Share

6. Penyihir Agung?

Kawanan laba-laba itu — secara serentak bergerak menjauh bahkan sebelum menancapkan taringnya pada pangeran Helios. Secara bersamaan pula, aura menyesakkan seakan mencekik saluran pernapasan mereka.

Para laba-laba semakin beringsut mundur dan bergerak gelisah seolah ada sesuatu yang lebih berbahaya datang.

"Orang gila mana yang berani memasuki hutan mati? Setidaknya bawalah ksatria suci untuk menepis sihir gelap." Suara wanita yang terdengar lembut, tetapi jelas tengah mengejek muncul tiba-tiba.

Helios beserta yang lainnya sontak mencari asal suara. Siapa pun ia, pastilah sosok yang ditakuti oleh para laba-laba itu. Tepat dibelakang mereka — seorang gadis dengan rambut perak panjang memancarkan kecantikan memukau dan mempesona menunjukkan seolah gadis itu adalah dewi, namun mata grey-nya memancarkan aura dingin dan keengganan yang jelas.

Gadis itu duduk santai di atas seekor serigala bertubuh besar yang menatap nyalang ke arah mereka.

Makhluk legenda!

"Siapa kau?" Cyrus segera melindungi sang pangeran dengan mengarahkan pedangnya pada gadis itu.

"Achlys," sebut gadis itu yang tak lain adalah Corvina, sang Achlys.

Corvina bergerak turun dan berjalan ke arah Helios yang dilindungi oleh Cyrus. Dengan santai Corvina menyentuh ujung pedang Cyrus yang mengarah padanya itu dengan jari telunjuknya.

"Atau ... penyihir," tambahnya.

Penyihir? Pengakuan yang masuk akal. Gadis itu memang tidak terlihat seperti orang biasa. Berada di tempat bahaya ini sendirian, bahkan memiliki hewan spirit. Mereka juga bisa merasakan aura magis dari gadis itu.

"Cyrus." Helios menyentuh bahunya, membuat pria itu segera menurunkan pedangnya tanpa melepas kewaspadaan.

"Terima kasih atas bantuannya, Nona Achlys. Saya Helios dan ini Cyrus beserta para ksatria."

"Jadi, kau pangeran kedua? Aku sudah mendengar titah kaisar dari mulut para bangsawan." Corvina berjalan pelan sambil mengelilingi Helios. Setiap gerak-geriknya tak luput dari pandangan Cyrus.

Gadis itu tahu?

"Apa anda seorang bangsawan? Boleh saya tahu gelar anda, Lady?" Helios bertanya.

"Benar-benar tidak penting," cibir Corvina.

"Kami berterimakasih atas bantuan anda, Lady, tapi anda tetap harus bersikap hormat pada pangeran," kata Cyrus, menghentikan langkah kaki Corvina.

"Aku? Achlys tidak pernah tunduk pada siapa pun." Corvina pergi menjauh dari keduanya. Sebaliknya, orang-orang itulah yang harus hormat padanya.

"Anda —"

"Cyrus ... tidak apa-apa," tegur Helios. "Kita harus keluar dari sini, segera. Ikutlah dengan kami, Lady. Tempat ini berbahaya untuk berjalan sendiri." Sepertinya pangeran lupa siapa yang baru saja menyelamatkannya.

"Benar, terlalu berbahaya untuk orang-orang lemah," cibir Corvina.

"Apa maksud anda!" Cyrus mulai geram. Gadis itu tidak menunjukkan etika pada seorang pangeran negeri ini sama sekali.

"Seorang manusia tidak seharusnya berada di sini. Ada banyak monster yang bisa menjadikan kalian makanan pembuka untuk mengganjal gigi." Corvina berkata datar tanpa ekspresi.

"Bagaimana dengan anda sendiri, Lady?" balas Cyrus geram.

"Kau sedang membandingkan diriku? Menurutmu kenapa para laba-laba itu tidak mendekat? Aku tidak membutuhkan sekelompok orang lemah! Aku bisa keluar masuk sesukaku," ucapnya arogan. Sekarang cukup menarik untuk hidupnya yang membosankan. Para ksatria kerajaan adalah orang-orang dengan jabatan tinggi. Terkadang mereka merasa sangat kuat dibandingkan yang lain.

"Kami terpaksa untuk menemukan tuan putri yang hilang empat tahun lalu," sergah Helios. Mungkin lady yang bersama mereka bisa membantu menemukan sang kakak.

"Putri, ya?" Corvina seolah berpikir seraya menyandarkan tubuhnya di tubuh besar River. "Apa dia gadis yang memiliki rambut dan mata biru?"

"Benar!" Helios langsung menjawab. Nona penyihir ini bilang bahwa ia bisa masuk dan keluar dengan bebes. Mungkin ia pernah bertemu sang kakak.

