Di suatu tempat yang tidak tercatat oleh waktu dan peta, seorang gadis terbaring di bawah pohon besar dengan mata terpejam. Rambut peraknya berkilau bagaikan bulan purnama di bawah naungan pohon yang bercahaya. Saat selembar daun jatuh mengenai pipinya, mata yang tertutup itu perlahan terbuka — memperlihatkan mata grey-nya yang redup bagai badai yang mendung.
“Kau sudah bangun, Achlys?” Gadis yang dipanggil Achlys itu menyentuh kepalanya yang cukup berat. “Kau menarikku lagi sembara — ngan?” Gadis itu tersadar oleh ucapannya yang asing, seolah ia baru saja berbicara dengan seorang teman akrab. Saat menyadari tempatnya berpijak saat ini, gadis itu terdiam membisu — menyadari tidak ada apa pun di sana, kecuali sebuah pohon besar yang seluruh dahan, ranting, dan daunnya bersinar seperti cahaya. Di sekitarnya, hanya ada ruang kosong tanpa ujung, seolah ia tengah berpijak di atas langit tanpa awan. “Di mana aku?” gumamnya. Dalam ingatan terakhir, ia berada di dalam hutan setelah dikejar oleh pasukan ksatria sang ayah. “Tempat di mana segala yang hidup dan mati saling terhubung dalam lingkaran kehidupan yang tak terputus. Seluruh makhluk menyebutku sebagai pohon dunia — yang menjadi simbol kehidupan dan keseimbangan alam.” Suara itu menggema jelas dari pohon besar di hadapannya. “Aku — pohon dunia? Apa aku sudah mati?” “Kau tidak akan mati sebelum waktumu habis.” “Sebelum wak—” Kau tidak akan mati sebelum waktumu habis. Gadis itu tidak melanjutkan ucapannya saat ingatan asing yang serupa muncul tiba-tiba dalam kepalanya. Spontan gadis itu menyentuh kepalanya lagi. “Aku seperti pernah mendengar kalimat ini,” gumam gadis itu. “Benar — karena aku telah mengatakan ini sebanyak kau hidup, lalu mati.” Pohon dunia bergema lagi. “Maksudmu ini bukan kehidupan pertamaku? Omong kosong!” Corvina mulai jengah. Pohon itu seperti memberinya teka-teki yang enggan untuk ia jawab. “Kau juga mengatakan itu berulang kali — Achlys.” “Namaku Corvina, bukan Achlys.” “Namamu memang Achlys. Kau sendiri yang memaksaku untuk memanggilmu begitu saat kau datang ke tempat ini setelah dilahirkan kembali.” “Aku tidak ingat!” Corvina tetap dengan pendiriannya. Tidak mungkin ia menjalani takdir yang berulang dan datang ke tempat yang hanya bisa dimasuki oleh roh atau jiwa. “Lihatlah.” Ranting pohon itu bergerak, menjatuhkan beberapa helai daun. Dengan perasaan tak menentu, Corvina meraih satu helai daun yang langsung melebur seperti debu di tangannya. Sekelebat ingatan muncul dalam kepalanya seperti film yang diputar. Dalam bayangan matanya, seorang gadis dengan rambut hitam dan perak di masing-masing sisi, serta esensi gelap dan suci menyatu dalam dirinya sedang berdiri menatap pohon dunia seperti yang ia lakukan saat ini. “Ini ... aku?” “Kau akan mengingatnya sendiri, Achlys — seperti yang pernah terjadi karena kenangan memiliki ingatan.” *** Empat tahun berlalu sejak menghilangnya sang putri, namun pencarian belum juga dihentikan atas perintah kaisar yang mengharuskan sang putri untuk ditemukan dalam keadaan hidup atau mati. Sayembara pun dilakukan. Siapa pun yang dapat menemukan sang putri di hutan terlarang akan diberikan imbalan yang sangat besar. Ketakutan akan hutan terlarang pun diabaikan demi setumpuk emas. Tak