“Ka–mu siapa?” Tisa menengadahkan wajahnya ke arah dua orang perempuan berpakaian sedikit kurang bahan, celana pendek sejengkal di bawah pinggul, lalu atasan model crop top .Salah satu perempuan bernama Sari segera melambaikan tangan ke arah Tisa. “Oh, hai, Dek. Apa Kakak boleh kenalan sama abangmu?” tanyanya sambil tersenyum lebar.“Abang?” Tisa mengalihkan pandangan ke arah kanan dan kiri, lalu ke belakang. Namun, tidak ada orang lain selain Bara Langit Sanjaya yang kini juga tengah melihatnya. Dia segera menatap perempuan itu lagi. “Maaf, Mbak. Tapi, Tisa gak punya Abang,” jawabnya kemudian.“Loh. Terus yang ada di samping kamu siapa, Dek? Kan, gak mungkin ayah kamu, kan?”“Apa? Ayah?” Kali ini Bara yang bereaksi. Pria itu bahkan sampai berdiri dan menatap perempuan itu dengan sengit. “Huh, yang bener aja, ya, kalau ngomong. Lagian, siapa juga yang mau kenalan sama situ. Pergi sana!” usirnya cepat. “Sayang, ayo kita pulang! Aku udah gak mau di sini lagi!”“Eh?” Walaupun bingung, t
“Ini semua gara-gara kamu, Bocah!”“Loh, kok Tisa, sih?”“Kalau kamu gak ngebosenin tidurnya, aku gak bakalan kesiangan, Bocah!” “Tapi–”“Udah, gak usah tapi-tapian! Mending kamu bantu aku buat nyiapin baju dn lainnya!” titah Bara.Pagi ini, Tisa harus berbesar hati karena lagi-lagi kena omel Bara. Kesalahannya sepele, dia lupa membangunkan sang suami. “Padahal, kan, Om Bara sendiri yang meluk Tisa erat banget. Kenapa malah sekarang jadi nyalahin Tisa? Dasar, Om menyebalkan,” dumel gadis itu sambil beranjak menuju lemari.Menyiapkan semua keperluan suami, walau bibirnya tak henti menggerutu. Setelah siap, ia pun berjalan menuju jendela dan menggeser hordengnya agar ada cahaya yang masuk ke kamar mereka.“Mana pakaianku, Bocah?” Bara bertanya tepat di belakang tubuhnya Tisa.“Ish! Ngagetin aja, sih O– ups!” Tisa langsung memalingkan wajah sambil mengutuk bibirnya yang hampir keceplosan. “Yeah, ini anak malah melengos. Mana bajuku?” tanya Bara dengan bersedekah di depan dada.“Itu, ad
“Huhuhu, kenapa susah banget, sih, jadi konten kreator. Masa Tisa harus kayak badut Pancoran dulu biar terkenal. Ogah! Mau taruh di mana ini muka?” Tisa menghentakkan kakinya kesal di antara duduknya.Bibirnya masih manyun lantaran melihat bagaimana perkembangan akun YT dan sosial media lainnya yang berkembang seperti siput. Padahal, dia sudah menggunakan trik seperti yang diarahkan oleh para suhu. Namun, hasilnya masih saja nihil.Sungguh mengecewakan hingga ingin menyerah.“Ckckck, ternyata lebih enak kerja langsung, daripada ribet bikin konten beginian,” keluhnya sambil menelungkupkan wajah di atas meja. “Apa aku menyerah saja, yah?”Sudah hampir sebulan dia berkutat dalam dunia konten, dunia yang baru bagi gadis tersebut. Selama ini, Tisa berkutat di balik media sosial, alias kerja serabutan, apa saja yang penting bisa menghasilkan uang. Namun, tidak sebagai wanita panggilan dan sejenisnya. Tisa memilih capek otot daripada harus menanggung banyak dosa. Akan tetapi, setelah menjad
