Share

8

Author: Nanaa_
last update Last Updated: 2021-04-04 14:05:11

"Tolong jaga Jovian."

"Baik Mrs. Helena, kami akan menjaga anak-anak." 

Hari ini Jovian dan teman-temannya berangkat ke Korea Selatan menaiki burung besi, dulu Jovian sering naik pesawat dengan Mama dan Papa untuk pergi berlibur, tetapi saat ini dapat naik pesawat gratis saja sudah sangat bersyukur. Inginnya Jovian mengajak Mama tetapi karena teman-temannya tidak ditemani oleh orang tua dan ibunya harus bekerja membuat Jovian mengurungkan niatnya pun.

"Jovian jangan nakal disana oke?" Ucap Helena pada Jovian

Jovian mengangguk," Iya Ma!"

Jovian dan yang lainnya pun berjalan menuju pesawat, meninggalkan para orang tua murid yang ber dadah ria, Jovian melihat Mama nya tersenyum senang namun itu tak membuat Jovian lega. Jovian tahu jika Mama nya sangat mengkhawatirkannya dan mungkin Mama khawatir jika Jongin bertemu Papa yang meninggalkan Mama.

Saat di pintu masuk pesawat Jovian menoleh dan melambaikan tangannya pada Helena yang terus menatap punggung mungil putranya, Helena tersenyum di kejauhan dan melambaikan tangannya balik. Punggung putranya semakin tak terlihat saat sudah memasuki pesawat, Helena berjanji akan bekerja keras agar Jovian-nya bisa pergi bermain seperti dulu, bukannya setiap pulang sekolah putranya selalu mengantar beras dari pintu ke pintu.

Pesawat yang ditumpangi Jovian pun perlahan bergerak meluncur ke atas, meninggalkan Helena dengan segala kegundahannya.

"Semoga kau baik-baik saja."

Setelah beberapa jam di udara, Jovian dan teman-temannya mendarat di bandara Korea Selatan. Teman-temannya sekarang merengek karena baru pertamakali menaiki pesawat beda dengan Jovian yang terlihat santai.

Baixian yang biasanya tidak bisa diam pun saat ini hanya bisa diam, perutnya bergejolak ingin mengeluarkan sesuatu tetapi tidak bisa. Ace yang tidur karena ini adalah pengalaman pertamanya naik pesawat dan Lucas yang mencoba untuk senyum dan terlihat baik-baik di hadapan Jovian di saat dia ingin sekali menangis dan merengek pada ibunya yang jauh di Rusia.

"Jovian tidak mual?" Tanya Erika.

"Tidak, aku baik-baik saja Mrs." Jawabnya membuat Erika tersenyum mengerti, Jovian dulu sering menaiki pesawat terbang saat masih di Korea atau lebih tepatnya saat masih bersama ayahnya.

"Pintar." Ucap Erika sambil mengusap kepala Jovian.

______

Setelah acara pusing dan mual teman-temannya di perjalanan hingga di hotel, sekarang Jovin, Lucas, Baixian, dan Ace terlihat lebih segar karena sudah mandi. Mr. Albert, Mrs. Erika dan Abigail pun sudah merasa jika saat ini mereka menjadi baby sitter dari anak-anak nakal namun menggemaskan.

Jovian terlentang di ranjang bersama Ace, Ace memang anak yang pendiam bertolak belakang dengan Baixian yang tidak bisa diam. Lucas? Jovian rasa anak laki-laki asal German itu murah senyum karena setiap dia melirik Lucas sudah dipastikan Lucas sedang tersenyum lebar kearahnya.

"Jovian tadi tidak pusing, hebat!" Ucap Ace tiba-tiba membuat Jovian tersenyum.

"Jika kau sudah terbiasa maka pusingnya tidak akan terasa." Jelas Jovian dan Ace mengangguk dengan bibir mungilnya terbuka lucu.

"Jovian sering naik pesawat ya?" Tanya Ace tiba-tiba.

"Iya, dulu hehe." Jawab Jovian sambil terkekeh canggung.

"Aku juga nanti akan mengajak Mama dan Ayah untuk naik pesawat jika punya banyak uang!" Ucap Ace sambil tersenyum membayangkan jika dirinya dan keluarganya menaiki pesawat nanti.

