Share

8. Merona

Author: Yellowflies
last update Last Updated: 2021-06-07 14:17:01

Merona cemberut ketika Grazian memintanya mengantar lelaki itu ke perbatasan ibu kota menuju Heaven Hill salah satu pemakaman elit tempat dimana neneknya tidur tenang di sana. Selepas kelas Merona selesai Grazian langsung menghubungi gadis itu dan memintanya ke parkiran. Sekarang keduanya dalam perjalanan dengan Merona yang menjadi supirnya. Grazian? dia tidur di kursi sebelah sambil melipat tangan dan sandaran kursi yang direndahkan.

“Dari sekian banyaknya hotel, mall dan rumah makan yang kakek punya kenapa kamu mintanya ketemu di pemakaman?” tanya Merona kesal. Tak habis pikir dengan jalan pikiran Grazian.

“Kan sekalian ketemu nenek juga, sayang.”

“Tapi, ini udah sore Zian. Bisa-bisa kita pulang kemaleman, aku ada tugas.”

Grazian membuka matanya sebentar untuk melihat Merona yang menggerutu sambil mengendalikan kemudi mobil. “Fokus aja ke jalan Roo, ngocehnya nanti kalau udah sampai.”

Sedan hitam itu keluar dari pintu tol, sedikit macet dan itu membuat Merona semakin kesal saja. “Makanya lain kali jangan keseringan keluar malam-malam, jadi tidur kan di kelas.”

“Kamu punya mata-mata ya di kelas aku?”

“Iya!”

Grazian tertawa. “Pinggirin mobilnya, gantian aku yang bawa.”

“Enggak! Kamu masih ngantuk gitu nanti bisa-bisa kita ikutan tidur di samping nenek.”

Grazian tertawa, lantas dia melepas sabuk pengamannya untuk mendekat pada Merona dan menicum pipi gadis itu. “Sayang banget gue sama lo.” Katanya kemudian lalu mengusap puncak kepala Merona.

Sekali lagi Merona mendengar kata sayang dari bibir Grazian. Sayang dengan sejuta makna itu tak mampu membuat hati Merona puas mendengarnya. Ada kata cinta yang dia nantikan tapi, mungkin itu tak akan pernah terwujud. Merona harus menyadari bahwa selama ini mereka sama-sama saling memanfaatkan perasaan masing-masing.

Merona memutar stirnya ke kanan saat memasuki area pemakaman. Jalanan menjadi sedikit menanjak dengan pohon-pohon pinus berjajar rapi di sisi kiri dan kanan jalan. Tempat yang sejuk, perawatan yang baik membuat para kaum zetset rela membayar harga milyaran untuk sebuah pemakaman. Ada yang dijual per petak untuk satu jenazah juga ada yang dijual berupa bidang tanah lebar yang kelak akan di isi oleh jenazah anggota keluarga yang membeli tempat peristirahat terakhir tersebut.

Sebelum benar-benar masuk mereka berhenti lebih dahulu di pos penjagaan. Menunjukkan tanda pengenal sebelum kemudian masuk. Dari pos penjaga ada area parkir yang luas. Satu bangunan cukup besar dengan didominasi warna putih itu adalah kantor administrasi. Dalam bangunan yang sama juga ada sebuah kedai kopi lengkap dengan aneka makanan tersaji.

Grazian dan Merona langsung turun dari mobil dan menuju tempat peristirahatan terkahir mendiang nenek dari Grazian. menyusuri jalan paving block yang pada bagian kiria dan kanannya adalah pemakaman. Ada danau buatan di sana dengan pavilion sebagai tempat bernaung. Dari sisi pavilion langkah kaki mereka bergerak ke sebelah utara. Di sana ada bangunan berupa kubah yang disangga oleh pilar-pilar kokoh tanpa dinding. Membentuk lingkaran yang luas.

Pada bagian tengahnya ada satu pusara dan di sisinya ada sebidang tanah yang cukup untuk satu lainnya. Tempat yang direncanakan akan menjadi tempat peristirahatan terakhir dari kakek Grazian.

