Beranda / Romansa / Holding On To You / 5. Cerita-Cerita

Share

5. Cerita-Cerita

Penulis: Yellowflies
last update Terakhir Diperbarui: 2021-06-05 05:41:18

Grazian dan Merona sampai di Bogor saat malam. Mereka menginap di salah satu hotel, sebelum kemudian pagi-pagi mereka check out. Tujuan mereka adalah salah satu pemakan di kawasan Bogor, di sinilah mereka sekarang. Di pemakan yang sepi tanpa sempat sarapan.

Merona terlahir kembar hanya saja kembaran Merona meninggal ketika lulus SMP dahulu. Namanya Pelangi, nama yang terukir di batu nisan tepat di sebelah makam kosong atas nama Merona Jingga. “Maaf ya karena aku udah buat kamu meninggal, sekarang rasa memang pantas kalau mama dan papa anggap aku sudah meninggal juga.”

Grazian yang duduk di sisi Merona nampak tidak peduli dengan apa yang Merona lakukan. Lelaki itu sibuk membalas pesan-pesan manis yang dikirimkan oleh para jajaran kekasihnya. Bagi Grazian itu rasanya sangat menyenangkan. Membuat gadis-gadis itu melambung lalu setelah bosan dia putuskan hubungan. Dua atau tiga hari, paling lama sebulan.

“Zian, aku lagi sedih kok kamu malah senyum-senyum gitu?” tanya Merona kesal akan tingkah lelaki itu.

“Apaan sih Roo, ganggu orang aja deh.” Grazian memasukkan ponselnya ke saku celana. Mata hitamnya menatap Merona. “Lagian ngapain sih kamu sedih-sedih begitu? Orang tua kamu juga enggak peduli kamu masih hidup. Buat apa ditangisin, mendingan sekarang kita cari sarapan. Aku lapar.”

“Kamu rese kalau lapar, Zian.”

“Nah, itu tahu.” Grazian menarik tangan Merona meminta gadis itu segera beranjak dari sana. “Kamu enggak butuh mereka. Kamu hanya butuh aku.”

Merona berjalan bersisian dengan Grazian, menatap tautan tangan mereka. “Tapi, aku tetap saja ingin dianggap anak sama orang tua aku sendiri. Dibuang menyakitkan Zian.”

“Ya dan aku tahu rasanya maka dari itu aku enggak akan merengek menangisi mereka yang enggak ingin aku ada.”

Sampai di mobil Grazian mempersilahkan Merona masuk. Tujuan mereka sekarang adalah mencari sarapan lalu kembali ke Jakarta. “Orang tua kita aneh ya? Punya anak dibuang, dianggap mati padahal di luar sana banyak para orang tua yang ingin punya anak.”

“Gak usah bahasa masalah itu Roo, aku jadi lapar banget nanti. Bisa-bisa kamu yang aku makan.”

Merona terkekeh mendengar penuturan Grazian dengan kesalnya. “Ya udah kalau gitu kita cari sarapan.”

Merona dianggap mati oleh keluarganya sendiri karena sudah menjadi penyebab kematian Pelangi. Hari itu mereka baru saja dinyatakan lulus Sekolah Menengah Pertama. Merona ingin ikut dengan teman-temannya untuk merayakan kelulusan mereka dengan turun ke jalan padahal orang tuanya melarang keras tapi, Merona merasa bahwa itu adalah momen yang tidak bisa diulang. Merona lalu memaksa Pelangi ikut serta tanpa tahu bahwa maut sudah menunggu mereka.

Menaiki pick up milik salah satu teman sekolahnya, Merona dan Pelangi ikut berdesakan di belakang. Sorak sorai riang terdengar berubah menjadi jeritan menyakitkan ketika mobil berisi bahan bakar menubruk mereka dari depan hingga berguling ke jurang, lalu terjadi ledakan. Cepat tanpa tahu siapa yang selamat dan terbakar. Merona sendiri terlempar jauh jatuh ke rerumputan. Samar-samar matanya menangkap kobaran api yang melahap pick up hitam yang dinaikinya.