Ternyata Jovian tidak se diam yang Jovian kira, dan Jovian tahu satu hal tentang Ace yaitu bocah bermata owl itu penuh dengan rasa penasaran.

"Anak-anak, sekarang sudah larut malam segera tidur besok kita akan berangkat ke tempat perlombaan." Ucao Erika memperingatkan dan anak-anak pun segera ke tempat tidur masing-masing. Mereka tidak mau di marahi oleh Mrs. Erika ditengah malam.

Jovian tersenyum dan memejamkan matanya berdoa agar Mama nya baik-baik saja, "Selamat tidur Mama, sayang Mama."

 Juga papa….

Satu hal yang Jovian ketahui tentang perasaannya yaitu dia masih menyangi ayah nya yang membuangnya.

__________

Sudah Jovian bilang, Baixian si bocah bermata puppy itu manusia tidak bisa diam. Seperti saat ini Jovian dan Baixian tersesat di sekolah besar tempat perlombaannya. Saat datang ke sekolah ini Baixian terus merengek pada Jovian ingin pipis namun tidak tahu letak toilet nya dimana. Namun Mrs. Erika dan Mrs. Abigail tidak ada! Bahkan Mr. Albert juga menghilang begitu saya setelah memerintahkan mereka untuk duduk diam di kursi tunggu.

"Jovian bagaimana ini...." Ringis Baixian.

Jovian mencoba mengingat-ingat kembali jalan yang sebelumnya dia lalui, namun nihil! Jovian tidak mengenal tempat ini, ini terasa asing!

"Baixian pipis saja di sana." Ucap Jovian merasa kasihan melihat Baekhyun dengan wajah memerah dan terus memegangi bagian depannya.

Jovian tahu rasanya menahan buang air kecil, itu tidak menyenangkan bergerak sedikit saja sudah ingin keluar rasanya. Baixian yang sudah tak tahan lagi pun segera membuka celana depannya dengan tergesa dan buang air kecil di pohon dekat taman. Mereka hanyalah bocah sekolah dasar yang tersesat saat ingin buang air kecil.

"Sudah!" Ucap Baixian dan segera menggandeng jemari mungil Jovian.

"Ayo!"

Saat ingin segera berlari, ada beberapa orang yang sepertinya memanggil mereka.

"Hei bocah! Kalian sedang apa di tempat ini?" Ucap salah satu dari mereka.

Baixian si bocah ber mata puppy yang merasa jika dirinya pipis sembarangan pun panik bukan main, bagaimana jika dirinya dan Jovian di pukul disini? Baixian tidak mau! Jovian pun yang sebenarnya takut pun hanya diam sambil memaksakan tersenyum. Lidahnya kelu, dia tidak bisa mengucapkan apa-apa. Bibirnya tiba-tiba tidak bisa di gerakkan!!!

"A-aku aku..." Cicit Jovian tidak berani menatap wajah-wajah mereka yang menurutnya menyeramkan, mereka sangat besar dan tinggi tidak seperti Jovian dan Baixian yang pendek. Jovian tidak tahu sebenarnya disini dia yang terlalu mungil atau mereka yang terlalu besar.

"Kau tidak bisa berbicara?!" Suara bentakan itu membuat kedua bocah sekolah dasar itu terperanjat kaget.

Jovian berkaca-kaca saat mendengar bentakan keras itu, kepalanya berdenyut keras dan memori lama saat ayahnya membentak bahkan memukul wajah ibunya terus terdengar di otaknya bagai kaset rusak yang memutar.

Tanpa sadar jemarinya menggenggam erat jemari Baixian yang juga menahan tangis karena takut.

"Ampun! Jangan pukul aku!" Pekiknya sambil menunduk dan memegangi wajahnya seperti memberi perlindungan.

"Jangan! Jovian tidak nakal lagi janji!" Racauan Jovian semakin membuat Baixian takut, mengapa temannya seperti ini? Ada apa dengan Jovian?

Anak-anak SMP yang tadi pun menatap aneh pada Jovian yang terlihat histeris ketakutan, mereka kan hanya bertanya. Baixian yang sudah takut pun semakin takut membuat dirinya tersiak memanggil ibunya, Baixian ingin pulang! Anak-anak SMP menyeramkan! Mereka tinggi-tinggi dan besar-besar! 

