“Tisa pengin jalan-jalan. Boleh?”“Huh!”Tisa menggeser posisi berdirinya menjadi di samping sang suami. Namun, tiba-tiba tangannya ditarik hingga ia menjadi duduk di pangkuan Bara. “O-om?” Gadis itu kaget. “Apaan, sih?” Tangannya refleks menyentuh wajahnya yang merona malu. Apalagi ketika tangan besar itu memeluk pinggangnya mesra. Lalu, tatapan yang terarah lurus ke dalam bola matanya. Tisa semakin malu hingga jadi salah tingkah sendiri.“Bicaralah di sini,” bisik Bara dengan suara terdengar melunak. Ditambah, tangan itu mulai membelai surai Tisa lembut. Dalam hati Tisa menjerit, “please, jangan buat dirinya menggila dengan perlakuan manismu, Om!”Sungguh, gadis kecil itu mulai menggila hanya mendapati sikap Bara yang manis. Padahal, selama ini si pria tua yang jarak usianya hampir 2 kali lipat dari umurnya selalu bersikap ketus, bahkan kejam. Namun, hari ini ia melihat jelas perubahan yang cukup signifikan sehingga membuat jantungnya cenat-cenut.Dengan sedikit ragu, tangan Tisa
“Apa, sih?” Bara yang masih mengantuk sampai harus membuka paksa matanya karena keributan yang dibuat oleh sang istri. “Aku masih ngantuk, Bocah!” dumelnya.Tisa tidak peduli. Gadis itu segera mendorong tubuh Bara hingga pria tersebut hampir jatuh.“Tisa!” teriak Bara tanpa bisa dicegah. Pria itu begitu terkejut sehingga membuatnya berteriak. “Apa kamu gila? Aku hampir jatuh, tau gak, sih?”Bibir Tisa digigitnya. “Maaf, Om. Ta–pi, tadi ….” “Tadi apa? Aish!” Bara mengacak rambutnya kesal. Ia kemudian membuka selimut yang sedari tadi menutupi bagian bawah tubuhnya. “Argh …!” teriak Tisa heboh sambil menutup kedua bola matanya. “Om, pornografi!” sambungnya lagi.Bara kemudian melihat ke arah Tisa dengan kening mengernyit. Wajahnya tampak bosan. “Kau pun sudah pernah merasakannya, Bocah. Jadi, gak usah bertingkah kek perawan, deh!”“Tapi, Tisa kan malu, Om. Mana pernah Tisa ngeliat punya orang lain,” bela Tisa dengan sedikit gugup. “Terus, siapa yang semalam malah minta nambah? Hah!” B
“Om, apa Tisa jelek?”“Pertanyaan macam apa itu?” Sambil mendorong tubuh si istri, Bara mulai masuk ke dalam kamar. Dia baru saja pulang kerja, tetapi sudah ditodong pertanyaan yang semua orang tahu jawabannya. “Kamu cantik, seksi, dan membuatku kelojotan jika tak melihatmu sehari!” Ingin sekali Bara mengatakan itu, tetapi dia tak ingin membuat gadis itu besar kepala. Jadi, hanya bisa di dalam hati.“Kok, Om malah cuekin Tisa, sih?” Tiba-tiba, Gadis itu sudah berdiri di depan Bara sambil merentangkan kedua tangan. Dia memasang wajah cemberut karena merasa diabaikan oleh sang suami. “Apa Om Bara lagi capek, ya?”Embusan napas berat baru saja terembus dari hidung Bara. Ia melihat ke arah Tisa yang bertingkah seperti bocah kehabisan daya. “Nggak ada orang kerja yang nggak capek. Kamu kenapa?” tanyanya balik.Tisa terus mengikuti apa yang dilakukan oleh Bara, bahkan ketika sang suami duduk di sofa pun tetap diikuti. Kini, dengan tak tahu dirinya dia membiarkan kepala bersandar di bahu sa
Tanpa banyak bicara, Bara langsung menutup pintu kemudian melangkahkan kaki menuju ranjang. Dalam hati dia mengumpat akan sikap pelupanya yang mulai akut, apalagi jika menyangkut akan gadis yang baru saja dilepas ikatannya.“Misi!”“Yakh!” Bara langsung terjungkal karena Tisa langsung lari terbirit menuju kamar mandi. Ia yang masih shock sampai menatap kepergian sang istri dengan kedua mata membelalak.“Apa dia baru saja mendorongku?”tanyanya kaget. “Dan, bagaimana bisa itu bocah larinya gesit banget? Kancil kali diam yah?” Sambil menggelengkan kepala, Bara pun bangun dari posisi duduknya. Tidak lupa ia menepuk bagian belakang tubuhnya, takut jika ada kotoran yang menempel di celana.“Untung itu bocah udah kabur, kalau belum udah aku pites dia!” dumel Bara. “Bukannya makasih, malah main nyelonong aja. Lagian, emang dipikir aku ini pintu apa? Main dorong. Huh, dasar bocil!”Bara terlihat menarik napas, kemudian membuangnya lewat mulut. Sepertinya hari ini ia begitu banyak mendapatkan c
