Share

4. Titah Raja

Acheron Empire

Langkah kaki seseorang bergerak terburu-buru menuju aula utama di mana sang kaisar menempati singgasananya. Laki-laki dengan rambut pirang sebagai ciri khas keluarga kerajaan memasuki ruangan tanpa pemberitahuan.

“Di mana kakak?” tanya Helios Acheron mendesak. Kepanikan terlihat jelas di wajah tampannya. Perbincangan antar bangsawan pun terhenti setelah kedatangannya.

Beberapa waktu lalu, Helios baru mendapat kabar bahwa sang putri telah menghilang. Selama di akademi, ia tidak pernah tertarik dengan berita luar, namun ia tidak sengaja mendengarnya saat di perjalanan pulang. Poster – poster mengenai pencarian putri tersebar di sepanjang jalannya pulang.

“Aku di sini. Siapa yang kau cari?” Pangeran mahkota Isaac memasuki aula yang pintunya masih terbuka. Pria itu membungkukkan badan pada kaisar Zeron, sang ayah.

“Maafkan ketidaksopanan pangeran Helios, Baginda. Sepertinya dia kehilangan tata krama selama berada di akademi,” ujarnya.

Kaisar Zeron hanya menatap ringan pada pangeran kedua. “Dia melarikan diri ke hutan terlarang.”

“Apa? Kenapa? Apa yang kalian lakukan padanya?” Tanpa sadar meninggikan suaranya.

“HELIOS!” bentak permaisuri Emile. Wanita membungkuk pada kaisar. “Maafkan pangeran kedua, Baginda. Saya akan mengajarkan tata krama lagi padanya.”

“Ibu — kakak selalu patuh. Apa yang membuatnya lari dari istana?”.Sebenarnya ini juga pertanyaan bagi semua orang. Tidak ada yang tahu alasan sang putri pergi.

“Dia sudah menghilang selama empat tahun. Tidak ada yang keluar dari hutan itu setelah memasukinya,” kata kaisar tidak begitu peduli dengan pertengkaran mereka, namun setelah diperhatikan, kaisar tampak tidak bersemangat.

“Baginda?”

Pangeran mahkota mencoba membantunya turun dari kursi kebesarannya saat kaisar tidak bisa berdiri dengan seimbang, namun kaisar menolaknya.

“Dante!” panggil kaisar. Kepala penyihir istana segera mendekat saat dipanggil.

“Saya akan membawa baginda, Pangeran.”

Belakangan ini, kondisi kesehatan kaisar mulai menurun. Pria paruh baya itu hampir tidak keluar dari kamarnya, kecuali untuk pertemuan politik dengan para bangsawan.

Permaisuri berserta kedua pangeran menunduk saat kaisar melewati mereka, tetapi sebelum kaisar benar-benar keluar dari aula, ia berkata, “Siapa pun di antara pangeran yang bisa menemukan putri — akan menjadi kaisar selanjutnya.”

Pernyataan itu sontak membuat heboh para bangsawan di sana. Mereka yang menjadi seperti batu awalnya terpaksa merespons. Bagaimana bisa karena seorang putri yang tidak berguna membuat kacau kubu bangsawan yang memihak antar pangeran menuju takhta.

Siapa pun tahu jika kaisar tidak peduli dengan sang putri, lalu apa yang membuat kaisar begitu terobsesi untuk menemukannya selama empat tahun ini, bahkan memberi titah yang mengejutkan semua orang.

“Baginda, ini mustahil! Kedua pangeran bisa mati di dalam sana,” protes salah satu bangsawan.

“Sudah empat tahun, bahkan tengkorak putri mungkin sudah hancur.” Yang lain ikut menentang.

“DIAM! Siapa pun tidak boleh menentangnya!” hardik kaisar, membuat semua kebisingan lenyap. “Jika tidak ada yang bisa, maka mereka tidak berguna!”

Isaac mengepalkan tangannya dengan rahang mengetat. Meski ia kesal saat Corvina melarikan diri dari persembahan, tetap saja ia tidak peduli lagi karena gadis itu pasti sudah mati. Persembahan itu, mereka bisa mencari orang baru lagi sebagai pengganti.

Tapi, apa yang membuat kaisar mengubah keputusannya? Padahal sudah jelas bahwa dirinya yang akan menjadi kaisar selanjutnya sebagai putra mahkota. Adiknya yang bodoh ini sekarang akan menjadi saingan dalam perebutan takhta!

“Kalau begitu izin untuk mencari kakak, Baginda.” Helios membungkuk hormat.

“Pergilah, temukan kakakmu. Kau boleh membentuk pasukanmu sendiri.”

“Terima kasih, Ayah.”

Helios mengangguk. Ia keluar lebih dulu setelah berpamitan pada kaisar, diikuti oleh beberapa pengawal di belakangnya.

