Share

Bab 5. Basah-basahan

Bara mengabaikan teriakan dan tawa adiknya, atau tatapan dingin ayahnya. Matanya menyipit penuh peringatan ke arah Tisa yang terus menempel hingga membongkar jika mereka tak tidur seranjang semalam. “Menyingkirlah!” bisiknya di antara gemertak giginya.

“Gak mau, Om!” Gadis itu menggeleng imut. Dia bahkan tak malu menarik wajah Bara dan mengecupnya di depan adik ipar, serta ayah mertuanya. “Ini hukuman buat Om karena udah ninggalin Tisa semalam,” sambungnya dengan mata menyipit.

Tangan Bara mengepal di dalam saku celananya dan jangan lupakan juga tatapan sedingin kutub Utara ditujukan pada sang istri.

Tisa mengabaikan tatapan membunuh dari Bara. Dia dengan semangat menarik tangan suaminya untuk duduk di kursi yang sengaja disiapkan, tepat berada di samping gadis itu.

“Em, Om Suami mau makan apa? Biar Tisa ambilkan.” Gadis itu sudah memegang piring dan bersiap menyendok nasi untuk Bara, tetapi pria itu justru menolaknya.

“Aku bisa ambil sendiri,” katanya datar.

“No, no, no!” Tisa menggeleng hingga rambut ekor kudanya ikut bergoyang, sesuai intensitas gerakannya. “Sebagai seorang istri, Tisa ingin melayani Om Suami dengan sepenuh hati,” katanya sedih, berharap jika dengan gak itu suami mengizinkannya.

“Bara!”

Bara melirik ke arah ayahnya. Pria itu tahu jika ayahnya pasti marah padanya. Akhirnya, dia menghela napas pasrah. Memberikan kembali piring itu pada Tisa.

Bibir Tisa melengkung membentuk kurva senyum yang indah. “Makasih ya, Om Suami. Om, ganteng, deh,” pujinya sambil mencolek dagu Bara.

Bara mengatupkan bibirnya, menahan geram lantaran Tisa semakin kurang ajar padanya, dan itu membuat harga dirinya terluka. “Awas aja, aku gak akan pernah melepaskan kamu, Bocah!” batinnya.

Bara menatap ke depan. Pada saat itu juga, dia melihat Danandra tengah tersenyum menyeringai. Rahangnya mengetat dengan tangan mengepal di bawah meja. “Sial!” umpat Bara dalam hati.

Setelah acara sarapan pagi yang menyebalkan bagi Bara selesai. Kini, dirinya kembali terkurung di dalam kamar bersama istrinya. Itu semua adalah ide dari Ayahnya.

Katanya, mereka harus mengobrol untuk saling mengenal satu sama lain, supaya chemistry seorang suami-istri makin terjalin. “Cih!” Bara berdecih muak saat membayangkan jika dia harus mengurusi seorang bocah.

Dia lantas berdiri dengan satu tangan masuk ke dalam saku celana, berjalan menuju balkon untuk menghubungi seseorang. Akan tetapi, langkahnya yang baru tiga langkah terinterupsi akan teriakan dari arah kamar mandi.

“Om, tolongin Tisa!” Tiba-tiba, gadis itu berlari ke arah Bara. Wajahnya sudah basah dan panik.

Bara melihat penampilan Tisa yang terlihat seperti ayam kecebur got. Dress berwarna putih itu kini menempel pada kulit istrinya. Belum lagi dalaman warna hitam itu nyeplak dan membuat libidonya seketika naik.

“Shit!” umpat Bara, memalingkan wajah. “Apa yang kamu lakukan, Bocah? Dan, apa kamu gak tau jika kita ini berada di rumah, bukan di kolam renang? Huh!” teriaknya kemudian.

“Iih, Om tuh daripada sibuk ngomel-ngomel mulu, lebih baik bantuin Tisa.’’ Tisa menyeret tangan Bara hingga mereka berada di depan pintu kamar mandi. “Itu, kerannya bocor, Om!” Tangannya menunjuk ke arah dalam.

