“Aku udah booking hotel. Let’s have s*x.”
Felicia menyatakan dengan berterus terang apa tujuannya menemui pria dari aplikasi kencan ini. Kali ini pasangan kencannya bernama Theo itu dan dia seumuran dengan Felicia, yaitu 27 tahun.
Sejujurnya, ini pertama kalinya buat Felicia mengajak tidur seorang pria. Pengalaman kencannya paling hanya makan di restoran atau menonton bioskop, hanya menjalankan kencan biasa. Dan semuanya pun tidak ada yang berhasil.
Jadi, ini mungkin sebagai peruntungan terakhirnya, setelah sang mama terus mendorongnya untuk menikah, atau akan dijodohkan dengan anak temannya.
Theo tampak tersedak minumannya sendiri. “Apa?”
“Kenapa kaget? Bukannya biasanya memang from Tunder to bed?” tanya Felicia.
Kali ini, Felicia tertarik dengan wajah dan penampilan pria bernama Theo ini dari foto yang tertera di aplikasi kencan online. Keterangan di sana juga menyebut kalau Theo seorang manajer pemasaran di suatu perusahaan.
‘Pria matang memang menantang!’ gumam Felicia sambil meneguk lagi minuman alkoholnya.
“Kayaknya kamu udah mabuk,” ujar Theo setelah membersihkan mulutnya. “Ayo pulang, rumah kamu di mana? Biar saya antar.”
“Aku nggak mabuk!” Felicia memang berseru seperti itu, tetapi tubuhnya terhuyung saat baru berdiri.
Felicia merasakan sebuah tangan kekar menopang pinggangnya saat itu. Ia menoleh, dan mendapati wajah Theo sangat dekat dengannya. Tanpa sadar, wanita itu tersenyum. Dari jarak sedekat ini, Theo memang sangat menawan.
Kulitnya bersih, dan sedikit kecokelatan. Hidungnya pun mancung, mirip pria-pria keturunan bule. Oh, ada satu yang paling menarik di mata Felicia.
Yaitu, bibir tebalnya yang sepertinya sangat manis itu.
“Hehehe….”
Felicia memang sudah gila. Ia hanya tertawa-tawa ketika Theo membawanya ke mobil, dan mendudukannya di kursi penumpang. Kepalanya sudah terasa ringan, dan tidak bisa berpikir jernih.
“Alamat kamu di mana?” Theo mengulangi pertanyaannya di bar tadi, sambil mengotak-atik ponsel. Mungkin membuka aplikasi peta.
Bukannya menyebutkan alamat rumah, Felicia malah menyebutkan lokasi hotel yang sudah di-booking olehnya. Katakanlah dia memang gila, tetapi pikiran tidak warasnya sungguh ingin memastikan Theo di ranjang.
Felicia tidak ingat pastinya bagaimana Theo membawanya sampai ke kamar yang ia booking. Ia hanya tahu pria itu merebahkannya di ranjang, membuka sepatunya, lalu menyelimutinya. Benar-benar tipikal pria gentleman.
“Mau ke mana? Hm?” Felicia menahan tangan Theo yang ingin beranjak begitu saja dari kamar itu.
Felicia menyeringai, sepertinya menyenangkan untuk menggoda pria yang tampak malu-malu seperti Theo. Ia beranjak dari atas kasur lalu mendekat ke arah Theo, dengan gilanya melepas pakaiannya sendiri sampai Theo melotot dibuatnya.
Felicia terus berjalan maju, sedangkan Theo berjalan mundur, hingga punggungnya membentur tembok. Felicia dapat melihat raut panik di wajah Theo,
Tetapi bukannya menjauh, Felicia malah semakin mendekat.
Theo menelan ludah. “Ja-jangan begini atau--”
“Atau apa?” bisik Felicia dengan suara serak-serak basah yang menggoda.
Felicia mengalungkan tangannya ke leher Theo, lalu berjinjit, hendak mencium bibir Theo. Pria itu tidak bergerak sedikit pun, yang membuat Felicia semakin tertantang.