banyak orang-orang datang untuk memasuki tempat berbahaya itu — sambil membawa ketakutan mereka sendiri. Pada akhirnya hanya tersisa kabar dari mereka yang tak kembali — meyakini bahwa tidak ada yang mampu hidup di dalam sana termasuk sang putri. Namun — dibalik semua rumor mengerikan itu. Jauh di dalam hutan, berdiri sebuah kastel megah yang dihuni oleh seorang ratu bersama para ras abadi lainnya. Hutan terlarang — tidak sepenuhnya mengerikan. Setiap sudut hutan dipenuhi dengan kehidupan yang belum pernah disaksikan oleh manusia sebelumnya. Berbagai macam makhluk aneh dengan tubuh besar, para ras peri, semua bercampur dan hidup berdampingan – menciptakan harmoni, keindahan dan keajaiban yang sulit dipercaya. Oleh karenanya, ada batas yang tidak bisa diliat oleh orang – orang di luar sana. Meski begitu, bukan berarti tempat itu aman. Ada berbagai macam ras berbahaya yang tidak ramah sehingga bisa membuat kita menjadi makanan pembuka. Di antara pepohonan yang menjulang tinggi, kekuatan magis yang melimpah, kastel itu dipenuhi oleh aura kegelapan yang mengintimidasi, seolah kastel itu merupakan sarang raja iblis yang berasal dari dunia bawah. Anehnya, para makhluk magis di sekitar tidak terpengaruh oleh esensi tersebut, padahal hampir semua makhluk di hutan memiliki esensi yang bertentangan dengan energi gelap, bahkan tak jarang peri – peri bunga menghiasnya dengan tumbuhan hijau yang memiliki bunga bermacam warna. Tempat itu menjadi pusat kekuatan dan kebijaksanaan yang melindungi semua makhluk hidup di dalamnya. Tekanan energi yang dirasakan pertama kali saat memasuki hutan ini tidak lain adalah mana sihir besar dari seorang penguasa yang melapisi seluruh hutan terlarang dengan esensi gelapnya — sang Achlys. “Orang-orang itu masih berkeliaran di luar hutan tanpa berani masuk. Haruskah kita bermain sedikit, Ratu?” Leucos Elwood berdiri di belakang seorang wanita berambut perak panjang dengan senyum penuh permainan jahat. “Simpan saja rencanamu itu, Leucos. Ratu tidak akan tertarik,” sahut Lucien. “Awasi para Orc, jangan sampai mendekati perbatasan.” Corvina berujar dengan nada malas sambil menopang kepalanya dengan sebelah tangan, memperhatikan keluar dari jendela kamarnya. “Dia masih memiliki hati rupanya,” bisik Lucien pada Leucos. Corvina hanya memutar bola mata mendengar itu. Kedua orang itu – para pria tua dari bangsa iblis yang telah mengabdi selama ratusan tahun di hutan terlarang. Merangkap sebagai kepala pelayan dan pengawal bayangan di kastel Achlys. Mereka memang iblis tua, namun usia tidak akan mempengaruhi fisik dan rupa keduanya sebagai bangsa immortal. Keduanya memiliki wajah yang sangat tampan dan tajam. Jika muncul di depan manusia, mereka mungkin akan disebut sebagai dewa. Leucos memiliki fisik dan rupa seperti pria dewasa yang telah matang dengan rambut perak sebatas bahu, berbeda dengan Lucien yang terlihat seperti laki – laki remaja belasan tahun dengan rambut hitamnya yang pendek. “Kebanyakan dari mereka hanya rakyat biasa, tapi nyali mereka cukup berani juga. Untungnya ratu mengurangi tekanan mana dari sihir gelap,” oceh Lucien. Corvina tidak terlalu tertarik dengan ocehan dua iblis itu. Pandangannya sendiri tertuju pada seekor rusa yang memancarkan cahaya terang