"Apa yang sudah kau lakukan dengan cangkir-cangkir itu?" tanya Night terlihat heran sekaligus gemas dengan tingkah tidak biasa dari Aruhi saat ini."Kau tidak melihat? Aku sedang merapikan cangkir-cangkir ini." Aruhi membalas dengan tersenyum yang malah membuatnya terlihat sangat bodoh. Bibir yang mengatup sambil memejam, dan langsung menyembunyikan dirinya di balik punggung lebar Night."Apa kau yakin jika sedang merapikannya? Kau bahkan mengacaukannya, Nona. Sadarlah."Aruhi melihat beberapa cangkir di atas meja. Berhamburan dan beruntung tidak sampai pecah."K-kenapa jadi ... berantakan semua ....""Menurutmu, ini ulah siapa?"Aruhi mengusap tengkuk lehernya, masih merasa gugup, merasa jika wajahnya memerah sekarang karena malu."Istirahatlah di ruanganku. Kau tampak aneh sejak tadi, aku curiga. Apa kebetulan kau mengenal CEO itu?""CEO? siapa?""Siapa lagi kalau bukan pria berwajah datar yang tengah bersama Nine di sana.""Tidak," balas Aruhi tanpa melihat Muren di sana, dan hanya
"Kedua pria di retaurant sore tadi ...." Aruhi menarik napas panjang sebelum mengeluarkannya dengan perlahan, terlihat meremat jari-jari tangannya sambil menatap sang kakak yang masih fokus dengan ponselnya. "Siapa mereka?""Klien.""Oh," angguk Aruhi semakin resah. Apa yang ia pikirkan tak salah lagi. Night menanamkan saham di peruhasaan Muren. Seharusnya itu bisa menjadi berita yang bagus, sebab yang ia tahu Nine tak akan menanamkan sahamnya pada perusahaan yang biasa saja. Namun, yang jadi pertanyaan Aruhi sekarang adalah, mengapa harus di perusahaan Muren, apa hanya perusahaan pria itu yang terbaik di negara ini?"Lalu bagaimana kelanjutannya? Apa Kakak bersedia menjadi investor mereka?""Sepertinya begitu.""Kenapa?""Kenapa?" Nine balik bertanya. Merasa sedikit aneh atas pertanyaan adiknya."Perusahaan di negara ini cukup banyak, kenapa mesti di perusahaan ... pria itu."Oskan tersenyum, kembali mengamati adiknya yang tak seperti biasa. Selama ini Aruhi tak pernah tertarik d
WANG CORPORATION."Aku sudah mendapatkan semua informasi tentang gadis pemilik anting itu, dan ...." Gunn meletakkan sebuah amplop berukuran besar berwarna coklat di atas meja tanpa melanjutkan kalimatnya. Mengamati Muren yang masih berdiri menatap pemandangan langit biru dari balik diding kaca ruang kerjanya."Dan?""Aku rasa ada beberapa hal yang cukup mengejutkan yang tidak kita ketahui tentang gadis itu."Muren lekas membalikkan badan dan mengambil amplop coklat yang Gunn letakkan di atas meja kerjanya. "Apa ini sudah akurat?""Tentu saja. Dia putri bungsu yang berasal dari keluarga Daiquan.""Daiquan?" kening Muren mengernyit."Ya."Muren menggigit ujung kuku ibu jari seperti kebiasaannya, terlihat berpikir sambil menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi kerjanya. Merasa tak asing dengan marga tersebut."Sungguh tak terduga," ucap Muren kembali mengambil selebaran di sana untuk di bacanya kembali.Pemilik perusahaan properti yang cukup besar dan berkembang di Korea Selatan dan be