Felicia melihat pria itu menelan ludahnya sendiri. Mata Theo yang berubah menjadi tajam itu menyusuri bibir dan dada Felicia. Wanita itu tersenyum, ingin kembali menggoda Theo.
Namun ia kalah cepat, karena pria itu sudah menggendong tubuh Felicia dan melemparnya ke kasur lebih dulu.
"Ap—"
Belum sempat Felicia bicara, Theo sudah lebih dulu membungkam bibir Felicia, menciumnya dengan ganas. Felicia kewalahan karena Theo melumat bibirnya tanpa ampun. Ciuman Theo terasa kaku, tapi begitu mendominasi dan berhasil membuai Felicia.
“S-stop! Sebentar!” Dengan panik, Felicia mendorong dada Theo. Sial sekali, padahal tadinya dia yang berniat menggoda Theo lebih dulu.
“Ini salahmu karena menggoda saya.” Theo menjawab sambil menciumi leher Felicia. Suaranya berubah menjadi serak karena terbakar gairah.
Felicia menahan napas ketika melihat Theo membuka bajunya sendiri dengan tergesa, kemudian kembali mencium bibirnya. Tangan Theo tak tinggal diam, bergerak meraba-raba tubuh Felicia.
Dari cara Theo membelainya, Felicia yakin kalau Theo adalah pria yang sudah berpengalaman. Ya, itu wajar saja mengingat umur Theo yang seumuran dengannya, pasti pengalaman Theo cukup banyak dengan para wanita ‘kan?
Pikiran Felicia buyar saat Theo merobek celana dalam tipisnya. Astaga, sepertinya pria yang satu ini sudah gila!
*
Felicia terbangun di pagi hari karena suara dering dari ponsel. Dia menoleh sejenak, menatap wajah tampan Theo yang masih tertidur pulas.
Felicia tersenyum mengingat pergulatan panas semalam. Untuk pengalaman pertamanya yang nekat, Theo bukan pasangan yang buruk. Ya walaupun, rasa sakit itu masih terasa sampai sekarang.
Felicia beranjak dari kasur dengan pinggang yang begitu nyeri. Ia melirik ke meja, ponsel yang terus berdering ternyata milik Theo.
Setelah memakai pakaiannya kembali, Felicia menghampiri meja dan hendak mengambil ponsel itu. Namun, dering teleponnya sudah mati lebih dulu.
“Dompetnya tebal amat,” gumam Felicia saat melihat dompet Theo yang tergeletak di atas meja.
Penasaran, Felicia mengambil dompet itu, lalu membukanya. Tenang saja, dia tidak berniat mencuri. Ia hanya penasaran, apa yang ada di dalam dompet pria matang, 27 tahun, yang bekerja sebagai manajer.
Dompet Theo berisi banyak uang tunai dan kartu-kartu. Mulai dari ATM, kartu kredit, SIM, sampai… black card?
Wow, sepertinya selain seorang manajer, Theo juga anak orang kaya.
Namun, saat akan meletakkan dompet itu kembali, Felicia malah salah fokus ke suatu benda yang terselip di antara kartu-kartu. Felicia mengambil sebuah kartu dan detik setelahnya, mata Felicia melotot.
“I-ini … Kartu Tanda Mahasiswa?!”
