Setiap hari ayah sekolah akan mengadakan kunjungan siswa dari negara lain yang berprestasi, merayakan hari ayahnya di sekolah negara lain dengan meriah. Jovian mendengar akan ada siswa pintar dari Korea Selatan yang akan mengunjungi sekolahnya, Jovian terpilih menjadi siswa terpintar dan akan mendapatkan hadiah saat hari ayah nanti, Lucas dan Kevin pun mendapatkan hadiah juga karena ke kreativitas mereka.
"Wah, hari ayah yang sangat meriah!"
"Jovian lihat! Ada boneka disana, oh! Ada permen juga."
"Ini seperti di film-film anime yang aku lihat, seperti festival!"
Jovian dan teman-temannya pun baru tahu jika hari ayah akan semeriah ini, Lucas benar ini seperti di film-film anime yang ada di TV. Festival yang sangat meriah, ada game dan juga makanan serba manis di sekolahnya. Pantas saja banyak sekolah dari luar negeri yang tertarik berkunjung ke sekolah Jovian.
Saat sedang berkeliling melihat-lihat jajanan dan permainan di festival hari ayah, bel panggilan tanda berkumpul pun terdengar membuat anak-anak yang sedang bermain bahkan sedang makan pun berlarian menuju aula, sekolah dari negara lain sudah datang dan mereka akan dibagi hadiah atas kreativitas memperingati hari ayah, seperti di kelas Jovian yang di adakan lomba menggambar dengan tema memperingati hari ayah dan banyak lagi. Saat ini akan dibagi hadiah.
"Jovian! Kita duduk disini saja, jika didepan kita akan ditunjuk untuk maju!" Ucap Kevin
"Ya disini saja, kursinya tinggi!" Tambah Lucas dan disetujui oleh Jovian.
Netranya bergulir melihat seluruh orang tua atau ayah dari teman-temannya sudah berdatangan, hanya ayah Jovian saja yang tidak ada tapi tak apa, Gurunya bilang jika ayahnya tidak bisa hadir maka akan di wakilkan oleh guru laki-lakinya. Jovian hanya perlu mendoakan dan mengucapkan jika dia menyayangi ayahnya dalam hati. Itu sudah cukup bagi Jovian
"Selamat datang di acara festival hari ayah ke 90, terimakasih kepada anak-anak dan wali murid dari Seoul Korea Selatan yang sudah menghadiri acara ini, acara akan dibuka dengan acara pembacaan puisi dari kelas C Latina!" Sang MC yang sudah membuka acara pun mengundurkan diri mempersilahkan Latina untuk membaca puisinya.
"Hello all, i'm Latina!"
Latina yang membaca puisi dan anak-anak yang lain mendengarkan, namun ada yang merengek ingin duduk dipangkuan ayahnya bahkan menangis ingin hadiah dari ayahnya. Lucas dan Kevin sudah di gendongan ayahnya masing-masing, menyisakan Jovian yang duduk sendiri dengan tenang.
Jovian tidak bisa fokus pada Latina yang sedang tampil membacakan puisi, Jovian terlalu fokus melihat punggung lebar yang ia rindukan selama ini, punggung ayahnya ada dihadapannya namun bukan untuk menjadi ayahnya tetapi untuk menjadi ayah anak yang lain, pemuda yang Jovian duga lebih tua darinya itu sangat mirip dengan ayahnya, tampan dan memiliki tatapan tajam. Jadi dia kakak tirinya?
Terlalu fokus pada punggung lebar William membuat Jovian tak sadar jika Latina sudah selesai menampilkan puisinya dan orang-orang di aula memberikan tepuk tangan meriah.
"Dan acara selanjutnya adalah penghargaan untuk siswa yang memenangkan lomba sains internasional, untuk saudara Sean di mohon untuk maju ditemani oleh sang ayah." Suara tepuk tangan meriah terdengar riuh di dalam aula tertutup itu.
Jovian melihat ayahnya dan anak laki-laki itu maju kedepan untuk mengambil penghargaan, apa karena Jovian tidak pintar hingga ayahnya meninggalkannya? Mungkin benar, bahkan Jovian memiliki nilai buruk di mata pelajaran matematika.
"Selamat untuk Sean."
