Hari yang cerah namun jiwa yang mendung, Jovian beserta sang ibu akhirnya pergi dari negara kelahirannya dan menetap di Moskow atau Moskwa ibu kota Rusia, hanya dengan flat kecil dan sang ibu bekerja sebagai tukang sayuran. Ibunya berbohong, ini bukan rumah temannya ataupun kerabatnya tetapi rumah kontrakan harga murah yang ibunya sewa.
Jovian tidak marah dan tidak sedih jika tinggal di flat kecil seperti ini, hanya saja Jovian kecewa karena sang ibu berbohong pada sang nenek dan berkata jika mereka akan tinggal di rumah teman ibunya di Seoul.
"Jovian, kau besok akan sekolah di sini nanti cari teman yang banyak oke?"
"Jovian harus berteman dengan banyak orang? Mengapa ma?"
"Berteman baik itu penting sayang, kau dan teman-teman mu akan saling membantu disaat kesulitan."
Jovian yang mendengar penjelasan sang ibu pun mengangguk semangat dan bertekad untuk mencari teman yang banyak, walaupun Jovian tidak bisa bahasa Rusia tapi jovian mahir dalam bahasa Inggris. Dulu papa dan Mama selalu memakai bahasa Inggris saat di Amerika.
"Sekarang Jovian tidur, besok Mama akan membangunkan mu dan mengantar Jovian ke sekolah." Ucap Helena sambil mengelus rambut halus Jovian.
"Apa mama akan bekerja?" Tanya Jovian.
"Tentu sayang, nanti Jovian di rumah ya? Tak apa kan? Apa Jovian ingin ikut?"
"Aku ikut dengan Mama saja!"
Pagi harinya, Jovian bersiap dibantu sang ibu untuk berangkat ke sekolah barunya. Saat ini Jovian masih berada di kelas Lima sekolah dasar."Jovian, disana jangan nakal oke? Nanti Mama akan menjemput jovian, jangan kemana-mana dan jangan ikut dengan orang asing!" Peringkat Helena, saat dulu Helena tak akan se khawatir ini karena penjagaan anaknya sangat ketat, namun sekarang beda lagi Helena tak sanggup membayar jasa penjagaan anak ataupun body guard seperti yang suaminya lakukan dulu.
"Baik ma, aku sayang Mama!" Ucap Jovian lalu berjinjit untuk mengecup pipi sang ibu
Helena yang tahu pun langsung menurunkan tubuhnya dan mengecup kening putranya sayang, "Mama juga menyayangi jovian, belajar yang baik." Ucapnya.
Sang ibu pun perlahan meninggalkan jovian di depan kelasnya, menatap punggung ibunya yang perlahan menjauh. Mengusap peluh yang membasahi keningnya, dulu Jovian akan diantar dengan mobil oleh supirnya tanpa susah-susah berjalan kaki di tengah dinginnya udara pagi, tetapi saat ini berbeda Jovian harus rela berjalan kaki karena tak memiliki kendaraan seperti motor dan mobil, bahkan sepeda pun tak punya. Dan Jovian tak keberatan selama dia bersama sang ibu.
Ting tong
Suara bel sekolah berbunyi menandakan seluruh siswanya harus segera memasuki kelas yang sudah tercantum saat pendaftaran, saat ini sudah memasuki musim dingin di Rusia jadi kegiatan di luar sekolah pun terhenti dan di gantikan oleh kegiatan di dalam kelas. Jovian berjalan menuju meja-meja yang tertata rapi untuk menemukan meja yang cocok dengannya, hingga netranya melihat satu kursi yang pas sekali membelakangi mesin penghangat ruangan diatasnya, sepertinya Jovian sudah menemukan tempatnya.
"Aku duduk disini boleh kan?" Jovian bertanya pada dirinya sendiri. Jovian hanya khawatir jika ternyata bangku itu sudah ada pemiliknya.
"You can sit anywhere honey." Suara itu mengagetkan Jovian yang sedang melamun.