Di sanalah tempat yang mereka tuju. Danuwiratmaja Le Halvor tengah duduk menatap pada nisan istri tercintanya. “Maaf sudah membuat kakek menunggu.” Ucap Grazian begitu berdiri di belakang kakeknya.

Danu tersenyum. “Duduklah.”

Grazian menuruti tapi, Merona lebih memilih menjaga jarak dari mereka. Dia memandangi sekitarnya. Sejauh matanya memandang hanya hamparan rumput hijau yang terlihat. Indah dan sejuk. Jarak satu kuburan dengan kuburan lainnya di sekitar cukup jauh karena memang tempatnya berpijak sekarang adalah tempat yang ditaksir memiliki harga paling mahal dari Heaven Hills.

Merona melihat pada Grazian dan Danu. Mereka nampak berbicara tapi, Merona tak berhak tahu apa yang mereka bicarakan. Merona sadar tempatnya yang hanya menumpang hidup pada Grazian. Merona lalu mengalihkan pandangannya pada langit senja yang jingga warnanya sangat dia suka. Merona Jingga nama yang indah tapi, tak seindah kisah hidupnya.

“Roo! Balik yuk.” Ajak Grazian yang kini sudah berdiri di sisi Merona.

Gadis itu mengerutkan keningnya, lalu melihat pada Danu yang sudah meninggalkan mereka bersama dua pengawal pribadinya yang mengekori di belakang. Rupanya sudah selesai pembicaraan mereka. See? Sedekat apapun Merona dengan Grazian gadis itu tetap bukan siapa-siapa, terbukti dari Danu yang tidak menyapanya atau menganggapnya ada.

“Udah selesai?”

“Sudah.” Grazian meraih tangan Merona untuk digandeng dengan erat. “Langitnya cantik kayak kamu.”

Merona melepaskan tangan Grazian darinya, lalu berkata. “Jangan terlalu sering memuji aku dengan tatapan itu karena aku enggak suka setiap kali kamu menatapku seperti sekarang yang kamu lakukan.”

Grazian tertawa. Merona menyadari dalamnya arti tatapan yang dia berikan juga maksud dari pujian itu. Tulus, Grazian melakukannya dengan sangat tulus tapi, juga menyadari bahwa ada keputusasaan dalam dirnya. Berjalan lebih dahulu akhirnya mereka memilih untuk pulang.

***

 Merona dibuat kaget ketika Aresh ada di depan pintu saat dirinya akan keluar untuk membeli makanan. “Aresh?”

“Gue mau kasih lihat lo sesuatu soal Grazian yang brengsek itu.”

Merona tidak perlu siapapun memberi tahunya untuk memperilihatkan sisi buruk Grazian sebab dia sendiri sudah sangat tahu. Tak sekali dua kali gadis itu melihat Grazian kencan dengan gadis yang berbeda. “Enggak perlu. Aku udah cukup tahu siapa Grazian tanpa harus kamu kasih tahu. Dia memang brengsek kayak yang kamu bilang tapi, itu karena kamu enggak tahu sisi baiknya. Lain kali lihat dan pandang seseorang dari dua sisi, jangan dari sisi yang menurut kamu benar saja.”

Merona keluar, menarik dan menutup pintu. Berjalan lebih dahulu, Aresh mengikutinya. “Gue cuma enggak mau lo menyesal dan jadi korbannya.”

“Apapun pendapat kamu tentang Grazian, aku enggak akan terpengaruh.”

Aresh menahan langkah Merona dengan menangkap pergelangan tangan gadis itu sampai Merona berbali menghadap Aresh. “Gue tahu kalau selama ini Grazian yang biayain kehidupan lo, kalau itu yang lo khawatirkan gue sanggup kok kasih apa yang Grazian kasih buat lo.”

