Share

Bab 5

Author: AlphaGirl
last update Last Updated: 2025-01-05 23:12:53

Malam itu, Leah dan Manda bersiap untuk menjalani malam yang mereka yakin akan penuh dengan gemerlap dan kegilaan. Kamar Manda yang biasanya berantakan kini jadi ajang fashion show dadakan. Leah berdiri di depan cermin besar, mematut diri dalam gaun merah merona yang memeluk tubuhnya dengan sempurna. Belahan dadanya yang menggoda, punggung terbuka, dan lipstik merahnya membuat Leah tampak seperti dewi malam.

"Mand, gue keliatan terlalu mencolok nggak sih?" Leah nanya sambil muter-muter depan cermin.

Manda, yang lagi sibuk ngolesin highlighter di tulang pipinya, melirik Leah dan langsung melongo. "Leah, sumpah! Lo kayak mau jalan di red carpet Grammy, cuy! Gila, body lo tuh gitar Spanyol banget! Kalau gue cowok, udah nggak mikir dua kali buat deketin lo!"

Leah ngakak kecil, tapi tetap kelihatan puas dengan pujian itu. "Lo juga nggak kalah, Mand. Outfit lo tuh... wow. Hitam, ketat, dan... ya ampun, itu rok atau kain sisa?!"

Manda ketawa ngakak. "Eh, ini fashion, Leah! Lo nggak ngerti. Semakin dikit kainnya, semakin mahal harganya!" Dia berpose sok model depan cermin.

Mereka berdua akhirnya berdiri bareng di depan cermin, saling mengagumi. "Kita nih fix, cewek-cewek paling keren malam ini," ujar Manda dengan percaya diri.

Setelah puas dandan, mereka pakai jaket oversized untuk menutupi pakaian mereka. Nggak lupa, kacamata hitam ala Kylie Jenner langsung nangkring di hidung mereka. "Kacamata ini bikin kita kelihatan kayak orang kaya beneran, nggak sih?" kata Leah sambil bercermin lagi.

"Iya dong, kan Kylie Jenner approved!" Manda jawab sambil nyengir lebar. "Ayo buruan, Leah. Gue udah nggak sabar buat joget-joget sambil dengerin DJ!"

Mereka berdua turun ke mobil, dengan Manda yang nyetir sambil muter lagu The Weeknd di volume maksimal. Leah duduk di sebelah, jendela sedikit terbuka, rambutnya berkibar. "Gue berasa kayak di video klip," kata Leah sambil ngakak.

"Fix, kita kayak cewek-cewek rebel yang nyari trouble!" Manda nimpalin sambil ikut nyanyi lagu Blinding Lights.

Nggak terasa, sepuluh menit kemudian mereka sampai di depan club. Lampu neon dan antrean panjang orang-orang langsung menyambut mereka. Tapi Manda, dengan penuh percaya diri, melenggang ke depan pintu masuk tanpa peduli antrean.

Seorang penjaga pintu gede langsung ngeh dan tersenyum begitu ngeliat Manda. "Ah, Manda. Lama nggak kelihatan. Masuk aja, nggak usah antri," katanya.

Leah ngelirik Manda dengan alis naik. "Lo kenal dia?"

Manda nyengir licik. "Ordal, sayang. Ordal itu segalanya di dunia malam."

Leah cuma geleng-geleng kepala, tapi dia tetap ngikutin Manda masuk ke dalam club. Begitu mereka melangkah masuk, suara musik EDM yang memekakkan telinga langsung menyambut. Lampu disko berkilauan di seluruh ruangan, menciptakan suasana yang penuh energi dan glamor.

"MAND, TEMPAT INI GILA BANGET!" Leah teriak sambil mendekat ke Manda karena musiknya terlalu keras.

Manda cuma ngangguk sambil narik tangan Leah ke arah bar. "KITA MULAI MALAM INI DENGAN MINUM DULU, LEAH!"

