Share

2. Dibalik Hutan Terlarang

Di suatu tempat yang tidak tercatat oleh waktu dan peta, seorang gadis terbaring di bawah pohon besar dengan mata terpejam. Rambut peraknya berkilau bagaikan bulan purnama di bawah naungan pohon yang bercahaya. Saat selembar daun jatuh mengenai pipinya, mata yang tertutup itu perlahan terbuka — memperlihatkan mata grey-nya yang redup bagai badai yang mendung.

“Kau sudah bangun, Achlys?”

Gadis yang dipanggil Achlys itu menyentuh kepalanya yang cukup berat.

“Kau menarikku lagi sembara — ngan?” Gadis itu tersadar oleh ucapannya yang asing, seolah ia baru saja berbicara dengan seorang teman akrab.

Saat menyadari tempatnya berpijak saat ini, gadis itu terdiam membisu — menyadari tidak ada apa pun di sana, kecuali sebuah pohon besar yang seluruh dahan, ranting, dan daunnya bersinar seperti cahaya. Di sekitarnya, hanya ada ruang kosong tanpa ujung, seolah ia tengah berpijak di atas langit tanpa awan.

“Di mana aku?” gumamnya. Dalam ingatan terakhir, ia berada di dalam hutan setelah dikejar oleh pasukan ksatria sang ayah.

“Tempat di mana segala yang hidup dan mati saling terhubung dalam lingkaran kehidupan yang tak terputus. Seluruh makhluk menyebutku sebagai pohon dunia — yang menjadi simbol kehidupan dan keseimbangan alam.” Suara itu menggema jelas dari pohon besar di hadapannya.

“Aku — pohon dunia? Apa aku sudah mati?”

“Kau tidak akan mati sebelum waktumu habis.”

“Sebelum wak—”

Kau tidak akan mati sebelum waktumu habis.

Gadis itu tidak melanjutkan ucapannya saat ingatan asing yang serupa muncul tiba-tiba dalam kepalanya. Spontan gadis itu menyentuh kepalanya lagi.

“Aku seperti pernah mendengar kalimat ini,” gumam gadis itu.

“Benar — karena aku telah mengatakan ini sebanyak kau hidup, lalu mati.” Pohon dunia bergema lagi.

“Maksudmu ini bukan kehidupan pertamaku? Omong kosong!” Corvina mulai jengah. Pohon itu seperti memberinya teka-teki yang enggan untuk ia jawab.

“Kau juga mengatakan itu berulang kali — Achlys.”

“Namaku Corvina, bukan Achlys.”

“Namamu memang Achlys. Kau sendiri yang memaksaku untuk memanggilmu begitu saat kau datang ke tempat ini setelah dilahirkan kembali.”

“Aku tidak ingat!” Corvina tetap dengan pendiriannya. Tidak mungkin ia menjalani takdir yang berulang dan datang ke tempat yang hanya bisa dimasuki oleh roh atau jiwa.

“Lihatlah.” Ranting pohon itu bergerak, menjatuhkan beberapa helai daun. Dengan perasaan tak menentu, Corvina meraih satu helai daun yang langsung melebur seperti debu di tangannya.

Sekelebat ingatan muncul dalam kepalanya seperti film yang diputar. Dalam bayangan matanya, seorang gadis dengan rambut hitam dan perak di masing-masing sisi, serta esensi gelap dan suci menyatu dalam dirinya sedang berdiri menatap pohon dunia seperti yang ia lakukan saat ini.

“Ini ... aku?”

“Kau akan mengingatnya sendiri, Achlys — seperti yang pernah terjadi karena kenangan memiliki ingatan.”

***

Empat tahun berlalu sejak menghilangnya sang putri, namun pencarian belum juga dihentikan atas perintah kaisar yang mengharuskan sang putri untuk ditemukan dalam keadaan hidup atau mati. Sayembara pun dilakukan. Siapa pun yang dapat menemukan sang putri di hutan terlarang akan diberikan imbalan yang sangat besar.

Ketakutan akan hutan terlarang pun diabaikan demi setumpuk emas. Tak banyak orang-orang datang untuk memasuki tempat berbahaya itu — sambil membawa ketakutan mereka sendiri. Pada akhirnya hanya tersisa kabar dari mereka yang tak kembali — meyakini bahwa tidak ada yang mampu hidup di dalam sana termasuk sang putri.

Namun — dibalik semua rumor mengerikan itu. Jauh di dalam hutan, berdiri sebuah kastel megah yang dihuni oleh seorang ratu bersama para ras abadi lainnya.

Hutan terlarang — tidak sepenuhnya mengerikan. Setiap sudut hutan dipenuhi dengan kehidupan yang belum pernah disaksikan oleh manusia sebelumnya. Berbagai macam makhluk aneh dengan tubuh besar, para ras peri, semua bercampur dan hidup berdampingan – menciptakan harmoni, keindahan dan keajaiban yang sulit dipercaya. Oleh karenanya, ada batas yang tidak bisa diliat oleh orang – orang di luar sana.

Meski begitu, bukan berarti tempat itu aman. Ada berbagai macam ras berbahaya yang tidak ramah sehingga bisa membuat kita menjadi makanan pembuka.

Di antara pepohonan yang menjulang tinggi, kekuatan magis yang melimpah, kastel itu dipenuhi oleh aura kegelapan yang mengintimidasi, seolah kastel itu merupakan sarang raja iblis yang berasal dari dunia bawah.