Merona menahan diri untuk tidak berkata kasar. “Memangnya sesanggup apa kamu membiayai kehidupan aku sedangkan kamu saja masih minta ke orang tua, iyakan?” pelan-pelan Merona melepas tangan Aresh dari pergelangan tangannya. “Dari pada sibuk mengurusi kehidupan aku lebih kamu serius dengan nilai-nilai kamu itu, Resh. Kasihan orang tua kamu udah keluar uang banyak tapi, yang kamu kasih enggak sepadan.”

“Oh, lo pikir Grazian kasih uang ke lo dengan cara halal? Dia taruhan di jalanan atau judi.”

Iya Merona tahu itu sejak Grazian memilih melepaskan diri dari keluargannya lelaki itu sering kali mempertaruhkan nyawanya di jalan untuk mendapatkan rupiah atau bermain judi casino tapi, Merona juga tahu kalau Grazian punya kafe dan bengkel sendiri. Usaha yang dibangunnya dengan uang halal itu pada akhirnya penghasilan perbulannya akan diberikan pada Merona.

“Zian kasih aku uang halal kok dari usahanya sendiri.” Balas Merona sinis. Miris sebenarnya karena setiap orang memandang Grazian seperti sampah kecuali gadis-gadis yang mengaggumi lelaki itu yang akan selalu memuja dan mendewakan Grazian.

Tujuan Aresh malam ini gagal untuk membuat Merona goyah pada Grazian tapi, Aresh belum mau menyerah. Jika kali ini gagal maka, Aresh yakin lain waktu pasti dia akan berhasil. Saat Merona di dalam lift Aresh berpapasan dengan Grazian di lorong. Grazian tahu dan mendengarkan obrolan mereka dengan menahan langkahnya dan bersembunyi di balik dinding.

“Lo cinta sama Rona?” tanya Grazian pada Aresh.

“Bukan urusan lo!” jawab Aresh sengit.

Grazian justru tertawa. “Gue hanya perlu tahu cowok yang benar-benar sayang dengan Merona untuk memastikan gue enggak salah pilih untuk masa depan Merona yang lebih baik.”

“Maksud lo?” Aresh tak mengerti dengan arah pembicaraan Grazian.

“Kalau lo mau Merona, jangan paksa dia dengan cara yang tadi. Itu akan membuat dia jadi kesal sama lo. Merona enggak perlu diiming-imingi materi dan kebahagiaan. Cukup dengan ada di sisinya, jadi temannya maka, lambat laun Merona bisa luluh. Itu juga kalau lo sabar.”

Grazian menepuk pundak Aresh kemudian berlalu melewati lelaki itu dan masuk ke apartemennya. Aresh menoleh dan melihat itu dengan perasaan masih tak mengerti. Pikirannya masih meraba-raba apa yang Grazian maksud.

Related chapters

  • Holding On To You   9. Edelweiss

    Grazian membawa Merona jalan-jalan di salah satu pusat perbelanjaan untuk membeli makanan yang akan dibawa Merona saat kunjungan ke rumah sakit jantung esok hari. Langkah kaki Merona membeku ketika pandangan matanya menangkap sosok orang tuanya tengah berjalan menggandeng seorang anak kecil lelaki berusia tiga tahun dan ayahnya mendorong kereta bayi. Senyum jelas terlihat di wajah mereka. Lain halnya dengan hati Merona yang merasa dilupakan oleh orang tuanya sendiri.Grazian menyadari hal itu lantas menarik pundak Merona berniat membawa gadis itu menjauh dari hal yang menyakitinya tapi, Merona tak mau menurut. “Aku ingin mereka lihat aku, Zian.”“Roo, itu hanya akan menyakiti kamu. Ayo!”Tapi, Merona berjalan menghampiri. Grazian menghela nafas pada akhirnya memang Merona harus dibiarkan melihat kenyataan. Lelaki itu berjalan mengikuti Merona yang sudah berdiri di hadapan kedua orang tuanya. Mereka langsung berhenti melangkah begitu melih

