Mendapat penolakan dari Mayzura tidak membuat Sadewa menyerah. Menurutnya, inilah saatnya Mayzura keluar dari rumah yang mirip penjara ini. Sadewa tidak akan membiarkan wanitanya menderita lebih lama. “Sumpah setia hanya akan berlaku bila suami dan istri saling menghargai. Aku tahu Gavindra memperlakukanmu dengan buruk. Lantas apa yang kamu pertahankan dari rumah tangga yang seperti neraka?”Mata Mayzura tak sanggup menatap Sadewa. Bukan ini rencana awal Mayzura. Memang harusnya Mayzura senang kalau Sadewa membawanya keluar dari penderitaan. Namun, ada sisi dari dirinya yang tak setuju dengan keputusan Sadewa.Sadewa menatap Mayzura dengan intensitas yang membara. “Mayzura, kamu bisa menggugat cerai Gavindra. Dia telah melakukan kekerasan terhadapmu. Aku akan menyewa pengacara terbaik untuk menangani perceraianmu,” ujarnya dengan suara yang penuh tekad. Mayzura tidak banyak bicara, hanya menatap Sadewa dengan mata berkaca-kaca. Ia tahu bahwa Sadewa benar, tetapi hatinya masih dipenu
Sadewa keluar dari kamar sesudah Mayzura tidur dengan nyenyak. Ia bergegas menghampiri Abimana yang sedang berada di teras markas Elang Barat. Pria paruh baya itu duduk di atas kursi roda, pandangan matanya serius dan penuh pertimbangan. Tanpa basa-basi, Sadewa langsung mendekati Abimana. “Paman, apa yang harus kita lakukan sekarang? Setelah Bramantya mengetahui putranya meninggal dalam kecelakaan, dia pasti akan balas dendam. Tidak hanya aku yang menjadi targetnya, tapi keselamatan Mayzura juga akan terancam. Mayzura sekarang sedang mengandung anakku, Paman,” tanya Sadewa. Abimana menghela napas panjang sebelum menjawab. “Kita harus bersiap untuk perang, Dewa. Bramantya tidak akan tinggal diam atas kematian anaknya. Dia akan menuntut balas dan kemungkinan besar akan bergabung dengan kelompok The Cat. Mereka akan bekerja sama untuk menghancurkan Elang Barat.”“Paman benar, Cakra akan memanfaatkan kesempatan ini untuk menggalang kekuatan. Kita harus bersiap-siap.”Abimana berdiri, me
Seorang gadis muda sedang berbaring tertelungkup di atas ranjang sambil memainkan ponsel. Gadis itu adalah Mayzura, putri tunggal dari keluarga Nugraha. Tak hanya cantik dan hidup serba berkecukupan, Mayzura juga memiliki popularitas sebagai seorang penulis novel online. Terkadang, ia juga memposting kemampuannya dalam bermain piano di media sosial. Mayzura sedang membaca pesan dari sang kekasih, Enzio. Dua hari lagi adalah tepat enam bulan mereka menjadi sepasang kekasih. Karena itu, Mayzura berencana untuk merayakannya dengan cara yang spesial. Tatkala gadis cantik itu sedang asyik berbalas pesan, terdengar suara ketukan dari luar. “May, Papa ingin bicara denganmu. Papa tunggu di meja makan,” panggil sang ayah dari balik pintu. “Iya, Pa, tunggu sebentar.” Buru-buru, Mayzura menyembunyikan ponselnya, lalu beranjak dari tempat tidur. Dia merasa heran karena sang ayah sudah pulang sebelum jam lima sore. Padahal, Tuan Agam biasanya baru menginjakkan kaki di rumah menjelang makan ma
Secara refleks, pria itu pun membalikkan badannya. Dalam keremangan cahaya, Mayzura melihat sosok lelaki dewasa yang tengah menatapnya dengan tajam. Iris mata abu-abu gelap yang dibingkai dengan sepasang alis tebal, hidung mancung, dan bibir tebal. Tampan, itulah satu kata yang paling tepat untuk menggambarkan pria di hadapannya ini.“Pria mesum? Bukankah sebutan itu terbalik? Seingatku kamu yang baru saja memelukku tanpa bertanya dulu,” sanggah pria itu memicingkan mata. Semburat merah tercetak jelas di pipi Mayzura. Untung saja suasana di sekitarnya tidak terlalu terang. Bila tidak, ia pasti akan malu setengah mati dan memilih untuk menenggelamkan diri di dasar bumi. Meski begitu, Mayzura tetap berusaha menutupi rasa malunya dengan mengalihkan pembicaaan.“Itu karena aku salah orang! Di mana Enzio, apa kamu menculik atau mencelakai dia?” sentak Mayzura memasang wajah galak. Pria dewasa itu mengerutkan dahi dalam-dalam, seolah tidak mengerti dengan apa yang dimaksudkan oleh Mayzura