dari tubuhnya di pinggir sungai. Tak jauh darinya, seekor serigala berbulu hitam keperakan setinggi orang dewasa bersiap untuk menerkamnya. “Ratu — ” Lucien berhenti berbicara saat Corvina mengeluarkan energi gelap miliknya dan membiarkannya melesat cepat ke arah serigala di bawah sana, cukup membuat binatang besar itu meraung kesakitan. Lucien meringis di belakang Corvina. “Aku tarik kata-kataku. Dia tidak memiliki hati,” bisik Lucien. “Pasti sakit sekali.” “Tidak sakit karena dia selalu membuatku mengulanginya,” kata Corvina tanpa ekspresi. “Sepertinya, anda terlalu keras pada River, Ratu.” Kali ini Leucos yang bicara. Pria itu yang paling berani memberinya komentar di saat yang lain lebih memilih diam karena takut pada Corvina. Terkadang, Lucien juga membantah, kemudian langsung berlindung pada Leucos. Payah! “Kalian terlalu memanjakannya saat aku tidak ada.” “Percuma saja, Leucos. Kau lupa dia orang yang lebih jahat daripada kita di masa lalu? Ratu tidak akan pernah ingat setiap kali dia lahir, tapi sifatnya tidak pernah berubah meski dia tidak ingat. Lihatlah rambut perak dan mata grey nya sekarang, dia tetap kembali ke penampilan awal yang menawan sekaligus menakutkan itu. Padahal Ratu sudah terlihat seperti wanita polos yang baik hati dengan rambut dan mata birunya yang menenangkan waktu itu.” Lucien mengoceh pada Leucos dengan gamblang. “Kau sudah terlalu banyak bicara hari ini, Lucien.” “Saya akan diam sekarang.” Pria itu mengunci mulutnya. “Pergilah.” “Kalau begitu kami akan keluar, Ratu. Selamat beristirahat,” kata Leucos segera menghilang bersama Lucien. “Kemarilah, River,” panggil Corvina setelah sendirian, membuat seekor serigala besar dengan bulu hitam keperakan muncul di sebelahnya. River – merupakan best legend spirit yang tercipta dari mana besar Corvina sendiri. “Kau kesakitan?” River mengeluskan kepalanya ke tubuh gadis itu dengan mengeluarkan suara kecil seolah mengiyakan. “Sudah kubilang jangan coba memangsa binatang suci. Rusa itu adalah simbol dari rembulan yang memberi kehidupan pada hutan di malam hari. Penjaga hutan bisa menyerangmu.” Meski itu tidak mungkin karena seluruh makhluk di hutan terlarang mengetahui jika River adalah pelindung setia milik ratu. River mendudukkan tubuh besarnya dan meletakkan kepalanya di pangkuannya. Ukuran besarnya membuat Corvina terlihat seperti boneka. “Aku memaafkanmu,” kata Corvina sambil mengelus kepalanya. Dari tangannya, muncul seberkas cahaya yang dapat menyembuhkan rasa sakit River dari esensi gelapnya. Corvina membiarkan serigala besar itu tidur di sana – bersama dirinya yang menatap keluar jendela. °°°Yang mau liat ilustrasi, bisa ke i* @arosee23 ya ---------------- Corvina membuka matanya spontan setelah merasakan energi asing berada di dekatnya. Kepalanya bergerak waspada bersama sorot matanya yang tajam, mengitari seisi kamar temaram miliknya ini. Energi ini — adalah esensi yang sama pada hari itu. “Mustahil ada iblis yang bisa masuk ke wilayahku tanpa seizinku,” gumamnya seraya bangkit dari ranjang miliknya. Gaun malamnya terseret di atas lantai marmer yang dingin bersama langkahnya yang ringan. Corvina membuka balkon kamarnya lebar-lebar, kemudian mengamati seluruh hutan yang terbentang luas di hadapannya. Kastel tempatnya berpijak dibatasi sebuah danau kecil yang mengelilingi seluruh istana. Di tempat ini — tidak ada yang pernah luput dari pandangannya, tapi ia baru saja kehilangan satu esensi yang dirinya sendiri tidak ketahui bentuknya. “Gaia ...” panggil Corvina dengan nada netral. Jauh di bawah sana, sesuatu dengan cahaya hijau bergerak keluar dari hutan. Sesosok mak