"Aku merindukanmu," batin Muren. "Aku rasa ini belum terlambat," ucapnya kembali melirik jam yang melingkar di lengannya sebelum melangkah dengan langkah lebarnya, menghampiri sebuah meja yang di sana sudah menunggu seorang wanita berparas cantik dengan rambut pendek sebahu, kulit putih, manik mata yang terlihat kebiruan, hidung mancung lengkap dengan bibir mungilnya yang berwarna merah, tengah duduk dengan anggunnya, melambai ke arah Muren yang membalasnya dengan satu senyum yang terlihat menawan. "Apa aku sudah membuatmu menunggu lama?" tanya Muren, mengecup pipi merona Ellena, sebelum mengusapnya lembut."Tidak, kau selalu datang tepat waktu," geleng Ellena dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya. "Aku tak ingin membuatmu menunggu."Ellena beranjak dari duduknya dan langsung duduk di atas pangkuan Muren, abaikan beberapa tatapan dari para pengunjung, mungkin tidak masalah bagi mereka, ketika melihat dua pasangan kekasih yang begitu serasi dan sempurna tengah bermesraan di de
Mobil Muren terparkir tepat di depan Butik milik Ellena. Bersamaan dengan satu pesan notifikasi yang masuk kedalam ponselnya.💌 Ellena [I am so sorry, aku tak bisa menemuimu malam ini. Are you okay, Babby?]Satu pesan singkat yang Muren terima dari Ellena yang ia rasa cukup terlambat. Pria itu menarik napas kuat dan dalam sebelum mengeluarkannya dengan perlahan. Mengapa Ellena begitu menyepelekannya, dan ia cukup terluka, bahkan untuk yang pertama kalinya, ia merasakan itu.💌 Muren [Di mana kau sekarang? Apa kau baik baik saja, Ellen?]Muren bahkan tak bisa menyembunyikan kekhawatiran, sebab sempat berpikir jika Ellena menemui kendala di dalam perjalanan saat akan menemuinya. 💌 Ellena [Aku sedang berada di Butik. Terlalu banyak pelanggan. Aku baik-baik saja."Jantung Muren berdetak kencang. Seketika gelisa terlebih saat melihat kondisi Butik Ellena yang anehnya sudah terlihat sepi, dengan lampu yang juga sudah padam.Bukankah kau sangat takut gelap? Batin Muren semakin gelisah.💌
"A-aku akan menjelaskan semuanya, bisa kau tenang?" balas Ellena kedapatan cemas, hingga mulai tergagap. "Maka jelaskan semuanya padaku, Ellen. Apa yang kau lakukan bersama pria lain di hotel."Ellena terdiam tak menjawab."Mengapa sampai berbohong padaku, membatalkan janji begitu saja, dan ... mengapa perlakuanmu padaku sama seperti perlakuanmu padanya? Siapa dia, apa hubunganmu dengannya? Mengapa kau bersamanya di saat aku sedang menunggumu dengan cemas dan khawatir," tanya Muren, memberondongi Ellena dengan banyak pertanyaan. Bahkan selama ini ia tak pernah bertanya banyak kepada wanita itu, sebanyak apapun yang ingin ia ketahui."Muren, apa yang sedang kau bicarakan? Kau ....""Aku melihat semuanya, Ellena!" potong Muren dengan nada meninggi, hingga cukup mengejutkan Ellena yang selama ini tak pernah mendengar suara keras juga nada tinggi darinya, sungguh satu hal yang seketika membuat wanita gugup dan ketakutan setengah mati."Muren ....""Kau memeluknya, kau bahkan ...."Kalim
Melangkah tergesa masuk kedalam halaman sebuah bangunan mewah di kawasan elite pinggiran kota. Satu-satunya bangunan yang berdiri di kawasan distrik tersebut, bangunan yang tak lain milik seorang CEO Grup WANG, Muren Elves yang memang tak begitu menyukai keramaian. Hingga langkah kaki Gunn terhenti, saat mendapati kondisi mobil Muren yang tampak hancur lengkap dengan kaca yang pecah di hampir semua bagian. "Apa yang sudah terjadi?" Gunn berjalan masuk ke dalam rumah dengan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan. Tanpa mencari pun, Gunn sudah bisa menebak jika sang pemilik rumah pasti sedang berada di sebuah beranda yang terletak di belakang rumahnya, yang di sana terdapat sebuah danau yang dikelilingi pepohonan pinus, lengkap dengan sebuah pondok kayu yang di jadikan tempat peristirahatan. Tempat yang tepat untuk mengasingkan diri. Sebab di sana tak ada suara apa pun selain kicauan burung, juga gemerisik pohon saat tertiup angin, dan suara jarum-jarum pinus yang jatuh di atas ata