Leah ngikutin Manda ke bar, siap menjalani malam yang dia tahu nggak akan terlupakan.

Manda dan Leah duduk di bar, menikmati suasana club yang semakin meriah. DJ sudah mulai memainkan lagu-lagu hits, dan lantai dansa penuh dengan orang-orang yang berjoget mengikuti irama. Leah menatap menu minuman dengan antusias, sementara Manda sudah sibuk ngobrol dengan bartender.

"Bro, gue mau yang strong tapi nggak bikin gue langsung KO. Ada nggak?" tanya Manda dengan senyum liciknya.

Bartender itu tertawa kecil. "Kita punya cocktail yang lumayan strong, tapi masih aman. Namanya 'Cosmo Glow'. Mau coba?"

"Fix, gue mau itu!" jawab Manda sambil melirik Leah. "Lo mau apa, Leah?"

Leah melihat menu sebentar, lalu menunjuk satu nama. "Gue coba ini aja, 'Electric Sunset'. Katanya light tapi efeknya panjang."

Bartender langsung sibuk meracik minuman mereka. Setelah beberapa menit, dua gelas cocktail berwarna cerah dengan garnish cantik tersaji di depan mereka. Manda mengambil gelasnya dan mengangkatnya tinggi.

"Cheers, Leah! Untuk malam penuh dosa yang kita rayakan ini!" katanya sambil ngakak.

Leah tertawa dan membalas cheers-nya. "Cheers, Mand! Jangan sampe ada drama, ya!"

Setelah beberapa tegukan, mereka mulai merasa lebih rileks dan menikmati suasana. Manda tiba-tiba menatap Leah dengan tatapan jahil. "Eh, Leah, gue bosen. Kita main game, yuk!"

Leah menatap Manda curiga. "Game apaan, Mand? Jangan aneh-aneh, ya."

Manda menyeringai. "Dare or dare! Lo tahu kan aturannya? Nggak ada pilihan truth, cuma dare. Jadi lo harus berani!"

Leah mendesah, tapi senyum kecil muncul di wajahnya. "Oke, gue game. Lo duluan, deh. Gue kasih tantangan buat lo."

Manda bersandar dengan percaya diri. "Hajar aja, Leah. Gue nggak takut!"

Leah berpikir sejenak, lalu senyum liciknya muncul. "Oke, Mand. Tantangan buat lo: lo harus nyamperin cowok ganteng mana aja di sini, terus ajak dia joget sama lo!"

Manda ngakak keras. "Serius, Leah? Itu tantangan buat anak TK!"

"Tapi lo harus pilih cowok yang lo anggap paling ganteng di sini, bukan asal-asalan!" Leah menambahkan sambil menunjuk lantai dansa yang penuh dengan cowok-cowok keren.

Manda berdiri, menatap lantai dansa seperti seorang pemburu yang mencari mangsa. "Oke, gue terima tantangan lo. Tunggu di sini, gue bakal balik bawa cowok paling hot!"

Leah hanya bisa tertawa sambil mengawasi Manda yang mulai melangkah dengan penuh percaya diri ke tengah kerumunan. Sesaat kemudian, dia melihat Manda mulai ngobrol dengan seorang cowok tinggi berambut gelap yang tampak kebingungan, tapi akhirnya setuju untuk ikut ke lantai dansa.

Manda menoleh ke Leah sambil mengedipkan mata. "Mission accomplished, Leah!" katanya sebelum mulai berjoget dengan cowok itu.

Leah hanya menggeleng-gelengkan kepala, merasa malam ini akan penuh dengan kejutan.

Manda kembali ke bar dengan senyum kemenangan, rambutnya sedikit berantakan karena joget barusan. Dia menenggak sisa cocktail-nya sambil duduk di sebelah Leah.

"Udah, kan? Gue menang, kan? Sekarang giliran lo, Leah!" katanya dengan nada penuh semangat.

