Namun, sebelum menjawab, Night yang wajahnya sejak tadi terlihat serius seketika berubah. Sejak tadi ia sudah menahan senyum hingga pipinya sakit. Bahkan pria itu langsung tertawa ketika mendapati ekspresi Aruhi saat ini.
"Ah sialan!" umpat Aruhi kesal karena lagi-lagi di kerjai oleh Night.
"Kau bersikap seolah tak mengenaliku."
"Aku tahu, kau selalu bercanda denganku tentang hal seperti itu, dan itu tidak lucu!" gerutu Aruhi semakin kesal bahkan memasang wajah cemberut hingga membuat Night kembali khawatir, terlebih saat Aruhi menolak saat ia hendak meraih tangan untuk membujuknya.
"Aku minta maaf."
"Aku membencimu."
"Aku tahu kau tak serius," ucap Night dengan nada tenang dan penuh percaya diri.
"Aku sungguh-sungguh," balas Aruhi dengan wajah datar hingga membuat Night tidak bisa menahan senyum. Gadis itu selalu memasang wajah datar ketika sedang kesal, dan bukannya terlihat menakutkan malah sangat lucu dan manis di mata Night.
"Maka apa yang harus aku lakukan?"
"Entahlah. Aku tidak berharap kau melakukan apa pun, aku hanya ingin kau tahu jika aku sangat kesal denganmu saat ini."
"Baiklah," angguk Night dan kembali meminta maaf dengan sungguh-sungguh meski Aruhi masih menolak ketika ia kembali meraih tangannya, "apa kau masih kesal?"
"Kau pikir bisa membujukku dengan mudah?"
"Oh, tentu. Aku bisa melakukan apa saja untukmu. Aku serius kali ini."
Aruhi semakin cemberut. Namun, tidak menolak lagi saat Night memilih untuk merapikan beberapa helaian rambut di wajahnya di banding harus meraih tangannya seperti apa yang ia coba lakukan sebelumnya. "Berhenti bersikap manis."
"Aku sedang kesal sekarang, dan aku tidak sedang bersikap manis di hadapanmu!"
"Yah, tapi di mataku itu terlihat sangat manis," balas Night tersenyum dengan lembut seperti biasa, senyum yang selalu berhasil meluluhkan hati Aruhi dan meredakan kekesalan gadis itu, "dan aku selalu menyukaimu yang seperti ini."
Aruhi yang masih merasa kesal langsung menghadiahi satu pukulan keras di pergelangan tangan Night. Dan itu pertanda jika sudah memafkan pria itu, meski tidak mengatakannya tapi Night bisa mengerti hanya dengan melihat segala tindakan Aruhi tanpa gadis itu harus mengucapkan apa pun.
"Masih kesal?"
"Tidak lagi, hanya saja aku sangat ingin memukulimu sekarang."
"Alih-alih memukuliku, kenapa tidak .... "
"Aku akan keluar sebentar," potong Aruhi dengan cepat. Ia yang tidak ingin berdebat lebih lama lekas meraih kardigan yang tersampir di kursi untuk di pakainya.
"Kau akan pergi?"
"Hmm," jawab Aruhi dengan anggukan singkat sambil terus berjalan. Tanpa niat berbalik untuk melihat Night yang masih di sana memandanginya cemas.
"Kemana? Biar aku mengantarmu!"
"Tidak perlu, Night. Aku tidak akan lama, aku pasti akan menghubungimu jika terjadi sesuatu," balas Aruhi berlalu pergi.
Hingga sekitar empat puluh menit berlalu, saat Aruhi kembali terlihat di sebuah hotel dan kamar yang sama di mana ia kunjungi semalam bersama seorang pria asing.
"Ah, di mana kamu. Apa aku benar-benar menjatuhkanmu di sini?"
Aruhi kembali mencari anting miliknya di atas permukaan lantai samping tempat tidur di kamar. Meski seorang room service sudah mengatakan jika tidak menemukan apa pun saat sedang membersihkan kamar hotel pagi itu. Namun, Aruhi masih belum yakin sebelum mencarinya sendiri.