Saat membuka mata tiga hari pasca kecelakaan itu Merona ditampar keras oleh ayahnya. Dituding menjadi penyebab kematian Pelangi. Merona terpukul karena kembarannya menjadi salah satu korban tak selamat, lebih terpukul lagi karena hanya dirinyalah satu-satunya yang selamat dari tabrakan maut itu. Pelangi yang menjadi kebanggan keluarga harus pergi terlalu cepat. Keluarga Merona tak siap akan hal itu.

Setetes air mata jatuh membasahi pipi Merona ketika ingatan itu muncul tepat saat mobil yang dinaikinya melintasi jalan yang menjadi saksi kecelakaan yang merenggut lebih dari dua puluh nyawa itu. Grazian melirik Merona, dia tahu benar setiap kali melewati jalan itu Merona pasti akan teringat kisah pilunya.

“Roo, bubur ayam mau enggak?” tanya Grazian.

“Boleh deh.” Balas Merona mengusap air matanya. Dia sedikit bergeser untuk bisa merangkul lengan Grazian dan menyandarkan kepalanya di pundak lelaki itu. “Sebentar aja, Zian.”

Grazian membiarkan Merona mengambil dirinya sesaat.

****

Grazian benar-benar brengsek tiada tanding, setelah mengantar Merona pulang lelaki itu langsung pergi untuk menemui salah satu pacarnya yang entah keberapa. Teman kencannya banyak tinggal pilih mau yang mana. Hari ini pilihan Grazian jatuh pada salah satu teman sekelas Merona yaitu si anak wakil menteri kesehatan—Erika. Duduk di salah satu kafe yang menyediakan aneka macam camilan dan juga kopi, mereka benar-benar terlihat serasi.

Rupa Grazian yang mendekati sempurna disandingkan dengan Erika yang mempunyai wajah pribumi. Manis nan lembut. Malu-malu setiap kali Grazian memandangnya. Bisa Grazian tebak kalau Erika adalah gadis yang belum pernah pacaran. Gelagatnya benar-benar lucu di mata Grazian. Tidak seperti kebanyakan gadis yang mendekatinya.

“Biar aku tebak kamu pasti belum pernah pacaran kan?” tanya Grazian dengan mata yang tajam memandang Erika.

Sambil menunduk malu gadis itu menggeleng. “Belum pernah. Selama ini aku hanya fokus ke pendidikan.”

“Terus kenapa sekarang ngajak aku pacaran?”

“Em… penasaran aja sama…..”

Byur!

Mata Erika membola kaget tak percaya dengan apa yang dilihatnya. Seorang Grazian untuk pertama kalinya disiram oleh mantan kekasihnya di muka umum dengan secangkir kopi yang dipesannya sendiri. Kini semua mata tertuju pada meja Grazian dan Erika, juga gadis yang baru semalam Grazian putuskan lewat pesan singkat.

“Brengsek ya kamu! putusin aku gitu aja ternyata kamu udah ada yang baru!”

Grazian terkekeh sambil mengambil tisu dari meja untuk mengelap wajahnya yang basah dan lengket. “Setiap menit juga selalu ada yang baru. Tahu kan peraturannya kalau jadi cewek gue. Eh? Lupa sekarangkan udah jadi mantan.”

See? Betapa brengseknya seorang Grazian.

“Aku salah apa sih? Perasaan selama ini aku kasih banyak hal buat kamu. Aku korbankan hal paling berharga buat kamu tapi, kamu?! kamu dengan kejam putusin aku gitu aja!”

Grazian mengangkat bahunya. “Gue enggak pernah paksa lo buat ngasih apapun ke gue. Lo sendiri yang suka rela, ingat?”

Benar memang bahwa Grazian tidak pernah memaksa lawan kencannya tapi, tetap saja tindakan Grazian di mata para perempuan adalah salah. “Aku harus bilang apa sama mama kalau kita putus?”

“Dih?! Emang itu masalah gue? bukan kali!”