    Last Updated : 2021-06-08
  • Holding On To You   10. Hadiah Kecil

    Merona ingat saat dirinya kecil dahulu, ketika merayakan ulang tahunnya bersama Pelangi. Ingatan yang pada akhirnya membawa perih, sebab sejak kecil selalu Pelangi yang didahulukan. Saat Merona meminta kue ulang tahunnya bertema unicorn tapi, yang ada hanya kue ulang tahun yang Pelangi mau dengan tema princess Disney Land. Merona mengalah saat ayahnya bilang kalau Pelangi sedang sakit.Bahkan pernah beberapa kali Merona tidak mendapat gaun ulang tahun dan juga hadiahnya. Bertahun-tahun hal itu terjadi sampai Merona tidak lagi merengek ini dan itu pada orang tuanya. Merona pendam sendiri sakit hatinya saat dibanding-bandingkan dengan Pelangi yang penurut, Pelangi yang cerdan dan Pelangi yang manis. Bahkan keluarga besarnya lebih suka Pelangi dibandingkan dirinya.Hal yang kemudian Merona syukuri adalah dirinya yang tak memiliki wajah serupa dengan Pelangi. Mereka bukan kembar identik yang sama persisi, hanya pada mata dan garis wajah saja yang serupa.

    Last Updated : 2021-06-08
  • Holding On To You   11. Pusat Perhatian

    Jika Merona tengah serius mendengarkan dan memperhatikan hal-hal apa saja yang dijelaskan oleh dokter yang membimbing kelompoknya di rumah sakit jantung maka, lain halnya dengan Grazian yang kini tengah memamerkan kehebatannya bermain basket sembari bertelanjang dada memberikan tontonan gratis untuk kaum hawa yang memekik memujanya. Semakin heboh teriakan mereka setiap kali Grazian berhasil menggiring bola basket masuk sempurna ke dalam ring. Terasa semakin seksi ketika lelaki itu mengelap peluhnya dengan punggung tangan, lalu menyugar rambutnya hingga keningnya terlihat membuat jantung para gadis berdebar-debar ingin mendaratkan satu kecupan manis di atas kening mulus itu. Grazian tentu saja menikmati popularitasnya, bahkan melemparkan kedipan genit pada sekumpulan gadis yang berdiri di pinggir lapangan setelah berhasil melempar kembali memasukan bola ke dalam ring. “Aaah! Grazian main mata ke gue!” pekik salah satu di antara mereka. “Mana ada? Sama gue kali, tuh! Senyum dia ke gue

    Last Updated : 2021-06-14
  • Holding On To You   12. Hujan Sore Hari

    Lebih dari apapun ada yang Grazian ingat dari setiap tetes hujan yang jatuh mencium bumi. Hujan yang sejuk dan membuat damai itu nyatanya tak pernah demikian bagi Grazian. Tidak sama sekali, Grazian tidak pernah menyukai hujan sebab hujan selalu berhasil membuat memori kelamnya kembali naik ke permukaan menyusup dan mengisi celah-celah kosong di hatinya. Terlebih lagi hujan sore ini diiringi dengan gemuruh bercampur kilat yang menyala di langit. Seperti anak kecil Grazian meringkuk dibalik selimut dengan telinga yang disumbat earphone mendengarkan kencangnya musik dalam volume suara seratus persen hanya untuk meredam suara kejam langit yang berteriak marah itu. Selain earphone, Grazian juga menutup telinga dengan bantal. Mencoba memejamkan matanya untuk sekedar membuat perasaannya tenang. Tapi, sekuat apapun Grazian berusaha meredam apa yang bergejolak dalam hati dan pikirannya tetap saja lelaki itu tak mampu. Kesal sebab suara musik rock yang diput

