"Aku merindukanmu," batin Muren. "Aku rasa ini belum terlambat," ucapnya kembali melirik jam yang melingkar di lengannya sebelum melangkah dengan langkah lebarnya, menghampiri sebuah meja yang di sana sudah menunggu seorang wanita berparas cantik dengan rambut pendek sebahu, kulit putih, manik mata yang terlihat kebiruan, hidung mancung lengkap dengan bibir mungilnya yang berwarna merah, tengah duduk dengan anggunnya, melambai ke arah Muren yang membalasnya dengan satu senyum yang terlihat menawan. "Apa aku sudah membuatmu menunggu lama?" tanya Muren, mengecup pipi merona Ellena, sebelum mengusapnya lembut."Tidak, kau selalu datang tepat waktu," geleng Ellena dengan senyum yang masih menghiasi wajahnya. "Aku tak ingin membuatmu menunggu."Ellena beranjak dari duduknya dan langsung duduk di atas pangkuan Muren, abaikan beberapa tatapan dari para pengunjung, mungkin tidak masalah bagi mereka, ketika melihat dua pasangan kekasih yang begitu serasi dan sempurna tengah bermesraan di de
Mobil Muren terparkir tepat di depan Butik milik Ellena. Bersamaan dengan satu pesan notifikasi yang masuk kedalam ponselnya.💌 Ellena [I am so sorry, aku tak bisa menemuimu malam ini. Are you okay, Babby?]Satu pesan singkat yang Muren terima dari Ellena yang ia rasa cukup terlambat. Pria itu menarik napas kuat dan dalam sebelum mengeluarkannya dengan perlahan. Mengapa Ellena begitu menyepelekannya, dan ia cukup terluka, bahkan untuk yang pertama kalinya, ia merasakan itu.💌 Muren [Di mana kau sekarang? Apa kau baik baik saja, Ellen?]Muren bahkan tak bisa menyembunyikan kekhawatiran, sebab sempat berpikir jika Ellena menemui kendala di dalam perjalanan saat akan menemuinya. 💌 Ellena [Aku sedang berada di Butik. Terlalu banyak pelanggan. Aku baik-baik saja."Jantung Muren berdetak kencang. Seketika gelisa terlebih saat melihat kondisi Butik Ellena yang anehnya sudah terlihat sepi, dengan lampu yang juga sudah padam.Bukankah kau sangat takut gelap? Batin Muren semakin gelisah.💌
"A-aku akan menjelaskan semuanya, bisa kau tenang?" balas Ellena kedapatan cemas, hingga mulai tergagap. "Maka jelaskan semuanya padaku, Ellen. Apa yang kau lakukan bersama pria lain di hotel."Ellena terdiam tak menjawab."Mengapa sampai berbohong padaku, membatalkan janji begitu saja, dan ... mengapa perlakuanmu padaku sama seperti perlakuanmu padanya? Siapa dia, apa hubunganmu dengannya? Mengapa kau bersamanya di saat aku sedang menunggumu dengan cemas dan khawatir," tanya Muren, memberondongi Ellena dengan banyak pertanyaan. Bahkan selama ini ia tak pernah bertanya banyak kepada wanita itu, sebanyak apapun yang ingin ia ketahui."Muren, apa yang sedang kau bicarakan? Kau ....""Aku melihat semuanya, Ellena!" potong Muren dengan nada meninggi, hingga cukup mengejutkan Ellena yang selama ini tak pernah mendengar suara keras juga nada tinggi darinya, sungguh satu hal yang seketika membuat wanita gugup dan ketakutan setengah mati."Muren ....""Kau memeluknya, kau bahkan ...."Kalim
Melangkah tergesa masuk kedalam halaman sebuah bangunan mewah di kawasan elite pinggiran kota. Satu-satunya bangunan yang berdiri di kawasan distrik tersebut, bangunan yang tak lain milik seorang CEO Grup WANG, Muren Elves yang memang tak begitu menyukai keramaian. Hingga langkah kaki Gunn terhenti, saat mendapati kondisi mobil Muren yang tampak hancur lengkap dengan kaca yang pecah di hampir semua bagian. "Apa yang sudah terjadi?" Gunn berjalan masuk ke dalam rumah dengan kekhawatiran yang tak bisa ia sembunyikan. Tanpa mencari pun, Gunn sudah bisa menebak jika sang pemilik rumah pasti sedang berada di sebuah beranda yang terletak di belakang rumahnya, yang di sana terdapat sebuah danau yang dikelilingi pepohonan pinus, lengkap dengan sebuah pondok kayu yang di jadikan tempat peristirahatan. Tempat yang tepat untuk mengasingkan diri. Sebab di sana tak ada suara apa pun selain kicauan burung, juga gemerisik pohon saat tertiup angin, dan suara jarum-jarum pinus yang jatuh di atas ata
