"Kedua pria di retaurant sore tadi ...." Aruhi menarik napas panjang sebelum mengeluarkannya dengan perlahan, terlihat meremat jari-jari tangannya sambil menatap sang kakak yang masih fokus dengan ponselnya. "Siapa mereka?""Klien.""Oh," angguk Aruhi semakin resah. Apa yang ia pikirkan tak salah lagi. Night menanamkan saham di peruhasaan Muren. Seharusnya itu bisa menjadi berita yang bagus, sebab yang ia tahu Nine tak akan menanamkan sahamnya pada perusahaan yang biasa saja. Namun, yang jadi pertanyaan Aruhi sekarang adalah, mengapa harus di perusahaan Muren, apa hanya perusahaan pria itu yang terbaik di negara ini?"Lalu bagaimana kelanjutannya? Apa Kakak bersedia menjadi investor mereka?""Sepertinya begitu.""Kenapa?""Kenapa?" Nine balik bertanya. Merasa sedikit aneh atas pertanyaan adiknya."Perusahaan di negara ini cukup banyak, kenapa mesti di perusahaan ... pria itu."Oskan tersenyum, kembali mengamati adiknya yang tak seperti biasa. Selama ini Aruhi tak pernah tertarik d
WANG CORPORATION."Aku sudah mendapatkan semua informasi tentang gadis pemilik anting itu, dan ...." Gunn meletakkan sebuah amplop berukuran besar berwarna coklat di atas meja tanpa melanjutkan kalimatnya. Mengamati Muren yang masih berdiri menatap pemandangan langit biru dari balik diding kaca ruang kerjanya."Dan?""Aku rasa ada beberapa hal yang cukup mengejutkan yang tidak kita ketahui tentang gadis itu."Muren lekas membalikkan badan dan mengambil amplop coklat yang Gunn letakkan di atas meja kerjanya. "Apa ini sudah akurat?""Tentu saja. Dia putri bungsu yang berasal dari keluarga Daiquan.""Daiquan?" kening Muren mengernyit."Ya."Muren menggigit ujung kuku ibu jari seperti kebiasaannya, terlihat berpikir sambil menyenderkan tubuhnya di sandaran kursi kerjanya. Merasa tak asing dengan marga tersebut."Sungguh tak terduga," ucap Muren kembali mengambil selebaran di sana untuk di bacanya kembali.Pemilik perusahaan properti yang cukup besar dan berkembang di Korea Selatan dan be
"Aku merindukanmu," batin Muren. "Aku rasa ini belum terlambat," ucapnya kembali melirik jam yang melingkar di lengannya sebelum melangkah dengan langkah lebarnya, menghampiri sebuah meja yang di sana sudah menunggu seorang wanita berparas cantik dengan rambut pendek sebahu, kulit putih, manik mata yang terlihat kebiruan, hidung mancung lengkap dengan bibir mungilnya yang berwarna merah, tengah duduk dengan anggunnya, melambai ke arah Muren yang membalasnya dengan satu senyum yang terlihat menawan. "Apa aku sudah membuatmu menunggu lama?" tanya Muren, mengecup pipi merona Ellena, sebelum mengusapnya lembut."Tidak, kau selalu datang tepat waktu," geleng Ellena dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya. "Aku tak ingin membuatmu menunggu."Ellena beranjak dari duduknya dan langsung duduk di atas pangkuan Muren, abaikan beberapa tatapan dari para pengunjung, mungkin tidak masalah bagi mereka, ketika melihat dua pasangan kekasih yang begitu serasi dan sempurna tengah bermesraan di de
Mobil Muren terparkir tepat di depan Butik milik Ellena. Bersamaan dengan satu pesan notifikasi yang masuk kedalam ponselnya.💌 Ellena [I am so sorry, aku tak bisa menemuimu malam ini. Are you okay, Babby?]Satu pesan singkat yang Muren terima dari Ellena yang ia rasa cukup terlambat. Pria itu menarik napas kuat dan dalam sebelum mengeluarkannya dengan perlahan. Mengapa Ellena begitu menyepelekannya, dan ia cukup terluka, bahkan untuk yang pertama kalinya, ia merasakan itu.💌 Muren [Di mana kau sekarang? Apa kau baik baik saja, Ellen?]Muren bahkan tak bisa menyembunyikan kekhawatiran, sebab sempat berpikir jika Ellena menemui kendala di dalam perjalanan saat akan menemuinya. 💌 Ellena [Aku sedang berada di Butik. Terlalu banyak pelanggan. Aku baik-baik saja."Jantung Muren berdetak kencang. Seketika gelisa terlebih saat melihat kondisi Butik Ellena yang anehnya sudah terlihat sepi, dengan lampu yang juga sudah padam.Bukankah kau sangat takut gelap? Batin Muren semakin gelisah.💌