Meskipun jantungnya berdentum seperti genderang perang, Mayzura tidak punya pilihan selain mengikuti arahan dari Sadewa. Dengan mengerahkan segenap kemampuan, Mayzura berhasil melewati truk barang di depannya. Kemudian, ia membanting setir ke kanan dan melewati sebuah tikungan tajam. Setelah melakukan aksi kebut-kebutan yang mendebarkan di jalan, mobil mereka akhirnya lolos dari kejaran para penjahat itu. “Wow, aku sangat hebat!” pekik Mayzura memuji dirinya sendiri. Seumur hidup baru sekali ini dia melakukan sesuatu yang di luar nalar dan berpotensi mengancam keselamatan nyawanya. Anehnya, dia justru menikmati adegan berbahaya tersebut. Melihat kelakuan Mayzura yang kekanak-kanakan, Sadewa hanya bisa geleng-geleng kepala. “Kamu memang gadis labil. Tadi mengatakan aku gila, sekarang malah berbahagia,” celetuk Sadewa. Dia sampai lupa jika lengannya masih mengeluarkan darah hingga saat ini. Mayzura langsung menoleh dan melayangkan tatapan sinis kepada Sadewa. “Bisa tidak kamu dia
Kelopak mata Mayzura langsung membulat sempurna. Dia tidak menyangka jika sang ayah akan memilih Sadewa sebagai bodyguardnya. Padahal hubungannya dengan Sadewa sudah mirip seperti anjing dan kucing. “Papa serius mau menjadikan pria ini sebagai bodyguardku?” tanya Mayzura tidak percaya. Tuan Agam menganggukkan kepala dengan penuh keyakinan. Entah kenapa dia merasa sangat percaya kepada Sadewa, meskipun mereka baru pertama kali bertemu. “Sangat serius. Sadewa sudah membawamu pulang dengan selamat. Papa sangat yakin dengan kemampuannya. Kamu akan aman bersama Sadewa,” tandas Tuan Agam. Kini, Mayzura mencoba menggoyahkan pendirian sang ayah. Bagaimanapun dia tidak ingin memiliki seorang penjaga yang akan membatasi semua ruang geraknya. Kendatipun Sadewa pernah menyelamatkan nyawanya, tetapi pria itu terlalu banyak bicara dan suka bertindak sesuka hati. “Pa, kita bahkan tidak tahu asal-usul pria ini, apa pekerjaannya, dan apakah Sadewa itu nama aslinya. Kenapa Papa merektrutnya sebaga
Hampir semalaman, Mayzura tidak dapat tidur karena memikirkan banyak hal. Merasa tertekan dengan segala masalah yang menimpanya, Mayzura memutuskan untuk pergi pagi ini. Dia membutuhkan udara segar supaya bisa berpikir lebih jernih. Namun, Mayzura menunggu sampai sang ayah berangkat ke kantor, barulah dia akan keluar dari kamar. Jujur, dia sedang tidak ingin bertemu muka dengan ayahnya itu. Setelah mendengar deru mobil sang ayah, Mayzura perlahan membuka pintu kamarnya. Melihat kondisi rumah yang lengang, Mayzura bergegas menuju ke dapur untuk mencari Bi Darti. “Bi Darti, apa Sadewa ada di rumah?” tanya Mayzura. “Sadewa izin keluar sebentar, katanya mau mengambil baju dan barang-barangnya di kos, Non.” Wajah Mayzura seketika berubah ceria karena dia punya kesempatan untuk pergi diam-diam. “Bagus, aku akan pergi sebentar. Di mana kunci mobilku, Bi?” Bi Darti membasahi bibir bawahnya sebelum menjawab pertanyaan Mayzura. Pelayan setia keluarga Nugraha itu takut bila sang Nona akan
Mayzura melayangkan tatapan sinis kepada Sadewa ketika pria itu duduk di tepi tempat tidurnya. Buru-buru Mayzura memundurkan tubuhnya untuk menjaga jarak. Memang Sadewa telah menyelamatkan hidupnya, tetapi saat ini Mayzura justru merasa alergi untuk berdekatan dengan pria ini.“Aku tahu kamu pura-pura perhatian padaku demi menarik simpati Papa. Sayangnya, kamu tidak mungkin berhasil karena aku tidak akan makan,” putus Mayzura dengan mata memincing. Sadewa menaikkan setengah alisnya sambil bersedekap. Melihat betapa keras kepalanya Mayzura, Sadewa justru merasa tertantang untuk menaklukkan gadis muda ini. “Selama kamu tidak makan, selama itu pula aku akan terus berada di kamarmu,” jawab Sadewa dengan enteng.“Silakan saja, aku tidak peduli. Bukankah kamu adalah bodyguard-ku? Sudah menjadi tugasmu untuk selalu berjaga di sekitarku. Kita lihat saja, kamu atau aku yang akan bertahan di kamar ini,” tukas Mayzura acuh tak acuh.Gadis itu berjalan menuju ke rak di sudut kamar, lalu mengambi