Acheron Empire Langkah kaki seseorang bergerak terburu-buru menuju aula utama di mana sang kaisar menempati singgasananya. Laki-laki dengan rambut pirang sebagai ciri khas keluarga kerajaan memasuki ruangan tanpa pemberitahuan. “Di mana kakak?” tanya Helios Acheron mendesak. Kepanikan terlihat jelas di wajah tampannya. Perbincangan antar bangsawan pun terhenti setelah kedatangannya. Beberapa waktu lalu, Helios baru mendapat kabar bahwa sang putri telah menghilang. Selama di akademi, ia tidak pernah tertarik dengan berita luar, namun ia tidak sengaja mendengarnya saat di perjalanan pulang. Poster – poster mengenai pencarian putri tersebar di sepanjang jalannya pulang. “Aku di sini. Siapa yang kau cari?” Pangeran mahkota Isaac memasuki aula yang pintunya masih terbuka. Pria itu membungkukkan badan pada kaisar Zeron, sang ayah. “Maafkan ketidaksopanan pangeran Helios, Baginda. Sepertinya dia kehilangan tata krama selama berada di akademi,” ujarnya. Kaisar Zeron hanya menatap r
Kastel yang selalu di kelilingi oleh kegelapan — seorang wanita dengan sorot mata tajam menunjukkan ketegasan menghadap pada sosok tertinggi di hutan terlarang. "Komandan pasukan gelap menghadap pada Ratu Achlys — sang kegelapan dan cahaya," tunduknya dengan hormat. "Langsung katakan saja, Hera," ucap Corvina. Di sampingnya berdiri Leucos sebagai kepala istana yang senantiasa berada di dekat sang ratu. Hera Wintour — satu-satunya wanita yang berasal dari ras dark elf yang memiliki ciri kulit berwarna gelap seperti malam dan mata yang berkilauan seperti permata biru. Rambut perak panjangnya yang diikat tergerai di belakangnya. Tangannya memegang sebuah tombak yang memiliki aura magis sebagai lambang atas kekuatan dan keberaniannya, serta baju pelindung besi terpasang di tubuhnya. Hera dikenal memiliki kemampuan bertarung yang hebat dan keahlian dalam sihir gelap. Ia adalah benteng terakhir yang melindungi kerajaan dari segala ancaman. "Kaisar Acheron mengubah titahnya pad
Kawanan laba-laba itu — secara serentak bergerak menjauh bahkan sebelum menancapkan taringnya pada pangeran Helios. Secara bersamaan pula, aura menyesakkan seakan mencekik saluran pernapasan mereka. Para laba-laba semakin beringsut mundur dan bergerak gelisah seolah ada sesuatu yang lebih berbahaya datang. "Orang gila mana yang berani memasuki hutan mati? Setidaknya bawalah ksatria suci untuk menepis sihir gelap." Suara wanita yang terdengar lembut, tetapi jelas tengah mengejek muncul tiba-tiba. Helios beserta yang lainnya sontak mencari asal suara. Siapa pun ia, pastilah sosok yang ditakuti oleh para laba-laba itu. Tepat dibelakang mereka — seorang gadis dengan rambut perak panjang memancarkan kecantikan memukau dan mempesona menunjukkan seolah gadis itu adalah dewi, namun mata grey-nya memancarkan aura dingin dan keengganan yang jelas. Gadis itu duduk santai di atas seekor serigala bertubuh besar yang menatap nyalang ke arah mereka. Makhluk legenda! "Siapa kau?" Cyrus seger
