Share

I Love You Mr. Muren
I Love You Mr. Muren
Author: Audrey_16

CHAPTER 1_HOTEL ROOM

LUGANO 16 APRIL

GRAND CRAYON HOTEL

Cuaca yang cukup cerah di awal bulan April, menghadirkan suasana tenang, dan nyaman. Tidak ada lagi suara bisingnya musik, suara riuh, dentingan gelas, dan rayuan manja dari para wanita malam yang haus kasih sayang. Semua seolah lenyap berganti dengan keheningan. 

Ya. Semua keributan seolah lenyap, berganti rasa pening yang luar biasa, juga perut yang mulai bergejolak oleh rasa mual. Dan entah mengapa semua terasa seperti berputar.

"Ahk, di mana aku?" 

Tirai yang terbuka cukup lebar membuat cahaya matahari dengan leluasa masuk ke dalam ruangan yang berukuran cukup luas dan elegan, dengan interior yang didominasi oleh warna biru tua dan putih. Pada beberapa bagian ada aksen berwarna emas yang mewah dengan lampu gantung, kaki furnitur, serta garis sederhana di permukaan dinding. Dan cahaya yang mengganggu dan menyilaukan itu cukup membuat sosok yang sedang berbaring di atas tempat tidur itu terbangun. Membuka kelopak mata yang masih sangat mengantuk sambil mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan, hingga di detik kemudian saat kesadarannya sepenuhnya pulih.

"Jadi aku berakhir di hotel lagi malam ini? Bagus. Entah barang apa lagi yang hilang kali ini," batinnya memijat tengkuk lehernya yang masih menegang, sebelum menghempaskan selimut yang menutupi seluruh tubuhnya. Dan sungguh mengejutkan, sebab mendapati tubuhnya yang tidak mengenakan apa pun.

"A-ada apa ... di mana semua pakaianku? Kenapa aku tak memakainya satu pun?" 

Entah apa yang sudah terjadi dengannya, atau apa yang sudah ia lakukan di kamar hotel hingga ia berakhir telanjang bulat. Semakin prustrasi karena tidak mengingat satu kejadian pun semalam, di tambah dengan rasa perih di sudut bibir dan pelipisnya. Bukan hanya itu, ia juga merasakan sakit yang teramat sangat di kepalanya. 

"Bagus, aku rasa sudah melewatkan malam yang luar biasa. Dan kau tak hilang? Syukurlah." 

Mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di atas nakas. Meski masih sedikit heran sebab ia tidak kehilangan ponselnya lagi kali ini. Dan setelah di cek lagi, ia juga tidak kehilangan semua barang miliknya. Sungguh aneh, pikirnya. 

"Kau di mana?" Satu pertanyaan dari seseorang di ujung sambungan telpon begitu panggilan tersambung, bahkan sebelum ia mengatakan apa pun.

"Jemput aku sekarang, Grand crayon, kamar nomor 1610." 

"Apa yang sedang kau lakukan di hotel?"

Pria itu meringis sambil memijat tengkuk lehernya yang semakin menegang, mendadak kesal karena mendapatkan banyak pertanyaan yang ia rasa tidak cukup penting untuk di bahas. "Apa aku harus menjawab pertanyaanmu sekarang?" 

"Baiklah, aku akan segera ke sana."

"Cepatlah. Jangan lupa dengan baju ganti untukku."

Panggilan telpon berakhir dengan sang pria yang terlihat beranjak dari pembaringannya. Hendak berjalan menuju kamar mandi sebelum langkah kakinya terhenti saat tak sengaja melihat benda berkilauan di atas lantai yang letaknya tidak jauh dari tempat tidurnya. Sebuah benda yang cukup menarik perhatiannya. 

"Anting?" Alis indahnya mengernyit saat mengamati benda mungil yang ternyata sebuah anting berbentuk semanggi berlapis berlian yang sangat indah. "Jadi aku benar-benar bersama seorang wanita semalam?" sambungnya berusaha mengingat dengan keras, siapa yang sudah bersamanya, apa yang sudah mereka lakukan, dan mengapa wanita itu sampai kehilangan antingnya.

"Sengaja meninggalkannya, atau memang benar-benar terjatuh." 

Ia menggantungkan benda yang sejak tadi di pegang tepat di depan matanya sambil memiringkan kepala, hingga terlihat seperti seorang anak kecil yang baru saja mendapatkan benda asing. Meski semuanya percuma, sebab ia benar-benar tidak mengingat apa pun selain perkelahiannya dengan salah satu pengunjung klub tempat yang ia kunjungi semalam dan berakhir dengan ia yang tak sadarkan diri karena mabuk berat. Dan tentu saja kondisi lupa ingatan setelah mabuk yang sering terjadi membuatnya kesulitan untuk mengingat semuanya.

"Ah, sial! Aku bahkan tidak mengingat apa pun, ini buruk." Sang pria meletakkan benda mungil tersebut di atas nakas. Seolah tidak ingin mengingat hal yang membuat kepalanya semakin pusing. Ia bergegas masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan dirinya, dan berendam di bhatup cukup membuat tubuhnya merasa rileks juga mengurangi pusing di kepala yang ia rasa akan meledak. 