Seann dan William tersenyum saat piala emas itu diserahkan kepada mereka, William bangga ternyata putranya sangat pintar. Memeluk tubuh Seann dan mencium pucuk kepala putranya tanpa tahu jika seseorang menahan sesak di pojok sana sendirian.
"Terimakasih banyak atas dukungannya, aku berjanji akan lebih rajin dan giat belajar lagi sampai mendapatkan piala yang banyak." Ucap Sean membuat riuh tepuk tangan menggema.
"Baiklah Sean, sekarang adalah hari ayah lalu apa yang akan kau ucapkan pada ayahmu?" Tanya MC
"Aku menyayangi ayah, terimakasih dan selamat hari ayah." Ucap Sean dengan wajah bahagianya, ini pertama kalinya dia merayakan hari ayah yang nyata.
"Aku juga menyayangimu boy." Ucap William dengan mengusap kepala Sean.
Penonton bertepuk tangan melihat interaksi ayah dan anak itu, terlihat sangat bahagia. Sean dan William pun turun dari panggung kembali ke kursinya dengan rasa bahagia dan bangga.
"Selanjutnya adalah penghargaan untuk pemenang lomba menggambar dengan tema memperingati hari ayah, yang dimenangkan oleh... Jovian! Mohon untuk ditemani oleh walinya." MC memberi tahu pemenang lomba menggambar itu dengan bahagia, teman sekelas Jovian bertepuk tangan dengan keras saat mendengar temannya mendapatkan hadiah.
"Jovian-nie!"
"Jovian!"
Suara teman-temannya menyoraki dengan semangat membuat Jovian tersenyum, berjalan menuju panggung sendiri dan tersenyum ke arah penonton. Tidak ada ayah ataupun wali yang menemaninya, gigi susunya terlihat menggemaskan saat tertawa melihat Lucas yang di gendong oleh ayahnya dipundak.
William yang melihat sosok mungil itu tertegun sejenak, itu Jovian-nya? Dia tidak bermimpi kan? Itu benar-benar Jovian-nya! Mana walinya? Apa tidak ada? William tidak terpikir bagaimana kabar putranya di hari ayah, William terlalu fokus pada Sean.
"Jovian dimana ayahmu?" Ucap MC berbisik.
Jovian yang mendengar itu hanya tersenyum, dan menggeleng pelan "Ayah tidak bisa datang Mrs, aku juga tidak punya paman." Jelas Jovian membuat MC tersadar lalu memanggil guru yang lain untuk menggantikan wali Jovian.
"Baiklah, selamat untuk Jovian yang telah memenangkan lomba menggambar dengan tema memperingati hari ayah. Gambar mu sangat bagus dan mendalam." Ucap MC sambil menunjukkan gambar milik Jovian.
Gambar yang selalu Jovian buat dari tahun ke tahun, dimana ada gambar laki-laki dewasa yang sedang menggandeng tangan mungil anak laki-laki di tengah rerumputan bukit yang indah, dipenuhi rumput panjang dan bunga kapas hingga dandelion berterbangan membuat kesan indah dan memiliki arti yang mendalam. Dandelion, bunga yang rapuh namun kuat saat tertiup angin bunga-bunganya akan terbang dengan mudah, berhamburan tak menentu dan terjatuh di tanah lalu akan menumbuhkan bunganya dengan jumlah yang banyak.
William ingat, saat Jovian berusia 5 tahun dia melihat Jovian yang menggambar bunga dandelion, Jovian juga menyukai dandelion hingga William membangun taman yang dihiasi Tamanan kapas itu. Gambar yang sama, yang William simpan rapi di brangkas nya.
Dadanya seketika sesak bagai tertikam godam tak kasat mata, matanya memanas dan siap mengeluarkan air mata jika saja William mengedipkan matanya. Jovian-nya tidak memiliki siapa-siapa, disaat hari ayah teman-temannya bersenang-senang dengan ayahnya namun tidak dengan Jovian-nya, Jovian sendirian dan William masih kalah dengan egonya.
"Jovian, jika ayahmu sedang menonton siaran ini apa yang akan kau katakan hmm?" Tanya MC dan Jovian meremat sisi bajunya erat, ingin menangis tetapi tidak bisa.
"Hanya ingin mengatakan jika aku menyayangi mu papa, selamat hari ayah!" Ucap Jovian ceria.
