Nine beranjak dari duduknya, sedikit menjauh saat mendapatkan telpon darinya.📞 "Kak."📞 "Aruhi?! Bukankah kau sedang berada di restaurant saat ini? Di mana kau sekarang? Aku bahkan tidak melihatmu sejak tadi." 📞 "Aku sedang berada di luar sekarang."📞 "Di luar? Haruskah aku menjemputmu?"📞 "Aku rasa tidak perlu. Lagi pula aku akan ke restaurant sebentar lagi."📞 "Kau yakin?"📞 "Hmm."📞 "Dan, apa kau membutuhkan sesuatu? Aku sedang bersama seorang klien sekarang, tak bisa menemanimu mengobrol lama."📞 "Aku tahu."📞 "Lalu?"Hening, hingga beberapa saat. 📞 "Aruhi?" panggil Nine saat tak mendengar jawaban dari Aruhi. 📞 "Bisakah Kakak membantuku?" tanya Aruhi dengan nada yang terdengar ragu. 📞 "Tentu, apa yang kau inginkan?"Aruhi kembali terdiam, terlihat menarik napas panjang dan melepaskannya dengan perlahan. Merasa jika permintaannya kali ini mungkin adalah hal yang paling konyol. Namun, ia tak punya pilihan lain. 📞 "Aruhi? Kau masih di sana?"📞 "Bisakah Kakak berp
"Apa yang sudah kau lakukan dengan cangkir-cangkir itu?" tanya Night terlihat heran sekaligus gemas dengan tingkah tidak biasa dari Aruhi saat ini."Kau tidak melihat? Aku sedang merapikan cangkir-cangkir ini." Aruhi membalas dengan tersenyum yang malah membuatnya terlihat sangat bodoh. Bibir yang mengatup sambil memejam, dan langsung menyembunyikan dirinya di balik punggung lebar Night."Apa kau yakin jika sedang merapikannya? Kau bahkan mengacaukannya, Nona. Sadarlah."Aruhi melihat beberapa cangkir di atas meja. Berhamburan dan beruntung tidak sampai pecah."K-kenapa jadi ... berantakan semua ....""Menurutmu, ini ulah siapa?"Aruhi mengusap tengkuk lehernya, masih merasa gugup, merasa jika wajahnya memerah sekarang karena malu."Istirahatlah di ruanganku. Kau tampak aneh sejak tadi, aku curiga. Apa kebetulan kau mengenal CEO itu?""CEO? siapa?""Siapa lagi kalau bukan pria berwajah datar yang tengah bersama Nine di sana.""Tidak," balas Aruhi tanpa melihat Muren di sana, dan hanya
"Kedua pria di retaurant sore tadi ...." Aruhi menarik napas panjang sebelum mengeluarkannya dengan perlahan, terlihat meremat jari-jari tangannya sambil menatap sang kakak yang masih fokus dengan ponselnya. "Siapa mereka?""Klien.""Oh," angguk Aruhi semakin resah. Apa yang ia pikirkan tak salah lagi. Night menanamkan saham di peruhasaan Muren. Seharusnya itu bisa menjadi berita yang bagus, sebab yang ia tahu Nine tak akan menanamkan sahamnya pada perusahaan yang biasa saja. Namun, yang jadi pertanyaan Aruhi sekarang adalah, mengapa harus di perusahaan Muren, apa hanya perusahaan pria itu yang terbaik di negara ini?"Lalu bagaimana kelanjutannya? Apa Kakak bersedia menjadi investor mereka?""Sepertinya begitu.""Kenapa?""Kenapa?" Nine balik bertanya. Merasa sedikit aneh atas pertanyaan adiknya."Perusahaan di negara ini cukup banyak, kenapa mesti di perusahaan ... pria itu."Oskan tersenyum, kembali mengamati adiknya yang tak seperti biasa. Selama ini Aruhi tak pernah tertarik d
WANG CORPORATION."Aku sudah mendapatkan semua informasi tentang gadis pemilik anting itu, dan ...." Gunn meletakkan sebuah amplop berukuran besar berwarna coklat di atas meja tanpa melanjutkan kalimatnya. Mengamati Muren yang masih berdiri menatap pemandangan langit biru dari balik diding kaca ruang kerjanya."Dan?""Aku rasa ada beberapa hal yang cukup mengejutkan yang tidak kita ketahui tentang gadis itu."Muren lekas membalikkan badan dan mengambil amplop coklat yang Gunn letakkan di atas meja kerjanya. "Apa ini sudah akurat?""Tentu saja. Dia putri bungsu yang berasal dari keluarga Daiquan.""Daiquan?" kening Muren mengernyit."Ya."Muren menggigit ujung kuku ibu jari seperti kebiasaannya, terlihat berpikir sambil menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi kerjanya. Merasa tak asing dengan marga tersebut."Sungguh tak terduga," ucap Muren kembali mengambil selebaran di sana untuk di bacanya kembali.Pemilik perusahaan properti yang cukup besar dan berkembang di Korea Selatan dan be
