Share

I Want You, Om Duda
I Want You, Om Duda
Penulis: AlphaGirl

Bab 1

Penulis: AlphaGirl
last update Terakhir Diperbarui: 2024-05-24 19:10:06

"Mama menyesal kalian berdua hidup!"

"Mama nyesel!" teriak Tina, ibu Lea dan Ara.

"Kenapa punya anak harus hidup, sih?" amarahnya semakin memuncak.

Lea dan Ara, kakak beradik itu, hanya bisa menunduk sambil menangis mendengar amukan ibu mereka.

"Ma-Mama, maafin Lea, Ma. Maafin Lea," isak Lea, air mata mengalir deras di pipinya.

"Kenapa kamu harus hidup, Lea?!" tanya sang ibu dengan penuh kebencian, menarik rambut Lea dengan kasar.

"Kenapa harus hidup!" jeritnya lagi sambil mendorong Lea hingga jatuh ke lantai.

"Kamu juga!" lanjutnya kepada Ara, "Kamu cuma bikin Mama susah. Dasar penyakitan!" teriak Tina penuh emosi.

Ara hanya bisa menangis di pelukan kakaknya. Mereka berdua tidak pernah melawan ketika ibu mereka marah. Yang bisa mereka lakukan hanyalah menerima semua siksaan itu.

Kehidupan mereka tidak seperti anak-anak lain. Setiap kali Tina pulang dari kerja, Lea dan Ara harus menghadapi amukan dan kekerasannya.

Lea hanya bisa berharap suatu saat ibunya akan berubah. Tidak lagi menyiksa dia dan adiknya.

---

Lea berjalan menuju atap sekolah dengan langkah berat. Pikirannya kacau, wajahnya berantakan. Ia mengeluarkan cutter yang sudah lama ia simpan, lalu menggoreskannya ke kulit tangannya. Darah mulai mengalir deras. Gadis itu tertawa pahit melihat darah yang mengalir tanpa henti.

"GUE CAPEK!"

"GUE MAU NYERAH!"

"KENAPA GUE HIDUP? KENAPA NGGAK MATI AJA?!"

Jeritannya memecah keheningan, sampai seseorang terganggu oleh suara keras itu.

"Berisik! Bisa diem nggak, sih?!" suara seorang cowok terdengar.

Namun, Lea tidak peduli. Ia tetap menjerit dan melukai tangannya, seolah ingin menghilangkan semua rasa sakit yang ada di hatinya.

"Lo kalau mau mati, jangan kayak gini. Mending lo terjun sekalian dari sini," ujar cowok tersebut dingin.

"Apa sih! Ganggu aja lo!" balas Lea tanpa menoleh.

Cowok itu menunduk, lalu mendekati Lea. Matanya tertuju pada aliran darah di tangan Lea. Pandangannya lalu tertuju pada name tag di seragam Lea.

"Aleah Thafana De Vries," gumamnya. "Hah, anak kesayangan guru di sekolah," ejeknya dengan tawa sinis.

Lea yang merasa diejek langsung berdiri, menatap cowok itu dengan tatapan marah.

"Sebastian Dé Gerard, cowok yang sering bikin onar dan keluar masuk ruang BK," balas Lea dengan senyum sinis di wajahnya.

Bastian hanya tertawa kecil mendengar balasan Lea. Ia mendekat, hingga wajahnya sangat dekat dengan Lea, membuat gadis itu mundur.

"Setelah ini, lo nggak bakal tenang, Lea," bisik Bastian di telinga Lea, membuatnya merinding.

"Gue nggak takut sama lo!" balas Lea dengan nada tajam.

"Lihat aja nanti," ujar Bastian dengan nada meremehkan. "Lo bakal tunduk sama gue."

"Oh, ya? Kita lihat siapa yang tunduk sama siapa," balas Lea sebelum mendorong Bastian menjauh dari hadapannya.

Dengan amarah, Lea berjalan pergi meninggalkan Bastian yang hanya bisa tersenyum sinis.