"Ibu.. aku mau pulang!!" Akhirnya Baixian pun ikut menangis keras seperti Jovian.

"Hei! Mereka kenapa? Evan! Kau membentaknya, tanggung jawab!" Ucap anak laki-laki bertelinga lebar yang melotot panik.

"Kenapa jadi aku?" tanya pemuda bernama Evan sambil melotot tak terima, dia kan hanya bertanya pada dua bocah sekolah dasar asing itu.

Namun tiba-tiba salah satu dari mereka memeluk tubuh mungil Jovian dengan erat dan mengusap pucuk kepala Baixian yang terisak. Anak-anak SMP yang melihat itupun menganga tak percaya, si manusia es batu itu peduli pada bocah yang bahkan belum bisa mengancingkan kancing celananya sendiri?

Jovian yang merasa nyaman dengan pelukan itu pun semakin terisak dan memegangi punggung lebar itu seakan mengatakan jangan kemana-mana dan jangan meninggalkannya.

"Matthew, bawa bocah yang satunya!" 

"A-ah? Baik Sean." 

Dengan kikuk pria bertelinga lebar itu segera menggendong tubuh mungil bocah bermata puppy.

Sean menggendong tubuh mungil Jovian dan menepuk-nepuk punggung mungil itu, mengatakan jika temannya itu tidak bermaksud untuk membentaknya. Itu memang gaya bicara Evan si tukang nge gas.

"Sepertinya kau harus kursus untuk berbicara lebih lembut lagi bung." Ucap Alan sambil menepuk pundak Evan yang masih menganga tak percaya.

"Kau mengatakan jika aku kasar?" Tanya Evan.

"Jika kau merasa maka iya, buktinya mereka saja histeris saat di sapa oleh mu." Ucap Jefrey sambil tertawa terbahak-bahak dengan yang lainnya.

"Persetan dengan itu! Aku masih tidak percaya dengan apa yang manusia es itu lakukan!" Ucap Evan membuat yang lainnya terdiam membenarkan.

Semuanya setuju dengan ucapan Evan, Sean itu tidak akan peduli pada siapapun kecuali yang menurutnya sangat spesial. Bahkan Sean tidak akan bertindak pada yang membencinya kecuali mereka menganggu kenyamanan dirinya, dan sekarang? Dia menggendong bocah sekolah dasar dan menenangkannya seperti seorang ayah muda saja, pemandangan yang sangat langka menurut mereka.

"Apa itu adiknya? Tapi apa Sean memiliki adik? Bukankah dia anak tunggal?" Tanya Jefrey beruntun.

"Bukan, bocah-bocah itu kan dari Rusia dan Sean anak tunggal." Jelas Alan.

Sean menggendong Jovian yang sudah berhenti menangis, Sean sangat ingin mengecup seluruh wajah menggemaskan adiknya namun dia tak memiliki keberanian. Dan Matthew yang sedang kerepotan karena bocah bernama Baixian, entahlah mereka seperti memiliki dendam.

"Hei bocah! Singkirkan tangan mu!" Pekik Matthew namun tak digubris oleh Baixian.

Jovian yang terus mendengar suara rusuh itu pun mendongak dan menemukan wajah tegas yang membuat Jovian semakin ingin menangis, mirip Papa!

Sean yang merasa dirinya diperhatikan pun menunduk dan menemukan wajah menggemaskan itu menatapnya dengan berkaca-kaca. Sean semakin memeluk tubuh mungil itu dengan erat tak lupa tangannya mengelus dan menepuk punggung mungil Jovian. 

"Maafkan teman ku oke? Dia tidak berniat memarahi mu." Ucap Sean menenangkan Jovian.

"Seram." Cicit Jovian dan Sean terkekeh geli mendengar jawaban adiknya, ah apa Jovian tahu jika dirinya ini adalah kakaknya? Sean menggeleng pelan menyingkirkan pikiran itu, dia tidak berhak karena dia lah yang membuat keluarga Jovian berantakan.

"Memang seperti itu, tapi jangan takut dia sebenarnya baik." 