Tisa menyeringai. “Jika Mas gak mau maka jangan salahkan Tisa, kalau melemparkan sutil ini ke muka Mas Bara!” Gadis itu seolah tak takut dengan sang suami. Suruh siapa mengganggunya. “Sok! Silakan!” Bara balas menantang balik. Dia bahkan dengan sengaja menyodorkan wajahnya ke depan sang istri. “Mana? Gak berani kan, kamu?”Mulut Tisa menganga lebar tatkala peringatan darinya sama sekali tidak mempan kepada sang suami. Justru, dirinya yang gelagapan karena disodori wajah mulus dan tampan milik Bara Langit Sanjaya. Entah kenapa, Tisa merasa lemah sekarang, bahkan jantungnya langsung dugun-dugun tidak jelas. Gadis itu ingin melihat ke arah lain, tetapi pemandangan di depan terlalu indah untuk diabaikan. Bara balas menyeringai ketika menyadari gadis di depannya tak berkutik, bahkan kini tengah menatapnya, bukan, tetapi meneliti wajahnya, mungkin. “Apa aku terlalu tampan? Hm!” Niatnya, Bara ingin menggoda Tisa. Namun, siapa sangka jika jarak bibir mereka yang terlalu dekat, justru memb
Tisa tidak pernah merasa segugup ini ketika memasak. Selama ini, ia selalu masak sendiri di rumah pamannya. Bibi, bahkan Ratna tidak pernah ikut andil. Yang mereka lakukan hanya memerintah dan memerintah saja. Akan tetapi, kini Tisa harus dihantui oleh seseorang yang selama ini diketahui sebagai suaminya–Bara langit Sanjaya. Pria tampan dan super kece yanh lagi sakit itu, justru merecokinya.Bagaimana tidak, sedari tadi tangan pria itu terus memeluk perutnya dari belakang. Ditambah, dagu Bara yang diletakkan di atas bahunya seenak jidat. “Mas, bisa lepasin dulu gak? Ini Tisa mau ngambil sendok sayur di situ,” keluh gadis itu sambil menunjuk ke arah pojok kitchen set.Bara tak menjawab, tetapi pria itu justru melangkahkan kakinya tanpa melepaskan pelukan di perut rata sang istri menuju tempat sendok kuah berada. “Ini,” ujarnya pada Tisa.Wajah Tisa langsung berubah datar. “Oh, Makasih,” jawabnya tak berselera.“Hem, sama-sama.”Tisa hampir saja mendengkus jika tak ingat keberadaan Ba
“Jadi apa yang mau kamu bicarakan?” Bara kini membawa Tisa ke kamar, tepatnya di balkon. Karena dia tidak mau ada orang lain menguping pembicaraan mereka. Ya, walaupun di rumah sedang tidak ada siapapun, termasuk Andra adiknya. Namun, waspada tetap harus dilakukan.Tisa menggeser posisi duduknya hingga menjadi menghadap sang suami. Dia beberapa kali terlihat gugup hingga harus menelan ludah berkali-kali. Entah kenapa, pembawaan Bara yang tenang membuat gadis itu segan untuk jujur. Tisa menggeleng dengan pemikirnanya barusan. Dia harus bicara. Ini smeua juga demi kebaikan mereka. “Mas,” panggilnya.“Iya.”“Em ….” Ditatapnya wajah Bara, tetapi keberanian itu langsung lenyap tatkala manik kelam sang suami sedang memperhatikannya. “Ah, Tisa gak bisa.”“Loh, kamu kenapa, Tisa?” Bara kebingungan melihat istrinya yang tidak jadi bicara seolah gadis itu tengah bergulat dengan dirinya sendiri. “Hei, Tisa. Are you ok?”Tisa sama sekali tidak mendengar panggilan dari Bara. Dia justru sibuk men
“Hahh, akhirnya gue balik juga ke tanah air, Dra. Gila, kangen banget gue,” tutur wanita bernama Cantika Giselle Agung. Mantan kekasih, sekaligus cinta pertama Bara Langit Sanjaya. Wanita itu baru saja mendarat di jakarta setelah sekian jam di pesawat. Perjalanan dari Belanda ke Indonesia sama sekali tidak membuatnya mengalami jet-lag. Bibirnya justru terus mengembangkan senyum lebar tatkala seseorang yang selama ini dirindukannya akan segera ditemui.“Kangen siapa, nih?” Andra menyeringai melihat Cantika yang sama sekali tak berubah, justru makin cantik. “Abang gue, atau siapa?” Dia menaik-turunkan kedua alisnya, menggoda si wanita.Cantika tersenyum kecil. “Sial! Gak usah bahas itu, deh. Lagian, lo pasti lebih tahu siapa yang gue maksud.”Andra menyandarkan punggungnya sambil menopang satu kaki, lalu tatapan terarah pada mantan kekasih Bara. “Tapi, gue yakin abang gue pasti bakalan marah ngeliat lo, Can.”Wanita itu menghela napas ketika mendengar tanggapan Andra. Tangannya kini be