Jovian menoleh ke arah suara, dan ternyata ada perempuan yang umurnya sekitar usia ibunya yang sedang tersenyum. Sepertinya wanita itu mengerti jika Jovian adalah orang dari negara lain jadi dia menggunakan bahasa internasional.
"Yes, thank you." Ucap Jovian malu-malu, agak asing saat mengucapkan itu dengan bahasa asing, Jovian tidak terbiasa.
"Okay kids, sitting neatly and not noisy. We will do self-introduction!" Suara wanita itu menginterupsi anak-anak di kelas Jovian yang sibuk memilih bangku.
Hari pertama Jovian sangat baik, walaupun Jovian terkadang sulit berkomunikasi karena tidak terbiasa namun sang guru mengajarkan dan menjelaskan pada teman-teman sekelasnya. Oh ya! Jovian juga memiliki teman sebangku yang bernama Lucas, anak laki-laki yang kebetulan berasal dari Hongkong dan menggunakan bahasa Inggris juga jadi Jovian tidak terlalu sulit untuk berbicara dengan temannya.
Dan hari pertama dikelasnya pun sangat menyenangkan, memperkenalkan diri dan belajar menggambar dengan kertas origami lalu di tempel di buku pelajaran kesukaannya, menurut gurunya itu akan membuat Jovian akan semakin bersemangat saat belajar di mata pelajaran itu. Teman-teman sekelasnya pun sangat baik, dan banyak dari negara lain juga seperti Niki yang berasal dari Islandia, Kevin yang berasal dari London dan banyak lagi.
"Mama!"
Helena menoleh saat suara yang sangat dikenalnya itu memanggilnya, dia menemukan Jovian yang sedang melambaikan tangannya dengan senyuman manis yang Helena harap tak akan pernah hilang di wajah manis putranya.
"Jovian-nie! Bukankah Mama bilang akan mama jemput, mengapa kamu ke sini sendirian? Bagaimana jika terjadi sesuatu?" Cerca Helena khawatir. Bagaimanapun ini bukan negara asal mereka, dan Jovian baru singgah di sini seminggu yang lalu Helena khawatir jika putranya akan tersesat ataupun bertemu orang jahat.
Jovian yang mendengar suara khawatir sang ibu pun lantas segera memeluk tubuh Helena dan mengecup pipi ibunya dengan senyuman manis.
"Maafkan aku ya ma, jovan-nie tidak mau jika Mama lelah karena antar jemput jovian."
Mendengar itu membuat Helena haru, putranya sudah mengerti putranya sangat pengertian. Jika seperti ini bagaimana Helena bisa marah pada mahkluk mungil yang ada di pelukannya? Jawabannya adalah tidak bisa! Helena tidak sanggup memarahi putra kesayangannya.
"Lain kali Jovian jangan seperti ini okay? Mama khawatir, janji jangan mengulanginya kembali?" Helena mengacungkan jari kelingkingnya pada Jovian dan disambut oleh kelingking mungil putranya.
"Janji ma!"
"Anak Mama pintar, baiklah Jovian-nie tunggu di kursi itu Mama akan bekerja." Ucap Helena dan du angguki oleh Jovian.
Duduk tenang dan memerhatikan sang ibu yang sedang bekerja mengangkat karung-karung berisi sayuran menuju mobil bak. Mama nya sangat hebat, Jovian ingin membantu Mama. Dengan langkah kecilnya, Jovian berjalan menuju sang ibu yang terlihat sibuk dengan karung-karung berat itu. Itu terlalu berat Jovian tidak mau Mama jatuh sakit karena kelelahan."Mama! Jovian-nie ingin bantu!" Ucapnya membuat Helena dan pekerja yang lainnya menatap Jovian.
"Putra mu Helena?" Tanya lelaki bertubuh besar itu dan dijawab anggukan kepala ibunya dengan senyuman bangga.
"Dia sangat pintar dan baik, manisnya." Pekik pekerja yang lain
"Jovian-nie ingin membantu Mama mu? Sini!" Ucap lelaki yang bermata panda.
"Kris?"