"Sean! Aku ingin menggendong bocah manis itu saja! Aku tidak mau menggendong nya dia sadis!" Gerutu Matthew membuat Baixian yang sedang menarik rambut pemuda itupun semakin keras.

"Tidak!" Ucap Sean, dia tidak mau tubuh adiknya di sentuh oleh siapapun!

"Argghhh! Bocah sialan!!" Teriak Matthew.

Telinga miliknya yang indah digigit oleh mahkluk kecil yang berada digendongan nya! Dan mahkluk kecil menyebalkan itu hanya menatapnya dengan wajah tanpa dosa membuat Matthew sangat ingin melempar bocah yang ada di gendongannya. 

Anak kecil memang sadis dan menyeramkan!!!


Related chapters

  • Hug Me Papa   9

    Albert, Erika dan Abigail panik bukan main disaat dua anak didiknya hilang, bahkan Abigail sudah melapor pada pihak sekolah agar mengumumkan berita kehilangan dua bocah menggemaskan itu. Lucas terus saja menangis menyebut nama Jovian dan Ace yang terisak karena melihat orang-orang disekelilingnya panik, dia baru saja bangun dan duduk lalu gurunya sudah memekik panik ditambah Lucas menangis. Hei- dia tidak tahu apa-apa dan tingkah mereka membuatnya takut."Lucas jangan menangis, Jovian dan Baixian akan ketemu." Ucap Erika menenangkan bocah berdarah German itu."Benar! Jovian dan Baixian pasti ada di sekitar sekolah dan tidak akan hilang jauh." Tambah Albert menenangkan bocah yang meraung karena panik itu."Tapi kan sekolah ini luas, bagaimana jika mereka berdua tidak ketemu?" Tanya Ace dengan polosnya membuat tangis Lucas semakin keras.Abigail dan Albert meringis melihat kelakuan anak didiknya, sangat polos ucapannya namun sangat merepotkan dampaknya.

    Last Updated : 2021-04-04
  • Hug Me Papa   10

    Setelah lomba lari di Korea Selatan berakhir Jovian tak pernah absen untuk selalu menggosip ria dengan Baixian tentang Sean, sejujurnya Jovian sedikit rindu, tidak-tidak! Sangat rindu! Melihat wajah Sean sama seperti melihat wajah ayahnya, dan itu membuat Jovian tersenyum sendiri memikirkan momen-momen menyenangkan dengan ayahnya dulu.Minggu depan Jovian naik kelas dan usia Jovian pun sudah menginjak 12 tahun, namun Jovian sedih mengingat Helena yang sekarang mulai sakit-sakitan, Mama bilang dia hanya kelelahan biasa tapi Jovian tak percaya saat dia melihat satu plastik penuh berisi obat-obatan dan Helena semakin kurus."Jovian, angkat karung berisi timun itu.""Baik paman."Sinar matahari yang terik tak menghentikan kegiatan Jovian yang sedang mengangkut karung-karung sayuran, sebentar lagi paman Kris akan pindah ke China dan menetap disana untuk mengurus pasar milik ayahnya dan hal itu membuat anak buahnya kerepotan dengan mengurus hal-hal yang

    Last Updated : 2021-04-04
  • Hug Me Papa   11

    Jovian berlari kencang dengan perasaan khawatir, paman Ken bilang sang ibu tiba-tiba jatuh pingsan saat bekerja dengan darah yang keluar dari hidungnya. Akhir-akhir ini pun Jovian merasa jika Helena tidak baik-baik saja, Mama nya selalu menyembunyikan kesedihan bahkan rasa sakit yang di dera nya Helena tidak mau membaginya dengan Jovian.Tuhan, apa tidak cukup Papa saja yang meninggalkan ku? Apa kau juga akan mengambil Mama?Jovian menghampiri Ken yang berdiri di depan pintu unit gawat darurat, melempar ranselnya sembarangan."Paman, bagaimana dengan Mama?" Tanya Jovian dengan wajahnya yang terlihat khawatir.Ken menggeleng dan mengusap pucuk kepala Jovian, dulu Jovian sangat kecil saat pertamakali dibawa ke ladang dan sekarang Jovian sudah tinggi."Paman tidak tahu." Jawab Ken ragu, Helena menderita kanker otak dan dia tidak bisa memberi tahu keadaan Helena pada Jovian karena Ken sudah berjanji pada wanita cantik itu untuk tidak memberi tahu hal