"Oh Tuhan, apa aku benar-benar akan kehilangan anting itu? Ah, kenapa aku menjadi sangat kesal sekarang." Aruhi tidak berhenti kesal, bahkan ia mulai mengacak-acak rambutnya sendiri saat tidak menemukan benda yang ia cari di mana pun.
Ia bahkan sudah menghabiskan waktu cukup lama untuk mencari benda tersebut, bahkan sudah mengelilingi luasnya perpustakaan tempat di mana ia habiskan waktu untuk belajar malam itu sebelum bertemu seorang pria asing hingga berakhir di kamar hotel tempat ia berdiri sekarang.
"Oh, sial! Di mana lagi aku harus mencarinya," keluh Aruhi mulai pening. Ia bahkan sudah lelah seharian karena terus berkeliling, di tambah Night yang terus menghubungi karena jelas mengkhawatirkannya.
"Nona, apa Anda sudah menemukan benda yang Anda cari?" tanya seorang pegawai room service ketika mendapati Aruhi yang masih terdiam di depan pintu kamar tersebut.
"Aku tidak menemukannya di mana pun."
"Ah, sayang sekali." Sang pegawai membalas dengan nada iba sebelum melangkah pergi. Namun, langkah kakinya terhenti ketika mendengar Aruhi memanggilnya.
"Tunggu!"
"Ya?!"
"Apa mungkin kau mendengar jika pria yang menginap di kamar ini semalam menemukan sesuatu?"
Sang pegawai terlihat berpikir. Ia hanya melihat kedua pria keluar dari kamar hotel siang itu. Namun, tidak mendengar apa pun. "Aku rasa tidak. Maaf, Nona."
Aruhi menghela napas panjang sebelum melepaskannya dengan perlahan, wajahnya tertunduk dengan wajah muram seperti seekor anak anjing kecil yang kehilangan induknya. Ia benar-benar telah kehilangan anting itu. "Baiklah, terima kasih."
"Apa, Anda baik-baik saja, Nona? Mungkin kekasih Anda yang menemukan benda yang Anda cari."
"Kekasih? Siapa?" tanya Aruhi dengan kening mengernyit.
"Pria yang bersama Anda semalam .... "
"Dia bukan kekasihku!" potong Aruhi dengan wajah datar.
"Ah, yah. M-maaf."
"Hmm." Aruhi menjawab dengan anggukan singkat sebelum melangkah pergi. "Kekasih? Yang benar saja. Ah, pria itu, aku sungguh kesal sekarang. Ia terus membuatku kelelahan, awas saja jika bertemu lagi." Aruhi terus mengeluh di sepanjang perjalanan. Mungkin ia harus mencoba untuk mengikuti saran Night. Mencari anting itu di toko perhiasan.
Dan dalam waktu yang tidak kurang dari tiga puluh menit, ia sudah terlihat di depan sebuah toko perhiasan yang cukup besar, toko yang ia kunjungi untuk pertama kali. Sebelum memasukinya sambil terus mengamati satu tempat yang terlihat cukup ramai di sana. Mungkin ia bisa mendapatkan sesuatu di sana, pikirnya terus melangkah dengan sedikit terburu-buru.
Aruhi mengedarkan pandangan, terlihat mencari seseorang yang mungkin bisa melayaninya dengan cepat, meski tidak ada seorang pun yang bebas di sana. Apa toko sebesar ini hanya memiliki satu karyawan saja? Pikir Aruhi yang mungkin harus bersabar sebentar lagi sambil menunggu. Sedang tidak jauh dari tempat ia berdiri saat ini.
"Selamat siang, Tuan. Kami akan merekomendasikan beberapa perhiasan dan aksesoris baru kami yang mungkin Anda sukai," ucap salah sang karyawan toko kepada seorang pria yang terlihat sedang mengamati beberapa cincin di hadapannya.
Tidak menjawab, pria yang mendapatkan pertanyaan itu hanya mengangguk singkat tanpa mengalihkan pandangan dari sebuah cincin yang sejak tadi menarik perhatiannya.