"Kau bisa mencobanya," balas Gunn. "Gunn, kau tahu jika Muren sangat mencintaiku, 'kan? Kita sudah sangat lama menjalin hubungan, dan ....""Kau mengkhianatinya," potong Gunn. "Aku akan memperbaiki semuanya.""Kau tahu jika itu percuma, Ellena. Muren bukan pria pemaaf jika itu menyangkut soal penghianatan. Seharusnya kau tahu itu, bukankah kalian sudah lama menjalin hubungan? Kenapa kau sampai ceroboh dan melakukan itu? Atau karena kau sudah tak mencintainya lagi?""Tutup mulutmu, Gunn!" bentak Ellena menjadi sangat emosional. "Aku tidak akan membiarkanmu menyakitinya lagi, Ellena. Apa kau tahu jika aku cukup marah saat ini? Kau membuatku kesal karena sudah menyakitinya, dan apa kau pikir aku akan membiarkanmu mendekatinya lagi dengan segala kebohonganmu?"Kedua telapak tangan Ellena mengepal kuat dengan wajah memerah jelas menahan amarah. Ia tahu jika Gunn juga merasakan hal yang sama. Namun, pria itu lebih unggul dalam hal mengontrol perasaan dan amarahnya, hingga ia masih terlih
"Apa selama ini kau juga mencemaskanku?""Hah?!""Sepertinya tidak," balas Muren mulai merajuk di hadapan Aruhi yang membuatnya malah terlihat menggemaskan."Tentu saja aku lebih mencemaskan Anda, aku mencemaskan hubungan kita, aku bahkan sangat tersiksa karena sangat merindukan Anda," ungkap Aruhi untuk yang kesekian kalinya, sebab tahu jika pria itu sangat menyukai saat mendengarnya, ia pun mengusap wajah pria itu dengan lembut penuh kasih, betapa ia sangat menyayangi kekasihnya.Hingga pergerakan tangan Aruhi terhenti saat ia menyadari sejak tadi Muren sedang menatapnya dengan tatapan intens, tatapan yang membuat Aruhi seketika merasa gugup, di tambah lagi saat Muren mengusap bibir merah muda itu dengan ibu jarinya.Ada apa ini, kenapa sangat canggung. Aruhi mengedipkan matanya berulang kali saat Muen mulai mendekatkan wajahnya, hingga ia bisa merasakan napas hangat yang keluar dari mulut yang beraroma mint dari pria itu."Tuan Elves ...?!""Apa aku boleh melakukannya lagi?" bisik
"Yah, dan yang membuat Muren tak bisa melakukan apa pun terhadapa Ellena selain memutuskan hubungan sepihak karena, pria yang menjadi kekasih Ellena adalah Nine, yang tak lain adalah kakak dari Aruhi sendiri.""A-pa?""Seperti yang kau dengar.""Jadi yang membuat masalah menjadi semakin rumit, karena itu?""Yah, semuanya jadi serba kebetulan.""Lalu bagaimana mereka bisa berakhir menjadi seorang kekasih?" tanya Lucas yang masih sangat penasaran dengan semua kisah yang sudah terjadi di antara kakaknya dan Aruhi."Mereka kembali bertemu dua tahun kemudian, oleh satu insiden yang sama seperti sebelumnya," balas Gunn yang menceritakannya secara mendetail."Dua tahun kemudian?""Yah, mereka membutuhkan waktu selama itu, sampai hati Muren sepenuhnya pulih dari luka hatinya, dengan terus mengkomsumsi alkohol, sungguh satu cara yang berbeda untuk melupakan semuanya.""Dan aku rasa ia selalu beruntung jika sedang mabuk, apa itu takdir mereka? Sebab selalu Aruhi yang menemukannya," sambung Luca