William tak tahu harus bereaksi seperti apa, tubuh nya bagaikan batu tak bisa bergerak dan sangat kaku.
Tepuk tangan meriah terdengar riuh di dalam aula tertutup itu, Jovian tersenyum lebar menyembunyikan tangisnya. Medali yang di lehernya pun tak membuat Jovian senang tetapi malah semakin sesak. Jovian ingin memeluk ayahnya sekali saja, Jovian ingin berteriak pada ayahnya jika dia sangat-sangat menyayangi-tidak!! Dia sangat mencintai ayahnya.Jovian tak tahan lagi, dia ingin menangis melihat wajah pahlawan yang ia rindukan, Hero nya! Dia ingin memeluk Hero nya. Nafasnya mulai tersenggal-senggal dan berakhir meraung keras membuat gurunya khawatir dan segera memeluk tubuh Jongin, penonton sangat haru bercampur sedih mengira jika ayah Jovian sangat sibuk bekerja.
Sean hanya memandang bocah laki-laki itu yang sedang menangis keras, Sean ingin memeluknya dan mengatakan semuanya baik-baik saja. Sean menoleh pada ayahnya yang masih saja diam memandang Jovian yang sedang menangis, mengapa ayahnya tidak melakukan apa-apa? Mengapa ayahnya tidak memeluk Jovian dan menenangkannya?
"Papaa.." Jovian terus meraung sambil meneriaki ayahnya yang tak kunjung memeluknya, ayahnya hanya menatapnya dengan diam disana dengan kakak tirinya. Hingga gurunya menggendong Jovian dan membawanya ke taman.
Meninggalkan William yang masih bergelut dengan egonya.
Jovian tidak mau apa-apa, Jovian hanya mau papa.
Helena terisak saat mendengar jika putranya menangis meraung memanggil sang ayah, namun Helena tak tahu jika William mantan suaminya itu ada di sekolah Jovian dengan anaknya. Jovian tidak membuka mulut untuk bercerita atau berbicara mengenai kejadian hari ayah itu, Jovian selalu murung jika hal itu di ungkit lagi dan Helena tak ingin senyuman manis itu hilang."Mama pergi bekerja Jovian-nie, jangan membuka pintu jika ada seseorang yang tidak dikenal datang okay?"Hari ini Helena harus bekerja keras untuk menanam hingga mengangkut karung-karung hasil di ladang Kris, Helena masih bersyukur karena Kris selalu memberikan sayuran hingga buah-buahan segar untuknya dan Jovian tidak kekurangan nutrisi karena itu. Namun hari ini berbeda, Helena harus bekerja sampai sore dan meninggalkan Jovian di rumah, sedikit menghawatirkan memang tapi Jovian bersikukuh jika semuanya akan baik-baik saja."Baik ma, mama jangan terlalu lelah disana." Ucap Jovian membuat Helena terseny
"Sean, aku menyukai mu!"Sorakan siswa-siswi yang menonton Jesica yang sedang menyodorkan sepucuk surat berwarna pink lengkap dengan pita cantik. Jesica sudah menyimpan perasaannya pada Sean saat upacara orientasi siswa, pemuda tampan dan seksi yang sangat cerdas dan idaman para gadis-gadis cantik di sekolahnya maupun sekolah lain, namun Jesica tidak pesimis Jesica yakin jika perasaanya akan diterima oleh Sean."Terima! Terima!""Ambil suratnya dan terima!!"Teriakan dukungan dari teman-teman Jesica membuat Sean risih bukan main, Sean sangat benci menjadi pusat perhatian, apalagi dalam hal seperti ini. Sangat menggelikan."Hmm--" Gumaman Sean terpotong oleh teriakan fans Jesica."Horeee!!!"Sean terbelalak tak percaya, dia belum selesai bicara sialan! Kenapa fans wanita ini sangat menyebalkan? Tapi, mungkin tidak buruk juga jika memiliki mainan? Jika bosan dengan kegiatannya Sean bisa bermain dengan Jesica, lalu saat Sean sudah tidak b