"Aku akan keluar sebentar," bisik pria lainnya yang sejak tadi berdiri di samping sang pria berwajah datar yang hanya membalas perkataannya dengan sebuah anggukkan kecil tanpa mengalihka pandangannya.
"Maaf, apakah Anda memiliki anting yang mungkin sama persis seperti ini?" Aruhi menyela, bahkan langsung berdiri di sana sambil memegang satu anting miliknya.
"Anting?"
"Ya. Kau bisa melihatnya. Aku menginginkan yang seperti ini, apa kau memilikinya?"
"Biar aku lihat." Sang karyawan mengamati anting yang di berikan oleh Aruhi.
"Maaf, aku sedikit terburu-buru. Bisakah kau lekas mencarinya untukku?" tanya Aruhi sedikit memohon masih tidak menyadari jika sudah membuat sang pria berwajah dingin di sampingnya menjadi terganggu.
"Sepertinya kami memiliki motif seperti ini Nona, tapi sepertinya Anda harus menunggu sebentar."
Aruhi melirik jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul delapan malam. Ia rasa sudah sangat terlambat, dan yakin jika Night dan Nine sudah menunggunya dengan cemas. Seharusnya ia tidak mengatakan kepada Night jika akan kembali di pukul lima sore. Ia benar-benar lelah dan tidak ingin menghabiskan waktu untuk berdebat dengan pria itu lagi karena keterlambatannya.
"Maaf, tapi aku tidak bisa menunggu lebih lama. Bisakah kau mendapatkannya untukku segera?"
"Tentu saja, tapi setelah rekanku kembali, itu tak akan lama. Bagaimana jika sambil menunggu, Nona melihat-lihat koleksi barang terbaru kami," balas sang karyawan yang terlihat sedikit kerepotan dan kewalahan saat melayani beberapa pengunjung dan pembeli seorang diri.
"Aku mohon, saat ini aku sedang terburu-buru. Bisakah Anda mengambilkannya untukku segera?"
"Tentu, Nona. Saya akan mencarikannya untuk Anda, tapi sesudah pelanggan yang di sana ...."
"Oh ayolah, aku .... "
"Bisakah Nona bersabar sebentar? Suara rengekan Anda cukup mengganggu!"
---
Aruhi cukup di kejutkan oleh suara berat tepat di sampingnya. Suara itu tenang, tidak terdengar keras ataupun membentak, tapi entah mengapa cukup dingin dan bisa membuat bulu kuduk merinding. Dan yang yang lebih mengejutkannya lagi, suara itu tidak terdengar asing di pendengarannya. Hingga tanpa berpikir panjang, Aruhi langsung membalikkan badan ke arah sang pemilik suara."Merengek? Apa maksud .... " Kalimat Aruhi tertahan di tenggorokan, dengan kedua mata yang sedikit melebar karena terkejut saat menatap wajah sang pria datar yang sudah berdiri tepat di hadapannya. Wajah yang terlihat tidak begitu asing tentu saja. Tapi kali ini wajah itu terlihat jauh lebih tampan dari sebelumnya, di mana pertama kali mereka bertemu."Pria itu lagi?" batin Aruhi dengan kening mengernyit. Bahkan tidak melepaskan pandangannya. Kali ini pria yang tengah berdiri di hadapannya benar-benar menunjukkan visualnya. Ia mengenakan kemeja putih bersih dengan lengan di gulung hingga siku, celana panjang hitam