"Semoga semuanya membaik." Lucas meletakkan beberapa barang yang masih untuh dari atas lantai ketempat semula, dan beruntung hanya beberapa barang yang pecah dan rusak di sana, jadi Lucas tidak begitu kesulitan untuk membereskan semuanya."Sepertinya baru saja terjadi badai di sini," ucap Gunn ikut membalikkan meja yang terbalik di sana. Entah sejak kapan pria itu di sana, Lucas bahkan tak menyadarinya."Yah, seperti yang kau lihat," balas Lucas masih tak habis pikir. Merasa jika tak hanya masalah dirinya dan Aruhi yang ada di dalam kepala Muren. Tapi ada masalah lain yang membuat kakaknya jadi sedikit berubah, entah itu apa. Lucas tak berhenti memikirkannya."Ada apa lagi?" tanya Gunn."Apa Muren tak mengatakannya?""Mengatakan apa?""Semalam ia tak pulang.""Apa?""Semalam Muren tak pulang, bukankah kalian bersama?" tanya Lucas setelah semuanya kembali rapi."Tak pulang? Maksudnya?""Muren pulang dalam keadaan kacau pagi tadi, dengan aroma alkohol yang menyengat, aku rasa ia memn
"Apa maksudmu?""Ada apa? Apa aku salah berbicara sekarang? Kali ini aku masih bisa memaafkanmu. Aku tahu, kau melakukan itu semua karena peduli dengannya. Tapi mulai sekarang berhentilah melakukan hal yang bisa membuatku salah faham, Lucas. Sebab aku tahu apa yang harus aku lakukan untuknya. Dan aku sangat berterima kasih karena kau sudah menjaganya selama ini," balas Muren menatap tajam."Aku rasa kau sudah salah paham denganku, Kak ....""Apa menurutmu begitu? Yah, mungkin kau benar, aku sudah salah paham denganmu, maka dari itu. Jangan pernah melakukan hal yang bisa membuatku salah paham. Aku sudah mengatakan itu sebelumnya," potong Muren masih dengan tatapan tajamnya.Hening.Tak ada satu kalimat yang keluar dari mulut mereka, dan hanya tatapan mata tajam yang saling beradu sejak tadi. Hingga membuat suasana menjadi semakin menegangkan, bagaimana tidak jika saat ini perasaan cemburu kini menguasai hati juga pikiran Muren, hingga membuatnya menjadi sangat marah, dan kesulitan untu
Suara dentuman musik yang menggema di ruangan dengan pencahayaan yang cukup minim mengiringi sebagian para pengunjung untuk menari di atas flanel dengan pasangan masing-masing. Dan di antara sekian banyak pengunjung, terlihat sosok Muren yang sedang duduk seorang diri, seperti biasa sambil menikmati minumannya. Bahkan ia sudah terlihat sangat mabuk hingga tidak menyadari jika ada beberapa jalang yang sedang menggerayanginya, ada pula yang sampai duduk di atas pangkuannya."Ruhi ...." gumam Muren, ketika melihat sosok Aruhi di sampingnya. "Ruhi, jadi dia yang sudah membuatmu seperti ini? Oh sayang sekali, kau pria yang sempurna, jika bersamaku kau tidak akan merasakan kesedihan," balas wanita itu tak berhenti tersenyum. "Bisakah ... kau tak menghindariku? Bisakah kau hanya percaya padaku? Aku mohon, jangan membuatku cemburu." Muren menangkup wajah seorang wanita yang sejak tadi bersamanya.Setidaknya halusinasi tersebut bisa membuat kesedihannya berkurang. Dengan membiarkan sosok yan
"Apa aku terlalu pengecut?" tanya Aruhi yang masih tertunduk. Seolah tak memiliki kekuatan lagi untuk menatap Lucas di hadapannya. Entah mengapa, semua menjadi sangat rumit. Terkadang timbul perasaan dan keinginan yang membuatnya ingin menyerah saja. Namun, perasaan cinta yang di rasakan untuk Muren teramat besar hingga mengalahkan semuanya. "Hmm. Gadis pengecut yang manis, dan sepertinya kita harus pulang sekarang," balas Lucas yang langsung beranjak dari duduknya, meraih tangan Aruhi yang hanya menurut mengikuti langkahnya. Berjalan beriringan dengan hening yang kembali menemani mereka. Sungguh satu pemandangan yang tidak seperti biasa. Normalnya, Lucas akan terus berbicara tanpa henti, terlebih jika itu di samping Aruhi. Tetapi saat ini. Pria itu lebih banyak diam sam hanya terus mengikuti langkah Aruhi sambil mengamati gadis itu. "Kenapa hanya diam saja?" tanya Aruhi tanpa memalingkan pandangan. "Aku hanya bingung harus mengatakan apa." "Kau selalu mengatakan apa sa
