Jemarinya menggenggam erat setangkai bunga matahari dan bibir mungil itu tak henti-hentinya tersenyum, Jovian akan memberikan bunga ini pada sang Mama dan Papanya. Namun langkah kakinya terhenti saat suara pecahan barang dan teriakan sang ibu terdengar.
"Kau menyembunyikan nya selama ini!! Kau tega pada Jovian!!"
"Sudah kubilang itu kesalahan!"
"Tapi wanita itu sudah memiliki anak hasil perbuatan mu William!"
"Maka izinkan aku untuk menikahinya Helena!!"
Perdebatan hingga makian dari bibir sang ayah pun semakin keras, Jovian tidak mengerti mengapa Mama dan Papanya bertengkar hebat, bukankah hari ini adalah hari pernikahan mereka? Seharusnya mereka bahagia dan merayakannya seperti biasa, bercanda dan tertawa bahagia.
"Lalu bagaimana dengan ku dan Jovian William??"
"Pilihan mu hanya dua, izinkan aku untuk menikahinya atau kau cerai tanpa mendapatkan sepeserpun harta dariku!"
Teriakan itu semakin membuat Jovian takut, Jovian kecil meringkuk di depan pintu kamar orang tuanya dengan telapak tangan yang menutupi telinganya, berharap pertengkaran hebat itu pun tak terdengar olehnya.
"Bagaimana dengan Jovian?? William jangan gila!!"
"Maka bawalah Jovian Helena!"
Tangisan pedih sang ibu terdengar menyakitkan ditelinga Jovian, suara langkah kaki dari dalam kamar pun membuat Jovian tersadar jika sang ibu akan menemukannya di sini dengan keadaan menyedihkan, Jovian pun langsung berlari menuju kamarnya dan masuk ke dalam selimut tebal dan menangis dalam diam.
Pintu kamar Jovian terbuka menampilkan sang ibu yang tersenyum sedih melihat sang anak menangis diam-diam, Jovian-nya pasti mendengar pertengkarannya dengan sang suami. Helena segera mengusap sudut matanya yang dibanjiri air mata dan berjalan mendekati Jovian.
Jovian-nya lah yang paling tersiksa disini, dia tidak mengerti apa-apa lalu di pisahkan dengan ayahnya yang brengsek. Helena tidak menyangka jika William memiliki anak hasil hubungan gelap dimasa lalu dan memiliki anak, bahkan tiga tahun lebih tua dari Jovian. Dan wanita itu ingin suaminya menikah dengannya, melupakan jika pria itu memiliki istri dan putra kecil. Helena tak masalah jika anak itu di asuh olehnya, tetapi William tetap bersikukuh untuk tetap menikahi wanita itu.
Mimpi buruk Helena ternyata menjadi sungguhan, dulu Helena berjanji jika dia memiliki buah hati maka Helena tidak akan membuat sang anak merasakan apa itu perceraian dan tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya. Ternyata itu hanya bertahan untuk beberapa tahun saja, Helena mengingkari janjinya atau William yang memberikan janji palsu?
"Jovian? Jovian-nie ikut Mama ya?" Ucap Helena sambil mengusap punggung bergetar dibalik selimut itu.
"Aku bukan anak nakal kan?" Tanya nya lagi
"Bukan ma." Jawab Jovian parau.
"Maka Jovian harus patuh pada Mama sayang, Jovian ikut dengan Mama ya?"
Tetap berusaha untuk tidak menangis di hadapan Jovian, terus membujuk Jovian hingga Jovian mengangguk ingin ikut dengannya membuat Helena lega bukan main.
"Mama sayang Jovian." Helena memeluk tubuh mungil itu dengan erat, mengecup pucuk kepala Jovian sayang dengan air mata berderai. Mendekap hangat tubuh putranya yang bergetar menangis dengan terus menggumankan kata maaf.
"Mama janji, Jovian akan bahagia."