***
Felicia memekik kaget dan refleks menjatuhkan dompet Theo. Ia pun menutup mulutnya sambil melirik ke arah Theo yang masih terlelap.‘I-ini… tidak mungkin kan?’Dengan panik Felicia mengambil KTM itu sambil berharap kalau Theo adalah mahasiswa S2, bukan S1 yang masih bocah. Namun, saat Felicia melihat keterangan di KTM itu …“Theodorus Leonell Wijaya, mahasiswa S1, jurusan Manajemen!” pekik Felicia tertahan,.Felicia menatap tanggal lahir yang tertera di kartu tanda mahasiswa milik Theo. Astaga, ternyata umur Theo baru dua puluh satu tahun! Theo enam tahun lebih muda dari Felicia!“A-aku tidur dengan berodong?!”Felicia seketika merasa tertipu. Kakinya langsung lemas, dan hampir terjatuh kalau tangannya tidak memegang tangan sofa lebih dulu. Ini gila!‘Aku merelakan keperawananku untuk bocah 21 tahun?! Gila kamu, Feli!’ Tidak, hubungan ini harus segera diselesaikan. Felicia tidak mau bermain-main cinta dengan bocah ingusan yang 6 tahun lebih muda darinya. Ia mencari suami, bukan beron
Felicia buru-buru melepaskan jabat tangannya dengan Theo. Sepertinya dia sudah tidak waras, bisa-bisanya dia malah terpikirkan hal mesum!“Anak magang dibimbing sama asisten manajer Felicia ya. Kalau ada pertanyaan bisa ke dia,” kata sang manajer.Sontak, Felicia melotot. Dia harus membimbing anak magang yang di dalamnya ada Theo? Tidak!“Tapi, Pak—”Felicia langsung menghentikan ucapannya saat melihat atasannya, menatapnya sambil tersenyum. Felicia paham maksud tatapan dan senyum manajernya itu, tandanya beliau tidak mau ditolak. Pasrah, akhirnya Felicia diam dan menerima. “Baik, Pak.”Felicia menghela napas ketika atasannya itu keluar dari ruangan. Ia memang sudah pernah mendengar soal anak magang ini, tapi tidak pernah tahu kapan mereka datang. Apalagi soal Felicia yang menjadi penanggungjawabnya.“Kalian, ikut saya,” perintah Felicia setelahnya kepada anak magang.Felicia mengajak mereka memutari ruangan sambil menjelaskan beberapa hal, termasuk aturan dan apa saja yang harus dik
Felicia memijat keningnya, kepalanya berdenyut. Dia merasa stres setelah kedatangan Theo di tempat kerjanya, bahkan di akhir pekan seperti ini juga dia masih pusing.Bagaimana tidak? Theo terus mengganggu Felicia, baik itu di tempat kerja maupun saat Felicia sudah tiba di rumah. Saat di tempat kerja, Theo sering mengikuti Felicia seperti anak ayam yang mengekori induknya. Sedangkan saat di rumah, Felicia sering mendapatkan chat dan telepon tidak penting dari Theo. Ini karena Felicia sudah membuka blokiran nomor Theo.“Makanya cari pacar biar nggak pusing lagi. Seenggaknya pacar bisa menghiburmu,” ucap Fani, teman Felicia.Saat ini Felicia sedang berada di café milik suami Fani, tempat biasanya Felicia nongkrong dan bertemu dengan teman-temannya.“Pacar….” gumam Felicia. Dia hendak kembali bicara, tetapi terhenti saat mendengar suara langkah kaki yang mendekat dari arah belakang.“Hai, Bu Feli,” suara berat itu seketika membuat Felicia menegang di tempatnya. “Atau seharusnya saya pan