Beberapa hari kemudian, pencarian antar kubu pangeran mulai bergerak. Tenda – tenda terpasang tak jauh dari lokasi hutan terlarang tempat putri masuk pertama kali.

“Kau sadar keputusan bodoh ini, kan?” peringat Isaac pada sang adik. Keduanya duduk bersama di depan api unggun.

“Aku mencarinya bukan untuk menjadi kaisar. Tanpa titah itu, aku akan tetap mencarinya,” kata Helios tanpa ekspresi.

“Hutan itu akan menentukan siapa yang akan hidup. Apa yang mereka takutkan? Tempat itu hanya hutan biasa!” kata Isaac remeh. Ia tidak percaya dengan rumor – rumor itu.

Helios hanya diam saja menatap nyala api. Ia juga tidak peduli tempat seperti apa itu. Yang terpenting adalah menemukan sang kakak yang telah ia rindukan.

“Gadis bodoh itu ... menyusahkan saja! Apa sulitnya menurut?” umpat Isaac menarik perhatian Helios. Laki-laki itu mengerutkan keningnya dengan curiga.

“Apa yang sebenarnya terjadi, Kakak?” tekan Helios.

“Menurutmu?” Isaac tersenyum miring. “Kami coba membuatnya berguna.”

“Apa yang kalian lakukan?” Tangan Helios telah mengepal, menahan amarahnya sendiri.

“Mempersembahkannya pada iblis — ” Isaac tidak dapat melanjutkan ucapannya saat tinju Helios memukul wajahnya dengan keras.

“KURANG AJAR!” teriak Isaac.

“Jika terjadi sesuatu pada kak Corvina, akan kubunuh kau!” balas Helios.

“Dia sudah mati! Apa yang kau harapkan!” Isaac menarik kerah leher Helios, murka.

“Aku akan menemukannya!” Helios hendak memukul wajah Isaac lagi.

“Pangeran!” Para anggota ksatria memisahkan keduanya.

Isaac tertawa sumbang. “Pikirmu apa yang bisa dilakukan gadis lemah sendirian di dalam hutan? Dia bahkan tidak akan bisa lari dari monster!”

Rahang Helios mengetat marah. Ia mencoba maju untuk menghajar kakak laki-lakinya itu, namun para ksatria menahannya dengan kuat.

"Jangan habiskan tenaga anda, Pangeran. Kita harus masuk ke dalam setidaknya setengah dari hutan," ujar Cyrus — komandan pasukan ksatria yang mengikuti pangeran kedua.

Helios menatap dingin Isaac seraya berbalik mengikuti Cyrus menuju tenda mereka.

"Apa tempat itu berbahaya?" tanya Helios. Semua orang begitu waspada dan bersiap seolah mereka akan memasuki medan perang.

Cyrus terdiam sesaat hingga akhirnya menjawab, "Saya ikut mengejar putri bersama kaisar waktu itu. Putri tidak mau berhenti dan nekad masuk ke sana, jadi kami memutuskan berhenti mengejar putri."

"Kenapa?!" desak Helios. "Kakak mungkin masih sempat diselamatkan."

"Kami sudah mencobanya, Pangeran. Ada sesuatu di dalam hutan itu yang menekan mana dan sangat kuat. Kami menduga itu adalah sihir gelap. Manusia tanpa sihir tidak akan bertahan dalam satu jam." Namun, mereka yang bukan pasukan yang lemah. Ksatria yang melindungi kaisar adalah ksatria utama istana yang kekuatannya tidak dapat diragukan lagi. Meski begitu, mereka tetap kalah dengan aura magis yang sangat kuat itu.

"Itu sebabnya saya khawatir — putri mungkin sudah —"

"Setidaknya temukan mayatnya," putus Helios. "Kita bertahan sebisa mungkin. Apa tidak ada jalan lain?"

"Saya sudah menyelidikinya selama empat tahun. Kita tidak bisa masuk dari jalur laut atau udara sama sekali. Sepertinya, seluruh tempat ini di kelilingi sihir," ungkap Cyrus. Di udara, terlihat banyak pohon besar layaknya kanopi menutupi seluruh bagian hutan sehingga tidak ada cela untuk melihat ke dalamnya. Sedangkan, dari jalur laut, hutan tertutupi oleh gunung - gunung tinggi.

"Bukankah terlalu misterius? Sihir itu mungkin melindungi sesuatu," sahut Helios sambil menatap hutan.

"Sihir gelap adalah milik iblis. Mungkin ada iblis yang menguasai tempat itu."

"Bagaimana dengan makhluk mistis legenda?" tanya Helios lagi. Ia sering mendengar rumor itu.

"Mereka pemilik esensi suci. Seharusnya tidak mungkin ada di dalam sana, tetapi ada yang pernah melihat makhluk bercahaya keluar dari hutan."

Helios menghela nafas. "Sepertinya tidak ada cara lain."

°°°

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status