Siang ini, Bara masih berada di kamar. Pria itu terlihat sibuk dengan laptop dan kacamata bacanya, sementara sesekali ekor matanya melirik ke arah ranjang di mana sang istri masih terlelap. Luka di tangan dan kakinya sudah dibersihkan oleh dokter. Jadi, tidak akan ada infeksi atas semacamnya.Tiba-tiba, suara ketukan pintu dari luar yang disusul dengan panggilan dari seseorang membuat Bara mendongak. “Masuk!” ucap Bara mempersilahkan. “Permisi, Tuan. Ini saya Oji!”Bara yang sedari tadi menunggui istrinya segera berjalan menuju sofa. Jika dulu kamar tidurnya akan bebas terlihat dari pintu, kini sudah ada sekat yang terbuat dari bambu sehingga orang tidak akan bisa melihat keadaan atas ranjang.Jangan tanyakan ini usul siapa? Sudah jelas Tisalah pelakunya. Kenapa Bara tidak menolak? Atau, kenapa ia mau-mau saja menuruti kemauan istri kecilnya itu? Alasannya, Tisa dilindungi oh Sanjaya, ayahnya sendiri. Coba bagaimana itu? Bara jelas kalah telak dari Tisa. Mau berdebat pun percuma.U
Tubuh Bara langsung berbalik dan matanya menatap tajam Tisa. “Atas dasar apa aku harus menggendongmu? Hm!” Tangannya masih di dalam saku celana ketika menemukan wajah istrinya yang tampak cemberut.“Tisa gak mungkin ngesot dong, Om, ke ruang makan,” jawabnya cerdik.Bibir Bara menyeringai, kemudian menyahutnya tak kalah sinis. “Bermimpi saja untuk bisa digendong olehku!” “O-om! Yakh, bagaimana bisa kamu meninggalkanku dengan kondisi seperti ini? O-om….”Bara langsung menutup kamarnya dan berjalan menuju ke ruang makan dengan seringainya. Ia sudah kembali ke setelan pabrik yang cuek dan dingin. Kakinya melangkah dengan santai menuju ruang makan. Namun, ketika berbelok, ia berpapasan dengan adiknya. “Bang, apa benar Tisa terluka? Kok, bisa? Emang lo apain, sih? Jadi laki gak usah jahat bisa gak, sih, Bang?” Andra terdengar panik. Adiknya bahkan hendak menyusup ke belakang tubuhnya sebelum ia menghentikan.“Apa lagi, sih, Ndra? Lagian, kalau kamu gak tau apa-apa mending diem aja, deh!”
Gadis itu mencoba berdiri sambil berpegangan pada meja dan tersenyum ke arah sang suami. “Tisa udah selesai kok, Om.” “Tapi, makananmu belum habis, Sayang!” Itu suara Sanjaya. Pria tua itu kemudian menatap Bara sambil menggelengkan kepala. "Apa kamu gak bisa nungguin istrimu selesai makan, Nak?"Bata hendak menyahuti, tetapi suara istrinya sudah lebih dulu menginterupsi. Ia pun akhirnya diam saja."Tis Audah kenyang beneran kok, Yah." ujarnya sambil menatap ayah mertuanya dengan tangan mengusap perut. “Tadi, sebelum ke sini, Tisa udah ngemil, Yah,” akunya dusta.Sejak bangun tidur, gadis itu langsung ke kamar mandi. Jadi, mana sempat ngemil. Salahkan saja tampang rupawan suaminya ketika terlelap, sungguh menggoda iman.“Kalau begitu biar nanti Ayah minta bibi buat mengantarkan cemilan ke kamar kalian.” Sanjaya mempersilakan. “Bara, hati-hati bawa menantu Ayah!”Bibir Tisa seketika mengulas senyum lebar. “Makasih. Ayah yang terbaik!” Ia mengacungkan kedua ibu jarinya, tetapi setelah i
Cantika Gisella Agung adalah nama seorang perempuan yang masih bertakhta di dalam hatinya. Ia adalah mantan, sekaligus cinta pertama Bara waktu usia mereka beranjak dewasa. Wanita itu jugalah yang membuatnya rela melakukan apa pun, asal bisa bersamanya. Akan tetapi, mereka harus putus karena sebuah konflik antar keluarga. Ayah Bara tidak merestui hubungan mereka karena keluarga Cantika adalah saingan bisnis keluarga Sanjaya. Pertentangan itu tentu saja membuatnya terpuruk.Bara sempat memperjuangkan Cantika, tetapi wanita itu justru memilih mundur, dan pergi meninggalkannya untuk bertunangan dengan pria lain–Gumi Putra Handoyo– seorang CEO. Setelah kabar pertunangan mereka, Bara tak lagi mendengar kabar apa pun lagi tentang Cantika. Lebih tepatnya, ia yang menutup akses dari segala hal yang berkaitan tentang wanita tersebut. Sudah cukup luka yang ditorehkan oleh wanita itu, Bara tak sanggup lagi jika harus bertemu kembali dengannya.Se
