Max menggigit sandwich daging asapnya sambil menatap lekat layar laptop di depannya. Ia sedang serius memeriksa flash disc yang berhasil diambil Amanda dari Enzio Morelli, dan mengirim seluruh isinya ke dalam e-mail. Max menghela napas lelah, namun tidak berhenti mengunyah sandwich yang dibuatkan Amanda untuknya. Bukti kuat untuk menjerat Enzio sudah ia pegang sekarang, meskipun Max sudah kehilangan jejak Dokter psikopat itu.Seluruh anak buahnya sudah dikerahkan untuk mencari Enzio Morelli. Namun Dokter gila itu hilang tanpa jejak seperti lenyap ditelan bumi. Mungkin ia sedang bersembunyi, sejak menyadari kalau flash disc yang berisi rekam jejak kejahatannya berupa pembunuhan serta data perdagangan organ tubuh ilegal telah menghilang. Well, Max sebenanarnya tidak terlalu cemas dengan menghilangnya penjahat itu. Toh, orang-orangnya yang bekerja di bawah organisasi The Golden Badges adalah orang-orang yang memiliki kemampuan luar biasa, selama ini tak sulit bagi mereka untuk mene
Kairo menelisik perlahan penampilan Amanda dari ujung kepala hingga ke ujung kaki dengan penuh kekaguman.Wanita itu sangat memukau dengan gaun merah menyala yang membuat kulit lembutnya yang keemasan terlihat semakin berkilau. Bagian atas gaun yang sangat ketat menyerupai bustier, memperlihatkan lengan yang ramping serta pundak yang indah. Kairo menatap tulang selangka di bawah leher Amanda yang menyembul dengan cantik, membayangkan keinginnya ia memberikan tanda kepemilikan di sana. Lalu pandangan lelaki itu pun turun hingga ke bagian dua aset Amanda yang terlihat sangat menggiurkan, bulat dan padat, membuat Kairo meneguk kasar salivanya. Aaarggh... Amanda membuat sekujur tubuhnya terasa panas dan gerah!Pandangan dari netra abu gelap itu semakin turun hingga ke perutnya yang datar dan pinggangnya yang sempit membuatnya mereka-reka sekecil apa pusarnya. 'Suatu saat aku akan melihat dan menjilatinya sampai puas,' batin Kairo sambil menyeringai.Tatapannya pu lalu berakhir di ba
Bab 5 : The Chase'Ini tidak bisa dibiarkan,' batin Max geram melihat Amanda yang sedang berdansa tango dengan seorang lelaki asing yang memakai topeng hijau tua.'Siapa lelaki itu? Kenapa Amanda memilih berdansa dengan orang asing dibandingkan denganku?Bukankah dia adalah pasanga kencanku malam ini?!'Max sendiri tidak merasa bahwa apa yang dilakukan Amanda sebenarnya tak jauh beda dengan apa yang dia lakukan dengan gadis pirang tadi.Tanpa berpikir panjang, Max pun mulai melangkahkan kakinya untuk menarik Amanda menjauh. Namun baru selangkah kakinya berjalan, terdengar suara ledakan keras yang membuat situasi kacau balau dan jeritan-jeritan sontak membahana di udara. Lalu tiba-tiba saja semua lampu yang menerangi ballroom besar itu pun seketika padam, membuat suasana menjadi gelap gulita tanpa cahaya. Ada asap tipis yang masuk dari luar rumah mewah itu melalui sela-sela ventilasi dan pintu, membuat suasana yang ada semakin mencekam. Max menarik senjata yang tersampir di sabuknya