“Serius, Pak?!” pekik Diana dengan mata melotot.Tak hanya Diana yang kaget, Felicia dan yang lainnya juga.Sang manajer kembali berbisik-bisik, “Iya, tapi saya nggak tahu anaknya yang mana. Makanya kalian perlakukan para anak magang dengan baik, jangan macam-macam. Dan saya perlu kasih kesan baik, jadi kita adakan makan malam buat menyambut mereka.”Felicia dan rekan-rekan kerjanya mengangguk paham masih dengan raut kaget. Benarkah ada anaknya sang pemilik perusahaan? Felicia jadi penasaran.Mereka mulai menduga-duga siapa anak magang yang dimaksud sang manajer. Apakah pria atau wanita? Siapa namanya? Dan dugaan lainnya.“Kalau menurutku, anaknya Pak Martin cewek yang itu.” Salah satu karyawan menunjuk seorang perempuan di antara anak magang.Perempuan yang dimaksud bernama Sophia. Ia memang tampak paling mencolok di antara anak magang yang lain. Ia juga yang terlihat paling supel di hari pertama, bahkan memberikan kukis kepada para senior di hari kedua. Belum lagi barang-barang yan
“Theo! Lepas! Nanti dilihat orang lain!”Felicia berseru sambil berusaha melepaskan tangan Theo yang membelit pinggangnya. Namun, sialnya, pelukan Theo amat kuat. Astaga!“Felicia… temani aku. Jangan pergi, please…” mohon Theo, bahkan pria itu mulai menggesekkan kepalanya di perut Felicia, persis seperti anak kucing.Felicia menganga saat melihat Theo mengerjapkan mata dengan tampang sok imut, setelahnya pria itu mengerucutkan bibirnya. Pria ini sedang apa sih? Ia akui Theo memang menggemaskan, tetapi hanya sesaat!“Saya nggak bisa melupakan kejadian waktu di hotel, nggak bisa!”Wajah Felicia rasanya baru dilempar bara api, panas sekali. Mendadak tubuhnya kaku, bahkan untuk mendorong Theo kembali saja tidak mampu.“Saya ingat terus ‘rasa’ Felicia gimana—hmp!”Khawatir ada orang lain yang mendengar racauan gila Theo, Felicia bergegas membungkam mulut Theo dengan tangannya. Jangan sampai Theo mengoceh sesuatu yang berbahaya!“Ssttt! Diam, Theo!” desis Felicia tajam.Theo mengangguk patu
“Lepas, The! Saya harus pergi!”Sayangnya, Theo tak menggubris. Ia memejamkan mata dan memeluk Felicia sambil mencari posisi yang nyaman. Sedangkan Felicia kesulitan ketika mencoba melepaskan tangan Theo yang membelit tubuhnya.Felicia menghela napas pada akhirnya, berniat membiarkan Theo seperti ini hanya sekitar sepuluh menit. Namun, ia yang lelah malah berakhir terpejam.Mereka sama-sama ketiduran.Itu adalah malam yang melelahkan, tapi anehnya Felicia bisa tidur dengan nyenyak. Kasur yang ia tempati terasa sangat hangat dan nyaman. Bahkan selimutnya bisa membelai pipinya dengan lembut.Tunggu!M-membelainya?Felicia membuka matanya lebar-lebar. Wajah Theo yang sedang mengerjapkan mata, lalu tersenyum hangat menjadi pemandangan pertama.Namun, bukan itu masalahnya. ‘Sejak kapan aku berada di pelukan pria ini?!’“AAAA!” Felicia refleks mendorong tubuh Theo. “Apa yang kamu—”Seketika, ia teringat dengan kejadian tadi malam. Astaga, bisa-bisanya ia berakhir ketiduran di kasur Theo!F
Entah mengapa Felicia merasa lemah setiap kali mendengar permohonan Theo, seperti malam tadi saat Theo memeluknya. Pagi ini pun ia membiarkan Theo memeluknya seperti ini selama beberapa saat.Felicia hanya diam, tak bicara dan tak juga membalas pelukan Theo. Namun, ia merasa waswas karena ini di tempat umum, bagaimana kalau ada karyawan lain yang melihat? Mata Felicia pun terus bergerak ke sana kemari mengawasi sekeliling.“Theo, sudah atau belum?” tanya Felicia.“Belum,” jawab Theo.Theo masih memeluk Felicia dari belakang, dan kini malah mengeratkan pelukannya sambil menumpukan dagunya di puncak kepala Felicia lantas mengendus bau harum rambut Felicia.“Tadi katanya cuma sebentar.” Felicia sedikit menoleh ke belakang.“Satu menit lagi,” tawar Theo, kembali menenggelamkan kepalanya di ceruk leher Felicia.Felicia menghela napas. Sekali lagi, ia begitu lemah dengan suara lembut pria ini. 'Baiklah, hanya satu menit lag.'Eratnya pelukan Theo membuat Felicia dapat merasakan otot tubuh T