Terkadang ada sebagian orang yang saat masa kanak-kanaknya itu tidak bahagia, menjadi korban keegoisan orang tua dan berakhir terluka dengan janji-janji yang menurutnya akan membuat dirinya bahagia, padahal itu hanyalah fana.
Kalian tahu? Terkadang orang dewasa itu sangat egois, mementingkan ego dan juga harga diri hingga melupakan sesuatu yang membutuhkan mereka. Selalu menyalahkan sang anak yang tidak bisa berperilaku baik, padahal sang anak hanya menjalankan apa yang dia lihat.Ketika perceraian terjadi sang anak yang menjadi korban pun hanya mengalah dan memilih untuk berada di pihak siapa. Di paksa untuk terlihat kuat dan ber wajah polos tak tahu apa-apa."Dengan ini saudara William Ooh dan Helena resmi berpisah."Suara hakim dan tiga ketukan palu pun terdengar pertanda semuanya berakhir, rumah tangga yang di bangun susah payah telah hancur karena kesalahan dan ego masing-masing. Menjadikan Jovian sebagai korban, tidak mendapatkan pesangon apapun dari suaminya. Helena masih bersyukur memiliki tabungan walaupun isinya hanya sanggup untuk menyekolahkan Jovian hingga satu tahun saja. Tapi tak apa, Helena masih bisa bekerja dan itu demi anaknya, Jovian-nya."Mama, kita akan t
Hari yang cerah namun jiwa yang mendung, Jovian beserta sang ibu akhirnya pergi dari negara kelahirannya dan menetap di Moskow atau Moskwa ibu kota Rusia, hanya dengan flat kecil dan sang ibu bekerja sebagai tukang sayuran. Ibunya berbohong, ini bukan rumah temannya ataupun kerabatnya tetapi rumah kontrakan harga murah yang ibunya sewa.Jovian tidak marah dan tidak sedih jika tinggal di flat kecil seperti ini, hanya saja Jovian kecewa karena sang ibu berbohong pada sang nenek dan berkata jika mereka akan tinggal di rumah teman ibunya di Seoul."Jovian, kau besok akan sekolah di sini nanti cari teman yang banyak oke?""Jovian harus berteman dengan banyak orang? Mengapa ma?""Berteman baik itu penting sayang, kau dan teman-teman mu akan saling membantu disaat kesulitan."Jovian yang mendengar penjelasan sang ibu pun mengangguk semangat dan bertekad untuk mencari teman yang banyak, walaupun Jovian tidak bisa bahasa Rusia tapi jovian mahir dalam
Setiap hari ayah sekolah akan mengadakan kunjungan siswa dari negara lain yang berprestasi, merayakan hari ayahnya di sekolah negara lain dengan meriah. Jovian mendengar akan ada siswa pintar dari Korea Selatan yang akan mengunjungi sekolahnya, Jovian terpilih menjadi siswa terpintar dan akan mendapatkan hadiah saat hari ayah nanti, Lucas dan Kevin pun mendapatkan hadiah juga karena ke kreativitas mereka."Wah, hari ayah yang sangat meriah!""Jovian lihat! Ada boneka disana, oh! Ada permen juga.""Ini seperti di film-film anime yang aku lihat, seperti festival!"Jovian dan teman-temannya pun baru tahu jika hari ayah akan semeriah ini, Lucas benar ini seperti di film-film anime yang ada di TV. Festival yang sangat meriah, ada game dan juga makanan serba manis di sekolahnya. Pantas saja banyak sekolah dari luar negeri yang tertarik berkunjung ke sekolah Jovian.Saat sedang berkeliling melihat-lihat jajanan dan permainan di festival hari ayah, bel pa