"Brengsek!" Lea mengumpat pelan.

"Lihat aja nanti, Lea. Gue nggak bakal lepasin lo!" ujar Bastian dengan tatapan tajam.

---

Sesi di Sekolah:

"Pelajaran selesai sampai di sini. Kalian boleh pulang!" ujar Bu Asih, wali kelas 11 IPS 1.

Para murid segera berhamburan keluar kelas, menuju tempat parkir. Lea berjalan perlahan menuju halte di samping sekolah, menunggu taksi online yang sudah ia pesan.

Pesan dari Mamanya masuk di ponsel:

[Jangan kelayapan! Langsung pulang! Ada yang pengin Mama bicarain sama kamu.]

Lea merasa harus cepat-cepat pulang, tetapi taksi online yang ia pesan terus-menerus dibatalkan.

"Dahlah, gue jalan kaki aja," gumamnya.

Ia mulai berjalan dengan lesu. Setelah kejadian di rooftop tadi, suasana hatinya semakin buruk. Pertemuan dengan Bastian membuat hari itu terasa lebih berat.

Di perjalanan pulang, Lea melihat Bastian dari kejauhan. Ia segera mempercepat langkahnya, berharap tidak bertemu dengannya. Namun, sayangnya, Bastian melihatnya dan segera menghampiri.

"Ngapain lo ngikutin gue?" tanya Lea dengan nada ketus.

"Siapa yang ngikutin lo? Gue cuma kebetulan liat gembel kayak lo," balas Bastian dengan senyum sinis.

Lea mengabaikan ejekan Bastian dan melanjutkan langkahnya. Namun, Bastian tiba-tiba mencekal tangannya dan melihat luka di tangan Lea.

"Udah diobatin ternyata," batinnya.

"Mau gue anterin pulang nggak?" tawar Bastian dengan nada genit.

Lea, yang merasa jijik, segera menarik tangannya dari genggaman Bastian.

"Ogah! Mending gue jalan kaki daripada di bonceng cowok kayak lo!" balas Lea.

Bastian hanya terkekeh. "Tenang aja, gue juga nggak bakal anterin lo. Tadi cuma ngetes aja, masih waras atau udah gila," ejek Bastian sambil melajukan motornya, meninggalkan Lea.

"Dasar cowok kampret!" umpat Lea kesal.

---

Di rumah Bastian:

Bastian baru aja sampai di rumah. Pandangannya langsung jatuh ke sebuah mobil di halaman. Mobil itu nggak asing banget buat dia. Tanpa pikir panjang, dia masuk ke dalam.

"Tumben amat lo nongol di sini? Istri lo lagi nggak masak, ya, di rumah?" goda Bastian sambil nyengir ke arah kakaknya, Alvaro, yang lagi asyik makan.

"Berisik, lu," balas Alvaro sambil terus ngunyah tanpa nengok.

Bastian duduk di sampingnya, matanya mengamati sang kakak dengan pandangan prihatin. Dia tahu banget masalah rumah tangga Alvaro, terutama soal belum punya anak setelah tiga tahun nikah.

"Mending lo nginep sini aja. Daripada balik nggak ada yang ngurus, punya istri tapi kayak nggak punya istri," goda Bastian lagi, santai tapi nusuk.

"Sok tahu lu," Alvaro ngejawab pendek, mulai bete.

Bastian malah ketawa kecil, puas bisa nyenggol kakaknya.

"Sekolah lo gimana? Masih betah jadi langganan guru BK?" Alvaro nanya, niatnya mau alihin topik.

"Ya gitu-gitu aja, nothing special... tapi..." Bastian senyum-senyum sendiri, kepikiran kejadian di rooftop tadi siang.

"Tapi apaan? Jangan digantung gitu, dong!" Alvaro langsung penasaran.

"Tapi hari ini spesial banget."

"Spesial kenapa?"

"Keknya gue mulai tertarik sama seseorang. Baru tertarik, ya, belum suka. Garisss bawahi, belum sukaaa!" Bastian menjelaskan sambil lebay, takut kakaknya salah tangkap.