Disebuah ruangan temaram itu terdapat Jovian dan Helena yang sedang saling memeluk satu sama lain, kepala Jovian bersandar di pundak sang ibu dengan tangan dan kakinya melingkar erat di pinggang Helena dan Helena yang menikmati momen seperti ini. Jovian bercerita jika dirinya akan pergi ke Korea Selatan untuk lomba lari disana dengan teman-temannya, Helena sangat bangga dengan itu tetapi tak dipungkiri jika Helena sangat khawatir."Nanti Mama jaga rumah oke? Nanti Mr . Albert akan mengirimkan video Jonvan-nie dan teman-teman!" Ucap Jovian ceria."Apa yakin Mama tidak perlu ikut?" Tanya Helena khawatir dan dijawab dengan gelengan kepala Jovian."No Mama! Lucas, Baixian dan Ace juga tidak diantar dan hanya didampingi oleh Mr. Albert dan Mrs. Erika saja." Jelas Jovia membuat rasa khawatir Helena sedikit berkurang.Albert dan Erika, Helena mengetahui kedua orang tersebut mereka adalah adik tingkatnya dulu yang bahkan satu fakultas dengannya hanya saja Helena tida
"Tolong jaga Jovian.""Baik Mrs. Helena, kami akan menjaga anak-anak."Hari ini Jovian dan teman-temannya berangkat ke Korea Selatan menaiki burung besi, dulu Jovian sering naik pesawat dengan Mama dan Papa untuk pergi berlibur, tetapi saat ini dapat naik pesawat gratis saja sudah sangat bersyukur. Inginnya Jovian mengajak Mama tetapi karena teman-temannya tidak ditemani oleh orang tua dan ibunya harus bekerja membuat Jovian mengurungkan niatnya pun."Jovian jangan nakal disana oke?" Ucap Helena pada JovianJovian mengangguk," Iya Ma!"Jovian dan yang lainnya pun berjalan menuju pesawat, meninggalkan para orang tua murid yang ber dadah ria, Jovian melihat Mama nya tersenyum senang namun itu tak membuat Jovian lega. Jovian tahu jika Mama nya sangat mengkhawatirkannya dan mungkin Mama khawatir jika Jongin bertemu Papa yang meninggalkan Mama.Saat di pintu masuk pesawat Jovian menoleh dan melambaikan tangannya pada Helena yang terus menatap pun
Albert, Erika dan Abigail panik bukan main disaat dua anak didiknya hilang, bahkan Abigail sudah melapor pada pihak sekolah agar mengumumkan berita kehilangan dua bocah menggemaskan itu. Lucas terus saja menangis menyebut nama Jovian dan Ace yang terisak karena melihat orang-orang disekelilingnya panik, dia baru saja bangun dan duduk lalu gurunya sudah memekik panik ditambah Lucas menangis. Hei- dia tidak tahu apa-apa dan tingkah mereka membuatnya takut."Lucas jangan menangis, Jovian dan Baixian akan ketemu." Ucap Erika menenangkan bocah berdarah German itu."Benar! Jovian dan Baixian pasti ada di sekitar sekolah dan tidak akan hilang jauh." Tambah Albert menenangkan bocah yang meraung karena panik itu."Tapi kan sekolah ini luas, bagaimana jika mereka berdua tidak ketemu?" Tanya Ace dengan polosnya membuat tangis Lucas semakin keras.Abigail dan Albert meringis melihat kelakuan anak didiknya, sangat polos ucapannya namun sangat merepotkan dampaknya.