"Dia sudah mati," jawabnya Corvina langsung, cukup membuat semuanya bungkam.

"Anda melihatnya?" tanya Helios lagi. Wajah pria itu memucat dan tangannya tampak bergetar.

"Tidak ada yang bertahan. Kalian tahu tempat ini berbahaya." Baru saja mengatakan itu, Helios tiba-tiba ambruk di tanah. Cyrus dan yang lainnya segera membantu pangeran.

Padahal Helios tahu itu, tapi tetap saja rasanya ia ingin menyangkalnya. Masuk akal jika putri tidak bisa bertahan, bahkan dalam lindungan para ksatria pun ia kesulitan bertahan di hutan terlarang ini.

"Pangeran?" Ada darah yang keluar dari hidungnya. Cyrus dan para ksatria menjadi panik. Sepertinya tekanan sihir gelap di sekitar mereka semakin memperburuk keadaan dengan cepat. Kerutan kecil muncul di kening Corvina.

"Dia terkena racun laba-laba," kata Corvina santai. Tekanan sihir seharusnya belum menimbulkan reaksi keluarnya darah saat ini.

"Lady, tolong bantu kami!" pinta salah satu ksatria. "Pangeran tidak akan bertahan lama." Seorang penyihir pasti memiliki sihir penyembuhan, apalagi gadis itu tampak tidak terpengaruh dengan tekanan di hutan ini.

"Jika salah satu pangeran mati, maka yang bertahanlah yang menang," gumam Corvina, mengabaikan permintaan Cyrus.

"Aku tidak boleh mati," gumam Helios. "Aku harus menemukan kakak."

"Keras kepala sekali," kata Corvina jengah. "Tapi, aku tidak akan suka jika Isaac menjadi kaisar. Yang benar saja." Tak lama setelah itu, sebuah portal muncul di hadapan mereka.

Teleportasi? Para ksatria itu menatap heran. Siapa sebenarnya gadis ini? Teleportasi adalah sesuatu yang sulit digunakan oleh seseorang termasuk seorang raja sekali pun karena memiliki pola sihir yang sangat rumit. Apa ia penyihir agung?

"Apa yang kalian tunggu? Pergilah ke kuil, obati dia." Mendengar nada tak ramah itu, mereka segera membawa pangeran menggunakan teleportasi milik Corvina yang akan membawa mereka langsung ke dalam kuil. Ada banyak pendeta yang bisa mengobatinya.

"Saya pikir anda akan mengobatinya, Ratu." Lucien yang bersembunyi di balik bayangan muncul setelah orang-orang itu pergi.

"Aku tidak akan menggunakan kekuatan suciku pada manusia lagi," datar Corvina. Tidak lagi untuk kehidupan kali ini.

"Termasuk pangeran kedua yang menyayangi Ratu?" tanya Lucien.

"Tidak ada manusia yang tulus, termasuk Helios yang akan berubah suatu hari nanti."

Mereka yang memiliki kekuatan dan kekuasaan akan selalu lupa dengan kata cukup. Banyak ras mengakui — bahwa manusia memiliki nafsu yang besar dibanding ras lainnya.

"Racun itu mudah dimurnikan dan tidak akan membuatnya mati."

"Saya mengerti, Ratu."

Lucien tidak bertanya lagi. Sudah sepantasnya sang ratu enggan membantu manusia lagi setelah belasan kali hidupnya selalu berakhir di tangan manusia - manusia keji.

Ia adalah ras iblis berumur panjang yang mampu hidup abadi. Ia telah mengikuti seluruh kematian dan kelahiran sang Achlys yang baru. Entah sampai kapan siklus takdir gadis itu terus berputar — Achlys tidak diizinkan untuk beristirahat dengan tenang.

"Beritahu Leucos untuk berhenti sekarang. Kembalikan para troll ke gunung."

"Bagaimana dengan ksatria dan pangeran mahkota?" Lucien bertanya.

"Apa mereka terluka?"

"Pangeran itu tidak akan bisa berjalan selama sebulan. Leucos memasang sihir gelap yang kuat untuk menepis kekuatan suci dari pendeta agung yang akan mengobatinya."

"Good." Corvina tersenyum cukup puas. "Biarkan mereka pergi."

"Baik, Ratu." Dalam hitungan detik, Lucien sudah menghilang di belakangnya. Di sekitarnya, beberapa laba-laba monster tergeletak lemah tak berdaya akibat serangan para ksatria tadi.

Corvina sedikit membungkuk, kemudian menyentuhnya — membiarkan esensi gelap membungkus, lalu menyebar ke seluruh wilayah di hutan mati. Laba-laba yang terluka serta pepohonan yang rusak kembali seperti semula. Para laba-laba itu lantas bergerak mendekatinya.

"Kalian sudah melakukan hal yang benar — melindungi rumah. Aku tidak akan marah."

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status