Share

1. Persembahan

Corvina Acheron, putri pertama dari sang penguasa kekaisaran Acheron, Zeron yang terlahir lemah tanpa bakat sihir. Dikenal sebagai putri yang tidak berguna dan memalukan. Permaisuri Sereia adalah ibunya telah meninggal sejak ia lahir. Sebulan setelahnya, selir Emile diangkat menjadi permaisuri dengan putra pertama mereka, Isaac yang kini diberi gelar sebagai putra mahkota. Isaac dua tahun lebih tua darinya dan mampu menguasai dua elemen sekaligus pada usia sebelas tahun.

Tiga belas tahun adalah usia di mana bakat sihir elemen muncul pada pemiliknya. Air, tanah, udara, dan api – terkadang orang berbakat akan melahirkan lebih dari satu elemen. Bakat – bakat itu adalah sesuatu yang normal dimiliki ras manusia.

Corvina telah menginjak enam belas tahun. Terkadang, ia mendapat perlakuan tidak adil di istana karena hidupnya dikendalikan oleh permaisuri Emile yang tidak akan pernah menyukai sosoknya. Para pelayan yang melayaninya pun adalah orang – orang di bawah perintah permaisuri. Meski begitu, ayah Corvina masih memiliki hati nurani dengan memberinya tempat yang sesuai dengan posisinya.

Namun, semua kesenangan yang di dapat – kekayaan, fasilitas, pendidikan bangsawan tidak lebih dari sekedar formalitas untuk menjualnya di pasar pernikahan. Meski ia lemah, Corvina terlahir dengan wajah paling cantik di kekaisaran. Tidak ada yang memiliki rambut sebiru langit dan mata seindah samudra seperti dirinya, kecuali sang ibu yang telah mati.

Namun, apa pentingnya itu? Ia lebih suka menjadi rakyat biasa dengan wajah biasa saja. Pernikahan hanya akan menambah daftar penderitaan baginya.

“Apa ada tamu yang datang?” Corvina menyadari jika riasannya terlihat lebih mewah dari biasanya. Para pelayan itu juga terlihat berhati – hati memakaikan setiap detail gaun dan aksesoris.

“Kaisar memanggil Putri untuk menghadiri makan malam.” Oh. Corvina memilih diam setelahnya.

Ia muak. Semua ini terlalu membosankan.

Rasanya tidak ada satu pun yang menarik baginya. Hidupnya tidak bahagia, namun juga tidak merasa sengsara, meski semua orang berkata hidupnya menyedihkan. Terkadang – Corvina tidak mengerti kenapa ia dilahirkan, tetapi bukan berarti dirinya ingin mati. Ia harus menghargai nyawa sebagai imbalan karena di biarkan untuk hidup, kan?

“Sudah siap?” Corvina melihat permaisuri Emile yang masuk dari pantulan cermin.

“Salam pada Baginda Permaisuri,” katanya sambil membungkukkan sedikit tubuh sebagai tanda penghormatan.

“Sempurna.” Mata itu melihatnya dengan tatapan puas. “Malam ini akan berjalan lancar. Pada akhirnya kau akan berguna, Corvina.” Sepertinya, ia terlalu tidak berguna untuknya, melihat betapa puasnya permaisuri hari ini di balik senyum kejamnya.

Corvina mulai merasa mual, namun tetap tenang. Ia selalu pandai menyembunyikan ekspresi wajah, menahan emosi, dan menguasainya meski ia ingin bergerak menamparnya sekarang juga. Iya, terkadang gadis itu suka berpikiran liar. Dorongan itu selalu muncul seperti pengaturan yang sudah ada dalam dirinya sejak lama. Seperti – perasaan kesal dan muak yang tertumpuk sangat lama.

“Malam ini, kau akan bergabung untuk membantu saudaramu. Dia harus menjadi kaisar yang kuat untuk menggantikan ayahmu kelak.”

Isaac? Memangnya apa yang bisa ia lakukan untuk membantu?

***

Tidak. Bisa – bisanya ia tidak curiga sedikit pun. Corvina belum masuk ke sana – di balik pintu besar itu, esensi kegelapan yang pekat berpadu dengan merah api menguar dengan liarnya. Namun, tidak ada yang menyadarinya selain Corvina.

Satu hal yang Corvina sembunyikan dari keluarganya selama ini – ia dapat melihat dan merasakan energi kehidupan seseorang. Begitulah yang sekarang ia lihat dari pintu itu. Esensi gelap itu keluar dari setiap celah yang bisa dilewatinya, seolah mencari mangsa yang siap untuk di lahap.

“Corvina, masuklah. Kaisar sudah menunggu di dalam,” desak permaisuri saat melihat gadis itu tidak kunjung bergerak.

“Apa ayah – benar-benar ada di sana?” tanya Corvina ragu. Esensi gelap bercampur merah itu bukanlah milik manusia. Ia belum pernah melihat esensi itu sebelumnya. Seorang ras iblis pun tidak memiliki esensi gelap yang bercampur merah seperti itu. Apa pun itu, pasti sesuatu yang mengerikan.

“Tentu saja. Kau pikir aku berbohong?” Jejak kekesalan muncul di wajah permaisuri. “Ayo cepat!” Menarik paksa lengan Corvina karena tak sabar, menyeret kakinya menuju pintu itu.