Setelah lomba lari di Korea Selatan berakhir Jovian tak pernah absen untuk selalu menggosip ria dengan Baixian tentang Sean, sejujurnya Jovian sedikit rindu, tidak-tidak! Sangat rindu! Melihat wajah Sean sama seperti melihat wajah ayahnya, dan itu membuat Jovian tersenyum sendiri memikirkan momen-momen menyenangkan dengan ayahnya dulu.Minggu depan Jovian naik kelas dan usia Jovian pun sudah menginjak 12 tahun, namun Jovian sedih mengingat Helena yang sekarang mulai sakit-sakitan, Mama bilang dia hanya kelelahan biasa tapi Jovian tak percaya saat dia melihat satu plastik penuh berisi obat-obatan dan Helena semakin kurus."Jovian, angkat karung berisi timun itu.""Baik paman."Sinar matahari yang terik tak menghentikan kegiatan Jovian yang sedang mengangkut karung-karung sayuran, sebentar lagi paman Kris akan pindah ke China dan menetap disana untuk mengurus pasar milik ayahnya dan hal itu membuat anak buahnya kerepotan dengan mengurus hal-hal yang
Jovian berlari kencang dengan perasaan khawatir, paman Ken bilang sang ibu tiba-tiba jatuh pingsan saat bekerja dengan darah yang keluar dari hidungnya. Akhir-akhir ini pun Jovian merasa jika Helena tidak baik-baik saja, Mama nya selalu menyembunyikan kesedihan bahkan rasa sakit yang di dera nya Helena tidak mau membaginya dengan Jovian.Tuhan, apa tidak cukup Papa saja yang meninggalkan ku? Apa kau juga akan mengambil Mama?Jovian menghampiri Ken yang berdiri di depan pintu unit gawat darurat, melempar ranselnya sembarangan."Paman, bagaimana dengan Mama?" Tanya Jovian dengan wajahnya yang terlihat khawatir.Ken menggeleng dan mengusap pucuk kepala Jovian, dulu Jovian sangat kecil saat pertamakali dibawa ke ladang dan sekarang Jovian sudah tinggi."Paman tidak tahu." Jawab Ken ragu, Helena menderita kanker otak dan dia tidak bisa memberi tahu keadaan Helena pada Jovian karena Ken sudah berjanji pada wanita cantik itu untuk tidak memberi tahu hal
Hari demi hari berlalu dan Helena semakin memburuk, masalah ekonomi yang melanda mereka membuat Jovian berhenti sekolah dan mau tidak mau harus bekerja sebagai pengantar roti dan susu hingga menjadi office boy di sebuah toko. Jovian tidak mengeluh sedikitpun, dia rela asalkan Helena sembuh seperti semula walaupun hanya ada setitik cahaya harapan tapi Jovian tidak ingin memadamkan nya.Jovian tidak lagi bekerja di ladang milik Kris karena pasar dan kebun mereka pindah ke Shanghai hingga Jovian terpaksa harus mencari pekerjaan lain. Tidak ada paman Sam, Lily dan yang lain."Mama cepat sembuh."Jovian mengecup kening ibunya dan meletakkan sebuket bunga yang dia beli di pasar, Jovian ingin sekali membelikan bunga bagus namun tabungannya menipis sedangkan untuk biaya perawatan ibunya itu tidaklah kecil."Jovian?" Suara lirih itu membuat Jovian tersadar dari lamunannya, menoleh dan menemukan sang ibu tersenyum lemah di brankar rumah sakit membuat hati Jovian
Lorong itu sangat gelap, pengap dan tidak ada cahaya matahari yang masuk selain ventilasi udara di atas sana. Jovian menghela nafasnya berat, dalam hatinya terus bergumam jika keputusannya ini tidak salah. Jovian rela menukar apapun asalkan ibunya sembuh, seperti saat ini. Jovian akan meminjam uang kepada Mafioso dari China untuk pengobatan sang ibu, tak peduli keselamatan nyawanya terancam sekalipun."Kau sudah menungguku anak muda?" Suara berat itu terdengar dari belakan tubuh Jovian.Ketukan sepatu pantofel terdengar menggema membuat bulu kuduk Jovian meremang, dengan gugup Jovian meremas tangannya yang berkeringat itu dengan kuat. Matanya terpejam agar tidak takut, dan perlahan bola mata coklat itu terbuka, melihat pria berbadan besar yang menatapnya dengan seringai bengis."Saya Jovian." Ucap Jovian, dia berusaha menutupi ketakutannya."Ya aku tahu, apa yang kau butuhkan? Aku salut dengan keberanian mu mendatan
"Surat lagi? Wanita itu benar-benar tidak tahu malu!" Sepucuk surat yang sedikit lecek itu terlempar le pojok ruang kerja milik William, pria itu mendesis marah saat melihat nama yang membuatnya sesak itu tertulis di surat itu. Jangankan untuk membacanya membuka surat itu saja saranya William tidak sudi! Helena, wanita yang meninggalkan luka dihatinya itu sudah dua kali mengirimkan surat ke alamat rumahnya. William menyeringai sinis, ternyata mantan istrinya itu memang mempunyai nyali yang besar untuk membuang harga dirinya seperti ini. "Kau pikir aku bodoh? Semua wanita sama saja! Uang dan uang bahkan istriku juga." ucap William sambil memukul meja kerjanya. Mendengus saat memikirkan mengapa mantan istrinya mengirimkan surat setelah bertahun-tahun berpisah, apa laki-laki barunya jatuh miskin? Atau Helena dicampakkan sampai jatuh miskin? Memikirkan itu membuat William khawatir dengan putranya Jovian pasti dia sangat menderita.