Leah menyipitkan mata, curiga dengan ekspresi jahil di wajah Manda. "Apaan, Mand? Jangan yang aneh-aneh, gue nggak mau malu-maluin diri gue."

Manda tertawa keras. "Lo kira gue bakal kasih tantangan gampang kayak tadi? Nggak lah! Gue punya tantangan spesial buat lo, Leah."

Leah mulai merasa nggak enak. "Cepetan, ngomong apa tantangannya."

Manda mencondongkan tubuhnya ke Leah, berbisik sambil senyum licik. "Lo harus cium cowok random di sini. Sekarang."

Leah langsung terbatuk karena kaget. "APAA?! Lo gila, Mand?! Gue nggak mungkin lah!"

Manda tertawa sampai hampir jatuh dari kursi. "Yaelah, Leah! Ini cuma cium  doang, kok. Nggak usah lebay. Lagian, siapa tahu lo malah ketemu jodoh lo di sini. Berani nggak?"

Leah menggeleng-gelengkan kepala sambil menutupi wajahnya. "Gila lo, Mand. Gue nggak punya nyali buat itu."

Manda pura-pura ngelap air mata imajiner dari tertawanya. "Ya ampun, Leah. Ini club, bukan perpustakaan. Semua orang di sini santai aja. Ayolah, lo kan bilang mau have fun malam ini!"

Leah mendesah panjang. Dia meneguk sisa cocktail-nya, berusaha mengumpulkan keberanian. "Oke, oke. Tapi gue pilih cowoknya, ya!"

Manda mengangguk cepat, semangat. "Fix, terserah lo. Tapi jangan kelamaan milihnya!"

Leah berdiri dan mulai memindai ruangan, mencari cowok yang kelihatan cukup approachable tapi nggak bikin dia makin gugup. Setelah beberapa detik, matanya tertuju pada seorang cowok dengan hoodie hitam yang duduk di sudut bar, tampak asyik ngobrol sama temannya.

"Dia," kata Leah sambil menunjuk pelan.

Manda mengikuti arah jarinya, lalu senyum lebarnya makin melebar. "Oh, good choice. Cowok itu lumayan ganteng, Leah. Cepetan, hajar!"

Leah berjalan dengan langkah cepat, matanya masih menilai beberapa cowok yang ada di bar. Tanpa banyak berpikir, dia langsung menuju ke arah seorang cowok yang duduk di sudut, tampak agak sendirian dengan wajah dingin yang tidak terlalu mengundang perhatian.

Leah menghampirinya tanpa banyak basa-basi, lalu langsung berdiri di depan cowok itu. Tanpa menunggu izin atau tanya-tanya, Leah langsung mendekat dan cium bibirnya.

Alvaro yang awalnya terlihat tenang, langsung terkejut dan sedikit mundur. Dia menatap Leah dengan tatapan yang agak dingin, namun tetap tidak menarik diri sepenuhnya.

Leah menarik mundur dengan cepat, namun langsung di tahan Alvaro. Sedangkan para sahabat Alvaro kaget bukan main melihat siaran langsung itu.

Alvaro mencium Leah dengan brutal sepeerti orang sedang kelaparan, sedangkan Leah yang terbawa suasana dia membalas ciuman Alvaro tidak aklah brutalnya, hingga akhirnya kini Leah beralih di pangkaun Alvaro. Tangan Alvaro juga tidak diam, dia meraba-raba tubuh Leah. hingga leah kehabisan nafas langsung memukul dada Alvaro. Keduanya terengah-engah, Leah langsung menutup mulutnya dan merasa sangat malu. "Eh... maaf, gue cuma... ini tantangan dari temen gue. Gue nggak nyangka bakal beneran lakuin itu."

Alvaro menatap Leah sejenak, tidak ada senyum atau ekspresi ramah. "Hmm, oke," jawabnya datar, masih dengan tatapan yang tak banyak berubah.