"Maafkan pimpinan saya, Nona." Gunn kembali membungkuk untuk meminta maaf."A-apa? P-pimpinan? Jadi pria badas itu pimpinan Anda?""Ya. Nona.""Wuah, luar biasa. Ternyata ada juga pimpinan yang memiliki tabiat buruk seperti dia. Dan kenapa Anda begitu betah berada di samping orang sepertinya?"Gunn lengkungkan sudut bibir ke atas, membentuk sebuah senyum. Cukup memahami kekesalan Aruhi. "Maaf Nona, jika kejadian ini membuat Nona merasa tidak nyaman.""Tidak apa-apa," balas Aruhi masih bisa tersenyum hingga membuat Gunn semakin merasa tidak enak. Bahkan ia tidak memiliki kata lagi untuk di ucapkan, sebab sadar jika sikap Muren memang sudah membuat gadis di hadapannya merasa tidak nyaman. Tepatnya kesal, dan mungkin marah."Baiklah. Selamat siang," pamit Gunn sebelum melangkah pergi. Bersamaan dengan seorang karyawan toko yang terlihat berjalan menghampiri Aruhi."Maaf, Nona.""Ya?!""Sepertinya kami tidak menemukan anting yang sama persis seperti milik Anda," ucap karyawan toko kembali
"Aku tak mengenalnya. Aku bahkan tidak tahu namanya," balas Aruhi yang memang tidak mengetahui apa pun tentang Muren."Tapi dia sudah membuatmu kesal?" tanya Night yang hanya di balas anggukan oleh Aruhi. "Sungguh?""Ya.""Apa yang terjadi?""Maksudnya?""Mengapa ia menjadi sangat menyebalkan? Apa kalian pernah terlibat masalah sebelumnya? Atau ada hal lain?" "Aku sendiri bahkan tidak mengerti kenapa aku jadi sangat sensitif, apa karena aku kesal sebab ia tak mengingatku? Lalu kenapa? Aku juga bukan orang penting yang harus ia ingat. Apa diam-diam aku mengharapkan kata terima kasih darinya? Ah, ini gila. Kenapa aku jadi sangat konyol," batin Aruhi."Aruhi, apa benar kalian berdebat?"Aruhi terbangun dari lamunan, balas menatap Night yang sejak tadi menatapnya seolah sangat menantikan jawaban darinya dengan segera. Ia juga tidak menyangka jika reaksi Night akan lebih serius dari apa yang ia pikirkan."Hanya kesalahan pahaman aku rasa, tapi tetap saja dia sangat menyebalkan.""Apa dia
Ellena membuka kancing kemeja Muren satu persatu sebelum menatap pria itu yang juga tengah menatapnya sambil mengusap bibirnya lembut."No. Ellen," tolak Muren memegangi kedua tangan Ellena yang bahkan sudah berhasil membuka seluruh kancing bajunya hingga menampakkan tubuh sempurna penuh otot yang membuat jantung Ellena semakin bergemuruh menahan hasrat."Tapi aku sangat menginginkanmu malam ini, Muren." Ellena sedikit memohon sebelum mengecup dada Muren dan menyesap niplle miliknya, bersamaan dengan suara desahan rendah yang terdengar keluar dari mulut sang pria yang langsung meraih tengkuk leher Ellena dan melumati bibir itu dengan penuh gairah selama beberapa detik."Kita akan melakukannya nanti," bisik Muren merapikan rambut Ellena."But, I really want to make love to you.""Bisakah kau bersabar? Aku berjanji, kita akan melakukannya nanti. Setelah aku sudah melamarmu, Ellena.""Melamarku?" Alis Ellena mengernyit, cukup terkejut dengan apa yang baru saja didengarnya."Yah, aku akan
"Ya." Muren mengangguk pelan sambil memijat tengkuk lehernya yang sudah menegang sejak tadi."Lalu? Ada apa lagi kali ini? Bukankah seharusnya malam ini kau melamar Ellena? Aku bahkan sudah menyiapkan semuanya, dan cukup terkejut ketika kau membatalkannya begitu saja.""Ellen berangkat ke Swiss." Muren menjawab dengan nada pelan."A-apa?""Ellen berangkat ke Swiss." Muren mengulang kalimatnya sekali lagi meski dengan nada yang masih sama."Lagi?"Tidak menjawab, Muren hanya menganggukkan kepala pelan sebelum kembali meneguk minumannya yang tersisa."Berapa lama?" tanya Gunn."Tiga bulan.""Bukan waktu yang singkat. Dan kau membiarkannya?" tanya Gunn dengan ekspresi yang cukup serius kali ini."Memang apa yang harus aku lakukan? Mencegahnya? Aku bukan suaminya.""Tapi kau ....""Aku masih kekasihnya, Gunn. Aku rasa aku masih tak memiliki hak untuk itu," potong Muren.Gunn mengangguk paham atas jawaban yang keluar dari mulut Muren, meski ia masih tidak mengerti dengan apa yang ada di da