LUGANO 16 APRILGRAND CRAYON HOTELCuaca yang cukup cerah di awal bulan April, menghadirkan suasana tenang, dan nyaman. Tidak ada lagi suara bisingnya musik, suara riuh, dentingan gelas, dan rayuan manja dari para wanita malam yang haus kasih sayang. Semua seolah lenyap berganti dengan keheningan. Ya. Semua keributan seolah lenyap, berganti rasa pening yang luar biasa, juga perut yang mulai bergejolak oleh rasa mual. Dan entah mengapa semua terasa seperti berputar."Ahk, di mana aku?" Tirai yang terbuka cukup lebar membuat cahaya matahari dengan leluasa masuk ke dalam ruangan yang berukuran cukup luas dan elegan, dengan interior yang didominasi oleh warna biru tua dan putih. Pada beberapa bagian ada aksen berwarna emas yang mewah dengan lampu gantung, kaki furnitur, serta garis sederhana di permukaan dinding. Dan cahaya yang mengganggu dan menyilaukan itu cukup membuat sosok yang sedang berbaring di atas tempat tidur itu terbangun. Membuka kelopak mata yang masih sangat mengantuk sa
"Mungkin dia karyawan klub?" balas Gunn cukup serius. "Aku rasa tidak mungkin.""Kenapa tidak? Sebab jika di pikir lagi, wanita mana yang memiliki tenaga extra sampai bisa mengangkat tubuh berukuran besar sepertimu?""Sebenarnya apa yang ada di dalam pikiranmu sekarang?" tanya Muren. "Aku hanya berpikir, bisa jadi yang menolongmu semalam adalah seorang pria, dan anting itu kau dapatkan dari seorang wanita di klub malam, masuk akal, 'kan?"Muren mengernyitkan kening, jika di pikir lagi itu cukup masuk akal tapi, mengapa ia menolak untuk membenarkannya. Sebab ia cukup yakin jika anting yang ia temui adalah milik dari seseorang yang sudah membawanya ke sini. Terlebih ia juga baru menyadari satu hal, jika saat hendak mandi, ia sempat mencium aroma asing di tubuhnya, parfum beraroma vanila yang jelas bukan miliknya, juga bukan milik seseorang yang ia kenali."Ah, ini membuatku semakin pening," keluh Muren beranjak dari duduknya, "bukankah investor dari Seoul itu sudah berada di sini? Seg
Seseorang berdiri di depan pintu kamar Aruhi dengan senyum hangat seperti biasa."Kak Nine?" panggil Aruhi kegirangan, ia yang baru saja mendapatkan kejutan di pagi hari lekas beranjak dari duduknya, berlari kecil menghampiri sang pria yang masih berdiri dengan kedua tangan terbentang untuk menyambutnya, "sejak kapan Kakak di sini? Bahkan tak memberitahuku terlebih dahulu. Lalu bagaimana kabar Ayah dan Ibu, apa mereka baik-baik saja? Kapan mereka akan kembali untuk mengunjungiku?""Hei, pertanyaanmu sangat banyak. Haruskah aku menjawab semuanya? Kau bahkan tidak memberiku kesempatan untuk menarik napas," balas sang pria pemilik nama Nine yang tidak mampu manahan tawa, merasa jika adik perempuannya mungkin saja masih mengigau."Aku rasa terlalu bersemangat." Aruhi menjawab dengan wajah yang masih terbenam di dada lebar Nine yang memeluk sambil mengusap rambutnya yang sedikit berantakan."Aku bisa melihatnya.""Pagi ini cukup berbeda. Dan kebetulan mataku sedang membutuhkan sesuatu yang
"Kau hanya memakai satu anting?" tanya Night dengan posisi yang masih sangat dekat. Namun, hal itu cukup membuat Aruhi lega, sebab sudah salah paham dan apa yang ia pikirkan sepenuhnya salah meski Night masih belum berniat menjauh darinya. Hingga di detik kemudian ketika ia benar-benar sadar dengan apa yang di tanyakan Night barusan."A-anting?""Ya. Anting. Kau pikir apa?" tanya Night mengetuk dahi Aruhi dengan telunjuknya sebelum kembali dengan posisinya semula."Anting?!" Aruhi reflek pegangi kedua telinganya. Dan benar saja, ia tidak mendapatkan satu antingnya di sana. Bahkan mulai panik saat merasa telah menghilangkan benda miliknya yang sangat berharga. "Oh no. Where are my earrings?""Hoh? Kau bertanya padaku? Di mana kau meletakkan antingmu? Aku sempat berpikir jika memakai satu anting adalah salah satu trend gadis jaman sekarang ....""Kau gila?!" pekik Aruhi keras hingga membuat Night cukup terkejut. Namun, hanya diam saja dengan bibir terkatup dan tidak berani menjawab lagi