Leah merasa makin gugup, tetapi dia mencoba tersenyum canggung. "Ya udah, makasih, ya."

Alvaro hanya mengangguk pelan, lalu melirik sahabatnya yang sedang senyum-senyum hendak mengejak Avaro. "Ck, sial, gue hampir kelepasan" batin Alvaro

Sedangkan Leah buru-buru berbalik dan berjalan cepat kembali ke arah Manda, wajahnya merah padam.

Related chapters

  • I Want You, Om Duda   Bab 6

    Di sudut klub yang agak sepi, Alvaro duduk sambil mengaduk minumannya dengan wajah serius. Anton, Bagas, dan Rafa duduk di depannya dengan ekspresi penuh penasaran serta wajah yang siap mengejeknya, siap untuk mengulik kejadian barusan.Bagas: “Al, sumpah, tadi lu kenapa bisa kelepasan gitu? Lu biasanya dingin banget, tapi tadi... wah, itu mah bukan Alvaro yang gue kenal.” Bagas cekikikan sambil menunjuk Alvaro dengan gelasnya.Anton: “Eh, gue ngerti kenapa. Gue udah bilang ke lu tadi, kan? Lu tuh udah tertarik sama dia dari awal. Dari pas ketemu dia di jalan.”Rafa: “Ketemu di jalan? Maksud lu?”Anton langsung duduk lebih dekat ke Rafa dan Bagas, sambil nyengir lebar.Anton: “Jadi gini, tadi siang si Al ini ketemu sama cewek itu di jalan. Gue sama dia lagi naik mobil, terus ada cewek jalan kaki, keliatan capek banget. Nah, Al ini tiba-tiba nyuruh gue pelanin mobil, terus dia mandangin cewek itu lama banget. Bahkan sampai kantor gue langsung cari tahu latar belekang gadis itu”Bag

    Last Updated : 2025-01-06
  • I Want You, Om Duda   Bab 1

    "Mama menyesal kalian berdua hidup!""Mama nyesel!" teriak Tina, ibu Lea dan Ara."Kenapa punya anak harus hidup, sih?" amarahnya semakin memuncak.Lea dan Ara, kakak beradik itu, hanya bisa menunduk sambil menangis mendengar amukan ibu mereka."Ma-Mama, maafin Lea, Ma. Maafin Lea," isak Lea, air mata mengalir deras di pipinya."Kenapa kamu harus hidup, Lea?!" tanya sang ibu dengan penuh kebencian, menarik rambut Lea dengan kasar."Kenapa harus hidup!" jeritnya lagi sambil mendorong Lea hingga jatuh ke lantai."Kamu juga!" lanjutnya kepada Ara, "Kamu cuma bikin Mama susah. Dasar penyakitan!" teriak Tina penuh emosi.Ara hanya bisa menangis di pelukan kakaknya. Mereka berdua tidak pernah melawan ketika ibu mereka marah. Yang bisa mereka lakukan hanyalah menerima semua siksaan itu.Kehidupan mereka tidak seperti anak-anak lain. Setiap kali Tina pulang dari kerja, Lea dan Ara harus menghadapi amukan dan kekerasannya.Lea hanya bisa berharap suatu saat ibunya akan berubah. Tidak lagi meny