"Apa benar begitu, kenapa wanita itu terus mendekati Ruhi, seolah olah Ruhilah yang harus bertanggung jawab atas putusnya hubungan kalian? Aku hanya mengkhawatirkan Ruhi begitu pun dengan Nine," balas Night yang benar-benar tak bisa menyembunyikan kemarahannya lagi kali ini. "Aku tahu, kau tidak perlu mengkhawatirkan hal itu." "Anda tidak bisa menyuruhku untuk tidak mengkhawatirkan Ruhi. Anda pun tahu hubungan kami seperti apa, dan Anda jelas tahu arti Aruhi bagiku. Jelas aku tidak akan tinggal diam jika ada yang menyakiti dan membuatnya terluka!" "Dan akan aku pastikan, jika dia akan baik-baik saja, aku akan melindunginya. Karena aku adalah kekasihnya," balas Muren dengan tatapan yang berubah dingin. "Sebaiknya Anda melakukannya dengan benar, Tuan Elves. Aku melepaskan Ruhi di sisimu bukan untuk kau sakiti," sambung Night masih dengan tatapan tajamnya yang seolah tak akan pernah melemah di depan Muren.Untuk sesaat suasana di dalam Caffe tersebut kembali hening, hingga menciptak
"Sepertinya kau sudah salah paham padaku, aku mohon, jangan seperti ini. Aku sangat mencintaimu Nine, dan aku tidak ingin kehilanganmu, kau tahu itu ''kan?" "Lagi-lagi kalimat yang sama. Bukankah itu kalimat yang sering kau ucapkan untuk Muren Elves?" "Sayang, dengarkan aku." Ellena meraih tangan Nine untuk di genggamnya. "Aku sudah cukup mendengarmu selama ini Ellena. Sekarang giliranmu untuk mendengarku, jangan ganggu hubungan mereka lagi. Aku mohon padamu. Aku akan memberikan semua yang kau inginkan, tapi dengan syarat, jauhi mereka." "Ada hubungan apa kau dengan gadis itu? Hingga kamu rela meberikan semuanya demi dia, sepenting itu kah dia bagimu? Aku kekasihmu sekarang, apa aku tidak penting bagimu?" balas Ellena mulai menangis dengan tubuh yang bergetar menahan rasa marah. "Ellena, kau tahu aku sangat mencintaimu. Dan meskipun hanya aku yang merasakan itu. Aku bahkan tidak tahu, siapa yang ada di dalam hatimu saat ini, tapi untuk kali ini aku tidak akan membiarkan menyakiti
"Beberapa hari lalu aku pernah melihat Ellena bersama Nine, apa itu hanya suatu kebetulan?" tanya Gunn lagi. "Tidak, mereka memang sepasang kekasih," jawab Muren dengan nada santai. "Apa?" "Yah, aku rasa mereka sudah menjalin hubungan cukup lama, jauh sebelum hubungan kami berakhir," balas Muren kembali meneguk cocktailnya hingga tandas. "Jadi selama ini kau sudah mengetahuinya? Apa Nine adalah pria yang bersama Ellena pada malam itu?" tebak Gunn. "Hm, dan sekarang aku berharap, semoga Ruhi tidak mengetahui hal ini, dia akan sangat terpukul jika mengetahuinya, itulah alasanku memilih untuk tetap diam selama ini meski mengetahui semuanya," balas Muren menghela napas panjang. Bahkan sampai saat ini ia tak pernah berhenti memikirkan Aruhi. "Bukankah ini hal yang kurang baik jika kau terus menyembunyikan semuanya dari Aruhi? Sebab cepat atau lambat dia pasti juga akan mengetahuinya, 'kan?" "Aku tahu, tapi setidaknya tidak untuk sekarang." "Baiklah. Aku mengerti, jadi bisakah ki