"Kau bukanlah seorang pelukis atau bartender, bukan? Lalu siapa kau sebenarnya?!" Sentak Amanda dengan mata hijaunya yang beradu tatap dengan netra abu gelap Kairo. Tangannya yang menggenggam pisau bermata dua dengan sengaja menggores kulit leher lelaki itu, yang hanya beberapa senti dari urat nadinya.Kairo hendak mengucapkan sesuatu, namun tiba-tiba saja suara rentetan peluru terdengar, dan desingnya yang terasa panas tertuju kepada mereka berdua. "Tiarap!" Seru Kairo sambil menarik Amanda dan menjatuhkan tubuh mereka di atas tanah. Tanpa berpikir panjang, Kairo pun refleks menempatkan dirinya di atas tubuh Amanda, menjadi tameng dari serbuan timah panas yang bisa melukai wanita itu.Amanda tersentak dan mengerjap-kerjapkan matanya, tak menyangka dengan perbuatan heroik lelaki itu yang lagi-lagi bertujuan untuk menyelamatkan dirinya.Di antara suara desing peluru, Amanda menelisik wajah tampan yang kini sedang berada di atasnya itu. Wajah tegang yang sedang menoleh waspada ke ar
"Pakai ini saja."Amanda menatap nanar pada sehelai kaos hitam besar dengan warna yang sudah pudar, dan celana jeans yang juga sama pudarnya.Demi apa, ia tidak mungkin menggunakan pakaian bekas dari seseorang! Meskipun Amanda bisa menghirup aroma pewangi yang segar dari kedua helai pakaian itu, dan meskipun lusuh tapi tampaknya cukup bersih.Apalagi ini adalah pakaian lelaki!Dia adalah seorang model, demi Tuhan! Yah, walaupun pekerjaan sampingannya satu lagi terkadang membuat Amanda jauh dari kata glamour karena harus menyamar tanpa mengenakan baju-baju yang fashionable, tapi paling tidak tak terlalu semengerikan mengenakan pakaian bekas lelaki entah siapa!Amanda meringis dan mengacungkan jempolnya kepada Kairo."Nope. Aku baik-baik saja, thanks. Aku tetap pakai bajuku ini saja," ucapnya dengan wajah masam.Kairo menaikkan satu alis lebatnya. "Kamu yakin? Setidaknya pakaian ini bersih, Amanda. Dan… tidak robek seperti bajumu," tukasnya sambil menunjuk bagian dada wanita itu yang s
Bab 8 : The Fashion Show Amanda merasa sangat lega karena melihat kondisi Max yang baik-baik saja, setelah mereka terpisah saat insiden penyerangan misterius itu. Amanda yang saat itu tak bisa mengelak karena tangannya terus ditarik oleh Kairo keluar melalui pintu rahasia, terpaksa meninggalkan Max sendirian di kediaman Harrison Davis. Dengan langkahnya yang lebar dan pasti, Max berjalan menuju Amanda yang masih berdiri mematung di depan jendela yang terbuka. "Aaah!!" Amanda terkejut setengah mati, ketika merasakan tubuh Max yang tiba-tiba saja menubruknya dengan keras dan langsung mendekapnya erat-erat. "Syukurlah kamu baik-baik saja!" Ucap Max penuh dengan kelegaan. "Aku khawatir sekali saat sambungan telepon darimu terputus, dan ponselmu tidak bisa dihubungi lagi." Amanda memukul-mukul pelan bahu keras Max. "Uhm, Max... bisa lepas dulu? Aku nggak bisa bernafas!" Sentaknya dengan suara yang tersengal. Max pun langsung melepaskan pelukannya namun tidak melepas tangannya
"Wow. Apa itu bunga Black Orchid?"Suara bariton itu membuat Amanda menolehkan netranya ke arah pintu."Max?" Senyum manis pun terkembang dari bibir yang kali ini berlipstik merah menyala. Amanda melirik Nira yang bengong melihat Max yang masuk sembari membawa buket besar bunga mawar merah. Hari ini Max terlihat sangat tampan dengan jaket kulit hitam yang menutupi kaus turtleneck coklat mocca yang sewarna dengan matanya. Amanda terkikik geli dalam hati melihat Nira yang terkagum-kagum melihat pacarnya hingga meneteskan air liur."Nira, kenalkan ini Max, bodyguard-ku. Max, ini Nira, personal asisstant-ku," cetus Amanda memperkenalkan mereka."Bodyguard?" Netra coklat Max kini berkilat kesal menatap Amanda, karena memperkenalkan dirinya bukanlah sebagai pacar. Namun di satu sisi ia juga mengerti kenapa wanita itu berkata begitu. Pasti Amanda hanya berjaga-jaga saja agar hubungan mereka tidak sampai tercium oleh para petinggi di The Golden Badges.Namun ini tetap saja menyebalkan.M