    Last Updated : 2024-05-24
  • I Want You, Om Duda   Bab 2

    Leah berjalan cepat menuju pintu restoran, tapi tangan Tina dengan cepat mencengkeram lengannya."Leah, kamu apa-apaan sih?!" teriak Tina dengan nada tinggi, wajahnya memerah menahan emosi.Leah menoleh tajam, matanya berkaca-kaca. "Mama yang apa-apaan?! Kenapa tega banget mau 'jual' aku ke om-om hidung belang tadi? Mama tega?!" Suaranya pecah, meluapkan rasa kecewa yang sudah menumpuk.Tina menarik napas panjang, berusaha menahan amarahnya. "Mama cuma mau yang terbaik buat kamu, Leah! Mama nggak pengin kamu hidup kekurangan. Kalau kamu nikah sama suami yang banyak uang, kamu bakal bahagia.""Bahagia, Ma? Bahagiaaaa? Itu bukan bahagia aku, tapi bahagia Mama! Apa sih yang Mama dapat dari om-om itu sampai tega ngorbanin aku? Aku anak Mama, bukan barang yang bisa dijual-beli!" Air mata Leah akhirnya jatuh, membasahi pipinya."Leah..." Tina mencoba mendekati, tapi Leah mundur selangkah, tubuhnya gemetar."Kenapa harus aku, Ma? Aku udah ngelakuin semuanya buat Mama, buat adek. Aku kerja ba

    Last Updated : 2024-05-27
  • I Want You, Om Duda   Bab 3

    Pagi itu, udara dingin masih menyelimuti.Lea tiba di rumah dengan langkah berat. Jam menunjukkan pukul lima subuh, tubuhnya terasa remuk, tapi pikirannya jauh lebih kusut. Setelah malam yang melelahkan di rumah Manda dan pertengkaran sengit dengan ibunya, dia menarik napas panjang, berharap bisa meredakan kekacauan di dalam dirinya.Begitu membuka pintu, Lea kaget melihat Ara duduk di ruang tamu, setengah mengantuk tapi jelas sedang menunggunya."Kaak, baru pulang?" Ara menyapa dengan suara lembut, matanya sembap tapi ada rasa lega di wajahnya.Lea melepas sepatunya dengan malas, menaruhnya asal di rak. "Iya. Kamu ngapain bangun sepagi ini, Ra? Kan masih pagi banget," tanyanya, suaranya datar meski jelas ada kelelahan di situ.Ara tersenyum kecil, lalu mengangkat dua kotak makan yang sudah dia siapkan. "Aku bikinin sarapan. Kakak pasti capek, kan? Nih, roti bakar sama telur. Ada susu juga. Biar Kakak nggak tambah lemes."Lea terdiam. Meski dia nggak pernah nunjukin sisi lembutnya ke

    Last Updated : 2024-09-29
  • I Want You, Om Duda   Bab 4

    Di dalam klinik sekolah yang hening, Bastian duduk di kursi dekat ranjang Leah sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Leah masih terbaring, mencoba memulihkan tenaganya. Tiba-tiba, suara pintu yang dibuka dengan kasar memecah keheningan.“LEAAAHHH!!” teriak seorang cewek dengan suara melengking.Bastian langsung melompat dari kursinya, hampir saja menjatuhkan tas Leah. “Astaga, apaan sih?!”Manda, sahabat Leah, masuk dengan wajah panik. Rambutnya sedikit berantakan, dan dia membawa tas selempang yang hampir melorot dari pundaknya. “Leah! Lo kenapa pingsan? Kok gue baru tahu?! Siapa yang ngabarin gue telat banget?! Gila ya, ini tuh serius banget, Leah! Gue pikir lo udah mati!”Leah yang baru saja membuka matanya langsung memijat pelipisnya. “Manda, lo bisa nggak sih nggak heboh? Gue masih hidup, nih. Santai aja kali.”Manda nggak peduli. Dia mendekat ke ranjang dan memeriksa Leah dari kepala sampai kaki, seperti dokter amatir. “Lo pucet banget, sumpah! Lo sakit apa? Kok bisa pingsan? Lo

