Beranda / CEO / ISTRI KESAYANGAN OM BARA / Bab 2. Diperebutkan

Share

Bab 2. Diperebutkan

Seketika langkah Bara berhenti tepat di tengah lorong. Di belakang tubuhnya terdapat potret besar dirinya yang sedang memandang tajam. “Kau–”

Tisa menelan kasar dengan bulu kuduk meremang, apalagi setelah ditatap begitu dingin oleh Bara. Gadis itu berubah menjadi gugup. “A-apa Tisa salah ngomong, O-om?”

Bara menyeringai. Dengan cepat, ia mendorong Tisa hingga tubuh mungil itu terpojok di dinding. Hidungnya kembang kempis lantaran terus saja dipanggil ‘Om’ oleh budak kecil di hadapan.

“Apa kau cari mati, Bocah?” Kedua tangan besar dan berotot milik Bara, kini mengukung tubuh calon istri kecilnya. Ia bagaikan singa yang siap menerkam mangsanya.

Tisa menggeleng panik.

“Lalu, bagaimana bisa kamu memanggilku Om? Huh! Padahal, wajahku ini adalah aset termahal yang sulit didapatkan oleh siapapun. Terus, punya apa kamu sampai bisa menghinaku, Bocah?”

Tubuh Tisa bergetar ketakutan, tetapi dia bersikeras jika apa yang diucapkan tidaklah salah. Pandangannya naik dengan bibir sedikit mengerucut. “Tapi, Om ‘kan emang udah tua. Jadi, apa salah, kalau Tisa panggil Om?”

“Jelas salah, Bocah!” Bara berteriak. Deru napasnya naik turun karena emosi. “Ok. Aku akan memberimu hukuman karena sudah membuatku kesal,” imbuhnya sebelum menarik dagu gadis itu ke dalam ciuman.

Tadinya, Bara hanya ingin menggertak, memberi pelajaran kepada Tisa karena sudah membuatnya kesal. Namun, entah kenapa dia tak rela melepaskan pagutan itu.

Bibir Tisa begitu manis dan Bara terlena. Dia enggan melepaskan pagutan itu hingga tangannya naik ke belakang rambut calon istrinya. Dia berusaha memperdalam ciuman mereka. Namun, pria itu tak suka ketika si gadis begitu pasif.

“Balas aku, Bocah!”

Tisa masih belum sadar saat Bara menciumnya. Mencuri ciuman pertamanya yang selama ini dijaga hanya untuk suaminya kelak. Akan tetapi, Bara juga calon suaminya. Jadi, apakah boleh jika bibir itu menciumnya sekarang?

Manik gelap Tisa mengerjap, menatap kosong sosok yang terus berusaha menguasai bibirnya dengan rakus.

“Please, Tisa!”

Bukan balasan yang diterima Bara, melainkan sebuah gigitan lidah dari Tisa.

“Arghh!” Bara berjengit kaget sambil menjulurkan lidahnya lantaran digigit oleh gadis itu. “Yakh! Aku memintamu untuk membalas ciumanku, bukan malah menggigitku,” omelnya protes.

“A–ku ….” Tisa ketakutan. Dia mundur, lalu berlari menuju ke tempat pamannya berada. Namun, ketika di ujung lorong, justru dirinya dibuat terperanjat ketika tangannya ditarik oleh seseorang.

Dia hampir berteriak, tetapi sebuah tangan sudah lebih dulu membekap mulutnya. Matanya melotot shock saat melihat si pelaku.

“Hai, Cantik!” Tangan Danandra mengelus pipi lembut milik Tisa. “Apa yang terjadi, hm? Kenapa kau berlari ketakutan? Apa abangku baru saja membuatmu ketakutan? Hm!”

“Lepas!” Tisa merasa ketakutan dan tidak nyaman. Kakak-beradik itu menakutkan dengan cara mereka sendiri. Dia langsung melengos ketika pria itu hendak menciumnya. “Jangan lakukan hal yang justru akan membuat orang salah paham, Tuan! S-saya adalah adalah calon istri kakak Anda. Jadi, tolong hormati saya!”

Danandra hanya tertawa.

Tisa segera menjauh dari adik calon suaminya. Gadis itu menatap ngeri sikap calon adik iparnya. Dalam hati dia berkata, “Gak Om Bara, gak Tuan Andra, mereka sama-sama gila!”

“Apa kamu yakin jika abangku mau menerimamu sebagai calon istrinya?” Tatapan Andra kini berubah mencemooh dengan kedua tangan bersedekap di depan dada. Dengan seenaknya, dia menilai penampilan Tisa dari atas hingga bawah. “Kau itu bukanlah tipe abangku, Manis. Kamu jelas akan kebanting dengan perempuan-perempuan yang selama ini pernah singgah di hati abangku!”

Tisa merasa terintimidasi dan hina secara bersamaan. Seolah-olah, dirinya hanyalah barang cacat yang tidak pantas dimiliki oleh siapapun.

“Tapi–”

Tisa melangkah mundur. Matanya menatap was-was ketika Andra berjalan menghampirinya. Bibirnya langsung mengumpat, menyadari jika dirinya sudah terpojok. Apalagi, pria itu berusaha mengukungnya. “Menjauh! Aku bukanlah siapa-siapa!” usirnya gemetaran.