Pria itu memang terlihat sangat menawan. Tubuhnya terlihat kokoh dan tinggi, seperti aktor-aktor Amerika yang sering Felicia tonton. Walaupun terdapat kumis tipis, tapi itu tidak mengurangi ketampanannya. Malah membuat aura wibawa itu semakin kuat.Kalau dibandingkan Theo... mungkin berbeda.Marcell memiliki tatapan mata yang kuat dan tajam, seperti predator yang siap memangsa Felicia. Senyumnya terasa penuh kemisteriusan, berbeda dengan Theo yang seperti anak anjing. Namun biar begitu, Felicia tidak merasa nyaman.Untungnya perkenalan berlangsung singkat, jadi Felicia bisa kembali ke tempatnya dan mulai fokus pada pekerjaannya.Sekitar satu jam kemudian, Felicia beristirahat sejenak dan hendak mengambil minum. Ketika ia tanpa sengaja menoleh ke arah Marcell, rupanya pria itu sedang memandangnya. Astaga, jangan bilang Marcell masih memperhatikannya sejak tadi?Felicia membatin, ‘Apa mungkin dia tertarik sama aku?’Karena sedang diperhatikan, Felicia pun batal mengambil minum. Ia duduk
Tahun pertama memimpin perusahaan tidaklah mudah. Tapi, Theo merasa beruntung karena didampingi oleh orang-orang yang baik yang mau membantunya. Untungnya, tak ada yang seperti Martin dalam memperlakukannya.Saat laporan keuangan kuartalan dirilis, laba bersih perusahaan yang mulai dipimpin oleh Theo turun sampai lebih dari sembilan persen, dan itu sempat membuat Theo tertekan. Meskipun bawahannya banyak yang menenangkannya, tapi Theo tetap kepikiran.“Nggak masalah, Pak Theo. Turun sembilan persen juga nggak terlalu besar untuk Pak Theo yang baru pertama kali menjabat,” ucap Brandon—sekretaris Theo.Theo menatap sekretarisnya yang sekarang itu, si Brandon. Dia direkomendasikan oleh sekretaris Martin, masih muda, dan merupakan adik dari sekretaris Martin. Sedangkan sekretaris Martin sudah ditempatkan di posisi lain yang tak kalah penting.“Tapi ini berdampak ke harga saham yang langsung anjlok,” sahut Theo. Saat ini dia sedang menatap grafik saham perusahaannya yang berada di fase down
Setelah mendengar cerita sekretaris Martin, Theo langsung mengusir pria itu. Theo takut lepas kendali dan emosi lalu menghajar sekretaris Martin, jadi lebih baik dia suruh pria itu pergi secepatnya.Selepas kepergian sekretaris Martin, Theo melemas, dia jatuh terduduk di sofa. Menunduk, dia mengusap wajahnya sambil menahan tangis.Felicia turut duduk di sebelah Theo, dia meraih tubuh Theo ke dalam pelukan, diusapnya lembut punggung Theo.“A-aku nggak nyangka, Mama …” Theo mulai terisak. Dia sedih membayangkan Mama kandungnya mengalami banyak penderitaan, bahkan meninggal karena diracun oleh Regina.Felicia tak sanggup berkata-kata, dia pun turut merasakan sedihnya. Sebagai istri Theo, dia hanya bisa terus mendekap Theo dan membiarkan Theo menumpahkan tangisnya.Namun, di saat kebenaran terungkap seperti ini, sayang sekali sang pelaku telah tiada. Regina bisa saja dipenjara atas perbuatannya kepada Mama kandung Theo, tetapi Regina telah meninggal.“Mama pasti menderita selama ini,” cic