“Tapi, aku udah terlanjur bilang kalau kamu mau menikahi aku!” teriak gadis itu frutasi di depan wajah Grazian.

“Gue enggak ada janjiin apapun ke lo atau ke pacar-pacar gue yang lainnya. kaliannya aja para cewek yang baper!”

Erika yang menyimak dengan baik itu jadi ragu-ragu untuk melanjutkan hubungannya dengan Grazian. Cara lelaki itu memperlakukan seorang perempuan jauh dari ekpektasi Erika. “Grazian kamu kok ngomongnya gitu?” tanya Erika kesal.

“Kenapa? Takut diperlakukan sama? Ya udah kita enggak usah pacaran. Cewek masih banyak. Bukan cuma kalian aja.” Kata Grazian lalu meninggalkan kafe begitu saja sambil bersiul tak peduli dengan tatapan beberapa orang.

Salah satu pengunjung berkomentar. “Orang ganteng bebas mau ngapain aja.”

Garazian tersenyum manis sambil mengedipkan mata pada sekumpulan gadis yang dilewatinya. Super duper brengsek tapi, kejadian hari ini benar-benar membuat Grazian kesal. Jaket kesayangannya harus kotor oleh kopi. Keluar dari kafe Grazian memilih kembali ke apartemennya. Dia butuh Merona untuk meredakan rasa kesal di hatinya.

Memacu motornya dengan cepat membelah jalanan ibu kota. Saat melewati sebuah warung yang biasa digunakan untuk tempat anak-anak motor, Grazian menghentikan motornya di sana. Menatap pada sekumpulan anak-anak muda berseragam sekolah menengah atas. Kehadiran Grazian disapa hangat oleh mereka.

“Bang, balap lagi kuy! Nanti malem anak-anak mau lawan Rondhe.” Tutur salah satu dari mereka.

“Terus kalian siapa yang turun?”

Lelaki kurus yang tadi mengajak Grazian bicara menunjuk seseorang di dalam warung yang tengah makan bakwan. “Si Genta, bang.”

Grazian tertawa. Lantang suaranya memanggil Genta. “Udah sembuh lo?!”

Genta keluar dengan cengiran khasnya. “Cuma ditusuk bang, bukan digorok.” Genta lalu memperhatikan penampilan Grazian. “Kenapa tuh baju? Kotor banget lo kayak habis nyemplung di got.”

“Tai lo! Malem gue pantau, kalau lo menang gue ajak ke sirkuit bulan depan.”

“Ada bayarannya enggak?” tanya Genta.”

“Ada lima puluh juta.”

“Yes! Gue pastiin malam ini menang.”

Grazian kembali menarik gas motornya dan melesat meninggalkan sekumpulan remaja yang pernah dia selamatkan saat mereka tawuran dua tahun yang lalu. Mereka melihat sendiri betapa hebatnya Grazian mengalahkan musuh-musuh mereka. Sejak saat itu mereka langsung saja menjadikan Grazian panutan. Kalau kata Merona ya wajar saja sebab mereka sesama kaum brengsek menjadikan Grazian sebagai panutan.

Bab terkait

  • Holding On To You   6. Sisi Manja

    Grazian melempar jaketnya yang kotor secara asal ke sofa dan Merona melihat itu. Kesal memang tapi, gadis itu sedang tidak ingin berdebat. “Roo tadi aku disiram sama mantan yang enggak tahu keberapa. Jaket aku yang dari kamu jadi kotor." Katanya mengadu pada Merona.“Bagus deh, itu artinya mantan kamu itu lebih punya otak dibanding cewek-cewek kamu yang lainnya.”Tanggapan Merona membuat Grazian jadi kesal dan cemberut. Lelaki itu memeluk Merona dari samping. “Kok tega sih ngomongnya? Aku enggak suka ya kamu kayak gitu sama aku.”“Iiih! Zian lepas! Itu baju kamu kotor, rambut kamu juga tuh bau kopi!”"Enggak mau," Grazian semakin mengeratkan pelukannya. "Minta maaf dulu Roo karena kamu udah ngomong enggak sopan sama aku barusan."Merona menghela nafas. Tugasnya masih banyak jika tidak menuruti kemauan Grazian maka lelaki itu tidak akan melepaskannya. Sebagai makhluk waras Merona lebih memilih mengalah.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-06
  • Holding On To You   7. Bad Grazian