“Ini mata gue yang rada-rada, atau emang istrinya si Bara ini masih bocah?” Cantika yang malam ini datang mengenakan dress panjang dengan belahan di belakang gaunnya bertanya pada Andra.“Enggak, kok. Mata lo tuh benar. Emang istrinya si Bara itu masih bocah.” Andra menyeringai, lalu mendekatkan wajahnya ke samping telinga Cantika. “Lo bayangin aja, usia mereka itu terpaut hampir setengahnya,” bisiknya kemudian. “Really?” Cantika tidak bisa menutupi keterkejutannya. “Wah, tapi nggak nyangka selera seorang bara sekarang sangat-sangat di luar nalar. Setahu gue parah lebih senang diayomi daripada mengayomi. Lo tau sendiri kan gimana dia dulu sama gue?”Andra bukannya membalas ucapan dari Cantika pria itu justru tampak sedang terpesona oleh kecantikan Tisa. “Gila, cantik banget tuh bocah malam ini.”“Huh! Ngomong apa lu barusan?” Cantika yang tidak terlalu mendengar suara dari Andra kemudian menolehkan wajahnya. Andra gelagapan. Dia menggaruk belakang kepala karena hampir saja ketahuan
“Bagaimana ini?” Pada saat Tisa kebingungan, dia lalu menemukan pengawal pribadinya. Dia pun melambaikan tangannya ke arah Ricky.Tanpa disuruh dia kali, pemuda yang bernama Ricky itu berjalan ke arahnya dan menunduk hormat. “Ada yang bisa saya bantu, Nona?”“Bisa tolong kamu bawa Basta dulu? Saya ada urusan,” beritahunya.Ricky yang memang mengenal jelas siapa pria yang kini tengah memeluk kaki Nona Mudanya mengangguk patuh. “Baik, Nona.” Setelah Basta dibawa pergi oleh Ricky, Tisa pun memegang bahu yang ternyata bergetar milik suaminya. Dia yang sudah sangat merindukan suaminya tentu merasa bersedih dan tidak tega. “Bangunlah, Mas, sebaiknya kita cari tempat untuk bicara!” putus Tisa kemudian. Tisa kurang nyaman jika harus menjadi perhatian banyak orang. Bara mengangguk, lalu berdiri. Dia langsung membawa tangan mereka dalam satu tautan hangat yang sudah sekian lama tak dia daoatkan. “Biarkan begini ya, Sayang?” tanyanya den
“Arghh!” Tiba-tiba, Bara merasa sakit di bagian perut. Dia meringis sambil meremas baju bagian bawah dengan badan membungkuk. “Yah, ndak papa?” Panggilan cadel dan sedikit tak jelas, serta usapan di bagian punggung membuat Bara menengadahkan wajahnya sambil menahan sakit. Dengan terengah, ia memaksakan bibirnya tersenyum ketika menemukan ekspresi cemas di wajah batita tersebut. “Makasih, Sayang. Karena kamu, Om sudah jauh lebih baik,” kilahnya tak ingin membuat khawatir. Dia lalu menegakkan badan kemudian mengusap puncak kepala Basta. Biarlah dia yang sakit, tanpa perlu ada yang tahu sebenarnya.“Ndak!” Basta menggelengnkeras kepala. “Yah, Atit?” Wajah anak kecil masih saja khawatir. “Acuk, yu, Yah … alem!” ajaknya kemudian.Bara sempat tidak mengerti maksud ucapan Basta. Namun, dia sadar ketika tangannya terus ditarik oleh anak kecil tersebut. “Apa kamu mengajak Om masuk ke dalam?” tanyanya bodoh.“Hem! Cuk, yuk, Ya
