Tisa tidak pernah merasa segugup ini ketika memasak. Selama ini, ia selalu masak sendiri di rumah pamannya. Bibi, bahkan Ratna tidak pernah ikut andil. Yang mereka lakukan hanya memerintah dan memerintah saja. Akan tetapi, kini Tisa harus dihantui oleh seseorang yang selama ini diketahui sebagai suaminya–Bara langit Sanjaya. Pria tampan dan super kece yanh lagi sakit itu, justru merecokinya.Bagaimana tidak, sedari tadi tangan pria itu terus memeluk perutnya dari belakang. Ditambah, dagu Bara yang diletakkan di atas bahunya seenak jidat. “Mas, bisa lepasin dulu gak? Ini Tisa mau ngambil sendok sayur di situ,” keluh gadis itu sambil menunjuk ke arah pojok kitchen set.Bara tak menjawab, tetapi pria itu justru melangkahkan kakinya tanpa melepaskan pelukan di perut rata sang istri menuju tempat sendok kuah berada. “Ini,” ujarnya pada Tisa.Wajah Tisa langsung berubah datar. “Oh, Makasih,” jawabnya tak berselera.“Hem, sama-sama.”Tisa hampir saja mendengkus jika tak ingat keberadaan Ba
“Jadi apa yang mau kamu bicarakan?” Bara kini membawa Tisa ke kamar, tepatnya di balkon. Karena dia tidak mau ada orang lain menguping pembicaraan mereka. Ya, walaupun di rumah sedang tidak ada siapapun, termasuk Andra adiknya. Namun, waspada tetap harus dilakukan.Tisa menggeser posisi duduknya hingga menjadi menghadap sang suami. Dia beberapa kali terlihat gugup hingga harus menelan ludah berkali-kali. Entah kenapa, pembawaan Bara yang tenang membuat gadis itu segan untuk jujur. Tisa menggeleng dengan pemikirnanya barusan. Dia harus bicara. Ini smeua juga demi kebaikan mereka. “Mas,” panggilnya.“Iya.”“Em ….” Ditatapnya wajah Bara, tetapi keberanian itu langsung lenyap tatkala manik kelam sang suami sedang memperhatikannya. “Ah, Tisa gak bisa.”“Loh, kamu kenapa, Tisa?” Bara kebingungan melihat istrinya yang tidak jadi bicara seolah gadis itu tengah bergulat dengan dirinya sendiri. “Hei, Tisa. Are you ok?”Tisa sama sekali tidak mendengar panggilan dari Bara. Dia justru sibuk men
“Hahh, akhirnya gue balik juga ke tanah air, Dra. Gila, kangen banget gue,” tutur wanita bernama Cantika Giselle Agung. Mantan kekasih, sekaligus cinta pertama Bara Langit Sanjaya. Wanita itu baru saja mendarat di jakarta setelah sekian jam di pesawat. Perjalanan dari Belanda ke Indonesia sama sekali tidak membuatnya mengalami jet-lag. Bibirnya justru terus mengembangkan senyum lebar tatkala seseorang yang selama ini dirindukannya akan segera ditemui.“Kangen siapa, nih?” Andra menyeringai melihat Cantika yang sama sekali tak berubah, justru makin cantik. “Abang gue, atau siapa?” Dia menaik-turunkan kedua alisnya, menggoda si wanita.Cantika tersenyum kecil. “Sial! Gak usah bahas itu, deh. Lagian, lo pasti lebih tahu siapa yang gue maksud.”Andra menyandarkan punggungnya sambil menopang satu kaki, lalu tatapan terarah pada mantan kekasih Bara. “Tapi, gue yakin abang gue pasti bakalan marah ngeliat lo, Can.”Wanita itu menghela napas ketika mendengar tanggapan Andra. Tangannya kini be
“Ini mata gue yang rada-rada, atau emang istrinya si Bara ini masih bocah?” Cantika yang malam ini datang mengenakan dress panjang dengan belahan di belakang gaunnya bertanya pada Andra.“Enggak, kok. Mata lo tuh benar. Emang istrinya si Bara itu masih bocah.” Andra menyeringai, lalu mendekatkan wajahnya ke samping telinga Cantika. “Lo bayangin aja, usia mereka itu terpaut hampir setengahnya,” bisiknya kemudian. “Really?” Cantika tidak bisa menutupi keterkejutannya. “Wah, tapi nggak nyangka selera seorang bara sekarang sangat-sangat di luar nalar. Setahu gue parah lebih senang diayomi daripada mengayomi. Lo tau sendiri kan gimana dia dulu sama gue?”Andra bukannya membalas ucapan dari Cantika pria itu justru tampak sedang terpesona oleh kecantikan Tisa. “Gila, cantik banget tuh bocah malam ini.”“Huh! Ngomong apa lu barusan?” Cantika yang tidak terlalu mendengar suara dari Andra kemudian menolehkan wajahnya. Andra gelagapan. Dia menggaruk belakang kepala karena hampir saja ketahuan
