“Hahh, akhirnya gue balik juga ke tanah air, Dra. Gila, kangen banget gue,” tutur wanita bernama Cantika Giselle Agung. Mantan kekasih, sekaligus cinta pertama Bara Langit Sanjaya. Wanita itu baru saja mendarat di jakarta setelah sekian jam di pesawat. Perjalanan dari Belanda ke Indonesia sama sekali tidak membuatnya mengalami jet-lag. Bibirnya justru terus mengembangkan senyum lebar tatkala seseorang yang selama ini dirindukannya akan segera ditemui.“Kangen siapa, nih?” Andra menyeringai melihat Cantika yang sama sekali tak berubah, justru makin cantik. “Abang gue, atau siapa?” Dia menaik-turunkan kedua alisnya, menggoda si wanita.Cantika tersenyum kecil. “Sial! Gak usah bahas itu, deh. Lagian, lo pasti lebih tahu siapa yang gue maksud.”Andra menyandarkan punggungnya sambil menopang satu kaki, lalu tatapan terarah pada mantan kekasih Bara. “Tapi, gue yakin abang gue pasti bakalan marah ngeliat lo, Can.”Wanita itu menghela napas ketika mendengar tanggapan Andra. Tangannya kini be
“Ini mata gue yang rada-rada, atau emang istrinya si Bara ini masih bocah?” Cantika yang malam ini datang mengenakan dress panjang dengan belahan di belakang gaunnya bertanya pada Andra.“Enggak, kok. Mata lo tuh benar. Emang istrinya si Bara itu masih bocah.” Andra menyeringai, lalu mendekatkan wajahnya ke samping telinga Cantika. “Lo bayangin aja, usia mereka itu terpaut hampir setengahnya,” bisiknya kemudian. “Really?” Cantika tidak bisa menutupi keterkejutannya. “Wah, tapi nggak nyangka selera seorang bara sekarang sangat-sangat di luar nalar. Setahu gue parah lebih senang diayomi daripada mengayomi. Lo tau sendiri kan gimana dia dulu sama gue?”Andra bukannya membalas ucapan dari Cantika pria itu justru tampak sedang terpesona oleh kecantikan Tisa. “Gila, cantik banget tuh bocah malam ini.”“Huh! Ngomong apa lu barusan?” Cantika yang tidak terlalu mendengar suara dari Andra kemudian menolehkan wajahnya. Andra gelagapan. Dia menggaruk belakang kepala karena hampir saja ketahuan
Pekikan Tisa ternyata mengundang banyak perhatian para tamu undangan. Gadis itu langsung berdiri dengan wajah dan bagian gaun depan basah terkena wine milik si Cantika.“Ups, sorry. Tangan gue kepeleset,” ucap Cantika dengan wajah menyebalkan.Tisa mengusap wajahnya dengan pelan, lalu menatap dingin sosok di depannya. “Apa yang Anda lakukan, Nona? Apa Anda sengaja melakukannya?”“Ah, bukankah tadi gue udah bilang, kalau tangan gue kepeleset. Jadi, lo gak usah ngeliatin gue kayak gitu, dong. Nanti yang lain bisa salah paham!” Cantika menatap Tisa dengan ekspresi menggurui. Wanita itu menaruh gelas bekas wine tadi di atas meja dengan ekspresi tak bersalah. Sungguh sangat menyebalkan. Tisa sudah hendak bicara, tetapi sosok suaminya lebih dulu datang di antara kerumunan. “Ada apa ini? Kenapa ramai-ramai?” Bara yang baru saja mengambil makanan untuk Tisa dibuat bingung lantaran istrinya tengah dikerubuti oleh banyak orang. Namun, setelah melihat siapa orang yang ada di depan sang istri,
Tisa memukul bahu suaminya pelan dengan wajah yang merona malu. Dia bukan tidak mau melayani suaminya sekarang, tetapi ada tamu bulanan yang menghadang. “Maaf, Mas. Tapi, Tisa lagi tanggal merah,” ujarnya dengan senyum bersalah.“Hah? Benarkah? Aish, kenapa kamu tidak bilang, Sayang?” Bara menguyel-nguyel pipi Tisa karena gemas. “Jadi, libur, nih?”Tisa mengangguk bersalah. “Maaf.”Bara tersenyum, lalu menepuk puncak kepala istrinya. “It's ok, Baby. Kalau gitu, kamu bersihkan diri dulu sebelum tidur.”“Mas mau ke mana?” Tisa yang melihat suaminya hendak pergi segera menahan lengan Bara.Bara kembali berdiri di depan istrinya yang masih betah duduk di ranjang. Ia menunduk untuk mengusap pipi si istri. “Mas harus bertemu ayah sebentar. Soalnya masih ada urusan. Kamu gak apa, kan, Mas tinggal?”Tisa mengangguk. “Tapi, jangan lama-lama, ya, Mas.” Dia menggoyangkan tautan tangan mereka.Bara yang gemas melihat tingkat Tisa tidak bisa untuk tergoda. Apalagi, gadis di depannya sudah dari ta