“Jika boleh meminta, Bara ingin mengejarnya. Tapi, Bara juga gak mau egois, Yah!” Pria itu tampak merenung.“Ckckck! Pantas saja menantuku milih kabur daripada tetap bertahan denganmu,” cibir Sanjaya pada anaknya.“Yah!” Bara terlihat merengek.Sanjaya menghela napas, lalu menepuk bahu sang anak. “Apa kau tahu jika Tisa itu sangat mencintaimu?”Bara mengangguk ragu. “Entahlah, Yah.”Sanjaya yang gemas pada Bara lalu menempeleng kepala putranya. “Badan besar, umur tua, emang gak menjamin,” cibirnya pedas, “intinya, kamu itu terlalu banyak berpikir yang tidak-tidak tentangnya. Sampai kau melupakan hal yang sesungguhnya, Nak!”“Jadi, maksud Ayah, prasangka Bara selama ini salah?”“Hem. Jadi, kau akan tetapi diam saja? Atau, kamu emang gak mau kembali pada menantuku?” Sanjaya menatap putranya dengan serius.Bara menggeleng. Tekadnya sekarang makin kuat untuk tetap mendapatkan kata maaf dari Tisa. “Bara akan mel
“Sayang, kamu di mana? Aku kangen sama kamu!” Bara menatap pigura foto pernikahan mereka dengan tatapan merindu. Badannya juga tak sesegar dulu, bahkan dia menjadi malas hanya sekedar memotong jambang. Semenjak empat tahun lalu, tepatnya ketika sang istri kabur dari rumah Dia memutuskan untuk tinggal di apartemen, sendirian. Semua dilakukan untuk ketenangan hati serta batinnya. Jika di rumah, kepalanya penuh.“Pulanglah, Baby! Aku minta maaf karena sudah bodoh melukai gadis yang benar-benar tulus mencintaiku. Mungkin jika saat itu aku tidak termakan kecemburuanku, mendengarkan dulu penjelasan mu, kamu pasti masih berada di sisiku,” gumamnya seorang diri.Kini, dia menyesal, sangat-sangat menyesal. Andai bisa memutar waktu, Bara tidak ingin gegabah dan mencari tahu dulu tentang mereka berdua. Bukan malah main tuduh dan mabuk hingga melampiaskan kekesalannya pada hal yang salah.Akan tetapi, nasi sudah menjadi bubur. Sanjaya bahkan sampai menghajar
Tisa merasa gelisah di tempat tidurnya. Berkali-kali dia berusaha untuk memejamkan mata, tetapi selalu tidak bisa. Akhirnya, dia menyerah dan menatap jam dinding di mana sudah menunjukkan pukul 1 dini hari. Namun, sisi ranjang di sampingnya belum juga terisi.“Sebenarnya kamu ke mana, sih, Mas? Kenapa kamu belum pulang juga? Apa karena kamu masih kesal kepadaku?” Wajahnya berubah sendu dan tidak bersemangat. Dalam kegelisahannya, dia duduk sambil bersandar. Tisa ingin menyusul sang suami, tetapi dia tidak tahu keberadaan Bara. Telepon pun sedari tadi tidak diangkat. Membuat hatinya semakin was-was, takut terjadi apa-apa dengan sang suami. “Tapi, aku juga nggak bisa hanya berdiam diri seperti ini terus,” katanya sambil berpikir keras. “Iya, aku harus cari Mas Bara kemanapun dia berada!” Tekadnya kuat. Gadis itu pun bangun dari ranjang untuk mengganti piyamanya dengan celana jeans, serta kaos pendek yang dilapisi dengan jaket. Dia bukan gadi
“Apa-apaan bocah itu?” Bara hendak turun, tetapi tangannya langsung mengepal karena melihat si pemuda dengan sekonyong-konyong menarik tubuh Tisa ke dalam pelukan. “Bajigur!”Wajah Bara langsung melengos dan tidak mau menatap ke arah dua muda-mudi itu. Dia mengepalkan tangan karena kecewa pada sang istri. Tidak semestinya Tisa bermesraan dengan orang lain. Apalagi, ada dirinya sekarang.“Tuan, Nona sedang ke sini,” beritahu si supir.“Hem.”Badan memilih diam saja ketika pintu geser terbuka bahkan suara pekikan dari sang istri pun tidak diindahkan. Bayangan ketika sang istri berpelukan dengan pria lain membuat emosinya mendidih. “Mas Bara beneran jemput Tisa?” Suara bernada riang itu langsung menembus gendang telinga Bara. “Makasih, Mas,” sambungnya sambil memeluknya. Akan tetapi, Bara tidak membalas pelukan sang istri. Dia justru terlihat cuek dan lebih memilih untuk melihat tabnya. “Aku kan emang udah janji untuk menjemputmu. Jadi, aku pasti datang,” jawabnya sambil lalu.Sepertin