"Yee, santai aja kali. Kalau pun suka, nggak dosa juga. Tapi coba deh, lo kurangin tuh kebiasaan keluar masuk BK. Apa nggak malu lo sama cewek yang lo demen?"

Bastian cuma cengengesan. "Kaca mana kaca! Mau ngaca dulu nih."

"Ini nih contoh SDM kurang gizi," Alvaro nimpalin sambil geleng-geleng. "Dikasih nasihat, malah ngegas."

"Halah, lo sok-sokan kasih nasihat. Dulu waktu SMA lebih parah dari gue. Sampai di-skors segala!"

"Nakal-nakal gini, gue tetep ranking satu, beda sama lo," jawab Alvaro dengan nada sombong.

Bastian, yang gemas, langsung nyosor buat ngacak-ngacak pipi Alvaro.

"Woy, tangan lo bau amis!" teriak Alvaro kesal, sambil narik kepalanya menjauh.

Bab terkait

  • I Want You, Om Duda   Bab 2

    Leah berjalan cepat menuju pintu restoran, tapi tangan Tina dengan cepat mencengkeram lengannya."Leah, kamu apa-apaan sih?!" teriak Tina dengan nada tinggi, wajahnya memerah menahan emosi.Leah menoleh tajam, matanya berkaca-kaca. "Mama yang apa-apaan?! Kenapa tega banget mau 'jual' aku ke om-om hidung belang tadi? Mama tega?!" Suaranya pecah, meluapkan rasa kecewa yang sudah menumpuk.Tina menarik napas panjang, berusaha menahan amarahnya. "Mama cuma mau yang terbaik buat kamu, Leah! Mama nggak pengin kamu hidup kekurangan. Kalau kamu nikah sama suami yang banyak uang, kamu bakal bahagia.""Bahagia, Ma? Bahagiaaaa? Itu bukan bahagia aku, tapi bahagia Mama! Apa sih yang Mama dapat dari om-om itu sampai tega ngorbanin aku? Aku anak Mama, bukan barang yang bisa dijual-beli!" Air mata Leah akhirnya jatuh, membasahi pipinya."Leah..." Tina mencoba mendekati, tapi Leah mundur selangkah, tubuhnya gemetar."Kenapa harus aku, Ma? Aku udah ngelakuin semuanya buat Mama, buat adek. Aku kerja ba

    Terakhir Diperbarui : 2024-05-27
  • I Want You, Om Duda   Bab 3

    Pagi itu, udara dingin masih menyelimuti.Lea tiba di rumah dengan langkah berat. Jam menunjukkan pukul lima subuh, tubuhnya terasa remuk, tapi pikirannya jauh lebih kusut. Setelah malam yang melelahkan di rumah Manda dan pertengkaran sengit dengan ibunya, dia menarik napas panjang, berharap bisa meredakan kekacauan di dalam dirinya.Begitu membuka pintu, Lea kaget melihat Ara duduk di ruang tamu, setengah mengantuk tapi jelas sedang menunggunya."Kaak, baru pulang?" Ara menyapa dengan suara lembut, matanya sembap tapi ada rasa lega di wajahnya.Lea melepas sepatunya dengan malas, menaruhnya asal di rak. "Iya. Kamu ngapain bangun sepagi ini, Ra? Kan masih pagi banget," tanyanya, suaranya datar meski jelas ada kelelahan di situ.Ara tersenyum kecil, lalu mengangkat dua kotak makan yang sudah dia siapkan. "Aku bikinin sarapan. Kakak pasti capek, kan? Nih, roti bakar sama telur. Ada susu juga. Biar Kakak nggak tambah lemes."Lea terdiam. Meski dia nggak pernah nunjukin sisi lembutnya ke