    Last Updated : 2021-04-04
  • Hug Me Papa   12

    Hari demi hari berlalu dan Helena semakin memburuk, masalah ekonomi yang melanda mereka membuat Jovian berhenti sekolah dan mau tidak mau harus bekerja sebagai pengantar roti dan susu hingga menjadi office boy di sebuah toko. Jovian tidak mengeluh sedikitpun, dia rela asalkan Helena sembuh seperti semula walaupun hanya ada setitik cahaya harapan tapi Jovian tidak ingin memadamkan nya.Jovian tidak lagi bekerja di ladang milik Kris karena pasar dan kebun mereka pindah ke Shanghai hingga Jovian terpaksa harus mencari pekerjaan lain. Tidak ada paman Sam, Lily dan yang lain."Mama cepat sembuh."Jovian mengecup kening ibunya dan meletakkan sebuket bunga yang dia beli di pasar, Jovian ingin sekali membelikan bunga bagus namun tabungannya menipis sedangkan untuk biaya perawatan ibunya itu tidaklah kecil."Jovian?" Suara lirih itu membuat Jovian tersadar dari lamunannya, menoleh dan menemukan sang ibu tersenyum lemah di brankar rumah sakit membuat hati Jovian

    Last Updated : 2021-04-04
  • Hug Me Papa   13

    "Terimakasih." Jovian melambaikan tangannya pada pembeli susu, hembusan nafasnya tersengal namun tak melunturkan senyuman manis nya, Jovian bersyukur karena pembeli susu bertambah.Jovian mendongakkan wajahnya ke langit, hari yang cerah. Jovian menyukai birunya langit cerah namun tidak dengan panasnya. Sudah satu bulan semenjak Jovian mengirim surat pada ayahnya namun tak kunjung dibalas, Jovian tersenyum miris memikirkan itu, entah karena ayahnya tidak mau membantunya atau tidak membaca surat darinya dan berakhir Jovian yang meminjam uang pada seseorang dan Jovian bersyukur karena masih ada yang mau membantunya."Papa pasti sedang repot." Gumam Jovian mencoba berfikir positif dan melanjutkan langkahnya untuk menjual susu yang masih tersisa.Jovian mengamati sekitarnya berharap ada seseorang yang membuang baju atau pakaian yang masih layak, Jovian bahkan tidak sempat memperhatikan penampilannya karena terdesak oleh ekonomi dan pengobatan ibunya yang tak sedik

    Last Updated : 2021-04-04
  • Hug Me Papa   14

    Jovian berlari sekuat mungkin untuk segera sampai di rumah sakit, kata bibi Marry pemilik tempat Jovian bekerja ibunya sedang kritis. Jovian tidak memiliki ponsel bahkan sekalipun yang murah karena Jovian tidak punya uang lebih, jadi bibi Marry berbaik hati untuk menjadi perantara antara Jovian dan Dokter yang mengurus Helena."Mama..." Jovian melirih, air matanya sudah menggenang di pelupuk hingga membuat pandangan Jovian memburam."Aku mohon jangan...""Jangan ambil Mama."Meracau tak jelas dengan air mata mengalir membuat Jovian menjadi tontonan orang yang sedang berlalu lalang namun Jovian tidak peduli, apapun itu asalkan dia tepat waktu untuk menemui ibunya.Nafasnya tersengal dan dadanya bergemuruh saat netranya melihat gedung rumah sakit tempat Helena dirawat, Jovian segera berlari menuju ruangan ibunya dan bertemu dengan salah satu dokter yang baru saja keluar dari kamar rawat Helena."Dokter!""Bagaimana dengan Mama?" Ta

