Kamu ke ge-er an, Nana. Dia pasti scroll sampe bawah dan nemu VT lama waktu awal-awal merajut ata
Keduanya terlelap di sofa hingga jelang subuh. Ketika membuka mata, Farhana melihat Kayshan tidur nyenyak di atas pangkuan.Inginnya bertahan seperti iitu hingga Kay bangun, tapi otaknya memerintahkan untuk segera bangkit dan mandi."Maaf, badanku sudah lengket," kata Farhana pelan. Dia beringsut perlahan, menggeser kepala Kayshan agar tak lagi menumpu pahanya.Jika kondisi hatinya masih normal seperti saat awal-awal pernikahan, mungkin Farhana akan mudah luluh melihat sikap manis Kayshan. Kejadian kemarin sontak mengubah itu semua.Farhana masih belum bisa memaafkan Kayshan yang telah membuat Ahmad rela merendahkan diri, mengemis izin darinya. Bagi Hana, itu sebuah penghinaan. Setelah memastikan Kay tidak terbangun, Hana kembali menuju pantry. Dia memungut botol minum dari atas lantai, dan mengambil makanan tambahan dari kulkas. Hari ini, dia bertekad takkan menampakkan diri.Kayshan bangun tepat alarm azan subuh berbunyi. Dia celingukan mencari Farhana. Ponsel milik gadis itu pun m
"Ke depan, Bos," jawab Gery sambil mengacungkan telunjuk ke arah ruang tamu.Kayshan menapaki anak tangga terakhir sembari berkata, "Ikut aku!" Dia menuju ruang kerja dan meminta Murni mengantarkan sarapan ke sana.Gery duduk di sofa berhadapan dengan sang pimpinan. Wajah Kayshan terlihat kusut pagi ini, bahkan dasinya belum tersimpul rapi.Lelaki itu tak bicara sebelum kopi yang Murni antarkan habis. Gery pun enggan bertanya, otaknya sedang merangkai jawaban akurat bila Kayshan menyalahkan dirinya perihal persiapan kejutan kemarin."Menurutmu, aku harus melakukan apalagi?" tanya Kayshan tiba-tiba."...." Gery hanya diam, pertanyaan itu merupakan kalimat menggantung baginya."Hana sepertinya muak denganku." Kay menjelaskan maksud ucapan tadi. "Kukira dia pemaaf," keluhnya bernada lemas.Gery menghela napas. "Sabar aja, Bos. Mungkin effort Anda belum begitu besar," jujur sang asisten.Kayshan lantas mencoba menghubungi Farhana lewat ponsel yang biasa mereka gunakan untuk berkomunikasi.
Kayshan lagi-lagi melihat ke arah jendela. Sesekali melirik jam tangannya. Otak sang CEO tengah berperang antara gengsi dan kesegeraan. Dia harus membawa Farhana ke Malaysia esok sore karena rangkaian kegiatan telah disiapkan untuknya. Semata agar Kayshan yakin bahwa dia tak merusak wanita alim itu.Bisa saja dia meminta mereka ke Indonesia atau melakukan medical test domestik. Tapi, Kayshan takut informasinya bocor mengingat keluarga Farhana adalah praktisi kesehatan dan pemilik rumah sakit elit. Sesama nakes tentu saling mengenal bukan? Pikirnya.Dalam kebingungan itu, dia menggulir daftar kontak. Ingin menginformasikan pada seseorang agar menangguhkan jadwal jika sore ini upayanya belum berhasil.Namun, tanpa dia sengaja tiba-tiba jemari Kayshan menekan satu kontak di ponselnya. Dia gelagapan, ingin memutus panggilan tapi malah langsung tersambung."Assalamualaikum, Kay?" Mendengar suara di seberang, Kayshan menelan ludah. Dia berdehem sebab suaranya mendadak berat."Ehhemm ... w
Farhana bangun menuju sisi ranjang. Ada dua notifikasi pesan dari aplikasi berlogo not nada itu. Dia membuka akun milik Argasatya lebih dulu.Admin mengabarkan bahwa kardus berisi syal sebanyak 25 buah yang dititipkan di lobby, telah mereka terima. Sisa pembayaran pun sudah dilunasi oleh si owner, lengkap dengan bukti resinya."Alhamdulillah kalau cocok. Semoga manfaat untuk mereka yang sedang ibadah," ujarnya. Farhana bersyukur, pelan-pelan dunia barunya mulai menghasilkan pundi uang. Dia betul-betul tak menduga karena semua berawal dari keidealisan dan kepepet."Lumayan buat modal bikin VT jelang lebaran," kekeh Hana saat melihat total fee selama ngonten yang dia simpan di bank online.Setelah itu, dia mulai beralih pada pesan lainnya. Netra sipitnya kian mengecil karena kedua sudut bibir Farhana melengkung senyum, saat membaca sebaris tulisan di sana.Dia mendekap ponselnya di dada seraya menengadah dan memejam. Seakan tengah mengucap syukur, bahwa ada jalan lain untuk kembali be
Tampak dalam foto itu, Kayshan tengah terbaring di ranjang pasien. Tidak ada peralatan medis yang fatal di sana. Meski begitu, Farhana tetap kuatir.Kelopak mata bulat Gauri mengerjap, seakan menunggu validasi dari sang bibi bahwa dirinya tidak bohong. "Am i right, isn't?" Farhana melempar senyum, dia menowel gemas pipi Gauri. "Iya, Nana percaya," ujarnya dihadiahi senyum ompong gadis cilik. "Daddy sakit apa?" Gauri lalu duduk di sisi Farhana, manik matanya mendelik ke atas seakan mengisyaratkan dia tengah berpikir keras."Lama, ih!" cebik Hana terkekeh kecil melihat tingkah bocah gendut ini."Ini Nana ... sakit ini, heart," jawab Gauri sambil menempel-lepaskan tangannya di dada kiri beberapa kali."Jantung?" tebak Farhana mulai serius. Gadis tengil itu menggeleng sambil cengengesan. "No! tebak lagi," pintanya. Pipi tomat Gauri ikut menggembung membuat Farhana mencubitnya gemas."Entah, Nana nggak tahu. Nyerah deh."Gauri mulai mengayunkan kedua kakinya sambil duduk bergoyang ke k
"Kita pulang, oke?" bisik Kayshan lembut sembari mengusap punggung istrinya. Farhana mengangguk pelan meskipun masih tersedu dalam pelukan Kay. "Ayo." Kayshan mengalah, izin undur diri dari ruangan dokter mereka. Dia berjanji akan datang kembali di lain waktu apabila Farhana sudah lebih tenang.Lelaki itu mengajak bangkit, lalu menyeka air mata dari pipi Farhana dan menggenggam jemarinya. Pasangan Ghazwan lantas keluar ruangan diantar oleh dokter mereka.Keduanya sama bungkam hingga tiba di apartemen. Sang CEO memilih berganti baju sebelum bicara dengan Hana yang langsung menelungkup di sofa.Beberapa menit berlalu, lelaki itu menghampiri Farhana dan duduk di pangkal sofa. Dia menarik napas panjang sebelum bicara."Hana," sebut Kayshan pelan. Dia melirik wanita yang masih setia membenamkan wajahnya di bantal. "Demi kebaikanmu, bagaimana kalau kita su--"Farhana mendadak bangun, mendelik ke arah Kayshan. "Su apa? Sudahi status?" cecarnya dengan suara sumbang. "Setelah apa yang Abang l