    Last Updated : 2021-06-18
  • Holding On To You   13. Pillow Talk

    Pukul dua belas malam lampu kamar masih menyala. Dari tempat tidur Grazian memperhatikan Merona yang menggunaka meja belajarnya untuk mengerjakan tugas kuliahnya. Malam ini setelah makan malam Grazian menahan Merona di kamarnya, bahkan lelaki itu juga mengunci pintu kamarnya agar Merona tak bisa keluar. kelakuan Grazian yang seenaknya itulah yang sering membuat Merona kesal tapi, gadis itu masih bisa menahan diri untuk mengumpati lelaki yang bertelanjang dada itu. Saat Merona menutup laptopnya, senyum terbit di bibir Grazian. Tahu benar bahwa gadis itu sudah selesai dengan tugasnya. Merona tanpa bicara masuk ke kamar mandi untuk menggosok gigi dan mencuci mukanya. Beruntung ada satu botol face wash miliknya yang tersedia di kamar mandi milik Grazian. Soal sikat gigi gadis itu mengambil kemasan baru dari dalam laci. Grazian senantiasa menunggu Merona sampai gadis itu keluar dari kamar mandi, lalu mengambil tempat di sisinya. Merona mendesak Grazian deng

    Last Updated : 2021-06-18
  • Holding On To You   14. Berbagi

    Di taman kampus gedung fakultas hukum Grazian duduk di atas rumput bersama Rachel. Di tangannya ada satu cup boba yang Rachel belikan untuk teman ranjangnya itu. "Habis dari mana lo?" Tanya Rachel sebab saat masuk kelas lelaki itu hampir datang terlambat."Cewek baru, lo tahu dia lebih gokil dari lo."Rachel terkekeh kecil. "Masa?"Sejenak Grazian merenungi segala petualangan hidupnya di atas ranjang bersama gadis-gadis. Lelaki itu menatap Rachel dari samping. "Lo pernah merasa bosan enggak sih dengan hidup yang gini-gini aja?""Gini-gini gimana maksud lo? Bukannya hidup kita seru ya? Bebas, enggak terkekang kayak kehidupan orang-orang.""Justru karena terlalu bebas, kayaknya kita enggak punya tujuan. Sekarang gue tanya, lulus nanti lo mau jadi apa?""Pengacara mungkin?""Masih mungkin enggak jelas," Grazian mendesah, lalu dia menyedot es bobanya dengan rakus. "Kayak gue harus lebih sering minum dan makan yang manis-manis. Pahit banget hidup, gue."Rachel kini mengamati Grazian. "Lo b

    Last Updated : 2022-06-22
  • Holding On To You   15. Tidak Sungguh

    Jika ditanya hal apa yang dibenci Grazian maka, jawabannya adalah masa lalunya. Grazian tak pernah suka jika seseorang bertanya tentang masa lalunya termasuk perihal keluarganya. Keduanya sangat berkaitan. Lelaki itu lahir karena sebuah kesalahan begitu ibunya menyebut lantang bahwa Grazian adalah sebuah kesalahan tapi, terpaksa harus dibesarkan untuk sebuah warisan keluarga. Ketika Grazian tumbuh orang tua justru sibuk berselingkuh dengan kekasih mereka masing-masing. Grazian kecil sering diabaikan. Orang tuanya pulang hanya membawa keributan besar di rumah mewahnya. Segala barang dibanting dan berisik, lalu mereka saling menyalahkan membawa-membawa nama Grazian dalam pertengkaran itu. Grazian adalah kesalahan, Grazian membuat kedua orang tuanya terisak, Grazian hadirnya tak pernah diinginkan dan banyak lagi penyesalan-penyelsaln yang keluar dari mulut orang tuanya tentang Grazian.Tak pernah ada yang baik-baik saja di balik dunia Grazian yang gemerlap. Percayalah semua itu hanya pel