    Last Updated : 2021-04-04
  • Hug Me Papa   15

    Jovian menguap dan meregangkan persendiannya, menatap jam dinding yang menunjukan pukul 12 malam.Menatap sepucuk surat yang sudah ditulis oleh ibunya yang sudah rapi dan tinggal dikirim ke kantor pos nanti, sejujurnya Jovian sangat ingin membaca surat itu namun melihat gelagat Helena seperti merahasiakan sesuatu darinya membuat Jovian urung. Jovian hanya berfikir positif jika apa yang ibunya tulis bukanlah sesuatu yang akan membuatnya sedih.Apa papa akan membalas nya? gumam Jovian meremat kertas itu.Jovian sudah sering memberikan harapan palsu pada ibunya dan Jovian tak suka itu, membuat Helena kecewa itu sangat buruk bagi Jovian. Mengapa Mama ingin bertemu Papa? Dan mengapa suratnya tak dibalas oleh William saat itu? Banyak pertanyaan yang berkumpul di otaknya namun tak sanggup menanyakan hal itu pada ibunya, Jovian tak ingin membuat Helena merasa tak nyaman.Aku harap Papa membalasnya. ucap Jovian dan memasukan surat itu pada ransel yang selalu ia bawa.

    Last Updated : 2021-04-04
  • Hug Me Papa   16

    "Surat lagi? Wanita itu benar-benar tidak tahu malu!" Sepucuk surat yang sedikit lecek itu terlempar le pojok ruang kerja milik William, pria itu mendesis marah saat melihat nama yang membuatnya sesak itu tertulis di surat itu. Jangankan untuk membacanya membuka surat itu saja saranya William tidak sudi! Helena, wanita yang meninggalkan luka dihatinya itu sudah dua kali mengirimkan surat ke alamat rumahnya. William menyeringai sinis, ternyata mantan istrinya itu memang mempunyai nyali yang besar untuk membuang harga dirinya seperti ini. "Kau pikir aku bodoh? Semua wanita sama saja! Uang dan uang bahkan istriku juga." ucap William sambil memukul meja kerjanya. Mendengus saat memikirkan mengapa mantan istrinya mengirimkan surat setelah bertahun-tahun berpisah, apa laki-laki barunya jatuh miskin? Atau Helena dicampakkan sampai jatuh miskin? Memikirkan itu membuat William khawatir dengan putranya Jovian pasti dia sangat menderita.

    Last Updated : 2021-04-04

Latest chapter

  • Hug Me Papa   17

    Lorong itu sangat gelap, pengap dan tidak ada cahaya matahari yang masuk selain ventilasi udara di atas sana. Jovian menghela nafasnya berat, dalam hatinya terus bergumam jika keputusannya ini tidak salah. Jovian rela menukar apapun asalkan ibunya sembuh, seperti saat ini. Jovian akan meminjam uang kepada Mafioso dari China untuk pengobatan sang ibu, tak peduli keselamatan nyawanya terancam sekalipun."Kau sudah menungguku anak muda?" Suara berat itu terdengar dari belakan tubuh Jovian.Ketukan sepatu pantofel terdengar menggema membuat bulu kuduk Jovian meremang, dengan gugup Jovian meremas tangannya yang berkeringat itu dengan kuat. Matanya terpejam agar tidak takut, dan perlahan bola mata coklat itu terbuka, melihat pria berbadan besar yang menatapnya dengan seringai bengis."Saya Jovian." Ucap Jovian, dia berusaha menutupi ketakutannya."Ya aku tahu, apa yang kau butuhkan? Aku salut dengan keberanian mu mendatan

  • Hug Me Papa   16

    "Surat lagi? Wanita itu benar-benar tidak tahu malu!" Sepucuk surat yang sedikit lecek itu terlempar le pojok ruang kerja milik William, pria itu mendesis marah saat melihat nama yang membuatnya sesak itu tertulis di surat itu. Jangankan untuk membacanya membuka surat itu saja saranya William tidak sudi! Helena, wanita yang meninggalkan luka dihatinya itu sudah dua kali mengirimkan surat ke alamat rumahnya. William menyeringai sinis, ternyata mantan istrinya itu memang mempunyai nyali yang besar untuk membuang harga dirinya seperti ini. "Kau pikir aku bodoh? Semua wanita sama saja! Uang dan uang bahkan istriku juga." ucap William sambil memukul meja kerjanya. Mendengus saat memikirkan mengapa mantan istrinya mengirimkan surat setelah bertahun-tahun berpisah, apa laki-laki barunya jatuh miskin? Atau Helena dicampakkan sampai jatuh miskin? Memikirkan itu membuat William khawatir dengan putranya Jovian pasti dia sangat menderita.