"Kau bisa mencobanya," balas Gunn. "Gunn, kau tahu jika Muren sangat mencintaiku, 'kan? Kita sudah sangat lama menjalin hubungan, dan ....""Kau mengkhianatinya," potong Gunn. "Aku akan memperbaiki semuanya.""Kau tahu jika itu percuma, Ellena. Muren bukan pria pemaaf jika itu menyangkut soal penghianatan. Seharusnya kau tahu itu, bukankah kalian sudah lama menjalin hubungan? Kenapa kau sampai ceroboh dan melakukan itu? Atau karena kau sudah tak mencintainya lagi?""Tutup mulutmu, Gunn!" bentak Ellena menjadi sangat emosional. "Aku tidak akan membiarkanmu menyakitinya lagi, Ellena. Apa kau tahu jika aku cukup marah saat ini? Kau membuatku kesal karena sudah menyakitinya, dan apa kau pikir aku akan membiarkanmu mendekatinya lagi dengan segala kebohonganmu?"Kedua telapak tangan Ellena mengepal kuat dengan wajah memerah jelas menahan amarah. Ia tahu jika Gunn juga merasakan hal yang sama. Namun, pria itu lebih unggul dalam hal mengontrol perasaan dan amarahnya, hingga ia masih terlih
DUA TAHUN BERLALU.CLUB MALAMSuara dentuman musik terdengar keras memenuhi semua telinga yang tengah berada di dalam satu ruangan luas dengan pencahayaan minim tersebut. Bau alkohol menyeruak di dalam ruangan, terasa sesak dengan orang-orang yang sedang berjoget di atas flanel yang mulai menggila seiring dengan musik yang semakin keras. Sedang di sudut sana nampak sosok pria yang sedang duduk seorang diri dengan ekspresi yang terlihat datar seperti biasa. Abaikan beberapa pengunjung wanita yang terus menggodanya di sana, dan lebih memilih untuk menikmati segelas Champagne. Dia adalah Muren Elves yang tanpa jeda terus meneguk minumannya hingga tandas dan membuatnya mabuk berat. Dan seperti biasa juga, beberapa wanita dengan penampilan sangat terbuka mulai datang menghampirinya untuk terus menggoda. Tidak jarang dari mereka yang datang hanya sekedar meminta untuk Ber-one night dengannya, sebab sebagian dari mereka mengetahui, selain memiliki wajah tampan, Muren adalah seorang putra pe
LUGANO 16 APRILGRAND CRAYON HOTELCuaca yang cukup cerah di awal bulan April, menghadirkan suasana tenang, dan nyaman. Tidak ada lagi suara bisingnya musik, suara riuh, dentingan gelas, dan rayuan manja dari para wanita malam yang haus kasih sayang. Semua seolah lenyap berganti dengan keheningan. Ya. Semua keributan seolah lenyap, berganti rasa pening yang luar biasa, juga perut yang mulai bergejolak oleh rasa mual. Dan entah mengapa semua terasa seperti berputar."Ahk, di mana aku?" Tirai yang terbuka cukup lebar membuat cahaya matahari dengan leluasa masuk ke dalam ruangan yang berukuran cukup luas dan elegan, dengan interior yang didominasi oleh warna biru tua dan putih. Pada beberapa bagian ada aksen berwarna emas yang mewah dengan lampu gantung, kaki furnitur, serta garis sederhana di permukaan dinding. Dan cahaya yang mengganggu dan menyilaukan itu cukup membuat sosok yang sedang berbaring di atas tempat tidur itu terbangun. Membuka kelopak mata yang masih sangat mengantuk sa
"Mungkin dia karyawan klub?" balas Gunn cukup serius. "Aku rasa tidak mungkin.""Kenapa tidak? Sebab jika di pikir lagi, wanita mana yang memiliki tenaga extra sampai bisa mengangkat tubuh berukuran besar sepertimu?""Sebenarnya apa yang ada di dalam pikiranmu sekarang?" tanya Muren. "Aku hanya berpikir, bisa jadi yang menolongmu semalam adalah seorang pria, dan anting itu kau dapatkan dari seorang wanita di klub malam, masuk akal, 'kan?"Muren mengernyitkan kening, jika di pikir lagi itu cukup masuk akal tapi, mengapa ia menolak untuk membenarkannya. Sebab ia cukup yakin jika anting yang ia temui adalah milik dari seseorang yang sudah membawanya ke sini. Terlebih ia juga baru menyadari satu hal, jika saat hendak mandi, ia sempat mencium aroma asing di tubuhnya, parfum beraroma vanila yang jelas bukan miliknya, juga bukan milik seseorang yang ia kenali."Ah, ini membuatku semakin pening," keluh Muren beranjak dari duduknya, "bukankah investor dari Seoul itu sudah berada di sini? Seg