Share

CHAPTER 4_GADIS YANG SEMPURNA

"Kau hanya memakai satu anting?" tanya Night dengan posisi yang masih sangat dekat. Namun, hal itu cukup membuat Aruhi lega, sebab sudah salah paham dan apa yang ia pikirkan sepenuhnya salah meski Night masih belum berniat menjauh darinya. Hingga di detik kemudian ketika ia benar-benar sadar dengan apa yang di tanyakan Night barusan.

"A-anting?"

"Ya. Anting. Kau pikir apa?" tanya Night mengetuk dahi Aruhi dengan telunjuknya sebelum kembali dengan posisinya semula.

"Anting?!" Aruhi reflek pegangi kedua telinganya. Dan benar saja, ia tidak mendapatkan satu antingnya di sana. Bahkan mulai panik saat merasa telah menghilangkan benda miliknya yang sangat berharga. "Oh no. Where are my earrings?"

"Hoh? Kau bertanya padaku? Di mana kau meletakkan antingmu? Aku sempat berpikir jika memakai satu anting adalah salah satu trend gadis jaman sekarang ...."

"Kau gila?!" pekik Aruhi keras hingga membuat Night cukup terkejut. Namun, hanya diam saja dengan bibir terkatup dan tidak berani menjawab lagi, "ah, di mana dia?" sambungnya mulai mengutak-atik isi tasnya, karena tidak puas ia sampai mengeluarkan semua isi dalam tasnya, berharap benda yang ia cari ada di sana.

"Kau bisa mencarinya nanti."

"Bagaimana jika aku tidak menemukannya?" tanya Aruhi hampir menangis. 

"Kau bisa menggantinya dengan yang baru."

"Aku rasa tidak." Aruhi kembali membongkar isi tasnya untuk yang kedua kali. Bahkan sampai membalikkan tasnya ke atas.

"Kenapa tidak?"

"Karena anting itu pemberian ibuku," balas Aruhi dengan kedua mata yang mulai berkaca.

Night menarik napas panjang sebelum mengeluarkannya dengan perlahan. Kembali mengingat momen di mana Aruhi menerima hadiah spesial. Hadiah berupa sepasang anting indah dari sang ibu di usianya yang saat itu menginjak tujuh belas tahun.

"Di mana dia?"

"Astaga, kenapa kau sangat ceroboh?"

"Aku tidak pernah melepaskan anting itu sekalipun aku bahkan terus memakainya," balas Aruhi kembali meraba telinganya sambil mencoba mengingat sesuatu yang pernah ia lakukan sebelum kehilangan anting itu.

"Baiklah, kau harus tenang sekarang, aku akan membantumu untuk mencarinya nanti," bujuk Night, "sebaiknya kita turun, ada kemungkinan kau menjatuhkannya di restaurant."

"Begitukah? Tapi semalam aku tidak ke restaurant, 'kan?"

"Lalu kau kemana semalam?" tanya Night dengan alis mengernyit dan tatapan yang sangat serius.

Aruhi bahkan lupa jika Night bisa menjadi sangat posesif padannya. Hingga kembali membuatnya mengingat satu kejadian yang sudah di alami semalam. Dan mengapa ia sampai melupakan hal itu.

"Aruhi Morthen, kemana kau semalam?!" tanya Night sekali lagi ketika tidak mendapatkan jawaban apa pun.

"Aku .... " Kalimat Aruhi tertahan di tenggorokan. "Bersama seorang pria asing di dalam hotel. Ah, sungguh membuatku prustasi. Apa aku menjatuhkannya di sana?" sambungnya membatin.

Aruhi yang terus memikirkan anting miliknya yang hilang, hingga lupa satu hal penting jika Night benar-benar akan berubah menjadi seekor anjing gila jika tahu apa yang sudah terjadi dengannya.

"Aku menghabiskan waktu di perpustakaan, sebelum kembali ke rumah," jawab Aruhi dengan nada setenang mungkin, men-skip kejadian yang di alami semalam.

"Apa kau menjatuhkannya di perpustakaan?" tanya Night yang terlihat percaya begitu saja sebab selama ini Aruhi memang tidak pernah berbohong padanya.

"Aku rasa ... yah."

"Okay, bagaimana jika kita masuk dulu. Aku akan membantumu untuk mencarinya, berhenti memasang wajah murung dan tersenyumlah," bujuk Night, berharap hal itu bisa membuat Aruhi jauh lebih tenang. 

Ia bahkan harus melakukan itu sepanjang waktu untuk membuat perasaan Aruhi membaik, sebab tahu jika saat ini Aruhi sedang tidak baik-baik saja karena kehilangan benda kesayangannya. Ia pun terus mengusap surai panjang Aruhi, karena tahu jika gadis itu akan merasa lebih baik dengan perlakuannya sekarang, dan hanya ia yang mengetahui itu. Meski kenyataannya, apa yang ia lakukan saat ini tidak cukup menghibur Aruhi yang masih saja memasang wajah muram sepajang hari, dan hal itu cukup membuatnya stres.

Night menarik sebuah kursi dan duduk tepat di hadapan Aruhi yang terus melamun tak seperti biasa. "Masih memikirkan anting itu?"

"Hmm. Aku hanya merasa sedih karena sudah kehilangan anting itu, kau tahu sendiri, 'kan? Jika anting itu adalah hadiah dari Ibu yang harus aku jaga. Tapi aku malah menghilangkannya."