"Tenang Helena, aku tidak akan membuat putra manis mu terluka." Ucap Kris saat mengerti isi pikiran Helena. Bagaimana tega dia jika harus mempekerjakan anak manis seperti Jovian dengan pekerjaan berat?
"Jika kau ingin membantu, maka hitung jumlah karung-karung itu apa kau bisa manis?" Tanya Kris.
"Ya paman aku bisa!" Ucap Jovian semangat.
Dan yang lain pun tersenyum saat melihat Jovian menghitung karung-karung yang berjejer rapi, Helena membesarkan putranya dengan baik. Kris, pemuda asal China pun ikut prihatin saat mendengar jika anak buahnya itu diceraikan oleh suaminya sendiri dan memilih menikah dengan wanita lain dan meninggalkan putranya yang manis.
Hanya pria bodoh yang sanggup meninggalkan wanita setangguh dan secantik Helena, wanita lembut, pekerja keras dan penyabar. Bahkan Kris tidak percaya jika wanita itu sudah menikah bahkan memiliki anak disaat wajahnya sangat cantik. Kris ingin meminangnya dan menjadi ayah untuk Jovian, namun itu terlalu buru-buru bahkan mereka baru bertemu Minggu kemarin.
________
Sore ini salju turun lebat membuat ibunya dan Jovian segera pulang menuju rumah sewanya, walaupun kecil tetapi hangat, itu yang Jovian rasakan. Berbaring di pangkuan ibunya sambil bercerita tentang sekolahnya dan teman-teman yang menyenangkan. Ditemani secangkir susu coklat hangat dan usapan lembut dari ibu membuat Jovian mengingat masa-masa disaat musim dingin dengan sang ayah.
Biasanya sang ayah akan berebut untuk tidur dipangkuan ibunya dan berakhir Jovian yang menangis lalu tertidur di dada bidang sang ayah, namun sekarang berbeda. Apa kakaknya sedang berada di posisi itu? Apa ayahnya sedang berebut untuk tidur dipangkuan wanita lain dengan kakaknya?
Dilain tempat.
Pria gagah yang sedang duduk diruang kerjanya, di temani berkas-berkas yang memuakkan dan membuat mata lelah, William butuh pelukan Helena. Biasanya Helena akan memeluknya dan memijatnya saat kelelahan, dan putra manisnya itu akan merengek ingin duduk di pangkuannya.
Namun sekarang tidak ada, tidak ada lagi tangisan menggemaskan Jovian, tidak ada lagi masakan enak Helena, sejujurnya William ingin sekali berkata jika dirinya merindukan dua orang tercintanya itu, namun lagi-lagi dia kalah dengan egonya sendiri.
"Ayah."
Lamunan William terhenti saat Sean, putranya memanggilnya. Menoleh ke arah Sean dan menemukan Sean yang berwajah datar, tetapi ikatan batin ayah dan anak membuatnya mengerti jika Sean sedang dalam mood yang buruk.
"Ada apa nak? Dimana mommy?" Tanya William.
"Mommy pergi dengan temannya belanja." Ucap Sean membuat William menghela nafas berat, lagi-lagi bersenang-senang dengan temannya tanpa memikirkan anaknya yang butuh perhatiannya.
"Kemari, temani ayah."
Sean duduk di sofa beludru milik ayahnya, dan melihat bingkai foto yang memperlihatkan bocah laki-laki manis sekitar berusia 5 tahun, itu adiknya? Sangat menggemaskan.
"Dia sangat menggemaskan bukan?" Tanya William tiba-tiba
"Ya, dia sangat menggemaskan. Apa aku akan bertemu dengannya?" Tanya Sean membuat William termenung, bahkan dia tidak tahu sekarang bagaimana kabar anak dan mantan istrinya.
"Akan ayah usahakan, Sean belajar yang benar oke? Nanti ayah belikan game baru."
"Hmm, terimakasih ayah aku sayang ayah."
"Ayah juga menyayangimu." Juga adik mu, ucapnya dalam hati.