    Ada banyak pelarian yang bisa diambil untuk melepaskan penat, marah dan segala emosi. Sayangnya tak semua mengambil tempat pelarian yang tepat. Grazian salah satunya yang memilih menjadi nakal untuk melepaskan emosinya walau dia tahu tak pernah ada yang selesai dari jalan yang dipilihnya.Semakin malam semakin ramai jalanan di tepi kota yang akan menjadi arena balap dadakan. Sekumpulan muda-muda membentuk dua kelompok di sisi kiri dan kanan jalan. Mendukung jagoan mereka masing-masing. Grazian sendiri tentu lebih mengandalkan Genta siswa SMA yang nasibnya hampir sama dengan Grazian. Punya orang tua tapi, terasa yatim piatu.Gadis-gadis berpakaian seksi, celana pendek yang dipadu dengan tangtop ketat. Satu dari mereka bergelayut manja di lengan Grazian. Tidak tahu siapa namanya tapi, Grazian menikmati ketenarannya di antara para gadis. Membiarkan satu dari mereka menciumnya atau memberikannya minum. Grazian tidak turun ke jalan dia hanya akan mengawasi Genta Ja

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-07
  • Holding On To You   8. Merona

    Merona cemberut ketika Grazian memintanya mengantar lelaki itu ke perbatasan ibu kota menuju Heaven Hill salah satu pemakaman elit tempat dimana neneknya tidur tenang di sana. Selepas kelas Merona selesai Grazian langsung menghubungi gadis itu dan memintanya ke parkiran. Sekarang keduanya dalam perjalanan dengan Merona yang menjadi supirnya. Grazian? dia tidur di kursi sebelah sambil melipat tangan dan sandaran kursi yang direndahkan.“Dari sekian banyaknya hotel, mall dan rumah makan yang kakek punya kenapa kamu mintanya ketemu di pemakaman?” tanya Merona kesal. Tak habis pikir dengan jalan pikiran Grazian.“Kan sekalian ketemu nenek juga, sayang.”“Tapi, ini udah sore Zian. Bisa-bisa kita pulang kemaleman, aku ada tugas.”Grazian membuka matanya sebentar untuk melihat Merona yang menggerutu sambil mengendalikan kemudi mobil. “Fokus aja ke jalan Roo, ngocehnya nanti kalau udah sampai.”Sedan

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-07
  • Holding On To You   9. Edelweiss

    Grazian membawa Merona jalan-jalan di salah satu pusat perbelanjaan untuk membeli makanan yang akan dibawa Merona saat kunjungan ke rumah sakit jantung esok hari. Langkah kaki Merona membeku ketika pandangan matanya menangkap sosok orang tuanya tengah berjalan menggandeng seorang anak kecil lelaki berusia tiga tahun dan ayahnya mendorong kereta bayi. Senyum jelas terlihat di wajah mereka. Lain halnya dengan hati Merona yang merasa dilupakan oleh orang tuanya sendiri.Grazian menyadari hal itu lantas menarik pundak Merona berniat membawa gadis itu menjauh dari hal yang menyakitinya tapi, Merona tak mau menurut. “Aku ingin mereka lihat aku, Zian.”“Roo, itu hanya akan menyakiti kamu. Ayo!”Tapi, Merona berjalan menghampiri. Grazian menghela nafas pada akhirnya memang Merona harus dibiarkan melihat kenyataan. Lelaki itu berjalan mengikuti Merona yang sudah berdiri di hadapan kedua orang tuanya. Mereka langsung berhenti melangkah begitu melih

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-08
  • Holding On To You   10. Hadiah Kecil