Pekikan Tisa ternyata mengundang banyak perhatian para tamu undangan. Gadis itu langsung berdiri dengan wajah dan bagian gaun depan basah terkena wine milik si Cantika.“Ups, sorry. Tangan gue kepeleset,” ucap Cantika dengan wajah menyebalkan.Tisa mengusap wajahnya dengan pelan, lalu menatap dingin sosok di depannya. “Apa yang Anda lakukan, Nona? Apa Anda sengaja melakukannya?”“Ah, bukankah tadi gue udah bilang, kalau tangan gue kepeleset. Jadi, lo gak usah ngeliatin gue kayak gitu, dong. Nanti yang lain bisa salah paham!” Cantika menatap Tisa dengan ekspresi menggurui. Wanita itu menaruh gelas bekas wine tadi di atas meja dengan ekspresi tak bersalah. Sungguh sangat menyebalkan. Tisa sudah hendak bicara, tetapi sosok suaminya lebih dulu datang di antara kerumunan. “Ada apa ini? Kenapa ramai-ramai?” Bara yang baru saja mengambil makanan untuk Tisa dibuat bingung lantaran istrinya tengah dikerubuti oleh banyak orang. Namun, setelah melihat siapa orang yang ada di depan sang istri,
Tisa memukul bahu suaminya pelan dengan wajah yang merona malu. Dia bukan tidak mau melayani suaminya sekarang, tetapi ada tamu bulanan yang menghadang. “Maaf, Mas. Tapi, Tisa lagi tanggal merah,” ujarnya dengan senyum bersalah.“Hah? Benarkah? Aish, kenapa kamu tidak bilang, Sayang?” Bara menguyel-nguyel pipi Tisa karena gemas. “Jadi, libur, nih?”Tisa mengangguk bersalah. “Maaf.”Bara tersenyum, lalu menepuk puncak kepala istrinya. “It's ok, Baby. Kalau gitu, kamu bersihkan diri dulu sebelum tidur.”“Mas mau ke mana?” Tisa yang melihat suaminya hendak pergi segera menahan lengan Bara.Bara kembali berdiri di depan istrinya yang masih betah duduk di ranjang. Ia menunduk untuk mengusap pipi si istri. “Mas harus bertemu ayah sebentar. Soalnya masih ada urusan. Kamu gak apa, kan, Mas tinggal?”Tisa mengangguk. “Tapi, jangan lama-lama, ya, Mas.” Dia menggoyangkan tautan tangan mereka.Bara yang gemas melihat tingkat Tisa tidak bisa untuk tergoda. Apalagi, gadis di depannya sudah dari ta
“Sayang.”Bara masuk ke dalam kamar, tetapi seseorang yang dicari ternyata sudah terlelap. Pria itu melihat ke arah jam dinding, pukul 11 malam. “Pantas aja dia udah tidur,” gumamnya.Kakinya lalu melangkah ke kamar mandi dengan satu setelan piyama di tangan. Badannya sudah menjerit minta direbahkan. Setelah cuci muka, gosok gigi, dan ganti baju, Bara ikut masuk ke dalam selimut yang sama dengan sang istri.“Good night, Baby!” Dikecupnya kening sang istri, lalu ikut terpejam dengan tangan memeluk erat tubuh Tisa.Keesokan paginya, Bara terbangun dengan sisi ranjang yang kosong. Matanya sibuk mencari keberadaan Tisa. Dia pun bangun sambil mengucek mata yang terasa panas. “Baby,” panggil Bara, “kamu di mana?”Hening.Tidak ada sahutan dari seseorang yang dicarinya membuat Bara memutuskan untuk berjalan menuju kamar mandi. Entah kenapa, semenjak hidup bersama dengan sang istri, kini ketika bangun tidur yang selalu dicari bukanlah ponsel atau tab, melainkan Tisa Ratu Ayu.Gadis berusia 1
“Aku?” Bara mengulang ucapan Tisa yang belum usai.Tisa melirik canggung ke arah Bara, si mertua, lalu adik iparnya. Sambil memainkan jari tangannya di bawah meja, gadis itu pun menjawab, “Tisa mau fokus buat kuliah dulu, Mas.”Bara menepuk jidatnya. “Astaga, bagaimana bisa aku lupa, kalau kamu harus kuliah, Baby?” Pria itu lalu menarik tangan sang istri dan memeluk pinggang Tisa yang sedang berdiri. “Maaf, Sayang. Aku hampir melupakan itu.”Tisa melirik malu melihat sikap manja Bara. Dia tersenyum sungkan pada mertua dan adik iparnya. “Gak apa-apa , Mas. Lagian, Tisa juga memang kemarin belum ngasih kepastian sama Mas Bara.”“Jadi, kamu setuju?” Tisa mengangguk yakin dibalas senyuman lebar sang suami. “Makasih, Baby.”“Uhuk-uhuk!” Andra dengan sengaja batuk hingga membuat pasangan suami-istri itu menoleh padanya. “Tolong dikondisikan ya, Bang, dan kakak ipar,” sindirnya.Bara justru makin mengeratkan pelukannya di tubuh Tisa. “Kondisi kami masih wajar, Ndra. Mungkin, hati kamunya a