    Last Updated : 2022-06-23
  • Holding On To You   16. Serius

    Grazian datang ke kediaman kakeknya, bukan untuk kembali tinggal, tapi untuk membicarakan beberapa hal serius dengan kakeknya itu, selain karena memang dirinya diundang untuk datang oleh kakeknya.Kehadiran Grazian sudah dinantikan. Lelaki itu memarkirkan motornya sembarangan. Dia melirik dua penjaga, dan berkata. "Motor gue tetap di sini jangan lo pindahin."Membawa kakinya masuk, Grazian melihat kakeknya dengan Arman sedang bicara di ruang tamu. Arman sudah seperti anak dari kakeknya karena Arman yang selalu ada, dan juga Arman yang lebih paham bagaimana kakeknya itu.Grazian duduk di dekat mereka. "Jadi apa yang mau kakek bicarakan?""Ah, anak muda ini terlalu terburu-buru. Padahal kakek ingin minum kopi dulu dengan kamu," ucap Danuwiratmaja pada cucunya itu. "Arman tolong buatkan dia kopi.""Baik, Tuan." Arman beranjak."Gulanya sedikit saja," pinta Grazian yang dibalas anggukan dari Arman."Zian, kamu tahu sendiri bukan kalau kakek ini sudah tua dan kakek tidak bisa mempercayakan

    Last Updated : 2022-06-26

Latest chapter

  • Holding On To You   33. Sampai

    - 6 Tahun Kemudian - "Selamat pagi!" Merona hangat menyapa pada pasien pertamanya hari ini. Seorang wanita muda yang tengah berbadan dua. Datang bersama suaminya. Merona tersenyum tatkala dengan sigap sang suami menarik kursi untuk istrinya duduk. "Jadi apa yang ibu rasakan?" tanya Merona ramah. "Saya enggak merasakan apa-apa, tapi suami saya, Dok. Kan saya yang hamil, terus kenapa dia yang mual-mual dan ngidam?" Merona tersenyum mendengar penuturan si ibu muda tersebut, lanjut kembali dia menjelaskan. "Itu namanya kehamilan simpatik, atau disebut juga dengan sindrom Couvade. Walaupun bapaknya mual-mual dan ngidam itu enggak berbahaya." Sang suami menjawab. "Sebenarnya saya enggak masalah untuk hal tersebut, Dok. Saya dan istri datang ingin melihat buah hati pertama kami." "Baik," balas Merona. Lalu bertanya. "Apa sebelumnya sudah pernah melakukan pemeriksaan?" Mereka menggeleng. Kening Merona berkerut, melihat kondisi perut yang sudah besar tersebut. "USG belum pern

  • Holding On To You   32. Tanpa Tatap

    Masih ada dua jam lagi sebelum keberangkatannya. Grazian yang berada di kantor kakeknya untuk sebuah urusan itu, diam-diam menyusup pergi ke kediaman lama Merona. Pria itu yakin gadisnya ada di sana. Lolos dari beberapa pengawal yang menjaganya bukanlah hal yang mudah. Grazian bahkan harus menukar pakaiannya dengan office boy, lalu menutupi wajahnya dengan topi. Keluar dari pintu belakang, Grazian menyetop taksi di depan kantor kemudian.Jika sekarang Grazian tidak memaksakan dirinya bertemu Merona, maka Grazian khawatir tidak akan pernah ada lagi kesempatan bertemu Merona. Tahu benar bahwa kakeknya itu tidak main-main dengan segala rencananya. Pikiran Grazian tidak tenang selama dalam perjalanan, bagaimana dirinya ditinggalkan begitu saja oleh Merona ketika mereka telah membagi segala rasa. Kenyataan bahwa Grazian terlampau mencintai Merona tak terelakan begitu saja.Maka saat taxi berhenti di depan rumah Merona, pemuda itu langsung turun membuka gerbang rumah yang rupanya tidak diku

  • Holding On To You   31. Tak Pernah Cukup

    Melihat bagaimana bahagianya Merona membuat Grazian tidak mempermasalahkan dirinya yang sudah mual menaiki macam-macam wahana. Malam yang semakin larut membuat keduanya semakin dekat merapat. Kembang api diluncurkan ke langit. Letupan-letupan indah itu menjadi penutup malah hangat mereka. Kini keduanya sudah kembali ke apartemen membawa serta sisa-sisa tawa.“Aku enggak nyangka kalau kamu ketakutan naik wahan ekstrim,” ucap Merona mengingat beberapa kejadian yang membuat Grazian nyaris muntah.“Bukan takut Sayang, tapi pusing.”“Udah tua ya?”“Bisa aja kamu,” lalu Grazian membawa Merona duduk di atas pangkuannya. Merapatkan tubuh ideal itu padanya. “Besok aku pergi, Roo.”Mata Merona mengerjap, kaget mendengar pengakuan Grazian. Memang sebelum Merona tahu bahwa Grazian akan pergi selama liburan, tapi dia hanya tidak menyangkan akan secepat itu. “Aku kira lusa atau beberapa hari lagi.”“Aku pikir begitu, tapi tadi sore kakek minta aku pergi besok.”Merona tidak tahu harus menjawab apa.