“A-apa? Jangan bercanda!” seru Theo.Suara keras Theo mengejutkan semua orang, termasuk para tamu. Felicia juga merasa kaget, dia pun mengajak Theo untuk pergi dari keramaian bersama dengan sekretaris Martin yang mengikuti.“A-apa maksud ucapan anda tadi?” tanya Theo masih dengan raut kagetnya.Di sebelahnya, Felicia menggenggam tangan Theo, menguatkan Theo.“Saya nggak bercanda, Papa anda dan Mama tiri anda telah meninggal dunia,” jawab sekretaris Martin dengan raut sedih dan lelah yang tercetak jelas di wajahnya.Theo memang membenci Papanya, sangat. Tapi, kabar mendadak seperti ini tentu saja mengejutkannya.Sekretaris Martin lantas menjelaskan bahwa Martin telah mengetahui kabar pernikahan Felicia dan Theo. Martin berniat mencegatnya. Dan Regina pun mengikuti, berada dalam satu mobil yang sama dengan Martin.Namun, nahas, karena terlalu mengebut dan terburu-buru kemari, Martin dan Regina pun mengalami kecelakaan dan meninggal di tempat.“Saat ini jenazah Pak Martin dan Bu Regina m
Sulit bagi orang tua Felicia untuk menerima kenyataan yang baru saja terjadi. Karena itulah mereka butuh waktu untuk mencerna dan menenangkan diri, begitu juga dengan William yang sejak tadi lebih banyak marah.Sekarang tinggallah Theo dan Felicia berdua di ruang tamu. Semua orang meninggalkan mereka usai terkejut.“The, apa ini akan baik-baik aja?” tanya Felicia dengan gurat kekhawatiran yang terlihat jelas di wajahnya.Theo mengangguk dengan senyum menenangkannya, ia meraih tangan Felicia, menggenggamnya, kemudian mengecup punggung tangannya.“Ya, kamu nggak perlu khawatir,” jawab Theo.Felicia membalas genggaman tangan Theo.“Soal Papamu … gimana?”Senyum Theo luntur seketika. “Papa pasti sedang sibuk mencariku di luar negeri. Nggak lama lagi pasti ketahuan kalau aku ada di sini. Karena itulah aku ingin menikahimu secepatnya, sebelum Papa muncul.”Felicia mengangguk.Tak lama, Marcell kembali ke dalam. Felicia langsung tersenyum kepada Marcell.“Marcell, makasih udah turut bicara d
"Aku …”Felicia masih tampak ragu.“Please,” mohon Theo.Felicia mendongak, menatap wajah Theo yang terlihat semakin dewasa. Namun, sorot mata Theo tak berubah, sorot mata itu yang selalu meluluhkannya setiap kali Theo membujuknya.“Tapi, kamu tahu kan? Aku udah tunangan sama Marcell, udah mau nikah,” ucap Felicia.“Kalau kamu setuju, ayo kita bicara bareng ke Pak Marcell dan keluargamu. Ganti pengantin prianya jadi aku, aku siap menikahi kamu,” tegas Theo.Felicia nyaris melongo. Apa Theo serius? Sekarang ini Theo seperti sedang melamarnya saja.Felicia hendak bicara, tapi teringat kalau ia harus berangkat kerja, dan tak lama lagi adiknya serta orang tuanya akan keluar rumah.“Kita bicarakan lagi nanti malam,” kata Felicia.Theo mengangguk, terpaksa ia melepaskan tangan Felicia.*Malam harinya, Theo kembali mendatangi rumah Felicia, berdiri di depan gerbang. Ketika Felicia muncul, tiba-tiba Felicia menarik Theo berjalan pergi agak jauh dari rumahnya.Saat berhenti melangkah, tiba-ti
Felicia meremas nampan di tangannya. Ia menahan diri untuk tidak menangis melihat sosok Theo yang sudah lama tidak ditemuinya, dan menahan diri sekuat tenaga untuk tidak berlari menghambur ke dalam pelukan Theo.Pikir Felicia, Theo sudah melupakannya. Tak pernah sekalipun Theo memberi kabar, dan ia dibuat khawatir selama bertahun-tahun. Tapi, ternyata Theo masih baik-baik saja.“Kenapa kamu diam aja di situ? Kamu nggak lihat kalau di rumah saya sedang ada acara? Kamu bisa pergi sekarang,” usir Felicia sambil menatap tajam Theo.Theo membuka mulut, tapi menutupnya kembali. Ia amat terkejut sampai lututnya terasa lemas. Susah payah ia berjuang untuk kabur, mengumpulkan uang, untuk menemui Felicia, tapi respon Felicia malah begini.Marcell yang tak menyangka respon Felicia akan begitu pun merasa kasihan kepada Theo.“Feli, jangan begitu, Theo juga tamu,” kata Marcell sambil tersenyum untuk mencairkan suasana. “Biarkan Theo masuk dan duduk di dalam.”Felicia tak merespon, ia memalingkan p