Jovian menguap dan meregangkan persendiannya, menatap jam dinding yang menunjukan pukul 12 malam.Menatap sepucuk surat yang sudah ditulis oleh ibunya yang sudah rapi dan tinggal dikirim ke kantor pos nanti, sejujurnya Jovian sangat ingin membaca surat itu namun melihat gelagat Helena seperti merahasiakan sesuatu darinya membuat Jovian urung. Jovian hanya berfikir positif jika apa yang ibunya tulis bukanlah sesuatu yang akan membuatnya sedih.Apa papa akan membalas nya? gumam Jovian meremat kertas itu.Jovian sudah sering memberikan harapan palsu pada ibunya dan Jovian tak suka itu, membuat Helena kecewa itu sangat buruk bagi Jovian. Mengapa Mama ingin bertemu Papa? Dan mengapa suratnya tak dibalas oleh William saat itu? Banyak pertanyaan yang berkumpul di otaknya namun tak sanggup menanyakan hal itu pada ibunya, Jovian tak ingin membuat Helena merasa tak nyaman.Aku harap Papa membalasnya. ucap Jovian dan memasukan surat itu pada ransel yang selalu ia bawa.
Jovian berlari sekuat mungkin untuk segera sampai di rumah sakit, kata bibi Marry pemilik tempat Jovian bekerja ibunya sedang kritis. Jovian tidak memiliki ponsel bahkan sekalipun yang murah karena Jovian tidak punya uang lebih, jadi bibi Marry berbaik hati untuk menjadi perantara antara Jovian dan Dokter yang mengurus Helena."Mama..." Jovian melirih, air matanya sudah menggenang di pelupuk hingga membuat pandangan Jovian memburam."Aku mohon jangan...""Jangan ambil Mama."Meracau tak jelas dengan air mata mengalir membuat Jovian menjadi tontonan orang yang sedang berlalu lalang namun Jovian tidak peduli, apapun itu asalkan dia tepat waktu untuk menemui ibunya.Nafasnya tersengal dan dadanya bergemuruh saat netranya melihat gedung rumah sakit tempat Helena dirawat, Jovian segera berlari menuju ruangan ibunya dan bertemu dengan salah satu dokter yang baru saja keluar dari kamar rawat Helena."Dokter!""Bagaimana dengan Mama?" Ta
"Terimakasih." Jovian melambaikan tangannya pada pembeli susu, hembusan nafasnya tersengal namun tak melunturkan senyuman manis nya, Jovian bersyukur karena pembeli susu bertambah.Jovian mendongakkan wajahnya ke langit, hari yang cerah. Jovian menyukai birunya langit cerah namun tidak dengan panasnya. Sudah satu bulan semenjak Jovian mengirim surat pada ayahnya namun tak kunjung dibalas, Jovian tersenyum miris memikirkan itu, entah karena ayahnya tidak mau membantunya atau tidak membaca surat darinya dan berakhir Jovian yang meminjam uang pada seseorang dan Jovian bersyukur karena masih ada yang mau membantunya."Papa pasti sedang repot." Gumam Jovian mencoba berfikir positif dan melanjutkan langkahnya untuk menjual susu yang masih tersisa.Jovian mengamati sekitarnya berharap ada seseorang yang membuang baju atau pakaian yang masih layak, Jovian bahkan tidak sempat memperhatikan penampilannya karena terdesak oleh ekonomi dan pengobatan ibunya yang tak sedik