Anehnya, para makhluk magis di sekitar tidak terpengaruh oleh esensi tersebut, padahal hampir semua makhluk di hutan memiliki esensi yang bertentangan dengan energi gelap, bahkan tak jarang peri – peri bunga menghiasnya dengan tumbuhan hijau yang memiliki bunga bermacam warna.

Tempat itu menjadi pusat kekuatan dan kebijaksanaan yang melindungi semua makhluk hidup di dalamnya. Tekanan energi yang dirasakan pertama kali saat memasuki hutan ini tidak lain adalah mana sihir besar dari seorang penguasa yang melapisi seluruh hutan terlarang dengan esensi gelapnya — sang Achlys.

“Orang-orang itu masih berkeliaran di luar hutan tanpa berani masuk. Haruskah kita bermain sedikit, Ratu?” Leucos Elwood berdiri di belakang seorang wanita berambut perak panjang dengan senyum penuh permainan jahat.

“Simpan saja rencanamu itu, Leucos. Ratu tidak akan tertarik,” sahut Lucien.

“Awasi para Orc, jangan sampai mendekati perbatasan.” Corvina berujar dengan nada malas sambil menopang kepalanya dengan sebelah tangan, memperhatikan keluar dari jendela kamarnya.

“Dia masih memiliki hati rupanya,” bisik Lucien pada Leucos. Corvina hanya memutar bola mata mendengar itu.

Kedua orang itu – para pria tua dari bangsa iblis yang telah mengabdi selama ratusan tahun di hutan terlarang. Merangkap sebagai kepala pelayan dan pengawal bayangan di kastel Achlys.

Mereka memang iblis tua, namun usia tidak akan mempengaruhi fisik dan rupa keduanya sebagai bangsa immortal.

Keduanya memiliki wajah yang sangat tampan dan tajam. Jika muncul di depan manusia, mereka mungkin akan disebut sebagai dewa. Leucos memiliki fisik dan rupa seperti pria dewasa yang telah matang dengan rambut perak sebatas bahu, berbeda dengan Lucien yang terlihat seperti laki – laki remaja belasan tahun dengan rambut hitamnya yang pendek.

“Kebanyakan dari mereka hanya rakyat biasa, tapi nyali mereka cukup berani juga. Untungnya ratu mengurangi tekanan mana dari sihir gelap,” oceh Lucien.

Corvina tidak terlalu tertarik dengan ocehan dua iblis itu. Pandangannya sendiri tertuju pada seekor rusa yang memancarkan cahaya terang dari tubuhnya di pinggir sungai. Tak jauh darinya, seekor serigala berbulu hitam keperakan setinggi orang dewasa bersiap untuk menerkamnya.

“Ratu — ”

Lucien berhenti berbicara saat Corvina mengeluarkan energi gelap miliknya dan membiarkannya melesat cepat ke arah serigala di bawah sana, cukup membuat binatang besar itu meraung kesakitan.

Lucien meringis di belakang Corvina. “Aku tarik kata-kataku. Dia tidak memiliki hati,” bisik Lucien. “Pasti sakit sekali.”

“Tidak sakit karena dia selalu membuatku mengulanginya,” kata Corvina tanpa ekspresi.

“Sepertinya, anda terlalu keras pada River, Ratu.” Kali ini Leucos yang bicara. Pria itu yang paling berani memberinya komentar di saat yang lain lebih memilih diam karena takut pada Corvina. Terkadang, Lucien juga membantah, kemudian langsung berlindung pada Leucos. Payah!

“Kalian terlalu memanjakannya saat aku tidak ada.”

“Percuma saja, Leucos. Kau lupa dia orang yang lebih jahat daripada kita di masa lalu? Ratu tidak akan pernah ingat setiap kali dia lahir, tapi sifatnya tidak pernah berubah meski dia tidak ingat. Lihatlah rambut perak dan mata grey nya sekarang, dia tetap kembali ke penampilan awal yang menawan sekaligus menakutkan itu. Padahal Ratu sudah terlihat seperti wanita polos yang baik hati dengan rambut dan mata birunya yang menenangkan waktu itu.” Lucien mengoceh pada Leucos dengan gamblang.

“Kau sudah terlalu banyak bicara hari ini, Lucien.”

“Saya akan diam sekarang.” Pria itu mengunci mulutnya.

“Pergilah.”

“Kalau begitu kami akan keluar, Ratu. Selamat beristirahat,” kata Leucos segera menghilang bersama Lucien.

“Kemarilah, River,” panggil Corvina setelah sendirian, membuat seekor serigala besar dengan bulu hitam keperakan muncul di sebelahnya. River – merupakan best legend spirit yang tercipta dari mana besar Corvina sendiri.

“Kau kesakitan?” River mengeluskan kepalanya ke tubuh gadis itu dengan mengeluarkan suara kecil seolah mengiyakan.

“Sudah kubilang jangan coba memangsa binatang suci. Rusa itu adalah simbol dari rembulan yang memberi kehidupan pada hutan di malam hari. Penjaga hutan bisa menyerangmu.” Meski itu tidak mungkin karena seluruh makhluk di hutan terlarang mengetahui jika River adalah pelindung setia milik ratu.

River mendudukkan tubuh besarnya dan meletakkan kepalanya di pangkuannya. Ukuran besarnya membuat Corvina terlihat seperti boneka.

“Aku memaafkanmu,” kata Corvina sambil mengelus kepalanya. Dari tangannya, muncul seberkas cahaya yang dapat menyembuhkan rasa sakit River dari esensi gelapnya. Corvina membiarkan serigala besar itu tidur di sana – bersama dirinya yang menatap keluar jendela.

°°°

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status