“Tisa pengin jalan-jalan. Boleh?”“Huh!”Tisa menggeser posisi berdirinya menjadi di samping sang suami. Namun, tiba-tiba tangannya ditarik hingga ia menjadi duduk di pangkuan Bara. “O-om?” Gadis itu kaget. “Apaan, sih?” Tangannya refleks menyentuh wajahnya yang merona malu. Apalagi ketika tangan besar itu memeluk pinggangnya mesra. Lalu, tatapan yang terarah lurus ke dalam bola matanya. Tisa semakin malu hingga jadi salah tingkah sendiri.“Bicaralah di sini,” bisik Bara dengan suara terdengar melunak. Ditambah, tangan itu mulai membelai surai Tisa lembut. Dalam hati Tisa menjerit, “please, jangan buat dirinya menggila dengan perlakuan manismu, Om!”Sungguh, gadis kecil itu mulai menggila hanya mendapati sikap Bara yang manis. Padahal, selama ini si pria tua yang jarak usianya hampir 2 kali lipat dari umurnya selalu bersikap ketus, bahkan kejam. Namun, hari ini ia melihat jelas perubahan yang cukup signifikan sehingga membuat jantungnya cenat-cenut.Dengan sedikit ragu, tangan Tisa
“Apa, sih?” Bara yang masih mengantuk sampai harus membuka paksa matanya karena keributan yang dibuat oleh sang istri. “Aku masih ngantuk, Bocah!” dumelnya.Tisa tidak peduli. Gadis itu segera mendorong tubuh Bara hingga pria tersebut hampir jatuh.“Tisa!” teriak Bara tanpa bisa dicegah. Pria itu begitu terkejut sehingga membuatnya berteriak. “Apa kamu gila? Aku hampir jatuh, tau gak, sih?”Bibir Tisa digigitnya. “Maaf, Om. Ta–pi, tadi ….” “Tadi apa? Aish!” Bara mengacak rambutnya kesal. Ia kemudian membuka selimut yang sedari tadi menutupi bagian bawah tubuhnya. “Argh …!” teriak Tisa heboh sambil menutup kedua bola matanya. “Om, pornografi!” sambungnya lagi.Bara kemudian melihat ke arah Tisa dengan kening mengernyit. Wajahnya tampak bosan. “Kau pun sudah pernah merasakannya, Bocah. Jadi, gak usah bertingkah kek perawan, deh!”“Tapi, Tisa kan malu, Om. Mana pernah Tisa ngeliat punya orang lain,” bela Tisa dengan sedikit gugup. “Terus, siapa yang semalam malah minta nambah? Hah!” B
“Om, apa Tisa jelek?”“Pertanyaan macam apa itu?” Sambil mendorong tubuh si istri, Bara mulai masuk ke dalam kamar. Dia baru saja pulang kerja, tetapi sudah ditodong pertanyaan yang semua orang tahu jawabannya. “Kamu cantik, seksi, dan membuatku kelojotan jika tak melihatmu sehari!” Ingin sekali Bara mengatakan itu, tetapi dia tak ingin membuat gadis itu besar kepala. Jadi, hanya bisa di dalam hati.“Kok, Om malah cuekin Tisa, sih?” Tiba-tiba, Gadis itu sudah berdiri di depan Bara sambil merentangkan kedua tangan. Dia memasang wajah cemberut karena merasa diabaikan oleh sang suami. “Apa Om Bara lagi capek, ya?”Embusan napas berat baru saja terembus dari hidung Bara. Ia melihat ke arah Tisa yang bertingkah seperti bocah kehabisan daya. “Nggak ada orang kerja yang nggak capek. Kamu kenapa?” tanyanya balik.Tisa terus mengikuti apa yang dilakukan oleh Bara, bahkan ketika sang suami duduk di sofa pun tetap diikuti. Kini, dengan tak tahu dirinya dia membiarkan kepala bersandar di bahu sa
Tanpa banyak bicara, Bara langsung menutup pintu kemudian melangkahkan kaki menuju ranjang. Dalam hati dia mengumpat akan sikap pelupanya yang mulai akut, apalagi jika menyangkut akan gadis yang baru saja dilepas ikatannya.“Misi!”“Yakh!” Bara langsung terjungkal karena Tisa langsung lari terbirit menuju kamar mandi. Ia yang masih shock sampai menatap kepergian sang istri dengan kedua mata membelalak.“Apa dia baru saja mendorongku?”tanyanya kaget. “Dan, bagaimana bisa itu bocah larinya gesit banget? Kancil kali diam yah?” Sambil menggelengkan kepala, Bara pun bangun dari posisi duduknya. Tidak lupa ia menepuk bagian belakang tubuhnya, takut jika ada kotoran yang menempel di celana.“Untung itu bocah udah kabur, kalau belum udah aku pites dia!” dumel Bara. “Bukannya makasih, malah main nyelonong aja. Lagian, emang dipikir aku ini pintu apa? Main dorong. Huh, dasar bocil!”Bara terlihat menarik napas, kemudian membuangnya lewat mulut. Sepertinya hari ini ia begitu banyak mendapatkan c