"Yah, yah. Aruhi dan kecerobohannya yang selalu berjalan berdampingan," goda Night tersenyum, mengabaikan wajah cemberut Aruhi yang tengah menatapnya kesal.

"Aku tak berharap kau bisa menghiburku, tapi setidaknya jangan membuatku kesal."

Night melebarkan senyuman. Seolah ucapan Aruhi tidak berpengaruh untuknya. Ia pun tidak keberatan jika gadis itu akan mengumpat bahkan memukulinya, sebab ia juga sudah terbiasa dengan perlakuan gadis itu padanya. "Berhenti menekuk wajahmu seperti itu, kau sudah terlihat sangat jelek sekarang. Dan aku jadi tidak menyukaimu lagi."

"Berhenti menggodaku, Tuan. Kau selalu pandai membuatku kesal setiap waktu!"

"Aku hanya sedang berpikir, apa kau benar-benar tidak sadar jika di kota ini punya puluhan atau bahkan ratusan toko perhiasan, kenapa kau tidak mencarinya saja di sana, mungkin kau akan menemukan yang sama persis dengan antingmu yang hilang," balas Night mencoba memberikan saran, dan ia rasa itu cukup berhasil, sebab ekspresi Aruhi seketika berubah di detik kemudian.

"Baru kali ini otakmu bekerja dengan benar." Aruhi mengangkat tangan dan meletakkannya di atas kepala Night sebelum mengusap pucuk kepala pria itu, seolah lupa jika pria di hadapannya memiliki tinggi 190 cm. Ia bahkan tidak peduli jika harus membuat rambut yang sudah di tata dengan sangat rapi oleh pamode itu menjadi sedikit berantakan.

"Apa sekarang kau sedang mengataiku, Nona muda?"

"Oh, kau tak mendengar? Aku sedang memujimu."

"Tapi itu tidak terdengar seperti pujian."

"Begitukah? Aku hanya suka dengan jalan pikiranmu hari ini. Itu adalah suatu pujian, seharusnya kau senang," balas Aruhi yang masih mempertahankan senyum di wajahnya. Tanpa menyadari jika apa yang ia lakukan sudah membuat Night memikirkan banyak hal di kepalanya. 

"Begitukah?"

"Yah, menurutmu?" balas Aruhi lekas beranjak dari duduknya untuk menjauh dari jangkauan Night, sebab tahu jika pria itu pasti akan menangkapnya dan berakhir di bawah ketiaknya. 

"Kemari kau!" panggil Night beranjak dari tempat duduknya dan menghampiri Aruhi, ia memiliki kebiasaan yang selalu mengapit leher gadis itu dengan lengan kekarnya. Sungguh suatu kebiasaan yang sudah sejak dulu selalu di lakukannya jika merasa kesal padanya.

"Ahk ... lepaskan tanganmu, berhentilah memperlakukanku seperti anak kecil, apa kau berniat membunuhku?" balas Aruhi sedikit berontak berusaha melepaskan dirinya dari kekapan pria bertubuh tinggi kekar itu.

"Jika memang aku harus berhenti memperlakukanmu seperti anak kecil, jadi mulai sekarang, apa aku harus memperlakukanmu sebagai seorang wanita dewasa?" tanya Night dengan nada serius sambil menatap wajah Aruhi yang tiba-tiba merona.

"Apa yang sedang kau bicarakan? Aku bahkan sudah dewasa sekarang, apa kau lupa?"

"Benarkah? Tapi aku selalu merasa jika kau masih seorang gadis kecil yang manis bagiku," balas Night melepaskan kekapannya. 

"Terserah saja, yang jelas aku bukan gadis kecil lagi. Tapi wanita ...."

"Jika kau tidak ingin di perlakukan seperti gadis kecil, maka carilah seorang pria dan mulailah berkencan," potong Night dengan tatapan serius.

Night mulai mengagumi pupil hitam pekat yang di mahkotai iris coklat terang milik gadis itu, juga rahang tirus dan bibir sensual yang membuat gadis remaja itu selalu terlihat cantik di usianya yang bahkan masih sangat muda. Namun, sudah memiliki lekukan feminim proposional dengan suara khasnya. Dan gadis yang selalu terlihat sempurna di mata Night itu adalah gadis yang sejak dulu selalu bersamanya, bahkan saat gadis itu masih berusia dua tahun hingga sekarang yang sudah menginjak dua puluh dua tahun. Yah, mereka sudah bersama sejak kecil, begitu juga dengan kedua orang tua mereka yang juga sudah sangat dekat satu sama lain.

Aruhi menatap wajah Night yang terlihat serius, bahkan lebih serius dari apa yang pernah ia ingat sebelumnya. "Sayangnya aku masih belum ingin melakukannya. Lagi pula dalam mencari pasangan itu bukan perkara yang mudah. Dan mulai dari sekarang berhentilah menyuruhku untuk berkencan."

"Kenapa? Apa kau ingin menungguku untuk melamarmu? Apa aku harus bertemu dengan Paman untuk melamarmu sekarang juga?" Night kembali mengatakan hal yang sama seperti biasa.

"Oh, demi Tuhan. Berhenti menggodaku." 

"Aku tidak sedang menggodamu, Aruhi. Kau tahu itu," balas Night. 

"Lalu?"

"Kau milikku. Semua orang juga tahu itu, baik Nine, Ayah, Ibu, Paman dan Bibi."

"..."

"Aku serius."

"..."

"Apa kau tidak?"

---

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status