“Sayang.”Bara masuk ke dalam kamar, tetapi seseorang yang dicari ternyata sudah terlelap. Pria itu melihat ke arah jam dinding, pukul 11 malam. “Pantas aja dia udah tidur,” gumamnya.Kakinya lalu melangkah ke kamar mandi dengan satu setelan piyama di tangan. Badannya sudah menjerit minta direbahkan. Setelah cuci muka, gosok gigi, dan ganti baju, Bara ikut masuk ke dalam selimut yang sama dengan sang istri.“Good night, Baby!” Dikecupnya kening sang istri, lalu ikut terpejam dengan tangan memeluk erat tubuh Tisa.Keesokan paginya, Bara terbangun dengan sisi ranjang yang kosong. Matanya sibuk mencari keberadaan Tisa. Dia pun bangun sambil mengucek mata yang terasa panas. “Baby,” panggil Bara, “kamu di mana?”Hening.Tidak ada sahutan dari seseorang yang dicarinya membuat Bara memutuskan untuk berjalan menuju kamar mandi. Entah kenapa, semenjak hidup bersama dengan sang istri, kini ketika bangun tidur yang selalu dicari bukanlah ponsel atau tab, melainkan Tisa Ratu Ayu.Gadis berusia 1
“Aku?” Bara mengulang ucapan Tisa yang belum usai.Tisa melirik canggung ke arah Bara, si mertua, lalu adik iparnya. Sambil memainkan jari tangannya di bawah meja, gadis itu pun menjawab, “Tisa mau fokus buat kuliah dulu, Mas.”Bara menepuk jidatnya. “Astaga, bagaimana bisa aku lupa, kalau kamu harus kuliah, Baby?” Pria itu lalu menarik tangan sang istri dan memeluk pinggang Tisa yang sedang berdiri. “Maaf, Sayang. Aku hampir melupakan itu.”Tisa melirik malu melihat sikap manja Bara. Dia tersenyum sungkan pada mertua dan adik iparnya. “Gak apa-apa , Mas. Lagian, Tisa juga memang kemarin belum ngasih kepastian sama Mas Bara.”“Jadi, kamu setuju?” Tisa mengangguk yakin dibalas senyuman lebar sang suami. “Makasih, Baby.”“Uhuk-uhuk!” Andra dengan sengaja batuk hingga membuat pasangan suami-istri itu menoleh padanya. “Tolong dikondisikan ya, Bang, dan kakak ipar,” sindirnya.Bara justru makin mengeratkan pelukannya di tubuh Tisa. “Kondisi kami masih wajar, Ndra. Mungkin, hati kamunya a
“Lepas!”“Kamu kenapa, sih?” Cantika mulai kesal karena terus diabaikan. “Bukannya aku tadi udah bilang, kalau aku pengen sarapan bareng sama kamu!”Bara menatap datar wanita di depannya. “Dan saya tidak mau menemani Anda untuk sarapan bersama. Lagipula, saya sudah sarapan bersama istri dan keluarga saya. Permisi!” “Bara! Yakh!” Cantika berteriak. “Aish, kok gue malah ditinggalin gini, sih!” Kakinya dihentakkan, lalu setelah itu berlalu pergi dari lobi kantor Angkasa Group. “Jika bukan karena gue mau meeting sama klien, udah gue paksa itu Bara buat nemenin gue makan!”Sementara itu, Bara pergi menuju lift yang akan membawa ke ruangannya. Jujur, dia mulai terganggu dengan kehadiran Cantika. Jika boleh meminta, dia tidak ingin bertemu lagi dengan wanita tersebut. Bukan karena dia takut akan kembali jatuh hati dengan wanita tersebut, melainkan perasaan Tisa harus diperhatikan.Cantikalah yang membuat Bara menjadi sosok dingin, kejam seperti sekarang. Namun, itu dulu. Kini, sejak kehadir
Kejadian itu terjadi ketika Tisa masih duduk di bangku sekolah. Dia yang baru selesai pulang sekolah diajak oleh temannya–Nur– untuk ke taman. Tidak disangka jika ternyata di tempat tersebut sudah ada dua orang pemuda yang menunggu, mereka adalah Adi dan Wendy.Tisa yang memang tidak mengenal mereka bertanya pada Nur. “Kita ngapain ke sini, Nur? Dan, mereka itu siapa?” Gadis itu takut.“Udah kamu tenang aja. Mereka baik, kok.” Itu kata Nur.Mendengar itu membuat kekhawatiran Tisa berkurang. Gadis berusia 17 tahun itu pun segera berjalan beriringan dengan si teman. Ketika mereka sudah berdiri di depan dua pemuda itu, Nur pun menyenggol bahunya.“Kenapa, Nur?” tanya Tisa bingung.“Gak, Tis. Itu Adi katanya mau ada yang diomongin sama kamu.” Nur menunjuk ke arah pemuda yang memakai jaket berwarna hitam.“Oh.” Tisa pun mengangguk. Dia yang memang tidak mengetahui maksud dari Nur dan Adi, bertanya dengan santai. “Ada apa, yah, ini?”“Ha–i, Tisa.” Adi menyapa dengan salah tingkah. Pemuda it