  • Holding On To You   30. Senja dan Kamu

    Keseharian hidup Grazian dan Merona sangatlah jauh berbeda. Jika Grazian lebih suka keluyuran mencari tempat-tempat baru yang seru untuk nongkrong, Merona justru lebih senang menghabiskan waktunya belajar di kamar. Saat teman-temannya sibuk mengunggah segala kemewahan tempat dan makanan yang mereka nikmati ke sosial media, maka Merona hanya cukup dengan melihatnya. Bukan lantaran tidak ingin atau tidak tertarik, tapi ada hal yang lebih Merona prioritaskan yaitu belajar dengan baik lalu lulus kuliah segera.Merona ingin membuat Grazian bangga padanya sekaligus membuktikan pada kakek dan orang tuanya bahwa dia layak untuk Grazian. Kehidupan muda Merona hampir tidak seseru kawan-kawannya. Tidak banyak warna dalam dunianya, tapi kehadiran sosok Grazian sudah cukup memberinya pelangi. Perjuangan yang dilakukan Merona adalah semata-mata untuk bisa bertahan dengan Grazian, dan juga untuk hatinya sendiri.Maka saat duduk berdua seperti sekarang bersama Grazian adalah hal yang tak akan Merona

  • Holding On To You   29. Jalan

    Merona takjub dengan perubahan yang terjadi pada Grazian. Hari ke hari cowok yang terkenal brengsek itu semakin menunjukkan kebaikannya. Tidak lagi bergelut panas dari ranjang ke ranjang lainnya. Tidak juga mengadu motor di jalanan. Grazian fokus dengan kuliahnya. Belajar, lalu mengurus kedai kopi miliknya dan sesekali datang menemui kakeknya untuk mengurus bisnis yang akan wariskan padanya. Jelas saja apa yang dilakukan Grazian membuat Merona senang tanpa ragu mengembangkan senyum bangganya. Hari-harinya saat menjalani ujian Grazian lebih rajin datang ke perpustakaan untuk belajar dan meminjam beberapa buku. Tak jarang Grazian juga ikut belajar kelompok bersama teman-temannya. Hal yang hampir tidak pernah dilakukan sebelumnya. Saat selesai ujian cowok itu akan bercerita pada Merona bahwa dia bisa mengerjakan soalnya dengan lancar bahkan mempunyai keyakinan kalau nilainya akann sangat bagus. Merona percaya itu karena sejatinya Grazian sangat cerdas, hanya saja tertutup oleh malasnya

  • Holding On To You   28. Mengutarakan

    Sepulang kuliah Merona dikagetkan dengan kedatangan ayahnya yang menunggu di lobi apartemen. Entah itu bagian dari rencana kakek atau tidak, yang jelas Merona selalu was-was bertemu ayahnya. Perasaannya berkecamuk antara benci dan juga sayang sebagai anak. Sisa-sisa rasa sakit hati itu masih subur tumbuh di hatinya. Sekuat apapun Merona membuangnya namun saat berhadapan langsung seperti sekarang hatinya kembali perih.Meski perih Merona tetap mendekat. “A-ayah ada apa kemari?” “Apa tidak boleh seorang Ayah datang untuk melihat kondisi putrinya?”Boleh-boleh saja. Tak ada yang salah dengan kunjungan Haris hari ini, tapi seandainya hal itu dilukakan lebih cepat mungkin Merona akan senang hati menerima kehadiran pria itu. Hanya saja yang tersisa sekarang adalah luka. “Kalau saja Ayah datang lebih cepat, mungkin aku akan senang.”“Roo, apa sesulit itu memaafkan orang tuamu sendiri?”Genangan air mata sudah siap tumpah dari pelupuk. Merona menatap ayahnya dengan pandangan kabur. “Apa ses