    Merona ingat saat dirinya kecil dahulu, ketika merayakan ulang tahunnya bersama Pelangi. Ingatan yang pada akhirnya membawa perih, sebab sejak kecil selalu Pelangi yang didahulukan. Saat Merona meminta kue ulang tahunnya bertema unicorn tapi, yang ada hanya kue ulang tahun yang Pelangi mau dengan tema princess Disney Land. Merona mengalah saat ayahnya bilang kalau Pelangi sedang sakit.Bahkan pernah beberapa kali Merona tidak mendapat gaun ulang tahun dan juga hadiahnya. Bertahun-tahun hal itu terjadi sampai Merona tidak lagi merengek ini dan itu pada orang tuanya. Merona pendam sendiri sakit hatinya saat dibanding-bandingkan dengan Pelangi yang penurut, Pelangi yang cerdan dan Pelangi yang manis. Bahkan keluarga besarnya lebih suka Pelangi dibandingkan dirinya.Hal yang kemudian Merona syukuri adalah dirinya yang tak memiliki wajah serupa dengan Pelangi. Mereka bukan kembar identik yang sama persisi, hanya pada mata dan garis wajah saja yang serupa.

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-08
  • Holding On To You   11. Pusat Perhatian

    Jika Merona tengah serius mendengarkan dan memperhatikan hal-hal apa saja yang dijelaskan oleh dokter yang membimbing kelompoknya di rumah sakit jantung maka, lain halnya dengan Grazian yang kini tengah memamerkan kehebatannya bermain basket sembari bertelanjang dada memberikan tontonan gratis untuk kaum hawa yang memekik memujanya. Semakin heboh teriakan mereka setiap kali Grazian berhasil menggiring bola basket masuk sempurna ke dalam ring. Terasa semakin seksi ketika lelaki itu mengelap peluhnya dengan punggung tangan, lalu menyugar rambutnya hingga keningnya terlihat membuat jantung para gadis berdebar-debar ingin mendaratkan satu kecupan manis di atas kening mulus itu. Grazian tentu saja menikmati popularitasnya, bahkan melemparkan kedipan genit pada sekumpulan gadis yang berdiri di pinggir lapangan setelah berhasil melempar kembali memasukan bola ke dalam ring. “Aaah! Grazian main mata ke gue!” pekik salah satu di antara mereka. “Mana ada? Sama gue kali, tuh! Senyum dia ke gue

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-14
  • Holding On To You   12. Hujan Sore Hari

    Lebih dari apapun ada yang Grazian ingat dari setiap tetes hujan yang jatuh mencium bumi. Hujan yang sejuk dan membuat damai itu nyatanya tak pernah demikian bagi Grazian. Tidak sama sekali, Grazian tidak pernah menyukai hujan sebab hujan selalu berhasil membuat memori kelamnya kembali naik ke permukaan menyusup dan mengisi celah-celah kosong di hatinya. Terlebih lagi hujan sore ini diiringi dengan gemuruh bercampur kilat yang menyala di langit. Seperti anak kecil Grazian meringkuk dibalik selimut dengan telinga yang disumbat earphone mendengarkan kencangnya musik dalam volume suara seratus persen hanya untuk meredam suara kejam langit yang berteriak marah itu. Selain earphone, Grazian juga menutup telinga dengan bantal. Mencoba memejamkan matanya untuk sekedar membuat perasaannya tenang. Tapi, sekuat apapun Grazian berusaha meredam apa yang bergejolak dalam hati dan pikirannya tetap saja lelaki itu tak mampu. Kesal sebab suara musik rock yang diput

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-18
  • Holding On To You   13. Pillow Talk