    Last Updated : 2025-01-05

Latest chapter

  • I Want You, Om Duda   Bab 6

    Di sudut klub yang agak sepi, Alvaro duduk sambil mengaduk minumannya dengan wajah serius. Anton, Bagas, dan Rafa duduk di depannya dengan ekspresi penuh penasaran serta wajah yang siap mengejeknya, siap untuk mengulik kejadian barusan.Bagas: “Al, sumpah, tadi lu kenapa bisa kelepasan gitu? Lu biasanya dingin banget, tapi tadi... wah, itu mah bukan Alvaro yang gue kenal.” Bagas cekikikan sambil menunjuk Alvaro dengan gelasnya.Anton: “Eh, gue ngerti kenapa. Gue udah bilang ke lu tadi, kan? Lu tuh udah tertarik sama dia dari awal. Dari pas ketemu dia di jalan.”Rafa: “Ketemu di jalan? Maksud lu?”Anton langsung duduk lebih dekat ke Rafa dan Bagas, sambil nyengir lebar.Anton: “Jadi gini, tadi siang si Al ini ketemu sama cewek itu di jalan. Gue sama dia lagi naik mobil, terus ada cewek jalan kaki, keliatan capek banget. Nah, Al ini tiba-tiba nyuruh gue pelanin mobil, terus dia mandangin cewek itu lama banget. Bahkan sampai kantor gue langsung cari tahu latar belekang gadis itu”Bag

  • I Want You, Om Duda   Bab 5

    Malam itu, Leah dan Manda bersiap untuk menjalani malam yang mereka yakin akan penuh dengan gemerlap dan kegilaan. Kamar Manda yang biasanya berantakan kini jadi ajang fashion show dadakan. Leah berdiri di depan cermin besar, mematut diri dalam gaun merah merona yang memeluk tubuhnya dengan sempurna. Belahan dadanya yang menggoda, punggung terbuka, dan lipstik merahnya membuat Leah tampak seperti dewi malam."Mand, gue keliatan terlalu mencolok nggak sih?" Leah nanya sambil muter-muter depan cermin.Manda, yang lagi sibuk ngolesin highlighter di tulang pipinya, melirik Leah dan langsung melongo. "Leah, sumpah! Lo kayak mau jalan di red carpet Grammy, cuy! Gila, body lo tuh gitar Spanyol banget! Kalau gue cowok, udah nggak mikir dua kali buat deketin lo!"Leah ngakak kecil, tapi tetap kelihatan puas dengan pujian itu. "Lo juga nggak kalah, Mand. Outfit lo tuh... wow. Hitam, ketat, dan... ya ampun, itu rok atau kain sisa?!"Manda ketawa ngakak. "Eh, ini fashion, Leah! Lo nggak ngerti. S

  • I Want You, Om Duda   Bab 4

    Di dalam klinik sekolah yang hening, Bastian duduk di kursi dekat ranjang Leah sambil menggoyang-goyangkan kakinya. Leah masih terbaring, mencoba memulihkan tenaganya. Tiba-tiba, suara pintu yang dibuka dengan kasar memecah keheningan.“LEAAAHHH!!” teriak seorang cewek dengan suara melengking.Bastian langsung melompat dari kursinya, hampir saja menjatuhkan tas Leah. “Astaga, apaan sih?!”Manda, sahabat Leah, masuk dengan wajah panik. Rambutnya sedikit berantakan, dan dia membawa tas selempang yang hampir melorot dari pundaknya. “Leah! Lo kenapa pingsan? Kok gue baru tahu?! Siapa yang ngabarin gue telat banget?! Gila ya, ini tuh serius banget, Leah! Gue pikir lo udah mati!”Leah yang baru saja membuka matanya langsung memijat pelipisnya. “Manda, lo bisa nggak sih nggak heboh? Gue masih hidup, nih. Santai aja kali.”Manda nggak peduli. Dia mendekat ke ranjang dan memeriksa Leah dari kepala sampai kaki, seperti dokter amatir. “Lo pucet banget, sumpah! Lo sakit apa? Kok bisa pingsan? Lo

