Share

Bab 6 - Terjebak Sekamar

“Theo! Lepas! Nanti dilihat orang lain!”

Felicia berseru sambil berusaha melepaskan tangan Theo yang membelit pinggangnya. Namun, sialnya, pelukan Theo amat kuat. Astaga!

“Felicia… temani aku. Jangan pergi, please…” mohon Theo, bahkan pria itu mulai menggesekkan kepalanya di perut Felicia, persis seperti anak kucing.

Felicia menganga saat melihat Theo mengerjapkan mata dengan tampang sok imut, setelahnya pria itu mengerucutkan bibirnya. Pria ini sedang apa sih? Ia akui Theo memang menggemaskan, tetapi hanya sesaat!

“Saya nggak bisa melupakan kejadian waktu di hotel, nggak bisa!”

Wajah Felicia rasanya baru dilempar bara api, panas sekali. Mendadak tubuhnya kaku, bahkan untuk mendorong Theo kembali saja tidak mampu.

“Saya ingat terus ‘rasa’ Felicia gimana—hmp!”

Khawatir ada orang lain yang mendengar racauan gila Theo, Felicia bergegas membungkam mulut Theo dengan tangannya. Jangan sampai Theo mengoceh sesuatu yang berbahaya!

“Ssttt! Diam, Theo!” desis Felicia tajam.

Theo mengangguk patuh. Ia tampak tersenyum senang di balik tangan Felicia, seolah baru saja mendapatkan hadiah besar dari majikannya.

Felicia memutar bola mata. ‘Harus aku apakan anak ini?’ batinnya.

Sekitar sepuluh menit Felicia membiarkan Theo memeluknya, dan akhirnya ia mulai merasa capek berdiri. Dirinya sendiri juga agak mabuk karena minum beberapa gelas alkohol.

Masalahnya, Theo malah terlihat sangat nyaman sekarang. Tidak ada tanda-tanda pria ini mau melepaskannya.

“The, ayo pulang. Aku antar kamu sampai ke rumah,” ucap Felicia sambil menggoyang-goyangkan tubuh pria itu..

Theo yang nyaris ketiduran langsung membuka matanya, tetapi ia masih terlihat mabuk.

Untungnya Theo menurut saat Felicia menyuruh Theo berdiri. Felicia membawa barangnya dan barang milik Theo, kemudian mulai memapah Theo keluar. 

Dalam setiap langkahnya, Felicia tidak berhenti menggerutu. Theo yang mabuk cukup parah itu beberapa kali kehilangan keseimbangan dan membuat Felicia harus menahan berat tubuh Theo.

“Berat banget kamu, The!” omel Felicia.

Tubuh Theo yang lebih besar dari Felicia membuat Felicia kesusahan memapah Theo. Ia sangat bersyukur tubuh mungilnya itu berhasil membawa Theo sampai lobi.

Felicia memesan taksi online sambil bertanya kepada Theo alamat tempat tinggal pria itu. Dan saat Theo menyebutkan alamat sebuah apartemen mewah di tengah kota, Felicia langsung melotot.

“Serius kamu tinggal di sana?” tanya Felicia.

“Hm…” angguk Theo, lalu mendekap Felicia dan menumpukan dagunya ke puncak kepalanya.

Felicia merasa tidak nyaman. Beruntungnya, taksi online yang ia pesan datang tak lama kemudian. Ia pun membawa Theo masuk ke dalam mobil, disusul olehnya.

Ulah Theo tidak berhenti hanya sampai situ. Felicia pikir, ia bisa sedikit beristirahat ketika sudah di dalam mobil. Namun, Theo malah terus merapatkan tubuhnya ke Felicia.

Wanita itu jengah. Ia berusaha menyingkirkan Theo, tetapi tenaganya tidak sanggup untuk mendorong Theo menjauh.

“Ini badan apa batu?!” gumam Felicia ketika mendorong tubuh Theo, tapi kemudian sebuah rasa penasaran muncul.

Tangan Felicia yang tadi hanya menyentuh lengan atas Theo mulai bergerak. Wanita itu sampai menelan ludahnya ketika jari lentiknya menekan dada Theo. Ia bahkan tidak ingat tubuh itu pernah berada di atas dirinya malam itu.

“Feli …” panggil Theo lirih dengan mata setengah terpejam.

Felicia gugup mendadak, apalagi dari jarak sedekat ini ia bisa mencium dengan jelas wangi tubuh Theo yang bercampur parfum. Wangi yang memabukkan, membuatnya ingin mencium Theo lagi seperti malam itu saat di hotel. 

Felicia menggelengkan kepala, mengusir pemikiran barusan dari kepalanya. Untuk menjernihkan pikiran, ia menatap ke depan, membiarkan Theo tetap bersandar padanya. Anggap saja ia sedang membantu ke sesama manusia.

Selama sisa perjalanan yang terasa panjang itu, Felicia berusaha untuk tenang. Ia tidak lagi melirik Theo, apalagi sampai menyentuhnya. Biarkan jantungnya tenang dalam posisi dipeluk seperti itu.

Hingga akhirnya taksi online itu tiba di depan apartemen mewah.

Niat awalnya, Felicia hanya ingin mengantar Theo sampai lobi dan meminta security mengantar pria itu sampai unitnya. Namun, Theo sama sekali tidak melepaskan Felicia. 

Dengan kekuatan yang entah datang dari mana, pria itu berhasil menarik Felicia sampai lift, lalu menekan angka 38 di sana. Di dalam lift pun Theo masih tidak mau melepaskan Felicia.

‘Oke, sampai di depan pintu kamarnya aja. Setelah itu, aku harus kabur,’ tekad Felicia dalam hati, yang ternyata hanya menjadi angan-angan saja.

Di sinilah Felicia sekarang, berada di dalam apartemen yang membuatnya menganga. Ini pertama kalinya Felicia memasuki unit apartemen semewah ini. Begitu luas dan rapi, dengan jendela besar di satu sisi yang menampilkan pemandangan malam di luar.

“Feli…,” panggilan lirih Theo yang masih dalam rangkulannya, membuat Felicia tersaadar.

Wanita itu berdeham. “Ini udah sampai. Saya bantu kamu ke kasur.” Felicia masih memapah Theo, membawa pria itu ke kasur, lalu merebahkannya di sana.

Rasanya seluruh tubuh Felicia remuk gara-gara memapah tubuh besar Theo sampai sini. Kelihatannya saja kurus karena Theo sangat tinggi, tapi sebenarnya otot pria itu sangat padat dan berisi.

“Hah… harusnya ini dihitung lembur!” gerutu Felicia sambil menatap sosok Theo yang sudah terlentang di atas kasur.

Sudah cukup untuk meladeni berondong ini hari ini. Felicia masih sayang pada jantungnya sendiri. Bisa-bisa dia mati muda kalau terus memandangi Theo.

“Saya pamit pergi,” ucap Felicia, tidak peduli apakah Theo mendengarnya atau tidak.

Saat Felicia baru berbalik dan ingin melangkah, sebuah tangan besar menarik tangannya sampai terhuyung. Tidak siap dengan gerakan itu, Felicia berakhir terjatuh di atas tubuh Theo.

“Aduh!”

“Di sini aja….” Dengan suara yang serak, Theo berucap tepat di telinga Felicia. Tangan kekar pria itu pun melingkar erat di pinggang Felicia, seolah tidak membiarkan wanita itu pergi malam ini.

***

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status