  • Hug Me Papa   15

    Jovian menguap dan meregangkan persendiannya, menatap jam dinding yang menunjukan pukul 12 malam.Menatap sepucuk surat yang sudah ditulis oleh ibunya yang sudah rapi dan tinggal dikirim ke kantor pos nanti, sejujurnya Jovian sangat ingin membaca surat itu namun melihat gelagat Helena seperti merahasiakan sesuatu darinya membuat Jovian urung. Jovian hanya berfikir positif jika apa yang ibunya tulis bukanlah sesuatu yang akan membuatnya sedih.Apa papa akan membalas nya? gumam Jovian meremat kertas itu.Jovian sudah sering memberikan harapan palsu pada ibunya dan Jovian tak suka itu, membuat Helena kecewa itu sangat buruk bagi Jovian. Mengapa Mama ingin bertemu Papa? Dan mengapa suratnya tak dibalas oleh William saat itu? Banyak pertanyaan yang berkumpul di otaknya namun tak sanggup menanyakan hal itu pada ibunya, Jovian tak ingin membuat Helena merasa tak nyaman.Aku harap Papa membalasnya. ucap Jovian dan memasukan surat itu pada ransel yang selalu ia bawa.

  • Hug Me Papa   14

    Jovian berlari sekuat mungkin untuk segera sampai di rumah sakit, kata bibi Marry pemilik tempat Jovian bekerja ibunya sedang kritis. Jovian tidak memiliki ponsel bahkan sekalipun yang murah karena Jovian tidak punya uang lebih, jadi bibi Marry berbaik hati untuk menjadi perantara antara Jovian dan Dokter yang mengurus Helena."Mama..." Jovian melirih, air matanya sudah menggenang di pelupuk hingga membuat pandangan Jovian memburam."Aku mohon jangan...""Jangan ambil Mama."Meracau tak jelas dengan air mata mengalir membuat Jovian menjadi tontonan orang yang sedang berlalu lalang namun Jovian tidak peduli, apapun itu asalkan dia tepat waktu untuk menemui ibunya.Nafasnya tersengal dan dadanya bergemuruh saat netranya melihat gedung rumah sakit tempat Helena dirawat, Jovian segera berlari menuju ruangan ibunya dan bertemu dengan salah satu dokter yang baru saja keluar dari kamar rawat Helena."Dokter!""Bagaimana dengan Mama?" Ta

  • Hug Me Papa   13

    "Terimakasih." Jovian melambaikan tangannya pada pembeli susu, hembusan nafasnya tersengal namun tak melunturkan senyuman manis nya, Jovian bersyukur karena pembeli susu bertambah.Jovian mendongakkan wajahnya ke langit, hari yang cerah. Jovian menyukai birunya langit cerah namun tidak dengan panasnya. Sudah satu bulan semenjak Jovian mengirim surat pada ayahnya namun tak kunjung dibalas, Jovian tersenyum miris memikirkan itu, entah karena ayahnya tidak mau membantunya atau tidak membaca surat darinya dan berakhir Jovian yang meminjam uang pada seseorang dan Jovian bersyukur karena masih ada yang mau membantunya."Papa pasti sedang repot." Gumam Jovian mencoba berfikir positif dan melanjutkan langkahnya untuk menjual susu yang masih tersisa.Jovian mengamati sekitarnya berharap ada seseorang yang membuang baju atau pakaian yang masih layak, Jovian bahkan tidak sempat memperhatikan penampilannya karena terdesak oleh ekonomi dan pengobatan ibunya yang tak sedik

  • Hug Me Papa   12

    Hari demi hari berlalu dan Helena semakin memburuk, masalah ekonomi yang melanda mereka membuat Jovian berhenti sekolah dan mau tidak mau harus bekerja sebagai pengantar roti dan susu hingga menjadi office boy di sebuah toko. Jovian tidak mengeluh sedikitpun, dia rela asalkan Helena sembuh seperti semula walaupun hanya ada setitik cahaya harapan tapi Jovian tidak ingin memadamkan nya.Jovian tidak lagi bekerja di ladang milik Kris karena pasar dan kebun mereka pindah ke Shanghai hingga Jovian terpaksa harus mencari pekerjaan lain. Tidak ada paman Sam, Lily dan yang lain."Mama cepat sembuh."Jovian mengecup kening ibunya dan meletakkan sebuket bunga yang dia beli di pasar, Jovian ingin sekali membelikan bunga bagus namun tabungannya menipis sedangkan untuk biaya perawatan ibunya itu tidaklah kecil."Jovian?" Suara lirih itu membuat Jovian tersadar dari lamunannya, menoleh dan menemukan sang ibu tersenyum lemah di brankar rumah sakit membuat hati Jovian