  • I Want You, Om Duda   Bab 3

    Pagi itu, udara dingin masih menyelimuti.Lea tiba di rumah dengan langkah berat. Jam menunjukkan pukul lima subuh, tubuhnya terasa remuk, tapi pikirannya jauh lebih kusut. Setelah malam yang melelahkan di rumah Manda dan pertengkaran sengit dengan ibunya, dia menarik napas panjang, berharap bisa meredakan kekacauan di dalam dirinya.Begitu membuka pintu, Lea kaget melihat Ara duduk di ruang tamu, setengah mengantuk tapi jelas sedang menunggunya."Kaak, baru pulang?" Ara menyapa dengan suara lembut, matanya sembap tapi ada rasa lega di wajahnya.Lea melepas sepatunya dengan malas, menaruhnya asal di rak. "Iya. Kamu ngapain bangun sepagi ini, Ra? Kan masih pagi banget," tanyanya, suaranya datar meski jelas ada kelelahan di situ.Ara tersenyum kecil, lalu mengangkat dua kotak makan yang sudah dia siapkan. "Aku bikinin sarapan. Kakak pasti capek, kan? Nih, roti bakar sama telur. Ada susu juga. Biar Kakak nggak tambah lemes."Lea terdiam. Meski dia nggak pernah nunjukin sisi lembutnya ke

  • I Want You, Om Duda   Bab 2

    Leah berjalan cepat menuju pintu restoran, tapi tangan Tina dengan cepat mencengkeram lengannya."Leah, kamu apa-apaan sih?!" teriak Tina dengan nada tinggi, wajahnya memerah menahan emosi.Leah menoleh tajam, matanya berkaca-kaca. "Mama yang apa-apaan?! Kenapa tega banget mau 'jual' aku ke om-om hidung belang tadi? Mama tega?!" Suaranya pecah, meluapkan rasa kecewa yang sudah menumpuk.Tina menarik napas panjang, berusaha menahan amarahnya. "Mama cuma mau yang terbaik buat kamu, Leah! Mama nggak pengin kamu hidup kekurangan. Kalau kamu nikah sama suami yang banyak uang, kamu bakal bahagia.""Bahagia, Ma? Bahagiaaaa? Itu bukan bahagia aku, tapi bahagia Mama! Apa sih yang Mama dapat dari om-om itu sampai tega ngorbanin aku? Aku anak Mama, bukan barang yang bisa dijual-beli!" Air mata Leah akhirnya jatuh, membasahi pipinya."Leah..." Tina mencoba mendekati, tapi Leah mundur selangkah, tubuhnya gemetar."Kenapa harus aku, Ma? Aku udah ngelakuin semuanya buat Mama, buat adek. Aku kerja ba

  • I Want You, Om Duda   Bab 1

    "Mama menyesal kalian berdua hidup!""Mama nyesel!" teriak Tina, ibu Lea dan Ara."Kenapa punya anak harus hidup, sih?" amarahnya semakin memuncak.Lea dan Ara, kakak beradik itu, hanya bisa menunduk sambil menangis mendengar amukan ibu mereka."Ma-Mama, maafin Lea, Ma. Maafin Lea," isak Lea, air mata mengalir deras di pipinya."Kenapa kamu harus hidup, Lea?!" tanya sang ibu dengan penuh kebencian, menarik rambut Lea dengan kasar."Kenapa harus hidup!" jeritnya lagi sambil mendorong Lea hingga jatuh ke lantai."Kamu juga!" lanjutnya kepada Ara, "Kamu cuma bikin Mama susah. Dasar penyakitan!" teriak Tina penuh emosi.Ara hanya bisa menangis di pelukan kakaknya. Mereka berdua tidak pernah melawan ketika ibu mereka marah. Yang bisa mereka lakukan hanyalah menerima semua siksaan itu.Kehidupan mereka tidak seperti anak-anak lain. Setiap kali Tina pulang dari kerja, Lea dan Ara harus menghadapi amukan dan kekerasannya.Lea hanya bisa berharap suatu saat ibunya akan berubah. Tidak lagi meny

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status