Share

Bab 3 - Meminta Pertanggungjawaban

Felicia buru-buru melepaskan jabat tangannya dengan Theo. Sepertinya dia sudah tidak waras, bisa-bisanya dia malah terpikirkan hal mesum!

“Anak magang dibimbing sama asisten manajer Felicia ya. Kalau ada pertanyaan bisa ke dia,” kata sang manajer.

Sontak, Felicia melotot. Dia harus membimbing anak magang yang di dalamnya ada Theo? Tidak!

“Tapi, Pak—”

Felicia langsung menghentikan ucapannya saat melihat atasannya, menatapnya sambil tersenyum. Felicia paham maksud tatapan dan senyum manajernya itu, tandanya beliau tidak mau ditolak. 

Pasrah, akhirnya Felicia diam dan menerima. “Baik, Pak.”

Felicia menghela napas ketika atasannya itu keluar dari ruangan. Ia memang sudah pernah mendengar soal anak magang ini, tapi tidak pernah tahu kapan mereka datang. Apalagi soal Felicia yang menjadi penanggungjawabnya.

“Kalian, ikut saya,” perintah Felicia setelahnya kepada anak magang.

Felicia mengajak mereka memutari ruangan sambil menjelaskan beberapa hal, termasuk aturan dan apa saja yang harus dikerjakan. Sebisa mungkin Felicia bicara tanpa menatap mata Theo yang sejak tadi tak berhenti menatapnya.

‘Duh, kenapa dia harus masuk divisi ini sih?!’ batin Felicia menggerutu.

Felicia berdehem sejenak, lalu mengakhiri penjelasannya. Dia tidak langsung kembali ke mejanya, melainkan berjalan cepat ke arah toilet. Dia butuh menenangkan diri sejenak.

Belum sampai di toilet, tiba-tiba ada seseorang yang memanggil Felicia dan membuat langkahnya terhenti.

“Bu Felicia!”

Felicia tahu suara siapa itu. Dia memutar tubuh perlahan dan berusaha untuk tidak gugup saat melihat sosok Theo menghampirinya. Duh, bocah ini mau apa?

Theo tersenyum manis kepada Felicia, yang justru membuat Felicia ketar-ketir dan menelan ludahnya dengan susah payah. “Kita ketemu lagi, Bu. Ini takdir ‘kan? Jangan-jangan kita berjodoh.”

Felicia tak menggubris. “Ada apa kamu memanggil saya?”

Theo masih tetap tersenyum. “Tolong jangan blokir nomor saya. Nanti gimana saya mau berkomunikasi terkait pekerjaan?”

Ah, benar juga. Dengan memasang wajah sok tenang, Felicia membuka ponsel, lalu membatalkan blokirannya pada nomor Theo. Sebisa mungkin dia tidak menunjukkan kegugupannya saat ini.

“Sudah,” ucap Felicia, berusaha tenang. “Itu saja? Saya pergi.”

“Eh, sebentar, Bu.” Theo kembali berhadapan dengan Felicia. “Soal kejadian malam itu—”

“Tolong lupakan,” sela Felicia. “Malam itu kesalahan. Anggap nggak pernah terjadi.”

“A-apa?!” 

“Y-ya pokoknya seperti itu. Malam itu….”

Sialnya, di saat seperti ini, mata Felicia malah tidak dapat dikondisikan. Suaranya menghilang perlahan ketika melihat kemeja pas badan yang Theo kenakan. Otot Theo tampak tercetak dari balik kemeja itu.

Padahal Theo masih muda, tetapi tubuhnya sungguh menggiurkan menurut Felicia. Sama seperti foto Theo di aplikasi kencan yang dia lihat dan membuatnya tertarik.

Bukannya sadar, tatapan Felicia malah berlanjut turun ke celana Theo. Di sana ada sesuatu yang menonjol, benda yang membuat Felicia meneguk ludahnya seketika.

“Bu Feli….” suara rendah yang terdengar hampir berbisik itu, menyapa lembut telinga Felicia.

Wanita itu menegang, dan baru sadar kalau Theo sudah berdiri sangat dekat dengannya. Felicia bahkan bisa mencium aroma Siberian Pine yang khas dari tubuh pria itu.

“Bu Feli yakin bisa lupain malam itu? Bukannya Bu Feli yang mengajak saya?” lanjut Theo, terselip nada jahil di sana.

Felicia refleks menjauh. Sikap Theo ini berbeda dari malam itu, dan saat perkenalan tadi. Felicia merinding sesaat mendengar suara Theo.

“Apa-apaan kamu! Ini di tempat kerja!” seru Felicia.

Theo nyaris cemberut seperti bocah. Setelah tersenyum seperti anak anjing, menggodanya seperti pria dewasa, sekarang Theo mengeluarkan ekspresi menggemaskan.

Ah, sial! Felicia hampir saja goyah.

“Jadi… Bu Feli nggak mau tanggung jawab sama saya?” tanya Theo dengan mata mengerjap. “Padahal malam itu saya masih perjaka. Saya jadi merasa kayak gigolo yang langsung ditinggal setelah dipakai, malah lebih parah karena saya nggak diba—”

“EH!” Mendengar ucapan Theo, Felicia jadi panik dan langsung membekap mulut Theo. Matanya menatap sekeliling. 

Aman, tidak ada karyawan lain yang lewat. Bisa gawat kalau ada yang dengar.

“Apa saya harus tanggung jawab sama penipu?” tanya Felicia sambil menatap tajam, sekarang gilirannya yang kesal.

Theo mengernyit bingung. “Maksudnya?”

“Kamu yang nipu saya, Dek!” bisik Felicia dengan raut kesal. “Kamu ngasih keterangan umur 27, manajer pemasaran di perusahaan terkenal, dan berfoto kayak bukan masih anak kuliah. Jadi, di sini, kamu juga salah karena nipu saya!”

Theo mengernyitkan dahi, tampak bingung dengan ucapan Felicia. “Hah? Saya bikin keterangan begitu?”

“Nggak usah pura-pura nggak tahu!”

“Saya betulan nggak tahu!”

Felicia mendengkus. Dia jadi makin kesal karena merasa Theo membohonginya sampai akhir. Dia pun mendorong dada Theo, lalu memilih untuk pergi dan masuk ke dalam toilet.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status