    Pukul dua belas malam lampu kamar masih menyala. Dari tempat tidur Grazian memperhatikan Merona yang menggunaka meja belajarnya untuk mengerjakan tugas kuliahnya. Malam ini setelah makan malam Grazian menahan Merona di kamarnya, bahkan lelaki itu juga mengunci pintu kamarnya agar Merona tak bisa keluar. kelakuan Grazian yang seenaknya itulah yang sering membuat Merona kesal tapi, gadis itu masih bisa menahan diri untuk mengumpati lelaki yang bertelanjang dada itu. Saat Merona menutup laptopnya, senyum terbit di bibir Grazian. Tahu benar bahwa gadis itu sudah selesai dengan tugasnya. Merona tanpa bicara masuk ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci mukanya. Beruntung ada satu botol face wash miliknya yang tersedia di kamar mandi milik Grazian. Soal sikat gigi gadis itu mengambil kemasan baru dari dalam laci. Grazian senantiasa menunggu Merona sampai gadis itu keluar dari kamar mandi, lalu mengambil tempat di sisinya. Merona mendesak Grazian deng

    Terakhir Diperbarui : 2021-06-18

Bab terbaru

  • Holding On To You   33. Sampai

    - 6 Tahun Kemudian - "Selamat pagi!" Merona hangat menyapa pada pasien pertamanya hari ini. Seorang wanita muda yang tengah berbadan dua. Datang bersama suaminya. Merona tersenyum tatkala dengan sigap sang suami menarik kursi untuk istrinya duduk. "Jadi apa yang ibu rasakan?" tanya Merona ramah. "Saya enggak merasakan apa-apa, tapi suami saya, Dok. Kan saya yang hamil, terus kenapa dia yang mual-mual dan ngidam?" Merona tersenyum mendengar penuturan si ibu muda tersebut, lanjut kembali dia menjelaskan. "Itu namanya kehamilan simpatik, atau disebut juga dengan sindrom Couvade. Walaupun bapaknya mual-mual dan ngidam itu enggak berbahaya." Sang suami menjawab. "Sebenarnya saya enggak masalah untuk hal tersebut, Dok. Saya dan istri datang ingin melihat buah hati pertama kami." "Baik," balas Merona. Lalu bertanya. "Apa sebelumnya sudah pernah melakukan pemeriksaan?" Mereka menggeleng. Kening Merona berkerut, melihat kondisi perut yang sudah besar tersebut. "USG belum pern

  • Holding On To You   32. Tanpa Tatap

    Masih ada dua jam lagi sebelum keberangkatannya. Grazian yang berada di kantor kakeknya untuk sebuah urusan itu, diam-diam menyusup pergi ke kediaman lama Merona. Pria itu yakin gadisnya ada di sana. Lolos dari beberapa pengawal yang menjaganya bukanlah hal yang mudah. Grazian bahkan harus menukar pakaiannya dengan office boy, lalu menutupi wajahnya dengan topi. Keluar dari pintu belakang, Grazian menyetop taksi di depan kantor kemudian.Jika sekarang Grazian tidak memaksakan dirinya bertemu Merona, maka Grazian khawatir tidak akan pernah ada lagi kesempatan bertemu Merona. Tahu benar bahwa kakeknya itu tidak main-main dengan segala rencananya. Pikiran Grazian tidak tenang selama dalam perjalanan, bagaimana dirinya ditinggalkan begitu saja oleh Merona ketika mereka telah membagi segala rasa. Kenyataan bahwa Grazian terlampau mencintai Merona tak terelakan begitu saja.Maka saat taxi berhenti di depan rumah Merona, pemuda itu langsung turun membuka gerbang rumah yang rupanya tidak diku

  • Holding On To You   31. Tak Pernah Cukup

    Melihat bagaimana bahagianya Merona membuat Grazian tidak mempermasalahkan dirinya yang sudah mual menaiki macam-macam wahana. Malam yang semakin larut membuat keduanya semakin dekat merapat. Kembang api diluncurkan ke langit. Letupan-letupan indah itu menjadi penutup malah hangat mereka. Kini keduanya sudah kembali ke apartemen membawa serta sisa-sisa tawa.“Aku enggak nyangka kalau kamu ketakutan naik wahan ekstrim,” ucap Merona mengingat beberapa kejadian yang membuat Grazian nyaris muntah.“Bukan takut Sayang, tapi pusing.”“Udah tua ya?”“Bisa aja kamu,” lalu Grazian membawa Merona duduk di atas pangkuannya. Merapatkan tubuh ideal itu padanya. “Besok aku pergi, Roo.”Mata Merona mengerjap, kaget mendengar pengakuan Grazian. Memang sebelum Merona tahu bahwa Grazian akan pergi selama liburan, tapi dia hanya tidak menyangkan akan secepat itu. “Aku kira lusa atau beberapa hari lagi.”“Aku pikir begitu, tapi tadi sore kakek minta aku pergi besok.”Merona tidak tahu harus menjawab apa.