  • Holding On To You   27. Isi Pikiran

    Merona senang dan merasa sangat bahagia bisa terus bersama Grazian. Setidaknya selagi dirinya bisa. Kabar perihal rencana kepergian Grazian ke Macau adalah ketakutan Merona. Seyakin dirinya pada tindakan kakek. Pria tua memang sudah terlalu lama baik pada dirinya dengan tetap membiarkan Merona tinggal bersama Grazian. Setelah semua kebaikan itu, mesti ada sesuatu yang harus Merona bayar.Seperti siang ini Merona tak menyangka kakek memintanya bertemu di sebuah restoran dengan ruangan privat. Saat Merona masuk dengan diantar pramusaji, dia sudah melihat kakek duduk santai menikmati hidangan yang disajikan. Kakek melihat kedatangannya, lalu memintanya segera duduk.“Duduklah,” pintanya dengan suara tua yang khas.Merona menarik kursi untuknya duduk di hadapan kakek. Sajian makanan yang sudah tersedia tak cukup mampu menggugah seleranya. Merona tak pernah berani membuka pembicaraan dengan kakek. Sejak dulu dia takut pada kakek yang sering kali menatapnya sinis.“Grazian sudah memberitahu

  • Holding On To You   26. Level

    Bagi hampir sebagain orang berpasangan dengan seseorang yang sesuai level mereka adalah keharusan. Entah itu secara kecerdasan, gelar atau pun kekayaan. Pentingnya bukan hanya untuk memperkuat status sosial mereka, tapi juga untuk mencegah rasa minder dari pasangan tersebut. Seperti yang dilakukan oleh Danisha—wanita yang sudah melahirkan Darren. Benar memang bahwa Darren sudah bertunangan, namun bagi Danisha untuk merestui sampai ke jenjang pernikahan jelas tidak akan terjadi.Sepulang dari gala dinner, Darren duduk di teras rumah sederhana Alesha. Ayahnya gadis itu adalah seorang kepala sekolah SMP dan ibunya seorang penjahit. Meski kehidupan Alesha tidak kekurangan, namun di mata Danisha tidak kekurangan saja belum cukup. Darren dibuat galau malam ini setelah dipertemukan dengan Angela. Terlebih lagi kakek Alesha adalah orang yang tak pernah disukai Danisha. “Kopinya,” ujar Alesha menyuguhkan secangkir kopi hitam buatan tangannya sendiri.Darren tersenyum menatap tunangannya itu. “

  • Holding On To You   25. Sahabat

    Merona menghela nafas lega tatkala yang berdiri di hadapannya adalah Hanna. Cewek itu sudah tahu perihal hubungannya dengan Grazian, tapi Hanna tetap merasa tidak nyaman ketika melihat Merona bersama Grazian. Pandangan mata Hanna pada Grazian sangat tajam. “Lo kalau berani nyakitin Merona, gue potong burung lo dua kali. Sampai ke akarnya!” ucapnya memperingati Grazian. Apa yang baru saja Hanna katakan membuat Grazian ngeri sekaligus tersenyum kikuk. “Hehehe... Iya.”Hanna lalu memijat keningnya. “Aduh, pusing gue menghadapi kenyataan ini,” katanya lalu pergi begitu saja. Merona dan Grazian saling berpandangan dan terkekeh kemudian. “Itu enggak apa-apa dia tahu?”“Dia justru tahu duluan tanpa aku kasih tahu,” jawab Merona. “Dia hapal sama tas yang aku pakai.”Mereka keluar dari perpustakaan setelah mendapatkan beberapa buku yang Merona butuhkan. Saat keduanya keluar mereka melihat Hanna yang sedang membeli cilok. Merona tersenyum tipis melihat hal itu. Saat Merona dan Grazian mendek

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status