"Permisi, Tuan."Kairo mengangkat kepalanya dari dokumen yang sedang ia pelajari, dan melihat ajudannya Sam yang sedang berdiri di depan pintu ruang kerjanya. Ia pun segera menutup dokumen itu dan menatap Sam datar. "Masuk saja, Sam."Sam langsung melangkah cepat untuk kemudian berdiri tegak di depan meja kerja Kairo. "Ini tentang bukti pembelian obat terlarang oleh Cielo Nostra, data-data itu sudah diterima oleh Miss Amanda dan juga Mr. Maximilian," lapornya.Kening Kairo otomatis berkerut dalam saat mendengar nama Max disebutkan oleh Sam. "Bukankah data itu hanya dikirimkan kepada Amanda? Kenapa Max juga ikut menerimanya?"Sam mengangguk. "Benar, Tuan. Namun ketika data itu diberikan kepada Miss Amanda, bertepatan dengan Mr. Maximilian yang juga sedang berada di dekatnya," terang Sam.Kairo menghela napas pendek. Kedua bibirnya mengatup rapat pertanda dirinya sangat gusar. 'Sebenarnya sedekat apa sih Amanda dengan lelaki itu? Kenapa bisa-bisanya Max selalu berada di dekat Amand
"Signorina Amanda... apa Anda bisa mendengar saya?"Amanda mulai berusaha membuka kedua kelopak matanya meskipun masih terasa berat. Untuk sesaat nyeri terasa menusuk kepalanya, membuat wanita itu mengernyit dan berusaha untuk mengatur napas.Tampak olehnya seseorang yang berdiri di sampingnya, seorang wanita paruh baya berseragam restoran yang menatapnya lekat dengan ekspresi cemas.Amanda mengerjap dua kali. "Beatrice?" Ucapnya dengan suara yang lemah. Tenggorokannya terasa kering dan gatal sehingga membuatnya mendehem pelan hingga berkali-kali."Syukurlah Nona akhirnya sadar juga," tukas Beatrice dengan lega. "Apa Nona mau minum?" Tawarnya, yang dibalas dengan anggukan pelan Amanda."Mari saya bantu, Nona." Dengan cekatan, Beatrice membantu Amanda yang bergerak perlahan ingin duduk bersandar di headboard. Amanda meminum air putih dalam gelas yang disodorkan oleh Beatrice hingga tandas."Apa yang terjadi denganku?" Tanya Amanda setelah akhirnya ia kembali merebahkan diri di ranjan
Mungkin seharusnya Amanda merasa jengkel setengah mati dan menolak untuk makan, mengingat Kairo yang dengan kurang ajar sudah menculiknya. Bahkan lelaki itu juga mengambil kesempatan dalam kesempitan dari dirinya yang sedang tak sadar karena dipengaruhi obat terkutuk itu! Namun apa mau dikata... perut Amanda yang benar-benar keroncongan karena sangat kelaparan sudah tidak bisa lagi diajak kompromi, maka tanpa ragu wanita itu pun melahap hidangan lezat yang tersedia di meja bundar di dalam ruangan yang seperti resto mewah di dalam yacht ini.Amanda memang bukan jenis supermodel yang harus diet ketat demi menjaga penampilan, karena sejak dulu dia dikaruniai tubuh yang memang sempurna dan tidak gampang gemuk. Malah dulu ketika dia masih kecil, badannya kurus seperti triplek padahal makannya sangat lahap.Amanda mengunyah makanannya sembari memandangi lautan lepas yang membentang bagai permadani biru yang bertabur berlian berkilau ditimpa sinar mentari pagi. Bibir merah mudanya seketi