Sean berharap dia akan berkumpul dengan adiknya, bermain bersama hingga lelah. Tak apa jika Sean kehilangan sang ibu, Sean tidak merasa memiliki ibu selama ini. Saat ini Sean bersyukur dia bisa merasakan perhatian dari ayahnya.
Jika boleh Sean sangat ingin tinggal dengan ibu dari adiknya, wanita hebat dan baik hati yang saat itu menolongnya dari perundungan oleh teman-teman nya karena dia tidak memiliki ayah. Sosok Helena adalah ibu bagi Sean, tidak seperti Joe ibu kandungnya yang bahkan tidak peduli jika Sean mendapatkan perlakuan tak mengenakan di sekolahnya. Sean ingin bertemu dengan sosok ibu itu.
Setiap hari ayah sekolah akan mengadakan kunjungan siswa dari negara lain yang berprestasi, merayakan hari ayahnya di sekolah negara lain dengan meriah. Jovian mendengar akan ada siswa pintar dari Korea Selatan yang akan mengunjungi sekolahnya, Jovian terpilih menjadi siswa terpintar dan akan mendapatkan hadiah saat hari ayah nanti, Lucas dan Kevin pun mendapatkan hadiah juga karena ke kreativitas mereka."Wah, hari ayah yang sangat meriah!""Jovian lihat! Ada boneka disana, oh! Ada permen juga.""Ini seperti di film-film anime yang aku lihat, seperti festival!"Jovian dan teman-temannya pun baru tahu jika hari ayah akan semeriah ini, Lucas benar ini seperti di film-film anime yang ada di TV. Festival yang sangat meriah, ada game dan juga makanan serba manis di sekolahnya. Pantas saja banyak sekolah dari luar negeri yang tertarik berkunjung ke sekolah Jovian.Saat sedang berkeliling melihat-lihat jajanan dan permainan di festival hari ayah, bel pa
Helena terisak saat mendengar jika putranya menangis meraung memanggil sang ayah, namun Helena tak tahu jika William mantan suaminya itu ada di sekolah Jovian dengan anaknya. Jovian tidak membuka mulut untuk bercerita atau berbicara mengenai kejadian hari ayah itu, Jovian selalu murung jika hal itu di ungkit lagi dan Helena tak ingin senyuman manis itu hilang."Mama pergi bekerja Jovian-nie, jangan membuka pintu jika ada seseorang yang tidak dikenal datang okay?"Hari ini Helena harus bekerja keras untuk menanam hingga mengangkut karung-karung hasil di ladang Kris, Helena masih bersyukur karena Kris selalu memberikan sayuran hingga buah-buahan segar untuknya dan Jovian tidak kekurangan nutrisi karena itu. Namun hari ini berbeda, Helena harus bekerja sampai sore dan meninggalkan Jovian di rumah, sedikit menghawatirkan memang tapi Jovian bersikukuh jika semuanya akan baik-baik saja."Baik ma, mama jangan terlalu lelah disana." Ucap Jovian membuat Helena terseny
"Sean, aku menyukai mu!"Sorakan siswa-siswi yang menonton Jesica yang sedang menyodorkan sepucuk surat berwarna pink lengkap dengan pita cantik. Jesica sudah menyimpan perasaannya pada Sean saat upacara orientasi siswa, pemuda tampan dan seksi yang sangat cerdas dan idaman para gadis-gadis cantik di sekolahnya maupun sekolah lain, namun Jesica tidak pesimis Jesica yakin jika perasaanya akan diterima oleh Sean."Terima! Terima!""Ambil suratnya dan terima!!"Teriakan dukungan dari teman-teman Jesica membuat Sean risih bukan main, Sean sangat benci menjadi pusat perhatian, apalagi dalam hal seperti ini. Sangat menggelikan."Hmm--" Gumaman Sean terpotong oleh teriakan fans Jesica."Horeee!!!"Sean terbelalak tak percaya, dia belum selesai bicara sialan! Kenapa fans wanita ini sangat menyebalkan? Tapi, mungkin tidak buruk juga jika memiliki mainan? Jika bosan dengan kegiatannya Sean bisa bermain dengan Jesica, lalu saat Sean sudah tidak b