“Maaf,” jeda Bara dengan tatapan bersalah. “Tadi pagi begitu buru-buru karena ada panggilan urgent. Jadi, aku gak bisa nganter kamu. Masalah telpon dan chat kamu, ponselku tertinggal di dalam mobil, sedangkan aku sibuk meeting dengan klien jadi gak tahu kamu menghubungiku,” jelasnya satu persatu.“Dan kamu itu berharga, Sayang, lebih dari yang kamu kira. Justru, aku yang merasa denial di sisimu.” Kepala pria itu tertunduk. “Kamu cantik, pintar, dan masih muda, sedangkan aku?” “Mas, kenapa bicara seperti itu?” Tisa merangsek ke dalam pelukan suaminya. “Justru, kamu itu adalah suami idaman banget. Kamu kaya, tampan, mapan, dan aku hanyalah seorang gadis biasa yang tidak memiliki kelebihan apa pun. Lagi pula ….”“Lagipula kenapa, Baby?” Tangan Bara menarik dagu istrinya hingga mereka saling bertatapan. “Katakan!”Tisa menghela napas tentang pemikirannya beberapa hari ini. Dia begitu terganggu dengan ketidakhadiran sang suami di dekatnya, juga termasuk masalah status mereka. Anggap saja
“Ratna?” “Iya, ini aku Ratna. Saudara kamu.”Tisa menatap anak dari paman dan bibinya dengan raut senang. Mereka pun berpelukan saking bahagianya. Namun, mereka tahu jika tempat yang sedang mereka kunjungi tidak boleh berisik. Alhasil, dia mengajak Ratna untuk duduk di rooftop mall.Mereka berdua tampak begitu senang satu sama lain. Walaupun paman dan bibinya suka menindas ya, tetapi bagi Tisa, Ratna adalah saudara sekaligus teman yang baik. Huhungan dua gadis muda itu juga tidak ada masalah, kecuali waktu kabur itu.“Gimana kabar kamu, Rat? Kita udah lama banget, loh, gak ketemu,” celetuk Tisa sambil melihat wajah Ratan yang kini terlihat kurus. “Apa mereka masih senang memaksakan kehendaknya?”“Ya, gini, deh.” Ratna menjawab ambigu. Tisa tahu bagaimana orang tua Ratna membesarkan sang anak. Mereka yang terobsesi memiliki anak yang pintar dan mendapatkan jodoh orang kaya, menuntut si anak untuk belajar dan belajar. Tidak heran jika dulu Ratna memilih kabur ketika akan dijodohkan d
Tisa diajak Zaki untuk mengobrol berdua di halaman belakang kampus. Gadis itu sedikit horor sebenarnya karena tempat tersebut jarang dilewati oleh mahasiswa lain. Jika nanti dirinya diapa-apakan? Tisa bergidik ngeri sendiri memikirkannya. Lagian, tidak mungkin orang sepintar dan setampan Abdulah Zaki melakukan hal tak berperikemanusiaan. Tisa yang sudah bosan segera menghela napas. “Jadi, apa yang sebenarnya Kakak mau tanyakan pada Tisa?” “Sa, apa benar kamu sudah menikah?” “Eh? Oh, itu.” Tisa sempat terdiam untuk beberapa saat, tetapi setelah itu tersenyum. Dia menjadi teringat bagaimana posesifnya Bara semalam hingga mengirimkan sebuah kata-kata yang akan memukul mundur si rival. Kelakuan suaminya memang kadang tidak ingat umur. Sudah tua, tetapi kadang masih cemburuan seperti ABG labil.“Jika Tisa bilang iya, apa Kak Zaki akan mundur?” Akhirnya, dia memilih jujur. Toh, Bara juga sudah mengungkap statusnya pada kakak seniornya. Jadi, berbohong pun terasa percuma.“Jadi benar,