Helena terisak saat mendengar jika putranya menangis meraung memanggil sang ayah, namun Helena tak tahu jika William mantan suaminya itu ada di sekolah Jovian dengan anaknya. Jovian tidak membuka mulut untuk bercerita atau berbicara mengenai kejadian hari ayah itu, Jovian selalu murung jika hal itu di ungkit lagi dan Helena tak ingin senyuman manis itu hilang."Mama pergi bekerja Jovian-nie, jangan membuka pintu jika ada seseorang yang tidak dikenal datang okay?"Hari ini Helena harus bekerja keras untuk menanam hingga mengangkut karung-karung hasil di ladang Kris, Helena masih bersyukur karena Kris selalu memberikan sayuran hingga buah-buahan segar untuknya dan Jovian tidak kekurangan nutrisi karena itu. Namun hari ini berbeda, Helena harus bekerja sampai sore dan meninggalkan Jovian di rumah, sedikit menghawatirkan memang tapi Jovian bersikukuh jika semuanya akan baik-baik saja."Baik ma, mama jangan terlalu lelah disana." Ucap Jovian membuat Helena terseny
"Sean, aku menyukai mu!"Sorakan siswa-siswi yang menonton Jesica yang sedang menyodorkan sepucuk surat berwarna pink lengkap dengan pita cantik. Jesica sudah menyimpan perasaannya pada Sean saat upacara orientasi siswa, pemuda tampan dan seksi yang sangat cerdas dan idaman para gadis-gadis cantik di sekolahnya maupun sekolah lain, namun Jesica tidak pesimis Jesica yakin jika perasaanya akan diterima oleh Sean."Terima! Terima!""Ambil suratnya dan terima!!"Teriakan dukungan dari teman-teman Jesica membuat Sean risih bukan main, Sean sangat benci menjadi pusat perhatian, apalagi dalam hal seperti ini. Sangat menggelikan."Hmm--" Gumaman Sean terpotong oleh teriakan fans Jesica."Horeee!!!"Sean terbelalak tak percaya, dia belum selesai bicara sialan! Kenapa fans wanita ini sangat menyebalkan? Tapi, mungkin tidak buruk juga jika memiliki mainan? Jika bosan dengan kegiatannya Sean bisa bermain dengan Jesica, lalu saat Sean sudah tidak b
Disebuah ruangan temaram itu terdapat Jovian dan Helena yang sedang saling memeluk satu sama lain, kepala Jovian bersandar di pundak sang ibu dengan tangan dan kakinya melingkar erat di pinggang Helena dan Helena yang menikmati momen seperti ini. Jovian bercerita jika dirinya akan pergi ke Korea Selatan untuk lomba lari disana dengan teman-temannya, Helena sangat bangga dengan itu tetapi tak dipungkiri jika Helena sangat khawatir."Nanti Mama jaga rumah oke? Nanti Mr . Albert akan mengirimkan video Jonvan-nie dan teman-teman!" Ucap Jovian ceria."Apa yakin Mama tidak perlu ikut?" Tanya Helena khawatir dan dijawab dengan gelengan kepala Jovian."No Mama! Lucas, Baixian dan Ace juga tidak diantar dan hanya didampingi oleh Mr. Albert dan Mrs. Erika saja." Jelas Jovia membuat rasa khawatir Helena sedikit berkurang.Albert dan Erika, Helena mengetahui kedua orang tersebut mereka adalah adik tingkatnya dulu yang bahkan satu fakultas dengannya hanya saja Helena tida
"Tolong jaga Jovian.""Baik Mrs. Helena, kami akan menjaga anak-anak."Hari ini Jovian dan teman-temannya berangkat ke Korea Selatan menaiki burung besi, dulu Jovian sering naik pesawat dengan Mama dan Papa untuk pergi berlibur, tetapi saat ini dapat naik pesawat gratis saja sudah sangat bersyukur. Inginnya Jovian mengajak Mama tetapi karena teman-temannya tidak ditemani oleh orang tua dan ibunya harus bekerja membuat Jovian mengurungkan niatnya pun."Jovian jangan nakal disana oke?" Ucap Helena pada JovianJovian mengangguk," Iya Ma!"Jovian dan yang lainnya pun berjalan menuju pesawat, meninggalkan para orang tua murid yang ber dadah ria, Jovian melihat Mama nya tersenyum senang namun itu tak membuat Jovian lega. Jovian tahu jika Mama nya sangat mengkhawatirkannya dan mungkin Mama khawatir jika Jongin bertemu Papa yang meninggalkan Mama.Saat di pintu masuk pesawat Jovian menoleh dan melambaikan tangannya pada Helena yang terus menatap pun