"A-aku akan menjelaskan semuanya, bisa kau tenang?" balas Ellena kedapatan cemas, hingga mulai tergagap. "Maka jelaskan semuanya padaku, Ellen. Apa yang kau lakukan bersama pria lain di hotel."Ellena terdiam tak menjawab."Mengapa sampai berbohong padaku, membatalkan janji begitu saja, dan ... mengapa perlakuanmu padaku sama seperti perlakuanmu padanya? Siapa dia, apa hubunganmu dengannya? Mengapa kau bersamanya di saat aku sedang menunggumu dengan cemas dan khawatir," tanya Muren, memberondongi Ellena dengan banyak pertanyaan. Bahkan selama ini ia tak pernah bertanya banyak kepada wanita itu, sebanyak apapun yang ingin ia ketahui."Muren, apa yang sedang kau bicarakan? Kau ....""Aku melihat semuanya, Ellena!" potong Muren dengan nada meninggi, hingga cukup mengejutkan Ellena yang selama ini tak pernah mendengar suara keras juga nada tinggi darinya, sungguh satu hal yang seketika membuat wanita gugup dan ketakutan setengah mati."Muren ....""Kau memeluknya, kau bahkan ...."Kalim
Melangkah tergesa masuk kedalam halaman sebuah bangunan mewah di kawasan elite pinggiran kota. Satu-satunya bangunan yang berdiri di kawasan distrik tersebut, bangunan yang tak lain milik seorang CEO Grup WANG, Muren Elves yang memang tak begitu menyukai keramaian. Hingga langkah kaki Gunn terhenti, saat mendapati kondisi mobil Muren yang tampak hancur lengkap dengan kaca yang pecah di hampir semua bagian. "Apa yang sudah terjadi?" Gunn berjalan masuk ke dalam rumah dengan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan. Tanpa mencari pun, Gunn sudah bisa menebak jika sang pemilik rumah pasti sedang berada di sebuah beranda yang terletak di belakang rumahnya, yang di sana terdapat sebuah danau yang dikelilingi pepohonan pinus, lengkap dengan sebuah pondok kayu yang di jadikan tempat peristirahatan. Tempat yang tepat untuk mengasingkan diri. Sebab di sana tak ada suara apa pun selain kicauan burung, juga gemerisik pohon saat tertiup angin, dan suara jarum-jarum pinus yang jatuh di atas ata
"Kau bisa mencobanya," balas Gunn. "Gunn, kau tahu jika Muren sangat mencintaiku, 'kan? Kita sudah sangat lama menjalin hubungan, dan ....""Kau mengkhianatinya," potong Gunn. "Aku akan memperbaiki semuanya.""Kau tahu jika itu percuma, Ellena. Muren bukan pria pemaaf jika itu menyangkut soal penghianatan. Seharusnya kau tahu itu, bukankah kalian sudah lama menjalin hubungan? Kenapa kau sampai ceroboh dan melakukan itu? Atau karena kau sudah tak mencintainya lagi?""Tutup mulutmu, Gunn!" bentak Ellena menjadi sangat emosional. "Aku tidak akan membiarkanmu menyakitinya lagi, Ellena. Apa kau tahu jika aku cukup marah saat ini? Kau membuatku kesal karena sudah menyakitinya, dan apa kau pikir aku akan membiarkanmu mendekatinya lagi dengan segala kebohonganmu?"Kedua telapak tangan Ellena mengepal kuat dengan wajah memerah jelas menahan amarah. Ia tahu jika Gunn juga merasakan hal yang sama. Namun, pria itu lebih unggul dalam hal mengontrol perasaan dan amarahnya, hingga ia masih terlih
DUA TAHUN BERLALU.CLUB MALAMSuara dentuman musik terdengar keras memenuhi semua telinga yang tengah berada di dalam satu ruangan luas dengan pencahayaan minim tersebut. Bau alkohol menyeruak di dalam ruangan, terasa sesak dengan orang-orang yang sedang berjoget di atas flanel yang mulai menggila seiring dengan musik yang semakin keras. Sedang di sudut sana nampak sosok pria yang sedang duduk seorang diri dengan ekspresi yang terlihat datar seperti biasa. Abaikan beberapa pengunjung wanita yang terus menggodanya di sana, dan lebih memilih untuk menikmati segelas Champagne. Dia adalah Muren Elves yang tanpa jeda terus meneguk minumannya hingga tandas dan membuatnya mabuk berat. Dan seperti biasa juga, beberapa wanita dengan penampilan sangat terbuka mulai datang menghampirinya untuk terus menggoda. Tidak jarang dari mereka yang datang hanya sekedar meminta untuk Ber-one night dengannya, sebab sebagian dari mereka mengetahui, selain memiliki wajah tampan, Muren adalah seorang putra pe