Disebuah ruangan temaram itu terdapat Jovian dan Helena yang sedang saling memeluk satu sama lain, kepala Jovian bersandar di pundak sang ibu dengan tangan dan kakinya melingkar erat di pinggang Helena dan Helena yang menikmati momen seperti ini. Jovian bercerita jika dirinya akan pergi ke Korea Selatan untuk lomba lari disana dengan teman-temannya, Helena sangat bangga dengan itu tetapi tak dipungkiri jika Helena sangat khawatir."Nanti Mama jaga rumah oke? Nanti Mr . Albert akan mengirimkan video Jonvan-nie dan teman-teman!" Ucap Jovian ceria."Apa yakin Mama tidak perlu ikut?" Tanya Helena khawatir dan dijawab dengan gelengan kepala Jovian."No Mama! Lucas, Baixian dan Ace juga tidak diantar dan hanya didampingi oleh Mr. Albert dan Mrs. Erika saja." Jelas Jovia membuat rasa khawatir Helena sedikit berkurang.Albert dan Erika, Helena mengetahui kedua orang tersebut mereka adalah adik tingkatnya dulu yang bahkan satu fakultas dengannya hanya saja Helena tida
"Tolong jaga Jovian.""Baik Mrs. Helena, kami akan menjaga anak-anak."Hari ini Jovian dan teman-temannya berangkat ke Korea Selatan menaiki burung besi, dulu Jovian sering naik pesawat dengan Mama dan Papa untuk pergi berlibur, tetapi saat ini dapat naik pesawat gratis saja sudah sangat bersyukur. Inginnya Jovian mengajak Mama tetapi karena teman-temannya tidak ditemani oleh orang tua dan ibunya harus bekerja membuat Jovian mengurungkan niatnya pun."Jovian jangan nakal disana oke?" Ucap Helena pada JovianJovian mengangguk," Iya Ma!"Jovian dan yang lainnya pun berjalan menuju pesawat, meninggalkan para orang tua murid yang ber dadah ria, Jovian melihat Mama nya tersenyum senang namun itu tak membuat Jovian lega. Jovian tahu jika Mama nya sangat mengkhawatirkannya dan mungkin Mama khawatir jika Jongin bertemu Papa yang meninggalkan Mama.Saat di pintu masuk pesawat Jovian menoleh dan melambaikan tangannya pada Helena yang terus menatap pun
Albert, Erika dan Abigail panik bukan main disaat dua anak didiknya hilang, bahkan Abigail sudah melapor pada pihak sekolah agar mengumumkan berita kehilangan dua bocah menggemaskan itu. Lucas terus saja menangis menyebut nama Jovian dan Ace yang terisak karena melihat orang-orang disekelilingnya panik, dia baru saja bangun dan duduk lalu gurunya sudah memekik panik ditambah Lucas menangis. Hei- dia tidak tahu apa-apa dan tingkah mereka membuatnya takut."Lucas jangan menangis, Jovian dan Baixian akan ketemu." Ucap Erika menenangkan bocah berdarah German itu."Benar! Jovian dan Baixian pasti ada di sekitar sekolah dan tidak akan hilang jauh." Tambah Albert menenangkan bocah yang meraung karena panik itu."Tapi kan sekolah ini luas, bagaimana jika mereka berdua tidak ketemu?" Tanya Ace dengan polosnya membuat tangis Lucas semakin keras.Abigail dan Albert meringis melihat kelakuan anak didiknya, sangat polos ucapannya namun sangat merepotkan dampaknya.