  • Holding On To You   30. Senja dan Kamu

    Keseharian hidup Grazian dan Merona sangatlah jauh berbeda. Jika Grazian lebih suka keluyuran mencari tempat-tempat baru yang seru untuk nongkrong, Merona justru lebih senang menghabiskan waktunya belajar di kamar. Saat teman-temannya sibuk mengunggah segala kemewahan tempat dan makanan yang mereka nikmati ke sosial media, maka Merona hanya cukup dengan melihatnya. Bukan lantaran tidak ingin atau tidak tertarik, tapi ada hal yang lebih Merona prioritaskan yaitu belajar dengan baik lalu lulus kuliah segera.Merona ingin membuat Grazian bangga padanya sekaligus membuktikan pada kakek dan orang tuanya bahwa dia layak untuk Grazian. Kehidupan muda Merona hampir tidak seseru kawan-kawannya. Tidak banyak warna dalam dunianya, tapi kehadiran sosok Grazian sudah cukup memberinya pelangi. Perjuangan yang dilakukan Merona adalah semata-mata untuk bisa bertahan dengan Grazian, dan juga untuk hatinya sendiri.Maka saat duduk berdua seperti sekarang bersama Grazian adalah hal yang tak akan Merona

  • Holding On To You   29. Jalan

    Merona takjub dengan perubahan yang terjadi pada Grazian. Hari ke hari cowok yang terkenal brengsek itu semakin menunjukkan kebaikannya. Tidak lagi bergelut panas dari ranjang ke ranjang lainnya. Tidak juga mengadu motor di jalanan. Grazian fokus dengan kuliahnya. Belajar, lalu mengurus kedai kopi miliknya dan sesekali datang menemui kakeknya untuk mengurus bisnis yang akan wariskan padanya. Jelas saja apa yang dilakukan Grazian membuat Merona senang tanpa ragu mengembangkan senyum bangganya. Hari-harinya saat menjalani ujian Grazian lebih rajin datang ke perpustakaan untuk belajar dan meminjam beberapa buku. Tak jarang Grazian juga ikut belajar kelompok bersama teman-temannya. Hal yang hampir tidak pernah dilakukan sebelumnya. Saat selesai ujian cowok itu akan bercerita pada Merona bahwa dia bisa mengerjakan soalnya dengan lancar bahkan mempunyai keyakinan kalau nilainya akann sangat bagus. Merona percaya itu karena sejatinya Grazian sangat cerdas, hanya saja tertutup oleh malasnya

  • Holding On To You   28. Mengutarakan

    Sepulang kuliah Merona dikagetkan dengan kedatangan ayahnya yang menunggu di lobi apartemen. Entah itu bagian dari rencana kakek atau tidak, yang jelas Merona selalu was-was bertemu ayahnya. Perasaannya berkecamuk antara benci dan juga sayang sebagai anak. Sisa-sisa rasa sakit hati itu masih subur tumbuh di hatinya. Sekuat apapun Merona membuangnya namun saat berhadapan langsung seperti sekarang hatinya kembali perih.Meski perih Merona tetap mendekat. “A-ayah ada apa kemari?” “Apa tidak boleh seorang Ayah datang untuk melihat kondisi putrinya?”Boleh-boleh saja. Tak ada yang salah dengan kunjungan Haris hari ini, tapi seandainya hal itu dilukakan lebih cepat mungkin Merona akan senang hati menerima kehadiran pria itu. Hanya saja yang tersisa sekarang adalah luka. “Kalau saja Ayah datang lebih cepat, mungkin aku akan senang.”“Roo, apa sesulit itu memaafkan orang tuamu sendiri?”Genangan air mata sudah siap tumpah dari pelupuk. Merona menatap ayahnya dengan pandangan kabur. “Apa ses