Dengan langkah yang sedikit di percepat, Aruhi berjalan mengintari pelataran kampus yang sudah mulai terlihat sepi. Menyelesaikan tugas di perpustakaan yang menumpuk cukup menyita waktu hingga membuatnya harus menghabiskan waktu selama berjam-jam di dalam perpustakaan dan berakhir pulang larut malam."Good job, Ruhi. Kau bisa ketinggalan Bus lagi malam ini, dan seharusnya kau berlari sekarang, bukannya bersantai. Oh Tuhan, ini melelahkan."Kembali mengeluh meski tak memiliki pilihan lain dan memang ia harus berlari sekarang agar lekas sampai ke halte bus tepat waktu. Meski sepertinya kali ini gadis berkuncir itu kurang beruntung, sebab bus terakhir baru saja berlalu sebelum ia sampai ke Halte, dan itu cukup menjengkelkan."Heeii! Kau tidak bisa melakukan ini padaku. Tuaan ... TUAN ...!"Aruhi berteriak keras, masih berlari mengejar bus yang semakin melaju hingga perlahan menghilang dari pandangannya yang mulai kabur oleh peluh. Hingga akhirnya menyerah dan memutuskan untuk berhenti b
"Ini terlalu dingin ...." Suara keluhan dari pria di sampingnya terdengar serak sambil meringkuk dengan posisi yang sudah berubah, yang tadinya duduk bersandar di sandaran kursi penumpang kini berpindah posisi jadi berbaring tepat di atas pangkuan Aruhi, seolah kedua paha gadis itu sudah menjadi bantal ternyamannya saat ini. "Ah, jangan buat aku membangunkanmu dengan satu pukukan, Tuan. Bangunlah," pinta Aruhi di antara takut dan kesal. Sedang sang pria tak mendengar bahkan semakin pulas di atas pangkuannya, "Tuan, bangun sekarang juga, jika tidak aku akan benar-benar memukulmu, percayalah. Kepalan tanganku bisa membuatmu kesakitan." "Ada apa, Nona?" tanya sang pemilik taksi sambil melirik ke arah Aruhi yang kembali memejam. "Jauhkan pemabuk ini dariku!" "Hah?!" "Singkirkan dia dariku sekarang juga." Sang pemilik taksi mengalihkan pandangan ke arah sang pria yang masih pulas di pangkuan Aruhi. "M-maaf, Nona. Bisakah Anda bersabar?" "Apa?" "Bertahanlah sebentar lagi
Rolls Royce melaju dengan kecepatan tinggi melintasi jalan besar kota Manhattan di pukul sebelas malam, suasana masih tak begitu sepi, sebab pengendara masih terlihat berlalulalang kecuali para pejalan kaki yang hanya terlihat beberapa dengan langkah mereka yang tergesa seolah sedang memburu waktu. Namun, di antara beberapa di sana. Perhatian sang pengendara hanya tertujuh pada satu sosok yang sedang berdiri di pinggiran trotoar sambil melamun. Entah apa yang sedang di pikirkan gadis itu.Sang pengendara memelankan laju mobilnya, saat akan melintas di depan gadis itu. Meski tak berniat untuk berhenti, ia hanya menurunkan kaca mobil miliknya, agar leluasa melihat sang gadis yang di rasa pernah ia lihat di satu tempat, wajah itu benar-benar tak asing, dan hal yang membuat sang pengendara tak habis pikir dengan dirinya sendiri adalah mengapa ia sampai melakukan hal demikian. Menatap sang gadis dari dalam mobilnya yang juga ikut menatapnya sebelum ia menginjak pedal gas dalam. Membiarkan