Akan tetapi, pengusiran itu ternyata tak berefek apa pun pada Andra. Pria itu, justru semakin mendekat hingga membuat tubuh Tisa gemetar. Apalagi, saat bibir calon adik iparnya berada di dekat telinganya.

“Tuhan, tolong bantu, Tisa!” pintanya dalam hati.

“Aku bukanlah pemilih. Jika kamu tidak mau dengan abangku … aku bersedia menikahmu, Manis,” bisik Andra.

“Gak!” Tisa mendorong dada pria itu menjauh. Kini, dia bisa bernapas lega. Namun, harapan itu tak berlangsung lama karena Danandra seolah tak membiarkan dirinya bernapas lega. “Tolong, Tuan! Jangan buat hal ini menjadi rumit!”

Kikikan dari arah depan membuat Tisa semakin dirundung waspada. Dia pun memberanikan diri untuk menatap wajah Danandra. “Tuan, aku gak segan menyakitimu jika sampai kau berani menyentuhku!” ancamnya kemudian.

“Oh, iya?” Andra berpura-pura kaget. Akan tetapi, setelah itu dia tersenyum puas. “Ka–” Belum selesai dia menyelesaikan ucapannya, suara dobrakan pintu yang disusul dengan keberadaan Bara menginterupsi ucapan si adik. “Oh, hai, Abang,” sapanya ceria.

“Kembalikan calon istriku!”

“Om!” Tisa merasa senang ketika calon suaminya datang. Dia pun beringsut minggir dan segera berlari menuju punggung Bara. Dia berlindung di belakang tubuh tinggi dan kekar si calon suami. “A-aku bisa–”

“Diamlah!” Bara segera memotong ucapan Tisa yang kini tengah mencengkeram lengan kemejanya. “Jika kau ingin aman, seharusnya kau tidak melakukan tindakan bodoh seperti tadi. Karena di sini bukanlah tempat yang aman untuk berkeliaran, Bocah!”

“Dan kamu, Andra!” Kini, tangan Bara menunjuk ke arah sang adik. “Jangan pernah mengganggu calon istriku! Jika kamu ingin bermain-main, cari orang lain saja!”

Setelah itu, tangan Tisa ditarik Bara untuk keluar dari kamar. Tidak ada percakapan apa pun, bahkan tour keliling kediaman Sanjaya saja tidak terjadi. Gadis itu hanya terdiam saja ketika dibawa kembali ke ruang tamu. Di sana, para orang tua sedang membahas masalah pernikahan mereka.

Keputusan sudah diambil, pernikahan Bara dan Tisa dilaksanakan satu bulan lagi. Semua persiapan pernikahan ditangani oleh WO di kediaman Sanjaya. Sementara keluarga Tisa hanya terima beres. Galuh bahkan terlihat bahagia karena rencana untuk mendapatkan uang banyak sudah hampir berhasil.

Kini, satu bulan telah berlalu. Hari pernikahan Tisa dan Bara sudah di depan mata. Suasana khidmat ketika kedua mempelai pengantin mengucapkan janji suci di depan keluarga, dan juga tamu undangan telah usai. Kini, mereka pun sudah sah menjadi pasangan suami-istri yang berbahagia.

Acara pun berlanjut, resepsi diadakan di taman samping rumah keluarga Sanjaya. Dengan mengambil tema garden party. Mempelai perempuan dan lelaki kini sudah berdiri di sebuah kursi pelaminan yang penuh bunga.

“Kenapa melihatku seperti itu, Om?” Bibir Tisa mengerucut. Dia sedikit tak percaya diri dengan gaun yang dikenakannya hari ini.

Rambut Tisa diikat tinggi dengan model konde atau bun yang menampilkan leher jenjangnya. Dengan wedding veil berbahan ringan yang akan bergoyang terkena angin, membuat penampilannya semakin manis. Gaun pendek diatas lutut dengan ekor panjang berbahan satin membalut tubuh mungil gadis tersebut.

Beberapa aksen bunga besar diletakkan pada dada kiri dan pinggul kanannya, agar badan Tisa terlihat sedikit besar. Buket bunga mawar putih seakan melambangkan cinta suci mereka dan harapan rumah tangga bahagia. Tidak lupa sepatu Louis Vuitton yang membuat kakinya sedikit gemetar saking mahalnya

Bara yang baru saja menyalami salah satu rekan bisnisnya kini menatap wajah sang istri. Keningnya mengernyit ketika menemukan ketidaknyamanan dari Tisa. Lalu, pandangannya tertuju pada gaun yang dikenakan oleh si istri.

"Cantik!" bisiknya.

"Apa, Om?"

Bara yang sadar telah berkata salah segera berdeham. Sekali lagi dia melihat penampilan Tisa dari atas hingga bawah, kemudian mendengkus prihatin. “Kau semakin terlihat seperti kurcaci, bocah!”

Bibir Tisa seketika melongo dengan mata membelalak. “Om aja yang terlalu tua,” cibirnya balik.

Bara menatap Tisa dengan geram, “Sekali lagi kamu memanggilku Om, aku gak segan untuk menci–”

“Darling!” Teriakan nyaring dari arah depan segera menginterupsi ucapan Bara.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status