Hari demi hari berlalu dan Helena semakin memburuk, masalah ekonomi yang melanda mereka membuat Jovian berhenti sekolah dan mau tidak mau harus bekerja sebagai pengantar roti dan susu hingga menjadi office boy di sebuah toko. Jovian tidak mengeluh sedikitpun, dia rela asalkan Helena sembuh seperti semula walaupun hanya ada setitik cahaya harapan tapi Jovian tidak ingin memadamkan nya.Jovian tidak lagi bekerja di ladang milik Kris karena pasar dan kebun mereka pindah ke Shanghai hingga Jovian terpaksa harus mencari pekerjaan lain. Tidak ada paman Sam, Lily dan yang lain."Mama cepat sembuh."Jovian mengecup kening ibunya dan meletakkan sebuket bunga yang dia beli di pasar, Jovian ingin sekali membelikan bunga bagus namun tabungannya menipis sedangkan untuk biaya perawatan ibunya itu tidaklah kecil."Jovian?" Suara lirih itu membuat Jovian tersadar dari lamunannya, menoleh dan menemukan sang ibu tersenyum lemah di brankar rumah sakit membuat hati Jovian
Jovian berlari kencang dengan perasaan khawatir, paman Ken bilang sang ibu tiba-tiba jatuh pingsan saat bekerja dengan darah yang keluar dari hidungnya. Akhir-akhir ini pun Jovian merasa jika Helena tidak baik-baik saja, Mama nya selalu menyembunyikan kesedihan bahkan rasa sakit yang di dera nya Helena tidak mau membaginya dengan Jovian.Tuhan, apa tidak cukup Papa saja yang meninggalkan ku? Apa kau juga akan mengambil Mama?Jovian menghampiri Ken yang berdiri di depan pintu unit gawat darurat, melempar ranselnya sembarangan."Paman, bagaimana dengan Mama?" Tanya Jovian dengan wajahnya yang terlihat khawatir.Ken menggeleng dan mengusap pucuk kepala Jovian, dulu Jovian sangat kecil saat pertamakali dibawa ke ladang dan sekarang Jovian sudah tinggi."Paman tidak tahu." Jawab Ken ragu, Helena menderita kanker otak dan dia tidak bisa memberi tahu keadaan Helena pada Jovian karena Ken sudah berjanji pada wanita cantik itu untuk tidak memberi tahu hal
Setelah lomba lari di Korea Selatan berakhir Jovian tak pernah absen untuk selalu menggosip ria dengan Baixian tentang Sean, sejujurnya Jovian sedikit rindu, tidak-tidak! Sangat rindu! Melihat wajah Sean sama seperti melihat wajah ayahnya, dan itu membuat Jovian tersenyum sendiri memikirkan momen-momen menyenangkan dengan ayahnya dulu.Minggu depan Jovian naik kelas dan usia Jovian pun sudah menginjak 12 tahun, namun Jovian sedih mengingat Helena yang sekarang mulai sakit-sakitan, Mama bilang dia hanya kelelahan biasa tapi Jovian tak percaya saat dia melihat satu plastik penuh berisi obat-obatan dan Helena semakin kurus."Jovian, angkat karung berisi timun itu.""Baik paman."Sinar matahari yang terik tak menghentikan kegiatan Jovian yang sedang mengangkut karung-karung sayuran, sebentar lagi paman Kris akan pindah ke China dan menetap disana untuk mengurus pasar milik ayahnya dan hal itu membuat anak buahnya kerepotan dengan mengurus hal-hal yang
Albert, Erika dan Abigail panik bukan main disaat dua anak didiknya hilang, bahkan Abigail sudah melapor pada pihak sekolah agar mengumumkan berita kehilangan dua bocah menggemaskan itu. Lucas terus saja menangis menyebut nama Jovian dan Ace yang terisak karena melihat orang-orang disekelilingnya panik, dia baru saja bangun dan duduk lalu gurunya sudah memekik panik ditambah Lucas menangis. Hei- dia tidak tahu apa-apa dan tingkah mereka membuatnya takut."Lucas jangan menangis, Jovian dan Baixian akan ketemu." Ucap Erika menenangkan bocah berdarah German itu."Benar! Jovian dan Baixian pasti ada di sekitar sekolah dan tidak akan hilang jauh." Tambah Albert menenangkan bocah yang meraung karena panik itu."Tapi kan sekolah ini luas, bagaimana jika mereka berdua tidak ketemu?" Tanya Ace dengan polosnya membuat tangis Lucas semakin keras.Abigail dan Albert meringis melihat kelakuan anak didiknya, sangat polos ucapannya namun sangat merepotkan dampaknya.