Setelah lomba lari di Korea Selatan berakhir Jovian tak pernah absen untuk selalu menggosip ria dengan Baixian tentang Sean, sejujurnya Jovian sedikit rindu, tidak-tidak! Sangat rindu! Melihat wajah Sean sama seperti melihat wajah ayahnya, dan itu membuat Jovian tersenyum sendiri memikirkan momen-momen menyenangkan dengan ayahnya dulu.Minggu depan Jovian naik kelas dan usia Jovian pun sudah menginjak 12 tahun, namun Jovian sedih mengingat Helena yang sekarang mulai sakit-sakitan, Mama bilang dia hanya kelelahan biasa tapi Jovian tak percaya saat dia melihat satu plastik penuh berisi obat-obatan dan Helena semakin kurus."Jovian, angkat karung berisi timun itu.""Baik paman."Sinar matahari yang terik tak menghentikan kegiatan Jovian yang sedang mengangkut karung-karung sayuran, sebentar lagi paman Kris akan pindah ke China dan menetap disana untuk mengurus pasar milik ayahnya dan hal itu membuat anak buahnya kerepotan dengan mengurus hal-hal yang
Jovian berlari kencang dengan perasaan khawatir, paman Ken bilang sang ibu tiba-tiba jatuh pingsan saat bekerja dengan darah yang keluar dari hidungnya. Akhir-akhir ini pun Jovian merasa jika Helena tidak baik-baik saja, Mama nya selalu menyembunyikan kesedihan bahkan rasa sakit yang di dera nya Helena tidak mau membaginya dengan Jovian.Tuhan, apa tidak cukup Papa saja yang meninggalkan ku? Apa kau juga akan mengambil Mama?Jovian menghampiri Ken yang berdiri di depan pintu unit gawat darurat, melempar ranselnya sembarangan."Paman, bagaimana dengan Mama?" Tanya Jovian dengan wajahnya yang terlihat khawatir.Ken menggeleng dan mengusap pucuk kepala Jovian, dulu Jovian sangat kecil saat pertamakali dibawa ke ladang dan sekarang Jovian sudah tinggi."Paman tidak tahu." Jawab Ken ragu, Helena menderita kanker otak dan dia tidak bisa memberi tahu keadaan Helena pada Jovian karena Ken sudah berjanji pada wanita cantik itu untuk tidak memberi tahu hal
Lorong itu sangat gelap, pengap dan tidak ada cahaya matahari yang masuk selain ventilasi udara di atas sana. Jovian menghela nafasnya berat, dalam hatinya terus bergumam jika keputusannya ini tidak salah. Jovian rela menukar apapun asalkan ibunya sembuh, seperti saat ini. Jovian akan meminjam uang kepada Mafioso dari China untuk pengobatan sang ibu, tak peduli keselamatan nyawanya terancam sekalipun."Kau sudah menungguku anak muda?" Suara berat itu terdengar dari belakan tubuh Jovian.Ketukan sepatu pantofel terdengar menggema membuat bulu kuduk Jovian meremang, dengan gugup Jovian meremas tangannya yang berkeringat itu dengan kuat. Matanya terpejam agar tidak takut, dan perlahan bola mata coklat itu terbuka, melihat pria berbadan besar yang menatapnya dengan seringai bengis."Saya Jovian." Ucap Jovian, dia berusaha menutupi ketakutannya."Ya aku tahu, apa yang kau butuhkan? Aku salut dengan keberanian mu mendatan
"Surat lagi? Wanita itu benar-benar tidak tahu malu!" Sepucuk surat yang sedikit lecek itu terlempar le pojok ruang kerja milik William, pria itu mendesis marah saat melihat nama yang membuatnya sesak itu tertulis di surat itu. Jangankan untuk membacanya membuka surat itu saja saranya William tidak sudi! Helena, wanita yang meninggalkan luka dihatinya itu sudah dua kali mengirimkan surat ke alamat rumahnya. William menyeringai sinis, ternyata mantan istrinya itu memang mempunyai nyali yang besar untuk membuang harga dirinya seperti ini. "Kau pikir aku bodoh? Semua wanita sama saja! Uang dan uang bahkan istriku juga." ucap William sambil memukul meja kerjanya. Mendengus saat memikirkan mengapa mantan istrinya mengirimkan surat setelah bertahun-tahun berpisah, apa laki-laki barunya jatuh miskin? Atau Helena dicampakkan sampai jatuh miskin? Memikirkan itu membuat William khawatir dengan putranya Jovian pasti dia sangat menderita.
