Share

CHAPTER_7 SIAPA DIA?

"Maafkan pimpinan saya, Nona." Gunn kembali membungkuk untuk meminta maaf.

"A-apa? P-pimpinan? Jadi pria badas itu pimpinan Anda?"

"Ya. Nona."

"Wuah, luar biasa. Ternyata ada juga pimpinan yang memiliki tabiat buruk seperti dia. Dan kenapa Anda begitu betah berada di samping orang sepertinya?"

Gunn lengkungkan sudut bibir ke atas, membentuk sebuah senyum. Cukup memahami kekesalan Aruhi. "Maaf Nona, jika kejadian ini membuat Nona merasa tidak nyaman."

"Tidak apa-apa," balas Aruhi masih bisa tersenyum hingga membuat Gunn semakin merasa tidak enak. Bahkan ia tidak memiliki kata lagi untuk di ucapkan, sebab sadar jika sikap Muren memang sudah membuat gadis di hadapannya merasa tidak nyaman. Tepatnya kesal, dan mungkin marah.

"Baiklah. Selamat siang," pamit Gunn sebelum melangkah pergi. Bersamaan dengan seorang karyawan toko yang terlihat berjalan menghampiri Aruhi.

"Maaf, Nona."

"Ya?!"

"Sepertinya kami tidak menemukan anting yang sama persis seperti milik Anda," ucap karyawan toko kembali meletakkan anting milik Aruhi di atas counter.

"Tapi bukankah Anda mengatakan jika memiliki anting yang sama persis dengan ini?"

"Maaf Nona, kami pikir anting ini hanya anting biasa. Tapi sepertinya ini hanya bisa di dapat jika melakukan pemesanan khusus untuk membuatnya."

Aruhi menarik napas panjang dan melepaskannya dengan perlahan. Gadis itu tersenyum sekilas sebelum kembali memasang wajah muram. "Baiklah, terima kasih," ucapnya.

Ternyata tidak mudah untuk mencari yang sama persis seperti antingnya yang hilang. Dan jika memang antingnya hanya bisa di dapatkan kembali dengan cara memesannya terlebih dulu, bukankah ia tidak perlu mengelilingi seluruh toko di kota ini lagi untuk mencarinya? Selain akan membuang waktunya, ia juga akan sangat kelelahan dan berakhir pulang larut malam lagi.

"Ah, ini cukup melelahkan," keluh Aruhi hampir menangis. 

Ia bahkan masih berdiri di tempatnya dengan kepala tertunduk hingga beberapa menit sebelum memutuskan untuk keluar dari sana. Mungkin ia akan sedikit terhibur jika kembali ke restaurant dan bertemu Night, tidak bisa ia pungkiri jika selama ini hanya pria itu yang selalu bisa menghiburnya. Dan seolah saling memiliki ikatan batin, ponselnya kembali berdering dengan nama 'Malam' yang tertera di layar ponselnya.

"Night."

"Kau baik-baik saja?" Satu pertanyaan dari Night yang membuatnya benar-benar ingin menangis, bahkan ia belum menceritakan apa pun pada Night, tapi sepertinya pria itu sudah bisa menebak jika ia sedang tidak baik-baik saja sekarang.

"Aku tidak menemukannya." Aruhi melangkah keluar dari toko, berjalan lambat mengintari trotoar yang sebagian permukaannya di penuhi dedaunan kering, sebelum memutuskan untuk duduk di sebuah kursi di pinggiran taman sambil meluruskan kedua kakinya yang mulai keram.

"Lalu di mana kau sekarang?"

"Taman."

"Tunggu aku di sana. Aku akan menjemputmu."

Panggilan telpon terputus. Aruhi kembali menarik napas berat, memangku kedua tangan sambil menengada, mengabaikan dedaunan maple kering berguguran yang di terpa angin dan mengenai wajahnya. Ia hanya memejamkan mata sambil menikmati hembusan angin menyapa wajahnya yang tampak bercahaya saat terkena pantulan sinar lampu taman yang terkadang timbul dari balik dedaunan kala angin meniupnya.

Dan di detik berikutnya, terlihat mobil yang melintas dengan perlahan melewatinya, bersamaan dengan tatapan mata tajam dari seseorang yang tengah duduk menyenderkan tubuh di jok depan, dengan pandangan yang sekilas tertuju ke arahnya yang masih dengan posisinya.

"Apa kau sudah mendapatkan cincin yang sesuai dengan keinginanmu?" tanya Gunn, sang pengendara mobil yang baru saja melintas.

"Tidak, aku akan kembali nanti," balas Muren, menatap kaca spion yang masih memantulkan bayangan Aruhi yang tengah melamun di sana. Hingga banyangan itu menghilang, dan Muren yang kembali memejam.

"Apa kau butuh bantuan?"

"Tidak, Gunn. Terima kasih." Muren menjawab sebelum mengeluarkan benda mungil dari balik saku jas dan menatapnya.

"Apa kau masih memikirkan pemilik anting itu?" Gunn melirik sekilas ke arah Muren yang masih menatap benda di tangannya.