Dua puluh menit berlalu, pria itu keluar dari dalam kamar mandi dengan handuk putih yang menutupi tubuh bagian bawahnya. Mengeringkan rambutnya sambil melangkahkan mendekati tempat tidur dan mengamati kondisi seprei yang masih tertata rapi, pertanda jika memang tidak ada aktifitas apa pun yang sudah terjadi di sana, dan hal itu cukup membuatnya lega sebab tidak melakukan apa pun, meski ia masih kurang yakin. Hingga pandangannya kembali tertuju ke atas nakas, meraih benda kecil berkilau itu dan duduk di atas sofa, bersamaan dengan suara langkah kaki yang terdengar di pendengaran meski tak mengalihkan pandangannya dari benda mungil di tangannya. 

"Wanita seperti apa lagi kali ini, Tuan Muren?" Satu pertanyaan dari seorang pria lainnya. Melangkah masuk menghampiri Muren yang sejak tadi terdiam mengamati benda temuannya. Meletakkan paper bag di atas nakas yang berisi setelan pakaian jas lengkap sesuai pesanan.

"Entahlah. Aku tidak mengingat semuanya," jawab sang pria pemilik nama lengkap Muren Elves menjawab dengan nada tenang, pria blasteran dengan wajah nyaris sempurna tanpa cela, memiliki tinggi badan tidak kurang dari 192 cm dengan postur tubuh proposional yang belum tertutupi kain sehelai pun selain handuk yang masih ia kenakan.

"Kau yakin?" tanya Gunn dengan alis mengernyit.

"Kau terdengar tak percaya padaku, Gunn." 

"Aku mempercayaimu, tapi tidak dengan blackout-mu."

Muren menarik napas panjang dan melepaskannya dengan perlahan sebelum beranjak dari duduknya dan mulai mengenakan pakaiannya. Ia menderita blackout parah, lupa ingatan jika sedang mabuk berat hingga membuatnya hampir tidak pernah mengingat semua kejadian yang pernah ia alami ketika mabuk. Dan hal itu cukup membuatnya sedikit terganggu. 

"Aku yakin tidak melakukan apa pun, bahkan seprei masih terlihat rapi di sana, meski aku terbangun tanpa ...." Kalimat Muren tertahan di tenggorokan. "Tak memakai pakaian sehelai pun. Apa itu masuk akal?" batinnya. 

"Mengingat sesuatu?" tanya Gunn menatap Muren dengan kening mengernyit, saat pria cantik di hadapannya terlihat memikirkan sesuatu. 

"Aku yakin tidak melakukan apa pun, tak ada bekas dan aku merasa biasa saja, aku juga tak sadarkan diri karena mabuk. Bagaimana caraku melakukannya?" Muren menjelaskan dengan nada yang terdengar cukup ragu. Bahkan Gunn bisa melihat sedikit kekhawatiran di wajah pria itu. 

"Ah, aku rasa hanya ada sentuhan biasa," gumam Gunn. 

"Hentikan! Kau membuatku mual. Selama aku tidak meniduri mereka itu tak masalah bagiku. Dan yang terpenting aku terbangun dengan barang-barang yang masih utuh."

"Waow. Setidaknya hari ini kau masih beruntung, sebab tidak kehilangan apa pun."

"Mungkin. Tapi sepertinya ada yang sudah terjadi di sini."

"Bukankah kau tidak mengingat apa pun?" tanya Gunn yang seolah masih kurang yakin dengan ucapan Muren. 

"Memang tidak. sedikit pun aku tidak mengingat kejadian semalam, tetapi aku menemukan sesuatu." Muren menunjukkan benda kecil berkilau yang sejak tadi di genggamnya. 

"Anting? Apa kau berpikir anting itu milik seseorang yang sudah membantumu semalam?" Gunn ikut mengamati benda berkilau yang masih berada di ujung telunjuk Muren. 

"Bisa jadi, bukankah dia seorang yang berbeda? Aku mungkin akan mencari tahu siapa pemilik anting ini." Muren memasukkan benda mungil tersebut di saku jasnya.

"Apa kau akan melakukan sayembara?" 

Muren memijat tengkuk lehernya yang di rasa semakin menegang. "Kau pikir kita sedang hidup di sebuah negeri dongeng dan kerajaan atau semacamnya?"

"Yah, dan kau adalah seorang pangeran yang sudah menemukan anting dari sang penyelamat. Apa kau berencana menikahi pemilik anting itu seperti kisah yang ada di dalam buku cerita?" Gunn mulai berbicara omong kosong, seolah tidak takut jika sebuah gelas yang terletak di atas nakas akan melayang ke wajahnya. Mengingat Muren adalah pria yang tidak memiliki banyak kesabaran. 

"Kau sedang menggodaku sekarang, Gunn? Itu cukup lucu. Sebaiknya tutup saja mulutmu, kau membuatku semakin mual!"

"Bagaimana jika yang menolongmu semalam bukanlah seseorang yang tidak kau kenal?"

"Maksudmu?"

---

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status