Bara hendak mengomeli gadis itu, tetapi gagal. Tisa justru mepet-mepet dirinya karena air cipratan dari kran itu menyembur ke arah mereka. Baju yang dikenakannya pun ikutan basah.

“Sabar, Bar! Ingat, itu di depan bukan siapa-siapa. Anggap aja kamu lagi bantuin bocah ingusan yang kecebur got. Abaikan lekuk tubuh bocah itu! Kamu gak boleh terpedaya, apalagi terpesona dengan bocah sableng ini!” batin Bara memperingati.

Bara lalu menarik napas dalam-dalam, membuangnya hingga beberapa kali.

“Om!” Tisa menggoyangkan lengan Bara tak sabar. “Om, tuh, lagi mikirin apa, sih? Kok, malah ngelamun?”

Bara menggerakkan rahangnya, berharap jika dia tak menggigit istri kecilnya itu. Dia menatap Tisa dengan bibir mengatup. “Bagaimana bisa keran ini patah? Dan, kamu tuh baru sehari di sini. Tapi, kenapa kamu udah ngerusakin barang-barangku? Huh!”

Bibir Tisa mengerucut tak mau disalahkan. “Mana Tisa tahu, Om. Tadi itu Tisa cuman mau cuci tangan, eh, tiba-tiba krannya patah sendiri,” ceritanya, “mungkin, emang udah waktunya ganti kali, Om!”

“Yakh!” teriak Bara kelepasan.

Tisa mengkerut.

Bara menyugar rambutnya kesal. Dia menjauhkan diri dari Tisa. Bisa jadi perkedel itu bocah, kalau mepetin dia terus. “Sabar Bara, sabar! Kamu gak boleh marah-marah. Nanti, ketampananmu bisa berkurang!” gumamnya.

Meladeni kelakuan istri kecilnya yang aneh bin ajaib, ternyata benar-benar merepotkan seorang Bara. Ini baru satu hari mereka menikah, tetapi ada saja kelakuan Tisa yang membuatnya naik darah.

“Sekarang gimana, Om?” Tiba-tiba, Tisa sudah berdiri di dekatnya lagi. Menarik baju bagian ujung suaminya. Tatapannya seperti anak kucing yang minta dikasih makan.

Bara hampir terpedaya, tetapi langsung dienyahkan. “Menurut kamu, apa saya harus pergi keluar, dan panggil tukang buat benerin itu kran?” tanyanya di antara gigi bergemeletuk.

“Iya, dong, Om.” Tisa menjawabnya tanpa ragu.

“Oh my God!” Kepala Bara hampir meledak. “Berani sekali kamu menyuruh seorang CEO buat manggil tukang?

Apa nyawamu banyak? Huh!”

Tisa berjengit kaget. Dia mundur dengan bibir yang mendumel.

“Kamu pikir, kamu siapa nyuruh-nyuruh aku buat benerin kran itu?” tanya Bara lagi.

Tisa melirik keberadaan suaminya. Baju pria itu sudah basah, sama seperti dirinya. “Tapi, baju Tisa ‘kan basah, Om! G-gak mungkin–”

“Diam gak kamu?!” Bara berteriak. Deru napasnya memburu. Matanya berkilat marah menatap sang istri. “Sekali lagi kamu ngomong lagi, aku gak segan membuangmu ke tempat sampah!” Sambil berjalan menghentak, Bara meninggalkan Tisa.

“Apa susahnya, sih, bilang gak mau bantuin? Orang, kok, senengnya marah-marah mulu. Nanti, giliran kena stroke aja nyalahin Tisa!” Sambil melepaskan baju, Tisa mendumel. Menyisakan dalamannya saja. Namun, suara dari arah pintu membuatnya menjerit kaget.

“O-om–” Tisa langsung menyilangkan kedua tangannya, menutupi bagian yang tak seharusnya dilihat oleh orang lain. Tapi, percuma. “Om, tuh ngapain balik lagi, sih?”

Bara sudah melihatnya. Pria itu bahkan sedari tadi berdiri diam tanpa mengalihkan pandangan. Tubuh gadis itu kini sudah terpampang nyata di hadapannya. Putih, dan seksi. Tiba-tiba, sesuatu di dalam dirinya terasa sesak. “Sial!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status