Flashback, sebelum kedatangan Theo.Setelah usaha Felicia tak membuahkan hasil untuk menemukan Theo, Felicia tak menyerah sampai di situ.Setiap hari, tak terlewat satu hari pun, Felicia akan mencoba menghubungi nomor Theo. Tapi, hasilnya nihil, seolah nomor Theo tak aktif lagi atau mungkin Theo sudah ganti nomor.Dan, setiap ada kesempatan, Felicia akan menemui Martin untuk meminta diberitahu lokasi Theo. Namun, Martin masih tutup mulut.Ketika satu tahun berlalu dan ia masih saja menemui Martin, tampaknya Martin emosi dan langsung mengusirnya begitu ia muncul di depan pintu ruangan CEO.Rasanya … Felicia seperti akan gila. Ia begitu putus asa, tak tahu lagi di mana keberadaan Theo, seperti apa kondisi Theo, dan hanya bisa menerka-nerka selama satu tahun.Felicia mulai berubah, menjadi lebih pendiam, dan tak lagi fokus pada pekerjaannya. Dan, satu-satunya yang memahami kemungkinan penyebab Felicia menjadi seperti itu adalah Marcell.“Feli, kamu butuh bantuan?” tanya Marcell.Felicia m
2 tahun kemudian.Perkiraan Theo meleset.Theo mengharapkan bisa lulus hanya dengan menghabiskan waktu satu semester alias enam bulan. Namun, ternyata ia tak bisa. Akhirnya, ia baru lulus setelah satu tahun meneruskan kuliah di Inggris.Dan, rencana Theo untuk kabur belum matang.Theo merasa tidak bisa menemui Felicia hanya berbekal ijazah, ia ingin menjadi pria keren yang sudah berpengalaman dan nantinya bisa langsung mencari kerja saat di Indonesia. Jadi, Theo menyempatkan untuk bekerja di Inggris selama satu tahun.Setelah mendapatkan pengalaman kerja sekaligus mengumpulkan uang, Theo sudah siap untuk kembali ke Indonesia. Ia akan langsung mengajak Felicia menikah, entah bagaimanapun caranya.Meskipun sudah dua tahun tak saling bertukar kabar dan tak bertemu, Theo yakin perasaan Felicia masih sama untuknya. Dan, ia yakin Felicia pasti masih setia menunggunya.“Pak Martin baru saja menghubungi, beliau berkata akan berkunjung besok,” beri tahu salah satu bodyguard.Theo hanya mengang
Felicia masih mematung di tempat usai mendengar perkataan Sophia, rasanya dunia di sekelilingnya seperti berhenti berputar.Harus ke mana ia mencari Theo?Sophia memperhatikan Felicia sekilas.Sophia masih menaruh rasa tak suka pada Felicia karena merasa Theo direbut oleh Felicia, padahal ia yang lebih dulu menyukai Theo. Namun, sekarang, melihat Felicia tampak syok sampai terdiam lama seperti itu jadi membuat Sophia sedikit iba.Ya, hanya sedikit, ia tidak ingin peduli pada orang seperti Felicia yang sempat dibencinya.Maka, tanpa bicara apa pun lagi, Sophia berjalan pergi dari hadapan Felicia.“Theo …” gumam Felicia dengan suara bergetar menahan tangis.Felicia rasanya sulit untuk melangkah sekarang, jadi ia memutuskan untuk duduk sejenak. Ia tak tahu harus bagaimana setelah ini, apa Theo benar-benar pergi meninggalkannya tanpa kabar? Tapi, kenapa? Alasannya apa?Tunggu, Martin!Felicia terbelalak ketika menyadari soal Papa Theo. Bisa saja ini ulah Martin yang ingin memisahkannya de