“Ma–af!” Bara langsung menarik tubuhnya sendiri tanpa berniat menolong Tisa. Dia berdiri dengan canggung hingga tak berani menatap sang istri. “Se–baiknya aku kembali ke ruang kerjaku. Ka–mu, kalau udah ngantuk, em, bisa langsung tidur saja!” Pria tampan itu segera berjalan dengan langkah lebar menuju ruang kerjanya. Sesampainya di dalam, Bara langsung menguncinya. Tatapannya begitu gamang seolah apa yang baru saja terjadi cukup membuatnya terganggu. “Aish! Bagaimana bisa aku bertingkah seperti ABG labil yang baru nyipok perempuan. Sial! Dasar mulut Ogeb!” Bara menepuk bibirnya sendiri. “Ngapain sih pake acara jatuh segala tadi. Kan, jadi repot sekarang!”Sementara itu di luar, tepatnya di kamar pasutri masih tampak Tisa terlentang pasrah di atas ranjang. Gadis itu sadar, tetapi mulutnya seolah terkunci rapat. Mungkin, bibirnya masih keluar hanya untuk bicara.“Apa kami baru saja berciuman?” tanyanya dengan mata menerawang. Tidak lama setelahnya semburat langsung mewarnai kedua pipi
“Bastian? Siapa?” tanya balik Tisa. Gadis itu mengerjap bingung sambil menatap sang suami. Sementara wajah Bara terlihat bosan. Dia mengira, Tisa sedang akting. Akan tetapi, pria tersebut bukanlah orang bodoh yang bisa saja dikibuli orang lain. “Kamu gak usah bikin aku kesel, deh. Siapa itu Bastian?” tanyanya mulai ngegas.Gadis itu mengerucutkan bibir. “Tapi, Tisa emang gak tau siapa Bastian, Om.” “Terus, kenapa dia nyariin kamu? Huh!” Habis sudah kesabaran Bara. Akhirnya, dia mengungkapkan apa yang membuat hati kesal. “Itu orang bahkan berani menatapku tajam dan mengiraku seorang pedofil. Apa kamu tidak tahu itu?”Tisa menutup telinganya karena teriakan sang suami. Setelah itu, dia menatap sang suami dengan tangan menunjuk pada diri sendiri. “Sumoah demi apa pun, Om, kalau Tida gak kenal sama Bastian!” ujarnya keras kepala.“Ah, sudahlah. Emang capek ngomong sama bocil kayak kamu!” Bara muak, lalu pergi meninggalkan sang istri. Dia butuh mandi untuk mendinginkan kepalanya yang ham
“Ada apa dengan rambut kalian?” tanya Andra ketika melihat kakak, serta iparnya saling diam. Mereka sedang makan malam, tetapi si kepala keluarga absen karena tidak enak badan. Jadi, di ruangan besar itu hanya diisi oleh 3 orang, Bara, Tisa, dan Andra. “Apa jangan-jangan kalian baru saja melakukan yang–” Andra dengan sengaja menggantungkan pertanyaannya kepada Bara. Kedua alisnya dinaik turunkan untuk menggoda Kakak, serta iparnya. “Bawel banget, sih, kamu! Udah, makan-makan aja, nggak usah ngurusin kami!” Bara terdengar menyahut ketus. Dia melirik ke arah sang istri yang ada di sampingnya.“Yaelah, Bang Bara kayak gitu amat, sih, sama adiknya sendiri. Kan, aku nanya baik-baik, kok, malah dijawab ketus.” Andra semakin semangat menggoda Bara. “Aku bilang makan ya, makan!” “Aih, pelit banget, sih. Ya, udah, deh. Aku mau nanya sama kakak iparku saja yang cantik?” Andra menyeringai ketika melihat reaksi Bara yang memelototinya. “Why? Kenapa ngeliatin aku kayak gitu, Bang?”Tisa sendi
“Ka–mu siapa?” Tisa menengadahkan wajahnya ke arah dua orang perempuan berpakaian sedikit kurang bahan, celana pendek sejengkal di bawah pinggul, lalu atasan model crop top .Salah satu perempuan bernama Sari segera melambaikan tangan ke arah Tisa. “Oh, hai, Dek. Apa Kakak boleh kenalan sama abangmu?” tanyanya sambil tersenyum lebar.“Abang?” Tisa mengalihkan pandangan ke arah kanan dan kiri, lalu ke belakang. Namun, tidak ada orang lain selain Bara Langit Sanjaya yang kini juga tengah melihatnya. Dia segera menatap perempuan itu lagi. “Maaf, Mbak. Tapi, Tisa gak punya Abang,” jawabnya kemudian.“Loh. Terus yang ada di samping kamu siapa, Dek? Kan, gak mungkin ayah kamu, kan?”“Apa? Ayah?” Kali ini Bara yang bereaksi. Pria itu bahkan sampai berdiri dan menatap perempuan itu dengan sengit. “Huh, yang bener aja, ya, kalau ngomong. Lagian, siapa juga yang mau kenalan sama situ. Pergi sana!” usirnya cepat. “Sayang, ayo kita pulang! Aku udah gak mau di sini lagi!”“Eh?” Walaupun bingung, t