    Terakhir Diperbarui : 2024-09-29
  • I Want You, Om Duda   Bab 4

    Di dalam klinik sekolah yang hening, Bastian duduk di kursi dekat ranjang Leah sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Leah masih terbaring, mencoba memulihkan tenaganya. Tiba-tiba, suara pintu yang dibuka dengan kasar memecah keheningan.“LEAAAHHH!!” teriak seorang cewek dengan suara melengking.Bastian langsung melompat dari kursinya, hampir saja menjatuhkan tas Leah. “Astaga, apaan sih?!”Manda, sahabat Leah, masuk dengan wajah panik. Rambutnya sedikit berantakan, dan dia membawa tas selempang yang hampir melorot dari pundaknya. “Leah! Lo kenapa pingsan? Kok gue baru tahu?! Siapa yang ngabarin gue telat banget?! Gila ya, ini tuh serius banget, Leah! Gue pikir lo udah mati!”Leah yang baru saja membuka matanya langsung memijat pelipisnya. “Manda, lo bisa nggak sih nggak heboh? Gue masih hidup, nih. Santai aja kali.”Manda nggak peduli. Dia mendekat ke ranjang dan memeriksa Leah dari kepala sampai kaki, seperti dokter amatir. “Lo pucet banget, sumpah! Lo sakit apa? Kok bisa pingsan? Lo

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • I Want You, Om Duda   Bab 5

    Malam itu, Leah dan Manda bersiap untuk menjalani malam yang mereka yakin akan penuh dengan gemerlap dan kegilaan. Kamar Manda yang biasanya berantakan kini jadi ajang fashion show dadakan. Leah berdiri di depan cermin besar, mematut diri dalam gaun merah merona yang memeluk tubuhnya dengan sempurna. Belahan dadanya yang menggoda, punggung terbuka, dan lipstik merahnya membuat Leah tampak seperti dewi malam."Mand, gue keliatan terlalu mencolok nggak sih?" Leah nanya sambil muter-muter depan cermin.Manda, yang lagi sibuk ngolesin highlighter di tulang pipinya, melirik Leah dan langsung melongo. "Leah, sumpah! Lo kayak mau jalan di red carpet Grammy, cuy! Gila, body lo tuh gitar Spanyol banget! Kalau gue cowok, udah nggak mikir dua kali buat deketin lo!"Leah ngakak kecil, tapi tetap kelihatan puas dengan pujian itu. "Lo juga nggak kalah, Mand. Outfit lo tuh... wow. Hitam, ketat, dan... ya ampun, itu rok atau kain sisa?!"Manda ketawa ngakak. "Eh, ini fashion, Leah! Lo nggak ngerti. S

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-05
  • I Want You, Om Duda   Bab 6

    Di sudut klub yang agak sepi, Alvaro duduk sambil mengaduk minumannya dengan wajah serius. Anton, Bagas, dan Rafa duduk di depannya dengan ekspresi penuh penasaran serta wajah yang siap mengejeknya, siap untuk mengulik kejadian barusan.Bagas: “Al, sumpah, tadi lu kenapa bisa kelepasan gitu? Lu biasanya dingin banget, tapi tadi... wah, itu mah bukan Alvaro yang gue kenal.” Bagas cekikikan sambil menunjuk Alvaro dengan gelasnya.Anton: “Eh, gue ngerti kenapa. Gue udah bilang ke lu tadi, kan? Lu tuh udah tertarik sama dia dari awal. Dari pas ketemu dia di jalan.”Rafa: “Ketemu di jalan? Maksud lu?”Anton langsung duduk lebih dekat ke Rafa dan Bagas, sambil nyengir lebar.Anton: “Jadi gini, tadi siang si Al ini ketemu sama cewek itu di jalan. Gue sama dia lagi naik mobil, terus ada cewek jalan kaki, keliatan capek banget. Nah, Al ini tiba-tiba nyuruh gue pelanin mobil, terus dia mandangin cewek itu lama banget. Bahkan sampai kantor gue langsung cari tahu latar belekang gadis itu”Bag