Albert, Erika dan Abigail panik bukan main disaat dua anak didiknya hilang, bahkan Abigail sudah melapor pada pihak sekolah agar mengumumkan berita kehilangan dua bocah menggemaskan itu. Lucas terus saja menangis menyebut nama Jovian dan Ace yang terisak karena melihat orang-orang disekelilingnya panik, dia baru saja bangun dan duduk lalu gurunya sudah memekik panik ditambah Lucas menangis. Hei- dia tidak tahu apa-apa dan tingkah mereka membuatnya takut."Lucas jangan menangis, Jovian dan Baixian akan ketemu." Ucap Erika menenangkan bocah berdarah German itu."Benar! Jovian dan Baixian pasti ada di sekitar sekolah dan tidak akan hilang jauh." Tambah Albert menenangkan bocah yang meraung karena panik itu."Tapi kan sekolah ini luas, bagaimana jika mereka berdua tidak ketemu?" Tanya Ace dengan polosnya membuat tangis Lucas semakin keras.Abigail dan Albert meringis melihat kelakuan anak didiknya, sangat polos ucapannya namun sangat merepotkan dampaknya.
Lorong itu sangat gelap, pengap dan tidak ada cahaya matahari yang masuk selain ventilasi udara di atas sana. Jovian menghela nafasnya berat, dalam hatinya terus bergumam jika keputusannya ini tidak salah. Jovian rela menukar apapun asalkan ibunya sembuh, seperti saat ini. Jovian akan meminjam uang kepada Mafioso dari China untuk pengobatan sang ibu, tak peduli keselamatan nyawanya terancam sekalipun."Kau sudah menungguku anak muda?" Suara berat itu terdengar dari belakan tubuh Jovian.Ketukan sepatu pantofel terdengar menggema membuat bulu kuduk Jovian meremang, dengan gugup Jovian meremas tangannya yang berkeringat itu dengan kuat. Matanya terpejam agar tidak takut, dan perlahan bola mata coklat itu terbuka, melihat pria berbadan besar yang menatapnya dengan seringai bengis."Saya Jovian." Ucap Jovian, dia berusaha menutupi ketakutannya."Ya aku tahu, apa yang kau butuhkan? Aku salut dengan keberanian mu mendatan
"Surat lagi? Wanita itu benar-benar tidak tahu malu!" Sepucuk surat yang sedikit lecek itu terlempar le pojok ruang kerja milik William, pria itu mendesis marah saat melihat nama yang membuatnya sesak itu tertulis di surat itu. Jangankan untuk membacanya membuka surat itu saja saranya William tidak sudi! Helena, wanita yang meninggalkan luka dihatinya itu sudah dua kali mengirimkan surat ke alamat rumahnya. William menyeringai sinis, ternyata mantan istrinya itu memang mempunyai nyali yang besar untuk membuang harga dirinya seperti ini. "Kau pikir aku bodoh? Semua wanita sama saja! Uang dan uang bahkan istriku juga." ucap William sambil memukul meja kerjanya. Mendengus saat memikirkan mengapa mantan istrinya mengirimkan surat setelah bertahun-tahun berpisah, apa laki-laki barunya jatuh miskin? Atau Helena dicampakkan sampai jatuh miskin? Memikirkan itu membuat William khawatir dengan putranya Jovian pasti dia sangat menderita.