"Kau tahu ... esensi gelap dalam dirimu akan semakin mendominasi jika kau tidak bisa menahan diri." Pohon dunia memperingati. "Apa bedanya? Aku sudah jatuh dalam kegelapan sejak kehidupan lama. Kau sendiri yang menunjukkan memori itu padaku." Di hamparan rumput yang luas, hanya ada mereka di sini. Tempat ini tidak lagi seperti pertama kali saat dirinya hanya melihat ruang kosong. "Kau masih tidak ingat apa pun, Achlys?" Corvina berdehem kecil. "Aku hanya ingat rasa sakit saat diujung kematianku," gumamnya. Semua ingatan itu masih tampak buram, meski begitu, rasa sakit itu begitu nyata ia rasakan. Ia bisa merasakan bagaimana puluhan anak panah menusuknya, pedang yang menikamnya berkali-kali, kepala yang dipenggal, bahkan siksaan yang lebih baik mati daripada bertahan — ia merasakan seluruh rasa sakit itu. Meski tidak tahu alasannya — manusia terlibat di dalamnya. "Semua itu — adalah kenangan yang tidak ingin kau ingat." "Aku tahu." Lahir tanpa ingatan — semua tidak l
Di sebuah kamar yang terletak di bagian teratas lantai kastel dari struktur bangunan megah tersebut, lilin – lilin menyala redup tersebar di sekitar ruangan. Di tengah ruangan terdapat tempat tidur besar dengan baldaquin yang dilapisi dengan kain sutra emas berpadu merah. Di atasnya, seorang gadis terbaring dengan mata terpejam. Wajahnya dipenuhi ekspresi gelisah yang membuat tidurnya tampak sangat terganggu. “Jadi, kalian membuat keributan di luar hanya untuk melihatnya kesakitan?” tanya Theron dengan nada rendah yang terdengar mencemooh. Corvina – pingsan di hadapan mereka semua tak lama setelah mendengar pernyataan yang di debatkan para fairy beberapa saat lalu. Rasa sakit di dada – sebenarnya adalah tanda jika potongan ingatan yang lain akan segera menghampiri Corvina. “Setidaknya kami harus memastikan kondisi ratu,” balas Leucos dengan wajah tak ramah. Lucien tidak banyak bicara di sebelahnya. Namun, tidak dapat dibantah jika tidak ada yang bisa mereka lakukan saat sang ratu
Corvina menyaksikan melalui jendela — dunia luar yang telah ia tinggalkan selama empat tahun. Kali ini, ia keluar dari persembunyiannya bersama seorang raja iblis yang menjanjikannya akan sesuatu yang berbeda — sebuah kepuasan baru.Kereta kuda berhenti di depan bangunan besar. Di depan mansion Grand Duke, terdapat jalan masuk yang luas dan megah. Bendera dengan lambang naga berkibar di tiang-tiang sebagai tanda kediaman Grand Duke. Di depan kastel utama yang terlihat menjulang dengan bangunan-bangunan kokoh yang megah terdapat taman kecil penuh bunga dengan air mancur dan patung-patung. Corvina memperhatikan setiap detailnya dari dalam kereta kuda. "Itu kereta Grand Duchess. Aku melihat kecantikannya dari lukisan.""Benar! Rumor mengenai Grand Duchess masih hangat hingga sekarang. Para bangsawan pasti akan bersiap saat mendengar kedatangannya." "Menurutmu Grand Duchess akan mengikuti pertemuan sosial? Semua orang pasti penasaran secantik apa istri Grand Duke.""Entahlah." "Grand D