    Terakhir Diperbarui : 2025-01-06

Bab terbaru

  • I Want You, Om Duda   Bab 6

    Di sudut klub yang agak sepi, Alvaro duduk sambil mengaduk minumannya dengan wajah serius. Anton, Bagas, dan Rafa duduk di depannya dengan ekspresi penuh penasaran serta wajah yang siap mengejeknya, siap untuk mengulik kejadian barusan.Bagas: “Al, sumpah, tadi lu kenapa bisa kelepasan gitu? Lu biasanya dingin banget, tapi tadi... wah, itu mah bukan Alvaro yang gue kenal.” Bagas cekikikan sambil menunjuk Alvaro dengan gelasnya.Anton: “Eh, gue ngerti kenapa. Gue udah bilang ke lu tadi, kan? Lu tuh udah tertarik sama dia dari awal. Dari pas ketemu dia di jalan.”Rafa: “Ketemu di jalan? Maksud lu?”Anton langsung duduk lebih dekat ke Rafa dan Bagas, sambil nyengir lebar.Anton: “Jadi gini, tadi siang si Al ini ketemu sama cewek itu di jalan. Gue sama dia lagi naik mobil, terus ada cewek jalan kaki, keliatan capek banget. Nah, Al ini tiba-tiba nyuruh gue pelanin mobil, terus dia mandangin cewek itu lama banget. Bahkan sampai kantor gue langsung cari tahu latar belekang gadis itu”Bag

  • I Want You, Om Duda   Bab 5

    Malam itu, Leah dan Manda bersiap untuk menjalani malam yang mereka yakin akan penuh dengan gemerlap dan kegilaan. Kamar Manda yang biasanya berantakan kini jadi ajang fashion show dadakan. Leah berdiri di depan cermin besar, mematut diri dalam gaun merah merona yang memeluk tubuhnya dengan sempurna. Belahan dadanya yang menggoda, punggung terbuka, dan lipstik merahnya membuat Leah tampak seperti dewi malam."Mand, gue keliatan terlalu mencolok nggak sih?" Leah nanya sambil muter-muter depan cermin.Manda, yang lagi sibuk ngolesin highlighter di tulang pipinya, melirik Leah dan langsung melongo. "Leah, sumpah! Lo kayak mau jalan di red carpet Grammy, cuy! Gila, body lo tuh gitar Spanyol banget! Kalau gue cowok, udah nggak mikir dua kali buat deketin lo!"Leah ngakak kecil, tapi tetap kelihatan puas dengan pujian itu. "Lo juga nggak kalah, Mand. Outfit lo tuh... wow. Hitam, ketat, dan... ya ampun, itu rok atau kain sisa?!"Manda ketawa ngakak. "Eh, ini fashion, Leah! Lo nggak ngerti. S

  • I Want You, Om Duda   Bab 4

    Di dalam klinik sekolah yang hening, Bastian duduk di kursi dekat ranjang Leah sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Leah masih terbaring, mencoba memulihkan tenaganya. Tiba-tiba, suara pintu yang dibuka dengan kasar memecah keheningan.“LEAAAHHH!!” teriak seorang cewek dengan suara melengking.Bastian langsung melompat dari kursinya, hampir saja menjatuhkan tas Leah. “Astaga, apaan sih?!”Manda, sahabat Leah, masuk dengan wajah panik. Rambutnya sedikit berantakan, dan dia membawa tas selempang yang hampir melorot dari pundaknya. “Leah! Lo kenapa pingsan? Kok gue baru tahu?! Siapa yang ngabarin gue telat banget?! Gila ya, ini tuh serius banget, Leah! Gue pikir lo udah mati!”Leah yang baru saja membuka matanya langsung memijat pelipisnya. “Manda, lo bisa nggak sih nggak heboh? Gue masih hidup, nih. Santai aja kali.”Manda nggak peduli. Dia mendekat ke ranjang dan memeriksa Leah dari kepala sampai kaki, seperti dokter amatir. “Lo pucet banget, sumpah! Lo sakit apa? Kok bisa pingsan? Lo