Ini bukan ruang untuk perjamuan makan dan kaisar tidak ada di sana. Corvina tidak tahu sejak kapan ruang makan ini berubah menjadi seperti aula dengan sebuah altar, ditambah ada kepala penyihir istana dan pangeran mahkota Isaac. Semua ini terlalu mencurigakan. Isaac tidak terlalu menyukai dirinya berada di satu ruangan dengan Corvina.

Semua itu bukanlah objek penting bagi Corvina. Gadis itu masih mencari esensi gelap yang tiba – tiba menghilang saat pintu terbuka.

“Yang mulia Putri.” Corvina segera tersadar dengan sapaan itu saat Kepala penyihir istana meminta mengikutinya ke arah altar. Lagi – lagi Corvina terdiam sehingga permaisuri mendekat dan mencengkeram lengannya

“Menurutlah sekali lagi untuk malam ini, Corvina. Kau ingin dibenci selamanya oleh ayahmu?” desisnya di telinga Corvina.

“Kenapa? Apa yang kalian ingin lakukan padaku? Di mana ayah?!” Corvina bernada cukup lantang, cukup membuat mata permaisuri melotot melihat gadis yang bahkan tidak bisa meninggikan suaranya. Atas keberanian apa gadis itu menentangnya sekarang?!

“Corvina ...” Isaac mendekat dengan amarah. “Kau tahu kenapa kau lahir tanpa kekuatan? Karena kau ditakdirkan menjadi persembahan!” Pangeran dengan rambut pirang itu berkata dengan nada rendah sambil mencengkeram kedua rahang sang putri. Corvina terpaku sampai dua orang penjaga mulai menahan kedua lengannya untuk menyeret kakinya ke atas altar.

Persembahan? Hal itu hanya dilakukan dengan membunuh korbannya. Esensi gelap itu – apakah memang milik iblis? Bantuan yang dimaksud permaisuri adalah pengorbanan?

Tidak! Aku tidak akan mati dengan menyedihkan juga. Sudah kubilang, kan, jika aku tidak mau mati, apalagi untuk orang – orang seperti mereka!

“Lepas! Lepaskan aku!” Gadis itu akhirnya memberontak sekuat tenaga.

“Bukankah kau ingin berguna, Corvina?!” Permaisuri memekik marah. Tidak! Ia tidak pernah ingin begitu.

“Bunuh saja dia sekarang,” perintah Isaac.

“Tidak boleh, Pangeran. Iblis tidak menyukai orang mati.” Kepala penyihir tidak setuju.

Begitu? Bukankah ini sebuah kesempatan? Dengan kesempatan yang ada Corvina mendorong salah satu penjaga hingga terjatuh karena kelengahannya. Gadis itu menarik pedang penjaga lainnya, lalu mengarahkan ke lehernya sendiri. Mereka tidak akan mendekat jika seperti ini, kan?

“Putri!”

“Sial! Ikat dia,” perintah Isaac murka.

Tidak, aku harus pergi – sebelum mereka menggunakan sihir padaku.

“ADA APA INI?” Suara lantang itu segera menarik perhatian semua orang. Kaisar dengan wajah murka berdiri di ambang pintu. Harapan seketika muncul dalam benak Corvina. Meski sang kaisar tidak menyukainya, laki-laki itu tidak akan membiarkan putri kekaisaran menjadi kor —.

“Putri memberontak, Yang Mulia,” kata permaisuri yang segera menyadarkanku akan kenyataan yang seharusnya.

“Corvina, menurutlah! Jauhkan benda itu dari lehermu,” perintah Kaisar.

Jadi – ia benar–benar telah dibuang? Benar, ayahnya itu tidak pernah menyayanginya. Semua orang – ingin ia mati saja, kan?

“Persembahan dilakukan untuk menerapkan sihir gelap. Ayah mendukung kakak untuk bersekutu dengan iblis? Jika seluruh rakyat tahu kekaisaran menganut sihir gelap, bukan hanya aku, tapi kepala kalian semua akan berada di tiang gantung!” Wajah Corvina mengetat karena marah.

“BERANINYA KAU MENGATAKAN ITU DI DEPAN BAGINDA!” teriak Isaac. Pria itu pasti merasa terhina.

“Cor – “

“TIDAK! AKU TIDAK AKAN MATI DEMI SIAPAPUN! AKU MEMANG TIDAK TERLAHIR DENGAN SIHIR, TAPI HIDUP INI ADALAH MILIKKU, BUKAN MILIKMU!”

“CORVINA!”

“MENJAUH DARIKU, SIALAN!”

Dilemparnya pedang di tangannya dengan asal di antara mereka dan menggunakan keterkejutan semua orang untuk keluar dari sana. Corvina berlari tanpa menoleh lagi. Gadis itu sempat melihat sang ayah menahan pangeran dan penjaga untuk mengejarnya, namun laki-laki itu sendiri yang kemudian bergerak untuk mengejar putrinya bersama seorang ksatria.

Pada saat yang sama, esensi gelap mulai terlihat di sekitar tubuh Corvina – seperti asap hitam yang menyelimutinya, namun sangat berbeda dengan esensi gelap yang ia lihat tadi. Kali ini terlihat seperti milik orang lain lagi.

“Putri menghilang!”

“Dia masih ada di depanku beberapa detik lalu. Bagaimana bisa? Anak itu tidak bisa menggunakan sihir.” Kemarahan sang ayah sangat jelas di pendengaran Corvina.

Menghilang? Ia bahkan belum berlari sangat jauh sehingga laki-laki itu masih dapat menjangkau tempatnya saat ini. Tunggu – apa karena? Corvina memperhatikan asap hitam ini lagi.

Siapa kau?

~°~

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status