Untuk pertama kalinya, Mayzura kehilangan kemampuannya untuk berpikir. Entah karena pertanyaan yang diajukan Sadewa terlalu sulit atau karena hatinya yang tidak normal. Terbukti untuk bernapas pun Mayzura merasa kesulitan, seolah-olah pasokan oksigen di sekelilingnya sudah sangat menipis. “Aku butuh jawabanmu, Nona.” Suara berat Sadewa membuat seluruh saraf Mayzura menjadi aktif. Apalagi satu tangan Sadewa kini sudah bertengger di lekukan pinggang rampingnya. Dengan susah payah, Mayzura pun berjuang untuk menggerakkan lidahnya yang terasa kelu.“A-aku tidak tahu. Tetapi menurutku rasa cinta bisa datang kapan saja, tanpa memandang perbedaan. Selama belum terikat, kesempatan untuk mencintai masih ada. Itulah yang sering aku tulis di dalam kisah novel,” tutur Mayzura “Apakah kamu sering menuliskan kisah cinta yang terlarang, contohnya antara seorang bodyguard dengan nona muda?” cecar Sadewa menginginkan jawaban yang lebih detail. “Be-lum pernah,” lirih Mayzura.Sudah terlambat bagi
Tepat pukul lima pagi, Sadewa terbangun setelah mendengar suara alarm dari ponselnya. Usai mencuci muka sebentar di wastafel, pria itu meraih ponselnya untuk menghubungi seseorang. Orang tersebut tak lain dan tak bukan adalah Abimana, asisten kepercayaan mendiang ayahnya. Dari awal, Sadewa sudah curiga bila villa ini adalah milik Abimana. Pastilah laki-laki paruh baya itu yang sudah mengutus Alice untuk memberikan informasi kepada Mayzura. Meski sudah berpindah-pindah tempat, ternyata Abimana cukup jeli untuk mengendus keberadaannya. Anehnya, Abimana tak menjemputnya secara terang-terangan, tetapi malah memasang CCTV di dalam villa. Entah apa tujuan laki-laki itu, yang jelas Sadewa akan menanyainya secara langsung. Sekali menekan tombol panggil cepat, panggilan Sadewa terhubung dengan Abimana. Namun tak sampai satu menit, panggilannya langsung terhenti. Nampaknya, Abimana memasang aplikasi untuk memblokir otomatis nomer yang tak tercatat dalam daftar teleponnya. Seraya mendengus ke
Mayzura mengira jika Sadewa akan meluluskan permintaannya. Namun, ternyata pria yang bekerja sebagai bodyguard-nya itu hanya membalas dengan tatapan datar. Nampaknya Sadewa sama sekali tidak merasa bersalah atas ucapannya semalam. Mungkin memang seperti itulah sifat alami seorang laki-laki, yaitu memiliki perasaan yang tidak peka. Salahnya sendiri yang telah terbawa perasaan oleh perlakuan dan tutur kata manis dari sang bodyguard. “Mana kuncinya?” ulang Mayzura.“Aku tidak bisa memberikannya, karena aku yang akan mengantarmu ke tempat rekreasi.”Mayzura merotasikan bola matanya jengah sembari berkacak pinggang.“Tidak bisakah kamu membiarkan aku sendirian selama satu hari saja, Dewa?”“Tidak bisa. Buktinya saat aku meninggalkanmu sebentar, pasti sudah terjadi sesuatu,” tukas Sadewa dengan mantap.“Wah, apa sekarang kamu terobsesi untuk menjadi penguntitku? Atau jangan-jangan kamu adalah bagian dari penjahat di danau itu? Kamu menyamar sebagai bodyguard agar bisa mengawasiku selama 24
Seorang perempuan paruh baya dengan riasan mencolok keluar dari mobil berlambang bintang segitiga. Di bawah cahaya matahari, pantulan dari kalung dan cincin emas yang dipakainya sungguh menyilaukan mata. Dengan gayanya yang angkuh, perempuan itu menekan bel yang terletak di samping gerbang sebuah mansion. “Selamat pagi, Nyonya, ada keperluan apa Anda kemari?” tanya seorang lelaki berkulit hitam. Lengannya yang dipenuhi tato dan badannya yang kekar menunjukkan bahwa laki-laki tersebut merupakan penjaga dari mansion mewah ini. “Apa kau seorang anggota baru, kenapa tidak mengenaliku? Aku ingin menemui Tuan Cakra,” sarkas perempuan itu. “Maaf, Nyonya, untuk bisa bertemu dengan Tuan Besar, Anda harus membuat janji lebih dulu,” jawab lelaki itu. “Kau terlalu banyak bicara! Minggir, aku tidak ada urusan denganmu!” Melihat si perempuan sombong hendak menerobos masuk, penjaga gerbang itu langsung pasang badan untuk menghadangnya. “Anda tidak boleh masuk sembarangan ke dalam, Nyonya. Ji