  • I Want You, Om Duda   Bab 3

    Pagi itu, udara dingin masih menyelimuti.Lea tiba di rumah dengan langkah berat. Jam menunjukkan pukul lima subuh, tubuhnya terasa remuk, tapi pikirannya jauh lebih kusut. Setelah malam yang melelahkan di rumah Manda dan pertengkaran sengit dengan ibunya, dia menarik napas panjang, berharap bisa meredakan kekacauan di dalam dirinya.Begitu membuka pintu, Lea kaget melihat Ara duduk di ruang tamu, setengah mengantuk tapi jelas sedang menunggunya."Kaak, baru pulang?" Ara menyapa dengan suara lembut, matanya sembap tapi ada rasa lega di wajahnya.Lea melepas sepatunya dengan malas, menaruhnya asal di rak. "Iya. Kamu ngapain bangun sepagi ini, Ra? Kan masih pagi banget," tanyanya, suaranya datar meski jelas ada kelelahan di situ.Ara tersenyum kecil, lalu mengangkat dua kotak makan yang sudah dia siapkan. "Aku bikinin sarapan. Kakak pasti capek, kan? Nih, roti bakar sama telur. Ada susu juga. Biar Kakak nggak tambah lemes."Lea terdiam. Meski dia nggak pernah nunjukin sisi lembutnya ke

  • I Want You, Om Duda   Bab 2

    Leah berjalan cepat menuju pintu restoran, tapi tangan Tina dengan cepat mencengkeram lengannya."Leah, kamu apa-apaan sih?!" teriak Tina dengan nada tinggi, wajahnya memerah menahan emosi.Leah menoleh tajam, matanya berkaca-kaca. "Mama yang apa-apaan?! Kenapa tega banget mau 'jual' aku ke om-om hidung belang tadi? Mama tega?!" Suaranya pecah, meluapkan rasa kecewa yang sudah menumpuk.Tina menarik napas panjang, berusaha menahan amarahnya. "Mama cuma mau yang terbaik buat kamu, Leah! Mama nggak pengin kamu hidup kekurangan. Kalau kamu nikah sama suami yang banyak uang, kamu bakal bahagia.""Bahagia, Ma? Bahagiaaaa? Itu bukan bahagia aku, tapi bahagia Mama! Apa sih yang Mama dapat dari om-om itu sampai tega ngorbanin aku? Aku anak Mama, bukan barang yang bisa dijual-beli!" Air mata Leah akhirnya jatuh, membasahi pipinya."Leah..." Tina mencoba mendekati, tapi Leah mundur selangkah, tubuhnya gemetar."Kenapa harus aku, Ma? Aku udah ngelakuin semuanya buat Mama, buat adek. Aku kerja ba

  • I Want You, Om Duda   Bab 1

    "Mama menyesal kalian berdua hidup!""Mama nyesel!" teriak Tina, ibu Lea dan Ara."Kenapa punya anak harus hidup, sih?" amarahnya semakin memuncak.Lea dan Ara, kakak beradik itu, hanya bisa menunduk sambil menangis mendengar amukan ibu mereka."Ma-Mama, maafin Lea, Ma. Maafin Lea," isak Lea, air mata mengalir deras di pipinya."Kenapa kamu harus hidup, Lea?!" tanya sang ibu dengan penuh kebencian, menarik rambut Lea dengan kasar."Kenapa harus hidup!" jeritnya lagi sambil mendorong Lea hingga jatuh ke lantai."Kamu juga!" lanjutnya kepada Ara, "Kamu cuma bikin Mama susah. Dasar penyakitan!" teriak Tina penuh emosi.Ara hanya bisa menangis di pelukan kakaknya. Mereka berdua tidak pernah melawan ketika ibu mereka marah. Yang bisa mereka lakukan hanyalah menerima semua siksaan itu.Kehidupan mereka tidak seperti anak-anak lain. Setiap kali Tina pulang dari kerja, Lea dan Ara harus menghadapi amukan dan kekerasannya.Lea hanya bisa berharap suatu saat ibunya akan berubah. Tidak lagi meny

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status