Jovian menguap dan meregangkan persendiannya, menatap jam dinding yang menunjukan pukul 12 malam.Menatap sepucuk surat yang sudah ditulis oleh ibunya yang sudah rapi dan tinggal dikirim ke kantor pos nanti, sejujurnya Jovian sangat ingin membaca surat itu namun melihat gelagat Helena seperti merahasiakan sesuatu darinya membuat Jovian urung. Jovian hanya berfikir positif jika apa yang ibunya tulis bukanlah sesuatu yang akan membuatnya sedih.Apa papa akan membalas nya? gumam Jovian meremat kertas itu.Jovian sudah sering memberikan harapan palsu pada ibunya dan Jovian tak suka itu, membuat Helena kecewa itu sangat buruk bagi Jovian. Mengapa Mama ingin bertemu Papa? Dan mengapa suratnya tak dibalas oleh William saat itu? Banyak pertanyaan yang berkumpul di otaknya namun tak sanggup menanyakan hal itu pada ibunya, Jovian tak ingin membuat Helena merasa tak nyaman.Aku harap Papa membalasnya. ucap Jovian dan memasukan surat itu pada ransel yang selalu ia bawa.
Jovian berlari sekuat mungkin untuk segera sampai di rumah sakit, kata bibi Marry pemilik tempat Jovian bekerja ibunya sedang kritis. Jovian tidak memiliki ponsel bahkan sekalipun yang murah karena Jovian tidak punya uang lebih, jadi bibi Marry berbaik hati untuk menjadi perantara antara Jovian dan Dokter yang mengurus Helena."Mama..." Jovian melirih, air matanya sudah menggenang di pelupuk hingga membuat pandangan Jovian memburam."Aku mohon jangan...""Jangan ambil Mama."Meracau tak jelas dengan air mata mengalir membuat Jovian menjadi tontonan orang yang sedang berlalu lalang namun Jovian tidak peduli, apapun itu asalkan dia tepat waktu untuk menemui ibunya.Nafasnya tersengal dan dadanya bergemuruh saat netranya melihat gedung rumah sakit tempat Helena dirawat, Jovian segera berlari menuju ruangan ibunya dan bertemu dengan salah satu dokter yang baru saja keluar dari kamar rawat Helena."Dokter!""Bagaimana dengan Mama?" Ta
"Terimakasih." Jovian melambaikan tangannya pada pembeli susu, hembusan nafasnya tersengal namun tak melunturkan senyuman manis nya, Jovian bersyukur karena pembeli susu bertambah.Jovian mendongakkan wajahnya ke langit, hari yang cerah. Jovian menyukai birunya langit cerah namun tidak dengan panasnya. Sudah satu bulan semenjak Jovian mengirim surat pada ayahnya namun tak kunjung dibalas, Jovian tersenyum miris memikirkan itu, entah karena ayahnya tidak mau membantunya atau tidak membaca surat darinya dan berakhir Jovian yang meminjam uang pada seseorang dan Jovian bersyukur karena masih ada yang mau membantunya."Papa pasti sedang repot." Gumam Jovian mencoba berfikir positif dan melanjutkan langkahnya untuk menjual susu yang masih tersisa.Jovian mengamati sekitarnya berharap ada seseorang yang membuang baju atau pakaian yang masih layak, Jovian bahkan tidak sempat memperhatikan penampilannya karena terdesak oleh ekonomi dan pengobatan ibunya yang tak sedik