Suara debur lautan lepas dengan ombaknya yang tenang membuat Amanda masih berdiri dan diam terpaku di bibir pintu. Tatapannya tak lepas memandang hamparan cakrawala biru yang membentang luas seakan tak berujung itu. Semalam ia masih berada di Milan, dan sama sekali tak terpikirkan olehnya kalau pagi ini Kairo telah membawanya ke tengah laut seperti ini! Meskipun Amanda tak menampik jika pemandangan laut di pagi hari ini begitu indah dan menyegarkan, namun bukankah membawa seseorang tanpa persetujuan juga bisa dikategorikan sebagai penculikan?? "Ini dimana?" Tanya Amanda dengan suara lirih, sementara manik hijau cemerlangnya tak jua lepas menatap pemandangan laut di hadapannya. Kairo tersenyum dan perlahan beranjak dari ranjang bergaya victorian itu, lalu meraih bath robe hitam yang tergeletak di lantai dan mengenakannya. Langkahnya dengan tenang berjalan mendekati Amanda, dan berhenti tepat di belakang tubuh berlekuk indah yang masih terkesima memandang water scape di hadapan m
Amanda mengerang lirih ketika kesadarannya mulai terkumpul kembali. Seluruh tubuhnya terasa pegal luar biasa. Denyut nyeri masih terasa di bagian bawah tubuhnya. Leher, dada, perut dan beberapa bagian tubuhnya terasa panas seperti lebam, namun anehnya perasaannya seperti buluh bunga dandelion yang diterbangkan oleh angin. Ringan sekali.Bahkan wanita itu tak bisa menahan seuntai senyum yang tiba-tiba saja terkulum di bibir merah mudanya.Namun rasa melayang yang menyenangkan itu pun tak bisa bertahan lama, karena sebuah kesadaran baru seketika menghantam logikanya dan membuatnya tersadar.Tempat ini bukanlah kamar di apartemennya.Amanda pun terkesiap dan membelalakkan matanya lebar-lebar, lalu menyadari bahwa ada satu lagi kenyataan yang makin membuatnya menahan napas. Dia tidak berpakaian sama sekali! Dengan wajah pias dan napas menderu, Amanda memejamkan matanya. Jantungnya makin bertalu-talu karena ia menyadari bahwa tidak sendirian di ranjang itu. Ia bisa mendengar desah na
[Jangan minum cocktail yang diberikan oleh Dominico, dia memasukkan sesuatu ke dalamnya]Amanda membaca pesan mengejutkan yang masuk ke dalam ponselnya, berasal dari salah satu agent yang ditugaskan Max untuk menjaga Amanda.Beberapa saat kemudian, wanita itu pun membalas pesan tersebut.[Terima kasih untuk infonya. Aku akan segera pergi dari sini. Kamu juga sebaiknya pulanglah]Fiuh. Kali ini Amanda bersyukur dengan tindakan Max yang sebelumnya ia anggap berlebihan dengan menaruh agent untuk mengawasinya. Paling tidak Amanda sudah sempat menduplikat seluruh data dari ponsel Dominico, jadi sekarang waktu yang tepat untuk menghilang sebelum lelaki paruh baya itu kembali dan memberinya minuman yang entah sudah diberi apa.Amanda melirik Kairo yang juga sudah berada tak begitu jauh darinya, sedang berbincang dengan seorang wanita berambut pirang dengan ukuran dada dan bokong super besar yang terlihat tidak manusiawi.Amanda berdecih, melihat betapa genitnya wanita yang mengenakan pakai
Seorang lelaki berkaca mata hitam berjalan turun dari kursi pengemudi Rolls Royce--yang jenisnya hanya ada lima di dunia--dengan sikap waspada.Wajah tampan dengan gaya rambut comma hair itu pun mengedarkan pandangannya sejenak, sebelum ia membukakan pintu di bagian penumpang untuk tuannya.Naluri seorang pengawal sekaligus ajudan pribadi yang sudah mendarah daging akan selalu membuatnya cermat mengamati lingkungan sekitar, serta selalu menerapkan perilaku ekstra hati-hati.Mereka telah sampai di depan sebuah night club mewah yang biasa dikunjungi oleh kalangan jet set, dimana kaum hedonis kaya-raya menghamburkan harta mereka untuk sekedar mencicipi alkohol berkualitas tinggi dengan harga tidak masuk akal.Juga menikmati jalang kelas atas yang sudah pasti akan memuaskan hasrat duniawi mereka.Setelah yakin jika kondisi sekitar aman, Sam--sang ajudan--pun membukakan pintu mobil bagian penumpang dimana tuannya berada. "Silahkan, Tuan Kairo," ucap Sam sopan sambil membungkuk hormat keti