Corvina membuka matanya perlahan. Suara – suara burung kecil yang berkicau di pepohonan, serta angin sepoi – sepoi yang sejuk membawa aroma bunga – bunga liar menyadarkannya bahwa dirinya kini berada di atas padang rumput yang luas.Apa ini? Baru saja tertidur di kamarnya sebagai Grand Duchess. Apa kenangan ingatan lagi? Dirinya baik – baik saja sebelumnya.Perlahan, ia bangkit. Tempat ini sungguh asing, namun tidak dapat menyangkal bahwa ini adalah tempat paling indah yang pernah ia lihat. Padang rumput? Tempat ini lebih cocok disebut ladang bunga.Corvina mengedarkan pandangannya, kemudian menyadari ada orang lain di sana. Seorang gadis kecil terkikik pelan sambil bersembunyi tidak jauh darinya. Sebenarnya ingatan apa ini?“Achlys ... kau di mana?” Seruan itu membuat Corvina mencari asal suara.Achlys? Corvina kemudian melihat seorang wanita datang, seperti mencari seseorang. Wanita itu memilik rambut perak seperti bulan dan mata birunya yang berbinar indah.Ibu?“Achlys ... jangan
"Salam kepala Yang mulia Grand Duchess. Nama saya Ivy. Dulunya saya seorang budak yang dibeli oleh Yang mulia Grand Duke. Saya akan menjadi pelayan Anda mulai sekarang." Wanita bernama Ivy sedikit membungkuk dengan pandangan ke bawah."Budak? Aku suka gadis yang terus-terang sepertimu." Wanita yang menjadi nyonya barunya itu mengulangi dengan suaranya yang halus dan terdengar lembut. Ivy belum berani menatap wajahnya, namun ia melihat saat kaki jenjang sang nyonya berhenti di depannya."Terima kasih, Nyonya." Entah mengapa atmosfer di ruangan ini sedikit mencekiknya sejak ia masuk. Pantas saja pelayan lain takut untuk berhadapan dengan nyonya mereka dalam waktu yang lama."Iblis itu memilih pelayan yang cantik." Deg! Ivy masih menunduk. "Kau punya telinga yang cantik ... sayang sekali tidak ada yang bisa melihatnya, bukan?" "Saya tidak mengerti maksud Anda, Nyonya." Ucapan itu membuat Ivy menjadi waspada dan menahan diri, namun saat tangan Corvina hendak menyentuh telinganya, Ivy
Di suatu tempat di istana kekaisaran, seorang gadis berdiri di antara rak – rak yang mengoleksi ribuan buku di dalamnya. Perpustakaan yang hanya bisa dimasuki oleh anggota kerajaan – menyimpan berbagai pengetahuan dan sejarah kekaisaran di masa lalu. Dengan kemampuannya, Corvina dengan mudah masuk ke dalamnya tanpa perlu ketahuan oleh penjaga di luar. “Apa yang Anda cari, Ratu? Biar saya membantu.” Lucien bergerak ke sana – kemari tanpa berminat menyentuh buku – buku di sana. Jangan tanya di mana Leucos. Pria itu harus kembali ke kastel terlarang untuk memantau keadaan setiap saat. “Diamlah!” Corvina menelusuri setiap buku dengan judul – judul seperti, “Sejarah Kekaisaran Acheron”, “Silsilah Keluarga Bangsawan”, dan apa saja yang sekiranya berhubungan dengan dirinya di masa lalu. Mungkin saja ia bisa mendapat jawaban atas kelahirannya yang abadi. Kehidupan pertama – kapan tepatnya ia lahir, seperti apa ibu dan keluarganya, seperti apa dirinya di mata sejarah, dan sebagainya. M