Jovian menguap dan meregangkan persendiannya, menatap jam dinding yang menunjukan pukul 12 malam.Menatap sepucuk surat yang sudah ditulis oleh ibunya yang sudah rapi dan tinggal dikirim ke kantor pos nanti, sejujurnya Jovian sangat ingin membaca surat itu namun melihat gelagat Helena seperti merahasiakan sesuatu darinya membuat Jovian urung. Jovian hanya berfikir positif jika apa yang ibunya tulis bukanlah sesuatu yang akan membuatnya sedih.Apa papa akan membalas nya? gumam Jovian meremat kertas itu.Jovian sudah sering memberikan harapan palsu pada ibunya dan Jovian tak suka itu, membuat Helena kecewa itu sangat buruk bagi Jovian. Mengapa Mama ingin bertemu Papa? Dan mengapa suratnya tak dibalas oleh William saat itu? Banyak pertanyaan yang berkumpul di otaknya namun tak sanggup menanyakan hal itu pada ibunya, Jovian tak ingin membuat Helena merasa tak nyaman.Aku harap Papa membalasnya. ucap Jovian dan memasukan surat itu pada ransel yang selalu ia bawa.
Jovian berlari sekuat mungkin untuk segera sampai di rumah sakit, kata bibi Marry pemilik tempat Jovian bekerja ibunya sedang kritis. Jovian tidak memiliki ponsel bahkan sekalipun yang murah karena Jovian tidak punya uang lebih, jadi bibi Marry berbaik hati untuk menjadi perantara antara Jovian dan Dokter yang mengurus Helena."Mama..." Jovian melirih, air matanya sudah menggenang di pelupuk hingga membuat pandangan Jovian memburam."Aku mohon jangan...""Jangan ambil Mama."Meracau tak jelas dengan air mata mengalir membuat Jovian menjadi tontonan orang yang sedang berlalu lalang namun Jovian tidak peduli, apapun itu asalkan dia tepat waktu untuk menemui ibunya.Nafasnya tersengal dan dadanya bergemuruh saat netranya melihat gedung rumah sakit tempat Helena dirawat, Jovian segera berlari menuju ruangan ibunya dan bertemu dengan salah satu dokter yang baru saja keluar dari kamar rawat Helena."Dokter!""Bagaimana dengan Mama?" Ta
"Terimakasih." Jovian melambaikan tangannya pada pembeli susu, hembusan nafasnya tersengal namun tak melunturkan senyuman manis nya, Jovian bersyukur karena pembeli susu bertambah.Jovian mendongakkan wajahnya ke langit, hari yang cerah. Jovian menyukai birunya langit cerah namun tidak dengan panasnya. Sudah satu bulan semenjak Jovian mengirim surat pada ayahnya namun tak kunjung dibalas, Jovian tersenyum miris memikirkan itu, entah karena ayahnya tidak mau membantunya atau tidak membaca surat darinya dan berakhir Jovian yang meminjam uang pada seseorang dan Jovian bersyukur karena masih ada yang mau membantunya."Papa pasti sedang repot." Gumam Jovian mencoba berfikir positif dan melanjutkan langkahnya untuk menjual susu yang masih tersisa.Jovian mengamati sekitarnya berharap ada seseorang yang membuang baju atau pakaian yang masih layak, Jovian bahkan tidak sempat memperhatikan penampilannya karena terdesak oleh ekonomi dan pengobatan ibunya yang tak sedik