“Tuan, Nona Mayzura baru saja sembuh dari sakit. Kesehatan fisik dan mentalnya lebih cepat pulih jika berada dekat dengan alam. Saya rasa lebih baik Nona Mayzura menenangkan diri satu hari lagi di villa,” jelas Sadewa. Bagaimanapun Sadewa tidak ingin semangat hidup Mayzura yang mulai bangkit, mendadak padam karena sikap diktator sang ayah.“Mayzura sakit apa?” tanya Tuan Agam terkejut.“Nona mengalami demam, Tuan. Selera makannya menurun drastis, dan dia sempat berpikir untuk…mengakhiri hidupnya. Saya sangat khawatir dengan kondisi Nona Mayzura,” kata Sadewa. Dia sengaja berkata demikian agar Tuan Agam berhenti memaksakan kehendaknya kepada sang putri.“Kenapa kamu tidak menghubungiku, Dewa? Kalau terjadi apa-apa terhadap putriku, kamu yang harus bertanggung jawab!” sentak Tuan Agam menyalahkan Sadewa.“Saya tidak menelepon Anda karena masih bisa mengatasinya sendiri. Hanya saja, saya mohon kepada Anda supaya tidak terlalu keras kepada Nona Mayzura.”Untuk beberapa saat, Tuan Agam tid
“Hentikan omong kosongmu, Gavindra! Calon istri yang Daddy pilihkan untukmu adalah wanita baik-baik,” sembur Tuan Bramantya mulai tersulut emosi.Gavindra tidak menanggapi perkataan ayahnya dan malah meminta satu gelas whisky kepada sang bartender. Merasa malu dengan kelakuan putranya, Tuan Bramantya segera memberi perintah kepada kedua anak buahnya untuk membawa paksa Gavindra dari klub. Kali ini, dia harus memberikan pelajaran kepada sang putra agar tidak bertindak sesuka hatinya. Sambil mengucapkan sumpah serapah, Gavindra berusaha untuk memberontak. Namun lantaran pria itu sedang dalam kondisi setengah mabuk, dia tidak dapat berbuat banyak. Pada akhirnya, pewaris keluarga Maheswara itu pun berhasil dibawa masuk ke dalam mobil. Di perjalanan, Gavindra kembali mengamuk sampai Tuan Bramantya terpaksa memberikannya obat penenang. Beberapa menit kemudian, barulah Gavindra tertidur lelap. Suasana di dalam mobil langsung berubah menjadi tenang hingga mereka tiba di apartemen. “Tuan Be
“Tuan, Nona, saya pamit pulang dulu. Di luar sudah mendung dan mungkin listrik akan padam lagi seperti kemarin. Anak saya yang paling kecil sering menangis ketakutan kalau gelap,” keluh Pak Asep usai menghidangkan makanan.“Bapak tidak mau makan sebentar bersama kami?” tanya Mayzura.“Tidak usah, Non, saya makan di rumah saja. Selamat malam,” ujar Pak Asep mohon diri dengan tergesa-gesa.Sadewa mengernyitkan alis, merasa heran dengan perilaku Pak Asep yang seperti dikejar-kejar sesuatu. Padahal sang penjaga villa biasanya tak bosan untuk mengobrol cukup lama dengannya. Mungkinkah Pak Asep mendapat tugas baru dari Abimana atau pria itu memang ditunggu oleh keluarganya? Sadewa segera berdiri dari kursinya untuk menyusul Pak Asep. Sebenarnya, dia ingin menanyakan langsung kepada Pak Asep perihal Abimana. Hanya saja karena ada Mayzura di antara mereka, ia urung menanyakan hal tersebut. Sadewa tidak ingin gadisnya mendengarkan percakapan mereka dan bertanya-tanya mengenai sosok Abimana. B
Tubuh Mayzura bergidik karena merasakan hembusan napas hangat Sadewa di tengkuknya. Kini, dia mengerti mengapa Sadewa sampai membentaknya lalu mengunci diri di dalam kamar. Ternyata pria itu sedang tersiksa lantaran menahan gejolak dalam tubuhnya. Namun yang membuat Mayzura tidak mengerti, siapa sebenarnya yang telah memasukkan obat laknat itu ke dalam minuman Sadewa. Di villa ini hanya ada mereka berdua dan Pak Asep. Rasanya mustahil bila lelaki sederhana itu sampai berani menjebak Sadewa. Meski demikian, tak dapat dipungkiri bahwa hanya sang penjaga villa yang patut dicurigai sebagai pelakunya. “Biarkan aku memelukmu sebentar saja,” bisik Sadewa dengan suara parau.Menyentuh kulit lembut Mayzura membuat Sadewa serasa menggila. Namun ia masih berusaha mengendalikan diri di tengah kewarasannya yang kian menipis. Sisi terang dan gelap dalam dirinya sedang berperang, tetapi Sadewa sadar bahwa sisi iblisnya yang lebih mendominasi. “Cepatlah pergi sekarang dan kunci kamarmu rapat-rapat