  • Hug Me Papa   11

    Jovian berlari kencang dengan perasaan khawatir, paman Ken bilang sang ibu tiba-tiba jatuh pingsan saat bekerja dengan darah yang keluar dari hidungnya. Akhir-akhir ini pun Jovian merasa jika Helena tidak baik-baik saja, Mama nya selalu menyembunyikan kesedihan bahkan rasa sakit yang di dera nya Helena tidak mau membaginya dengan Jovian.Tuhan, apa tidak cukup Papa saja yang meninggalkan ku? Apa kau juga akan mengambil Mama?Jovian menghampiri Ken yang berdiri di depan pintu unit gawat darurat, melempar ranselnya sembarangan."Paman, bagaimana dengan Mama?" Tanya Jovian dengan wajahnya yang terlihat khawatir.Ken menggeleng dan mengusap pucuk kepala Jovian, dulu Jovian sangat kecil saat pertamakali dibawa ke ladang dan sekarang Jovian sudah tinggi."Paman tidak tahu." Jawab Ken ragu, Helena menderita kanker otak dan dia tidak bisa memberi tahu keadaan Helena pada Jovian karena Ken sudah berjanji pada wanita cantik itu untuk tidak memberi tahu hal

  • Hug Me Papa   10

    Setelah lomba lari di Korea Selatan berakhir Jovian tak pernah absen untuk selalu menggosip ria dengan Baixian tentang Sean, sejujurnya Jovian sedikit rindu, tidak-tidak! Sangat rindu! Melihat wajah Sean sama seperti melihat wajah ayahnya, dan itu membuat Jovian tersenyum sendiri memikirkan momen-momen menyenangkan dengan ayahnya dulu.Minggu depan Jovian naik kelas dan usia Jovian pun sudah menginjak 12 tahun, namun Jovian sedih mengingat Helena yang sekarang mulai sakit-sakitan, Mama bilang dia hanya kelelahan biasa tapi Jovian tak percaya saat dia melihat satu plastik penuh berisi obat-obatan dan Helena semakin kurus."Jovian, angkat karung berisi timun itu.""Baik paman."Sinar matahari yang terik tak menghentikan kegiatan Jovian yang sedang mengangkut karung-karung sayuran, sebentar lagi paman Kris akan pindah ke China dan menetap disana untuk mengurus pasar milik ayahnya dan hal itu membuat anak buahnya kerepotan dengan mengurus hal-hal yang

  • Hug Me Papa   9

    Albert, Erika dan Abigail panik bukan main disaat dua anak didiknya hilang, bahkan Abigail sudah melapor pada pihak sekolah agar mengumumkan berita kehilangan dua bocah menggemaskan itu. Lucas terus saja menangis menyebut nama Jovian dan Ace yang terisak karena melihat orang-orang disekelilingnya panik, dia baru saja bangun dan duduk lalu gurunya sudah memekik panik ditambah Lucas menangis. Hei- dia tidak tahu apa-apa dan tingkah mereka membuatnya takut."Lucas jangan menangis, Jovian dan Baixian akan ketemu." Ucap Erika menenangkan bocah berdarah German itu."Benar! Jovian dan Baixian pasti ada di sekitar sekolah dan tidak akan hilang jauh." Tambah Albert menenangkan bocah yang meraung karena panik itu."Tapi kan sekolah ini luas, bagaimana jika mereka berdua tidak ketemu?" Tanya Ace dengan polosnya membuat tangis Lucas semakin keras.Abigail dan Albert meringis melihat kelakuan anak didiknya, sangat polos ucapannya namun sangat merepotkan dampaknya.

DMCA.com Protection Status