Bulir - bulir keringat mengalir dari pelipis Corvina yang langsung terbangun. Dadanya naik turun karena nafas yang memburu cepat. Apa yang terjadi? Apa yang terjadi pada ibunya setelah itu? Kenapa ingatan itu terputus tanpa ia tahu apa yang terjadi selanjutnya?! "Achlys," panggil seseorang yang baru saja masuk, membuat Corvina mengangkat kepalanya ke asal suara."Kau mengingat mimpi buruk lagi?" Theron mencoba menyentuh rambut perak panjangnya yang tergerai bebas dan sedikit basah oleh keringat. "Kau tidur sejak siang hingga malam —""Apa yang kau lakukan?" Suara Corvina hampir menyerupai gumaman. Theron mengangkat sebelah alisnya, heran. "Apa yang kau lakukan pada ibuku?" Nadanya kini berubah dingin. Sosok itu — sosok yang ia lihat dalam ingatan lamanya, sosok yang menggunakan wujud iblis dengan sayap hitam besar di punggung serta tanduk kecil di atas kepalanya. Dia — Theron Eryx sang Raja kegelapan. "Ibumu?""Kita bertemu di kehidupan pertamaku," desis Corvina tajam. "Kau — kau
Corvina membuka matanya perlahan. Suara – suara burung kecil yang berkicau di pepohonan, serta angin sepoi – sepoi yang sejuk membawa aroma bunga – bunga liar menyadarkannya bahwa dirinya kini berada di atas padang rumput yang luas.Apa ini? Baru saja tertidur di kamarnya sebagai Grand Duchess. Apa kenangan ingatan lagi? Dirinya baik – baik saja sebelumnya.Perlahan, ia bangkit. Tempat ini sungguh asing, namun tidak dapat menyangkal bahwa ini adalah tempat paling indah yang pernah ia lihat. Padang rumput? Tempat ini lebih cocok disebut ladang bunga.Corvina mengedarkan pandangannya, kemudian menyadari ada orang lain di sana. Seorang gadis kecil terkikik pelan sambil bersembunyi tidak jauh darinya. Sebenarnya ingatan apa ini?“Achlys ... kau di mana?” Seruan itu membuat Corvina mencari asal suara.Achlys? Corvina kemudian melihat seorang wanita datang, seperti mencari seseorang. Wanita itu memilik rambut perak seperti bulan dan mata birunya yang berbinar indah.Ibu?“Achlys ... jangan
Corvina menyaksikan melalui jendela — dunia luar yang telah ia tinggalkan selama empat tahun. Kali ini, ia keluar dari persembunyiannya bersama seorang raja iblis yang menjanjikannya akan sesuatu yang berbeda — sebuah kepuasan baru.Kereta kuda berhenti di depan bangunan besar. Di depan mansion Grand Duke, terdapat jalan masuk yang luas dan megah. Bendera dengan lambang naga berkibar di tiang-tiang sebagai tanda kediaman Grand Duke. Di depan kastel utama yang terlihat menjulang dengan bangunan-bangunan kokoh yang megah terdapat taman kecil penuh bunga dengan air mancur dan patung-patung. Corvina memperhatikan setiap detailnya dari dalam kereta kuda. "Itu kereta Grand Duchess. Aku melihat kecantikannya dari lukisan.""Benar! Rumor mengenai Grand Duchess masih hangat hingga sekarang. Para bangsawan pasti akan bersiap saat mendengar kedatangannya." "Menurutmu Grand Duchess akan mengikuti pertemuan sosial? Semua orang pasti penasaran secantik apa istri Grand Duke.""Entahlah." "Grand D
Di sebuah kamar yang terletak di bagian teratas lantai kastel dari struktur bangunan megah tersebut, lilin – lilin menyala redup tersebar di sekitar ruangan. Di tengah ruangan terdapat tempat tidur besar dengan baldaquin yang dilapisi dengan kain sutra emas berpadu merah. Di atasnya, seorang gadis terbaring dengan mata terpejam. Wajahnya dipenuhi ekspresi gelisah yang membuat tidurnya tampak sangat terganggu. “Jadi, kalian membuat keributan di luar hanya untuk melihatnya kesakitan?” tanya Theron dengan nada rendah yang terdengar mencemooh. Corvina – pingsan di hadapan mereka semua tak lama setelah mendengar pernyataan yang di debatkan para fairy beberapa saat lalu. Rasa sakit di dada – sebenarnya adalah tanda jika potongan ingatan yang lain akan segera menghampiri Corvina. “Setidaknya kami harus memastikan kondisi ratu,” balas Leucos dengan wajah tak ramah. Lucien tidak banyak bicara di sebelahnya. Namun, tidak dapat dibantah jika tidak ada yang bisa mereka lakukan saat sang ratu