Amanda terbangun dengan tubuh yang masih polos tertutup selimut. Sisa-sisa pergumulan panasnya semalam bersama Max masih terasa membekas di sekujur tubuhnya, terutama perih dan panas di bagian bawah tubuhnya. Tidak, dia bukan perawan yang baru merasakan bercinta, namun gempuran Max semalam benar-benar kasar dan membuatnya meringis sakit. Amanda mendesah. Mungkin Max hanya ingin menghukumnya setelah semalam ia kepergok bersama Kairo. Wanita bersurai coklat panjang itu pun menghela napas dan menoleh ke samping tempat tidurnya. Kosong. Kemana Max? Apa dia sudah berangkat ke kantor? Amanda melirik jam dinding di atas pintu, dan mengernyit bingung ketika menyadari bahwa saat ini masih jam enam pagi--terlalu pagi bagi Max untuk berangkat kerja. Serta-merta Amanda menghirup aroma lezat yang menguar dari luar kamarnya, tepatnya dari arah dapur. Senyum manis pun seketika terkembang lebar di bibir penuh merah muda itu, sebelum akhirnya ia bangun dan berdiri dari tempat tidur tanpa s
"Aku mau bicara." Mendengar suara bariton itu, Amanda pun buru-buru melepaskan kukunya yang sejak tadi dia gigiti, lalu menatap Max yang baru saja memasuki apartemen dengan sorot mata yang nanar. Lelaki itu terlihat sangat dingin tak tersentuh. Dan juga marah. Sangat marah. Tentu saja dia marah! Max memergoki kekasihnya sendiri yang sedang bercumbu dengan lelaki lain di depan apartemen! Padahal malam ini Max memang sengaja ingin memberikan kejutan kepada Amanda dengan menyiapkan makan malam romantis di apartemen gadis itu. Sejak sore hari ia sudah berkutat di dapur Amanda, meramu berbagai bahan masakan dibantu oleh tutorial video memasak dari Youtube. Namun rasanya semua jerih payahnya sia-sia belaka, ketika kekasih yang ia nantikan kedatangannya ternyata malah asik berciuman dengan lelaki lain! Sejak kejadian penyerangan di rumah Harrison Davis yang mengakibatkan menghilangnya Amanda, diam-diam sebenarnya Max telah memasang GPS tracker di ponsel kekasihnya, sehingga ia pun
"Kairoo!!! Aaarrghh brengseekk!! Turunkaan!!" Amanda masih saja berteriak dan meronta, dan Kairo masih tetap berjalan dan membopongnya di pundak dengan menulikan telinganya. Bahkan dengan jahilnya, lelaki itu juga menepuk bokong sintal Amanda sambil tergelak. Namun tiba-tiba saja langkah lebar Kairo pun terhenti, ketika tiga lelaki berbadan besar muncul dan menghadangnya dengan wajah yang beringas. "Laiv," dengus sinis Kairo dengan tatapan tajamnya yang terarah pada lelaki yang berada beberapa meter di depannya. Mereka kini telah berada di bagian luar taman, tepatnya di sisi jalanan yang cukup sepi dan dengan penerangan yang kurang memadai. Lokasi yang akan dihindari oleh gadis-gadis yang berjalan sendirian di tengah malam seperti ini, karena terlihat seperti tempat-tempat yang rawan akan kejahatan. Kairo pun segera menurunkan Amanda perlahan dari pundaknya tanpa melepaskan tatapan permusuhannya kepada Laiv. Amanda yang menyadari adanya situasi mencekam ini pun tak pe