Hari demi hari berlalu dan Helena semakin memburuk, masalah ekonomi yang melanda mereka membuat Jovian berhenti sekolah dan mau tidak mau harus bekerja sebagai pengantar roti dan susu hingga menjadi office boy di sebuah toko. Jovian tidak mengeluh sedikitpun, dia rela asalkan Helena sembuh seperti semula walaupun hanya ada setitik cahaya harapan tapi Jovian tidak ingin memadamkan nya.Jovian tidak lagi bekerja di ladang milik Kris karena pasar dan kebun mereka pindah ke Shanghai hingga Jovian terpaksa harus mencari pekerjaan lain. Tidak ada paman Sam, Lily dan yang lain."Mama cepat sembuh."Jovian mengecup kening ibunya dan meletakkan sebuket bunga yang dia beli di pasar, Jovian ingin sekali membelikan bunga bagus namun tabungannya menipis sedangkan untuk biaya perawatan ibunya itu tidaklah kecil."Jovian?" Suara lirih itu membuat Jovian tersadar dari lamunannya, menoleh dan menemukan sang ibu tersenyum lemah di brankar rumah sakit membuat hati Jovian
Jovian berlari kencang dengan perasaan khawatir, paman Ken bilang sang ibu tiba-tiba jatuh pingsan saat bekerja dengan darah yang keluar dari hidungnya. Akhir-akhir ini pun Jovian merasa jika Helena tidak baik-baik saja, Mama nya selalu menyembunyikan kesedihan bahkan rasa sakit yang di dera nya Helena tidak mau membaginya dengan Jovian.Tuhan, apa tidak cukup Papa saja yang meninggalkan ku? Apa kau juga akan mengambil Mama?Jovian menghampiri Ken yang berdiri di depan pintu unit gawat darurat, melempar ranselnya sembarangan."Paman, bagaimana dengan Mama?" Tanya Jovian dengan wajahnya yang terlihat khawatir.Ken menggeleng dan mengusap pucuk kepala Jovian, dulu Jovian sangat kecil saat pertamakali dibawa ke ladang dan sekarang Jovian sudah tinggi."Paman tidak tahu." Jawab Ken ragu, Helena menderita kanker otak dan dia tidak bisa memberi tahu keadaan Helena pada Jovian karena Ken sudah berjanji pada wanita cantik itu untuk tidak memberi tahu hal
Setelah lomba lari di Korea Selatan berakhir Jovian tak pernah absen untuk selalu menggosip ria dengan Baixian tentang Sean, sejujurnya Jovian sedikit rindu, tidak-tidak! Sangat rindu! Melihat wajah Sean sama seperti melihat wajah ayahnya, dan itu membuat Jovian tersenyum sendiri memikirkan momen-momen menyenangkan dengan ayahnya dulu.Minggu depan Jovian naik kelas dan usia Jovian pun sudah menginjak 12 tahun, namun Jovian sedih mengingat Helena yang sekarang mulai sakit-sakitan, Mama bilang dia hanya kelelahan biasa tapi Jovian tak percaya saat dia melihat satu plastik penuh berisi obat-obatan dan Helena semakin kurus."Jovian, angkat karung berisi timun itu.""Baik paman."Sinar matahari yang terik tak menghentikan kegiatan Jovian yang sedang mengangkut karung-karung sayuran, sebentar lagi paman Kris akan pindah ke China dan menetap disana untuk mengurus pasar milik ayahnya dan hal itu membuat anak buahnya kerepotan dengan mengurus hal-hal yang
Albert, Erika dan Abigail panik bukan main disaat dua anak didiknya hilang, bahkan Abigail sudah melapor pada pihak sekolah agar mengumumkan berita kehilangan dua bocah menggemaskan itu. Lucas terus saja menangis menyebut nama Jovian dan Ace yang terisak karena melihat orang-orang disekelilingnya panik, dia baru saja bangun dan duduk lalu gurunya sudah memekik panik ditambah Lucas menangis. Hei- dia tidak tahu apa-apa dan tingkah mereka membuatnya takut."Lucas jangan menangis, Jovian dan Baixian akan ketemu." Ucap Erika menenangkan bocah berdarah German itu."Benar! Jovian dan Baixian pasti ada di sekitar sekolah dan tidak akan hilang jauh." Tambah Albert menenangkan bocah yang meraung karena panik itu."Tapi kan sekolah ini luas, bagaimana jika mereka berdua tidak ketemu?" Tanya Ace dengan polosnya membuat tangis Lucas semakin keras.Abigail dan Albert meringis melihat kelakuan anak didiknya, sangat polos ucapannya namun sangat merepotkan dampaknya.