Hari demi hari berlalu dan Helena semakin memburuk, masalah ekonomi yang melanda mereka membuat Jovian berhenti sekolah dan mau tidak mau harus bekerja sebagai pengantar roti dan susu hingga menjadi office boy di sebuah toko. Jovian tidak mengeluh sedikitpun, dia rela asalkan Helena sembuh seperti semula walaupun hanya ada setitik cahaya harapan tapi Jovian tidak ingin memadamkan nya.Jovian tidak lagi bekerja di ladang milik Kris karena pasar dan kebun mereka pindah ke Shanghai hingga Jovian terpaksa harus mencari pekerjaan lain. Tidak ada paman Sam, Lily dan yang lain."Mama cepat sembuh."Jovian mengecup kening ibunya dan meletakkan sebuket bunga yang dia beli di pasar, Jovian ingin sekali membelikan bunga bagus namun tabungannya menipis sedangkan untuk biaya perawatan ibunya itu tidaklah kecil."Jovian?" Suara lirih itu membuat Jovian tersadar dari lamunannya, menoleh dan menemukan sang ibu tersenyum lemah di brankar rumah sakit membuat hati Jovian
Jovian berlari kencang dengan perasaan khawatir, paman Ken bilang sang ibu tiba-tiba jatuh pingsan saat bekerja dengan darah yang keluar dari hidungnya. Akhir-akhir ini pun Jovian merasa jika Helena tidak baik-baik saja, Mama nya selalu menyembunyikan kesedihan bahkan rasa sakit yang di dera nya Helena tidak mau membaginya dengan Jovian.Tuhan, apa tidak cukup Papa saja yang meninggalkan ku? Apa kau juga akan mengambil Mama?Jovian menghampiri Ken yang berdiri di depan pintu unit gawat darurat, melempar ranselnya sembarangan."Paman, bagaimana dengan Mama?" Tanya Jovian dengan wajahnya yang terlihat khawatir.Ken menggeleng dan mengusap pucuk kepala Jovian, dulu Jovian sangat kecil saat pertamakali dibawa ke ladang dan sekarang Jovian sudah tinggi."Paman tidak tahu." Jawab Ken ragu, Helena menderita kanker otak dan dia tidak bisa memberi tahu keadaan Helena pada Jovian karena Ken sudah berjanji pada wanita cantik itu untuk tidak memberi tahu hal
Setelah lomba lari di Korea Selatan berakhir Jovian tak pernah absen untuk selalu menggosip ria dengan Baixian tentang Sean, sejujurnya Jovian sedikit rindu, tidak-tidak! Sangat rindu! Melihat wajah Sean sama seperti melihat wajah ayahnya, dan itu membuat Jovian tersenyum sendiri memikirkan momen-momen menyenangkan dengan ayahnya dulu.Minggu depan Jovian naik kelas dan usia Jovian pun sudah menginjak 12 tahun, namun Jovian sedih mengingat Helena yang sekarang mulai sakit-sakitan, Mama bilang dia hanya kelelahan biasa tapi Jovian tak percaya saat dia melihat satu plastik penuh berisi obat-obatan dan Helena semakin kurus."Jovian, angkat karung berisi timun itu.""Baik paman."Sinar matahari yang terik tak menghentikan kegiatan Jovian yang sedang mengangkut karung-karung sayuran, sebentar lagi paman Kris akan pindah ke China dan menetap disana untuk mengurus pasar milik ayahnya dan hal itu membuat anak buahnya kerepotan dengan mengurus hal-hal yang
Albert, Erika dan Abigail panik bukan main disaat dua anak didiknya hilang, bahkan Abigail sudah melapor pada pihak sekolah agar mengumumkan berita kehilangan dua bocah menggemaskan itu. Lucas terus saja menangis menyebut nama Jovian dan Ace yang terisak karena melihat orang-orang disekelilingnya panik, dia baru saja bangun dan duduk lalu gurunya sudah memekik panik ditambah Lucas menangis. Hei- dia tidak tahu apa-apa dan tingkah mereka membuatnya takut."Lucas jangan menangis, Jovian dan Baixian akan ketemu." Ucap Erika menenangkan bocah berdarah German itu."Benar! Jovian dan Baixian pasti ada di sekitar sekolah dan tidak akan hilang jauh." Tambah Albert menenangkan bocah yang meraung karena panik itu."Tapi kan sekolah ini luas, bagaimana jika mereka berdua tidak ketemu?" Tanya Ace dengan polosnya membuat tangis Lucas semakin keras.Abigail dan Albert meringis melihat kelakuan anak didiknya, sangat polos ucapannya namun sangat merepotkan dampaknya.