  • Holding On To You   27. Isi Pikiran

    Merona senang dan merasa sangat bahagia bisa terus bersama Grazian. Setidaknya selagi dirinya bisa. Kabar perihal rencana kepergian Grazian ke Macau adalah ketakutan Merona. Seyakin dirinya pada tindakan kakek. Pria tua memang sudah terlalu lama baik pada dirinya dengan tetap membiarkan Merona tinggal bersama Grazian. Setelah semua kebaikan itu, mesti ada sesuatu yang harus Merona bayar.Seperti siang ini Merona tak menyangka kakek memintanya bertemu di sebuah restoran dengan ruangan privat. Saat Merona masuk dengan diantar pramusaji, dia sudah melihat kakek duduk santai menikmati hidangan yang disajikan. Kakek melihat kedatangannya, lalu memintanya segera duduk.“Duduklah,” pintanya dengan suara tua yang khas.Merona menarik kursi untuknya duduk di hadapan kakek. Sajian makanan yang sudah tersedia tak cukup mampu menggugah seleranya. Merona tak pernah berani membuka pembicaraan dengan kakek. Sejak dulu dia takut pada kakek yang sering kali menatapnya sinis.“Grazian sudah memberitahu

  • Holding On To You   26. Level

    Bagi hampir sebagain orang berpasangan dengan seseorang yang sesuai level mereka adalah keharusan. Entah itu secara kecerdasan, gelar atau pun kekayaan. Pentingnya bukan hanya untuk memperkuat status sosial mereka, tapi juga untuk mencegah rasa minder dari pasangan tersebut. Seperti yang dilakukan oleh Danisha—wanita yang sudah melahirkan Darren. Benar memang bahwa Darren sudah bertunangan, namun bagi Danisha untuk merestui sampai ke jenjang pernikahan jelas tidak akan terjadi.Sepulang dari gala dinner, Darren duduk di teras rumah sederhana Alesha. Ayahnya gadis itu adalah seorang kepala sekolah SMP dan ibunya seorang penjahit. Meski kehidupan Alesha tidak kekurangan, namun di mata Danisha tidak kekurangan saja belum cukup. Darren dibuat galau malam ini setelah dipertemukan dengan Angela. Terlebih lagi kakek Alesha adalah orang yang tak pernah disukai Danisha. “Kopinya,” ujar Alesha menyuguhkan secangkir kopi hitam buatan tangannya sendiri.Darren tersenyum menatap tunangannya itu. “

  • Holding On To You   25. Sahabat

    Merona menghela nafas lega tatkala yang berdiri di hadapannya adalah Hanna. Cewek itu sudah tahu perihal hubungannya dengan Grazian, tapi Hanna tetap merasa tidak nyaman ketika melihat Merona bersama Grazian. Pandangan mata Hanna pada Grazian sangat tajam. “Lo kalau berani nyakitin Merona, gue potong burung lo dua kali. Sampai ke akarnya!” ucapnya memperingati Grazian. Apa yang baru saja Hanna katakan membuat Grazian ngeri sekaligus tersenyum kikuk. “Hehehe... Iya.”Hanna lalu memijat keningnya. “Aduh, pusing gue menghadapi kenyataan ini,” katanya lalu pergi begitu saja. Merona dan Grazian saling berpandangan dan terkekeh kemudian. “Itu enggak apa-apa dia tahu?”“Dia justru tahu duluan tanpa aku kasih tahu,” jawab Merona. “Dia hapal sama tas yang aku pakai.”Mereka keluar dari perpustakaan setelah mendapatkan beberapa buku yang Merona butuhkan. Saat keduanya keluar mereka melihat Hanna yang sedang membeli cilok. Merona tersenyum tipis melihat hal itu. Saat Merona dan Grazian mendek

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status