"Kau tahu ... esensi gelap dalam dirimu akan semakin mendominasi jika kau tidak bisa menahan diri." Pohon dunia memperingati. "Apa bedanya? Aku sudah jatuh dalam kegelapan sejak kehidupan lama. Kau sendiri yang menunjukkan memori itu padaku." Di hamparan rumput yang luas, hanya ada mereka di sini. Tempat ini tidak lagi seperti pertama kali saat dirinya hanya melihat ruang kosong. "Kau masih tidak ingat apa pun, Achlys?" Corvina berdehem kecil. "Aku hanya ingat rasa sakit saat diujung kematianku," gumamnya. Semua ingatan itu masih tampak buram, meski begitu, rasa sakit itu begitu nyata ia rasakan. Ia bisa merasakan bagaimana puluhan anak panah menusuknya, pedang yang menikamnya berkali-kali, kepala yang dipenggal, bahkan siksaan yang lebih baik mati daripada bertahan — ia merasakan seluruh rasa sakit itu. Meski tidak tahu alasannya — manusia terlibat di dalamnya. "Semua itu — adalah kenangan yang tidak ingin kau ingat." "Aku tahu." Lahir tanpa ingatan — semua tidak l
Kawanan laba-laba itu — secara serentak bergerak menjauh bahkan sebelum menancapkan taringnya pada pangeran Helios. Secara bersamaan pula, aura menyesakkan seakan mencekik saluran pernapasan mereka. Para laba-laba semakin beringsut mundur dan bergerak gelisah seolah ada sesuatu yang lebih berbahaya datang. "Orang gila mana yang berani memasuki hutan mati? Setidaknya bawalah ksatria suci untuk menepis sihir gelap." Suara wanita yang terdengar lembut, tetapi jelas tengah mengejek muncul tiba-tiba. Helios beserta yang lainnya sontak mencari asal suara. Siapa pun ia, pastilah sosok yang ditakuti oleh para laba-laba itu. Tepat dibelakang mereka — seorang gadis dengan rambut perak panjang memancarkan kecantikan memukau dan mempesona menunjukkan seolah gadis itu adalah dewi, namun mata grey-nya memancarkan aura dingin dan keengganan yang jelas. Gadis itu duduk santai di atas seekor serigala bertubuh besar yang menatap nyalang ke arah mereka. Makhluk legenda! "Siapa kau?" Cyrus seger
Kastel yang selalu di kelilingi oleh kegelapan — seorang wanita dengan sorot mata tajam menunjukkan ketegasan menghadap pada sosok tertinggi di hutan terlarang. "Komandan pasukan gelap menghadap pada Ratu Achlys — sang kegelapan dan cahaya," tunduknya dengan hormat. "Langsung katakan saja, Hera," ucap Corvina. Di sampingnya berdiri Leucos sebagai kepala istana yang senantiasa berada di dekat sang ratu. Hera Wintour — satu-satunya wanita yang berasal dari ras dark elf yang memiliki ciri kulit berwarna gelap seperti malam dan mata yang berkilauan seperti permata biru. Rambut perak panjangnya yang diikat tergerai di belakangnya. Tangannya memegang sebuah tombak yang memiliki aura magis sebagai lambang atas kekuatan dan keberaniannya, serta baju pelindung besi terpasang di tubuhnya. Hera dikenal memiliki kemampuan bertarung yang hebat dan keahlian dalam sihir gelap. Ia adalah benteng terakhir yang melindungi kerajaan dari segala ancaman. "Kaisar Acheron mengubah titahnya pad