"Yah, aku merasa jika pernah melihat pemilik anting ini." Muren kembali mengalihkan pandangannya ke luar jendela.

"Haruskah kita ke klub untuk memastikannya?"

"Apa kau masih mengira jika pemilik anting ini salah satu wanita di klub, Gunn?"

"Yah, aku rasa begitu."

"Tapi aku pikir tidak."

"Kenapa kau bisa berpikir demikian?" tanya Gunn.

"Entahlah. Aku hanya merasa jika pemilik anting ini adalah seorang yang berbeda, sangat menggambarkan sisi feminin, seorang yang sederhana, dan .... "

"Cantik," potong Gunn. "Berlian menggambarkan sosok yang cantik dan elegant. Sepertinya kau sudah mendapatkan gambaran tentang sosok sang pemilik anting," sambungnya kembali melirik Muren.

Suasana kembali hening hingga beberapa menit.

"Kapan kau akan melamar Ellena?" tanya Gunn membuyarkan lamunan Muren.

"Akhir pekan ini."

"Apa kau sudah mempersiapkan semuanya?"

"Aku bahkan belum mendapatkan lokasi yang tepat." Muren kembali memasukkan anting tersebut ke dalam saku jasnya.

"Bagaimana jika restaurant di tempat biasa? Aku yang akan mengurus semuanya."

"Ide yang bagus, aku serahkan padamu, Gunn."

"Baiklah, usai bertemu klien sore ini, aku akan mengurusnya."

"Ya," angguk Muren mengambil ponsel dari dalam saku celananya dan mulai memeriksa semua notifikasi di sana. Bahkan sekilas pria itu terlihat tersenyum saat membaca beberapa pesan singkat yang mungkin saja itu pesan dari kekasihnya.

Sedang di pinggiran taman, tidak jauh dari sana tampak mobil lain terlihat berhenti tepat di depan Aruhi yang mulai memaksakan diri untuk tetap tersenyum seperti biasa agar tidak membuat seseorang itu khawatir, meski tak berlangsung lama sebelum senyuman itu menghilang dan berganti dengan wajah yang kembali terlihat murung.

"Apa yang kau lakukan di sana?" tanya Night berjalan menghampiri dan langsung duduk di samping Aruhi.

"Mengurangi sesak."

"Sesak? Apa sesuatu telah terjadi?" Night menatap wajah Aruhi yang masih menengada, seolah langit pekat adalah hal yang paling menarik saat ini.

"Entahlah, ada banyak hal yang terjadi hari ini, tapi tak satupun yang menyenangkan bagiku."

"Bisa kau menceritakan salah satunya? Mungkin saja itu bisa mengurangi beban yang kau rasakan saat ini."

"Aku hanya ingin bersandar dan tak ingin bercerita," balas Aruhi yang tanpa aba-aba langsung menyenderkan kepalanya di bahu lebar Night. Dan entah mengapa ia selalu merasa nyaman dengan posisi itu.

"Baiklah, jika kau merasa itu lebih baik." Night mengusap kepala gadis itu lembut dan tidak ingin bertanya apa pun lagi. Sebab ia tahu jika Aruhi pasti akan menceritakan semuanya jika ia merasa lebih baik. Hingga beberapa menit berlalu saat mereka duduk dalam hening.

"Night."

"Ya?"

"Apa kau pernah bertemu seseorang yang memiliki sikap sangat menyebalkan?" tanya Aruhi yang masih menyenderkan kepalanya di bahu Night.

"Aku rasa sering."

"Lalu? Apa kau pernah berpikir untuk menghajar mereka?"

Night menyunggingkan senyum, merasa lucu dengan pertanyaan Aruhi. Bagaimana bisa ia memiliki keinginan itu jika yang memiliki sikap menyebalkan adalah kebanyakan perempuan yang menginginkannya tapi terkadang membuatnya kesal.

"Aku rasa, iya."

"Lalu?"

"Sayangnya aku belum pernah melakukannya," balas Night santai.

"Ah, seharusnya kau menghajar saja mereka."

"Apa orang itu benar-benar menyebalkan?" tanya Night tidak terduga, ia bahkan bisa menebak dengan muda apa yang sudah di lalui Aruhi seharian ini hanya dengan mendengarkannya saja .

"Hah?!" Aruhi mendongak, menatap wajah dagu Night.

"Orang yang sebenarnya sangat ingin kau hajar. Apa dia benar-benar sangat menyebalkan?"

 "Ya. Dia sangat menyebalkan." Aruhi mengangkat kepala, dan memilih menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi bersamaan dengan ingatan yang kembali tertuju kepada sosok Muren yang baru saja di temuinya beberapa saat lalu. Pria itu berhasil membuatnya kesal, tapi tidak cukup membuatnya merasa sangat marah. Meski itu terdengar aneh tapi itulah yang ia rasakan saat ini. Ia hanya kesal tapi tidak marah.

 "Siapa dia?" 

---

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status